Wulan terdiam sendirian didalam kamar, pria yang telah menjadi suaminya tak knjung juga kembali. Dia menjadi bingung sekarang, ia harus apa saat ini.“Apa yang harus aku lakukan sekarang, apa aku pergi saja dari sini” ucap Wulan yang sesekali berjalan kesana-kemari dnegan gelisah.“Tidak Wulan, tidak. Kalau kamu pergi dari sini. Bagaimana dengan orang tuamu, kamu juga sudah menjadi istri dari pria itu” batin Wulan menolakDitengah kebingungan dan kegelisahan Wulan, tiba-tiba ponselnya berbunyi membuat Wulan sedikit terjingkat kagte mendnegar dering ponsel itu.Dia langsung melihat kearah sumber suara tersebut, steah memastikan kalau itu bunyi ponselnya. Wulan langsung mengambil ponsel itu yang berada di nakas meja rias. Dia melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut, nama Wira yanga da disana. Kira-kira ada apa adiknya menlpon malam-malam begini, batin Wulan.“Lebih baik tidak usah aku angkat, jangan-jangan Wira ingin membahas soal diriku yang menikah” ucap Wulan sambil meneb
Wulan berusaha keras untuk melawan Radit yang mulai mengelayari setiap inci tubuhnya, dia masih terkungkung dalam dekapan pria itu tangannya juga masih tercengram kuat tangan pria tersebut.“Lepaskan, aku mohon lepas kan aku” Wulan merintih sesekali saat radit menggigit lehernya bak vampir.“Argh, Sakit” rintih Wulan cukup keras menahan sakit dilehernya yang digigit cukup kuat oleh Radit.Radit langsung berhenti dan dia melepaskan tangan Wuan begitu saja melihat wajah perempuan tersebut yang ketakutan karena ulahnya barusan. Wajah yang telah di penuhi oleh air mata cukup deras, menatapnya takut-takut.“Itu pelajaran yang setimpal bagi penipu sepertimu” sini Radit dan langsung berjalan pergi kearah tempat tidur.Wulan langsung terperosok ke lantai, kakinya tak kuat menahan tubuhnya sendiri saat ini. ia amat sangat syok dengan hal barusan yang hampir merenggut kesuciannya.Radit duduk di tepi ranjang sambil menatap Wulan penuh kebencian, dia tak perduli de
Wulan terbangun dari tidurnya, dengan rasa malas ia membuka matanya. Tebakan dikepalanya saat ini harinya ini akan dimulai dengan ketidak tenangan. Dan statusnya juga sudah berbeda saat ini menjadi istri dari pria yang tak ia inginkan sama sekali.Wulan perlahan mendudukkan di rinya di tempat tidur, dan dia langsung terdiam melihat kesana kemari. Ada yang berbeda dengan posisinya saat bangun. Semalam dia tertidur di depan pintu melihat pria yang menjadi suaminya berbaring di atas kasur. Lalu kenapa malah dia saat ini yang berada di kasur lalu kemana pria itu pergi.“jangan-jangan aku di..” wulan segera memeriksa dirinya sendiri menyibak selimut dan melihat tubuhnya yang masih tertutup pakaian pengantinya. Ia pikir dirinya sudah di apa-apakan oleh Radit.“Syukurlah, ternyata aku tidak diapa-apakan oleh pria itu.” ucap Wulan lega saat melihat diirnya yang tak sesuai bayangan buruknya barusan.Tok, Tok Terdengar ketukan pintu dari luar membuat Wulan melihat ke
“Siapa suruh dia akan tidur di kamarku” ucap Radit algi dan erus-terusan menatap Wulan yang gelisah dengan tatapan penuh intimidasi dari pria didepannya.“Radit, bisa tidak untuk hari ini saja dirimu tidak membuat kepala Papa pusing” ucap Reynold dengan tegas dengan tatapan tak kalah tajam dari anaknya. Dia sudah jengah dengan Radit yang apa-apa seenaknya sendiri, gara-gara kelakuan senaknya sendiri itu masalah ini jadi ada.Radit berjalan turun dari tangga, dia sedikit mendorong Wulan agar minggir dari hadapnnya dan membuat Wulan hampir terjatuh dari tangga kalau saja Bi Narsih tidak sigap memegang lengan perempuan itu.“Astagfirullah den” ucap Bi narsih yang terkejut karena ulah anak majikanya itu.“Non Wulan tidak apa-apa?” tanya Bi Narsih khawatir pada Wulan.“Tidak apa-apa bi,” jawab Wulan lirih.“Radit Mama mohon jangan bersikap seperti itu” ucap Fiola yang sudah menghampiri sang anak yang akan berjalan ke sofa yang berada tidak jauh dari tangga.“Wulan, kau naik saja keatas. Bi
Wulan keluar dari kamarnya saat ini, dia sedari apgi hanya di kamar rasanya tak enak hingga sore begini dia masih tetap saja di dalam kamarnya. Meskipun dia tak menerima pernikahan ini tapi rasanya tidak baik juga dia bertindak begini dirumah orang.Baru saja dia membuka pintu, pintu kamar yang berada di sebelah kamarnya juga ikut terbuka. Mata mereka berdua saling bertemu tetapi Radit segera mengalihkan pandangannya tak memperdulikan Wulan yang baru saja keluar dari kamar sebelahnya.Radit yang baru saja keluar dari kamarnya langsung berjalan pergi tak memperdulikan Wulan yang terlihat canggung. Langkah Radit tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearah Wulan yang tadinya akan berjalan langsung terdiam di tempatnya saat melihat Radit yang tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearahnya.“Kau sudah menghapalkan apa yang aku berikan tadi?” tanya Radit pada Wulan,“Su..sudah, aku baca” jawab Wulan sedikit terbata,“Bukan di baca saja tapi di hapalkan mengerti” Radit mening
Radit menaikkan Wulan ke atas dengan perlahan, perempuan itu sudah terbatuk-batu di pinggir kolam renang. Radit juga ikut naik saat Wulan sudah berada di atas.“kau begitu saja tenggelam, perempuan bodoh memang” maki Radit didepan wajah Wulan yang tengah batuk-batuk.Wulan yang terus batuk karena habis tenggelam barusan hanya melihat Radit yang duduk diepannya sambil menatap dan memaki diirnya.Radit setelah memaki Wulan langsung berdiri dari duduknya, dan dia mengambil handuk yang ia lempar tadi saat masuk ke kolam renang. Setelah megambil itu radit langsung melemparkannya pada Wulan.“Pakai itu, nanti kau sakit aku yang ribet” pungkas Radit pada Wulan yang masih duduk.“Kau jika bersikap begini denganku, tolong ceraikan aku” ucap Wulan sambil masih terbatuk dia berusaha untuk bicara dengan Radit. Radit yang tadinya akan berjalan, langsung berhenti dan mendekati Wulan lagi. Di berjongkok didepan perempuan itu menatapnya sini,“Kau pikir itu bukan mauku, orang tuaku yang melarang unt
Banyak alasan yang membuat Radit selama ini tampak diam, sedikit keras kepala dan egois terhadap orang lain. Dia sebenarnya pria yang baik yang tidak terlalu menyukai kekarasan. Dia hanya akan keras pada dan acuh pada seseorang jika orang tersebut membuat suasana hatinya buruk dan membuat dirinya terusik.Selama ini yang selalu mengusik hidupnya tentu saja kedua orang tuanya yang selalu tak akur dan saling menyalahkan satu sama lain. Dia bosan dengan itu, apalagi ia juga merasa kesepian tak ada teman di kala dirumah makanya ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Tapi setiap kalia ia ingin melakukan apa yang ingin ia lakukan untuk membebaskan diri selalu saja anak buah ayahnya membatasi setiap gerak-geringnya membuat dia sedikit berkutik dan selalu terkekang dalam dirinya.Radit sendiri saat ini duduk termenung di balkon kamarnya sambil meminum soda kaleng yang baru saja dia ambil dari dalam lemari es kecil yang berada di kamarnya itu.Dia mendongak menatap bintang-bi
Wulan menaruh kantung es pada luka Radit, dia melakukan itu agar darah yang mengalir saat ini bisa membeku dan berhenti. Dia merasa aneh dengan darah itu yang terus mengalir padahal lukanya tidak terlalu besar.Radit hanya diam sambil sesekali melihat kearah Wulan yang telaten membersihkan lukanya hingga memplaster lukanya itu. dan dia langsung mengalihkan pandangannya saat Wulan sudah selesai.“kenapa darahmu tadi sulit untuk berhenti?” tanya Wulan yang entah mendapat keberanian darimana untuk bertanya seperti itu.“Sudah sana keluar, kau sudah selesai kan dengan sok jiwa pertolonganmu itu” cibir Radit dan berdiri dari duduknya.Wulan yang masih duduk melihat Radit yang langsung berdiri, dia juga ikut berdiri dari duduknya saat ini.“Ya sudah kalau begitu aku keluar dulu” pungkas Wulan dan akan pergi.“Apa yang terjadi padaku ini, jangan sampai kau bilang pada Mama” ancam Radit “Memang kenapa?” tanya Wulan penasaran.“Aku bilang jangan ya jangan, awas kalau Papa atau mamaku tahu soa
Banyak yang tak mengira jika kehidupan seorang konglomerat itu tidak menyenangkan, banyak aturan yang harus dijalakan. Banyak larangan yang menyesakkan harus diturutu, kehidupan bak di penjara apa-apa dibatasi.Radit duduk merenung di kursi kerjanya, yang ada diruangannya tersebut. Dia saat ini berada di kantor, duduk di meja dengan jabatan Direktur tertulis jelas di atas mejanya itu.Benar Radit menjabat sebagai seorang direktur di perusahaan ayahnya, sedangkan CEO serta pemegang saham sepenuhnya ada di tangan ayahnya dan kakeknya.Pintu ruangan Radit terbuka, membuat pria itu mengalihkan pandangannya ke kearah pintu saat mendengar suara pintu yang terbuka tersebut. Pandangannya menatap datar pada pria yang masuk kedalam.Seorang pria tua, dengan tongkat di tangannya berjalan serta topi putih yang dikenakannya. Ia berjalan mendekat kearah Radit yang hanya diam melihat dirinya masuk.“Kakekmu datang tapi kau hanya diam saja begini, mana sopan santunmu?” tukas pria itu pada sang cucu.
Wulan menaruh kantung es pada luka Radit, dia melakukan itu agar darah yang mengalir saat ini bisa membeku dan berhenti. Dia merasa aneh dengan darah itu yang terus mengalir padahal lukanya tidak terlalu besar.Radit hanya diam sambil sesekali melihat kearah Wulan yang telaten membersihkan lukanya hingga memplaster lukanya itu. dan dia langsung mengalihkan pandangannya saat Wulan sudah selesai.“kenapa darahmu tadi sulit untuk berhenti?” tanya Wulan yang entah mendapat keberanian darimana untuk bertanya seperti itu.“Sudah sana keluar, kau sudah selesai kan dengan sok jiwa pertolonganmu itu” cibir Radit dan berdiri dari duduknya.Wulan yang masih duduk melihat Radit yang langsung berdiri, dia juga ikut berdiri dari duduknya saat ini.“Ya sudah kalau begitu aku keluar dulu” pungkas Wulan dan akan pergi.“Apa yang terjadi padaku ini, jangan sampai kau bilang pada Mama” ancam Radit “Memang kenapa?” tanya Wulan penasaran.“Aku bilang jangan ya jangan, awas kalau Papa atau mamaku tahu soa
Banyak alasan yang membuat Radit selama ini tampak diam, sedikit keras kepala dan egois terhadap orang lain. Dia sebenarnya pria yang baik yang tidak terlalu menyukai kekarasan. Dia hanya akan keras pada dan acuh pada seseorang jika orang tersebut membuat suasana hatinya buruk dan membuat dirinya terusik.Selama ini yang selalu mengusik hidupnya tentu saja kedua orang tuanya yang selalu tak akur dan saling menyalahkan satu sama lain. Dia bosan dengan itu, apalagi ia juga merasa kesepian tak ada teman di kala dirumah makanya ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Tapi setiap kalia ia ingin melakukan apa yang ingin ia lakukan untuk membebaskan diri selalu saja anak buah ayahnya membatasi setiap gerak-geringnya membuat dia sedikit berkutik dan selalu terkekang dalam dirinya.Radit sendiri saat ini duduk termenung di balkon kamarnya sambil meminum soda kaleng yang baru saja dia ambil dari dalam lemari es kecil yang berada di kamarnya itu.Dia mendongak menatap bintang-bi
Radit menaikkan Wulan ke atas dengan perlahan, perempuan itu sudah terbatuk-batu di pinggir kolam renang. Radit juga ikut naik saat Wulan sudah berada di atas.“kau begitu saja tenggelam, perempuan bodoh memang” maki Radit didepan wajah Wulan yang tengah batuk-batuk.Wulan yang terus batuk karena habis tenggelam barusan hanya melihat Radit yang duduk diepannya sambil menatap dan memaki diirnya.Radit setelah memaki Wulan langsung berdiri dari duduknya, dan dia mengambil handuk yang ia lempar tadi saat masuk ke kolam renang. Setelah megambil itu radit langsung melemparkannya pada Wulan.“Pakai itu, nanti kau sakit aku yang ribet” pungkas Radit pada Wulan yang masih duduk.“Kau jika bersikap begini denganku, tolong ceraikan aku” ucap Wulan sambil masih terbatuk dia berusaha untuk bicara dengan Radit. Radit yang tadinya akan berjalan, langsung berhenti dan mendekati Wulan lagi. Di berjongkok didepan perempuan itu menatapnya sini,“Kau pikir itu bukan mauku, orang tuaku yang melarang unt
Wulan keluar dari kamarnya saat ini, dia sedari apgi hanya di kamar rasanya tak enak hingga sore begini dia masih tetap saja di dalam kamarnya. Meskipun dia tak menerima pernikahan ini tapi rasanya tidak baik juga dia bertindak begini dirumah orang.Baru saja dia membuka pintu, pintu kamar yang berada di sebelah kamarnya juga ikut terbuka. Mata mereka berdua saling bertemu tetapi Radit segera mengalihkan pandangannya tak memperdulikan Wulan yang baru saja keluar dari kamar sebelahnya.Radit yang baru saja keluar dari kamarnya langsung berjalan pergi tak memperdulikan Wulan yang terlihat canggung. Langkah Radit tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearah Wulan yang tadinya akan berjalan langsung terdiam di tempatnya saat melihat Radit yang tiba-tiba saja berhenti dan berbalik melihat kearahnya.“Kau sudah menghapalkan apa yang aku berikan tadi?” tanya Radit pada Wulan,“Su..sudah, aku baca” jawab Wulan sedikit terbata,“Bukan di baca saja tapi di hapalkan mengerti” Radit mening
“Siapa suruh dia akan tidur di kamarku” ucap Radit algi dan erus-terusan menatap Wulan yang gelisah dengan tatapan penuh intimidasi dari pria didepannya.“Radit, bisa tidak untuk hari ini saja dirimu tidak membuat kepala Papa pusing” ucap Reynold dengan tegas dengan tatapan tak kalah tajam dari anaknya. Dia sudah jengah dengan Radit yang apa-apa seenaknya sendiri, gara-gara kelakuan senaknya sendiri itu masalah ini jadi ada.Radit berjalan turun dari tangga, dia sedikit mendorong Wulan agar minggir dari hadapnnya dan membuat Wulan hampir terjatuh dari tangga kalau saja Bi Narsih tidak sigap memegang lengan perempuan itu.“Astagfirullah den” ucap Bi narsih yang terkejut karena ulah anak majikanya itu.“Non Wulan tidak apa-apa?” tanya Bi Narsih khawatir pada Wulan.“Tidak apa-apa bi,” jawab Wulan lirih.“Radit Mama mohon jangan bersikap seperti itu” ucap Fiola yang sudah menghampiri sang anak yang akan berjalan ke sofa yang berada tidak jauh dari tangga.“Wulan, kau naik saja keatas. Bi
Wulan terbangun dari tidurnya, dengan rasa malas ia membuka matanya. Tebakan dikepalanya saat ini harinya ini akan dimulai dengan ketidak tenangan. Dan statusnya juga sudah berbeda saat ini menjadi istri dari pria yang tak ia inginkan sama sekali.Wulan perlahan mendudukkan di rinya di tempat tidur, dan dia langsung terdiam melihat kesana kemari. Ada yang berbeda dengan posisinya saat bangun. Semalam dia tertidur di depan pintu melihat pria yang menjadi suaminya berbaring di atas kasur. Lalu kenapa malah dia saat ini yang berada di kasur lalu kemana pria itu pergi.“jangan-jangan aku di..” wulan segera memeriksa dirinya sendiri menyibak selimut dan melihat tubuhnya yang masih tertutup pakaian pengantinya. Ia pikir dirinya sudah di apa-apakan oleh Radit.“Syukurlah, ternyata aku tidak diapa-apakan oleh pria itu.” ucap Wulan lega saat melihat diirnya yang tak sesuai bayangan buruknya barusan.Tok, Tok Terdengar ketukan pintu dari luar membuat Wulan melihat ke
Wulan berusaha keras untuk melawan Radit yang mulai mengelayari setiap inci tubuhnya, dia masih terkungkung dalam dekapan pria itu tangannya juga masih tercengram kuat tangan pria tersebut.“Lepaskan, aku mohon lepas kan aku” Wulan merintih sesekali saat radit menggigit lehernya bak vampir.“Argh, Sakit” rintih Wulan cukup keras menahan sakit dilehernya yang digigit cukup kuat oleh Radit.Radit langsung berhenti dan dia melepaskan tangan Wuan begitu saja melihat wajah perempuan tersebut yang ketakutan karena ulahnya barusan. Wajah yang telah di penuhi oleh air mata cukup deras, menatapnya takut-takut.“Itu pelajaran yang setimpal bagi penipu sepertimu” sini Radit dan langsung berjalan pergi kearah tempat tidur.Wulan langsung terperosok ke lantai, kakinya tak kuat menahan tubuhnya sendiri saat ini. ia amat sangat syok dengan hal barusan yang hampir merenggut kesuciannya.Radit duduk di tepi ranjang sambil menatap Wulan penuh kebencian, dia tak perduli de
Wulan terdiam sendirian didalam kamar, pria yang telah menjadi suaminya tak knjung juga kembali. Dia menjadi bingung sekarang, ia harus apa saat ini.“Apa yang harus aku lakukan sekarang, apa aku pergi saja dari sini” ucap Wulan yang sesekali berjalan kesana-kemari dnegan gelisah.“Tidak Wulan, tidak. Kalau kamu pergi dari sini. Bagaimana dengan orang tuamu, kamu juga sudah menjadi istri dari pria itu” batin Wulan menolakDitengah kebingungan dan kegelisahan Wulan, tiba-tiba ponselnya berbunyi membuat Wulan sedikit terjingkat kagte mendnegar dering ponsel itu.Dia langsung melihat kearah sumber suara tersebut, steah memastikan kalau itu bunyi ponselnya. Wulan langsung mengambil ponsel itu yang berada di nakas meja rias. Dia melihat nama yang tertera di layar ponsel tersebut, nama Wira yanga da disana. Kira-kira ada apa adiknya menlpon malam-malam begini, batin Wulan.“Lebih baik tidak usah aku angkat, jangan-jangan Wira ingin membahas soal diriku yang menikah” ucap Wulan sambil meneb