Andaru melihat ke arah istrinya yang terlihat murung. Tak lama, Yara pun pergi lagi membawa dokumen baru. Memang hari ini tugas luarnya banyak dan nahasnya Afreen datang ke kantor di saat Yara tiada.Hati sang CEO gusar, tiba-tiba tak tenang melihat sikap cuek istrinya. Dia sadar, Yara membatasi diri karena ada Arin. Tapi, kecerobohan Andaru dimulai sejak dia lupa mengembalikan jam tangan pemberian Afreen ke dalam box dan malah menyimpan kardus itu di bawah meja begitu saja.Yara telah melihatnya dan berprasangka, apalagi Afreen mengatakan kata-kata ambigu. Jika mau jujur, malamnya lebih bergairah dengan Yara dibandingkan sang model. Tapi Andaru tak mungkin mengutarakan hal pribadi seperti ini."Masa? emang apa efeknya?" tanya Afreen, manja seperti biasa.Bimo muncul dan Andaru memintanya untuk membawa kue tadi untuk dibagikan ke satpam atau anak GA di bawah."Setelah ini, kamu bakal nanya rasa kuenya, tanggapan aku dan banyak lagi," jawab Andaru, dia tetap berdiri di depan pintu. "Ak
Salah satu dari sekian banyak sifat positif istrinya adalah Yara selalu mengapresiasi apapun yang Andaru berikan. Tak peduli apakah dia tengah badmood atau sebaliknya, wanita ayu itu tak lantas melampiaskan kekesalan pada makanan. Dia juga bersedia mendengar penjelasan lebih dulu sebelum menoleh pergi, membuat Andaru merasa dihargai. Sang CEO melihat dari kamera cctv, bibirnya mengulas senyum memandang layar kala Yara tetap bersikap manis meskipun pada saat mereka bicara tadi, sikapnya berubah dingin. "Anak mama Jamila kayak ada judes-judesnya gitu," kekeh Andaru. Dia lalu membuka galeri ponsel di album bertajuk 'Dara'. Koleksi foto Istrinya telah bertambah. Dia mengusap layar ponsel, di foto wanita cantik yang tertidur dibawah temaram lampu, tanpa hijab dengan punggung terbuka, gerai rambut hitam sebahu itu menjuntai menutupi sebagian tengkuknya. "Seksi sampai ke dalam," puji Andaru, mengagumi Yara setelah percintaan semalam. Akhirnya waktu yang ditunggu tiba, Yara sudah turun
Jazli lupa-lupa ingat paras yang dia lihat sekilas dalam proposal. Bukan tidak berkesan tapi memandang gadis bukan-belum mahram memunculkan sebuah rasa dalam hatinya, malu.Kini, putra sulung Jaedy itu baru menyadari, wajah gadis tadi selintas mirip dengan seseorang. Jika memang beliau sosok yang sama, dia akan melakukan permintaan maaf secara pantas nanti malam.Tak mendapat hasil, Jazli pun melanjutkan belanja lalu membawa ke kasir dan minta agar dibuatkan parcel buah. Tak lupa, beberapa kue dibeli sebagai tambahan hantaran.Lelaki kalem itu lalu keluar dan menuju mobilnya, menata barang di bagasi sebelum duduk dibalik kemudi. Tak lama, Jazz RS pun melaju perlahan pulang.Nasihat Jamila agar menjunjung adab daripada ilmu terus digaungkan selama Jazli bersiap. "Ingat ya Kak. Kalau mau nolak harus tegas sejak awal ... kalau menerima, katakan kesanggupan kakak sampai batas mana," tutur Jamila panjang via sambungan udara."Ya kheir, Ma. Doain lancar ngomongnya nggak belibet. Tentang Fai
Jazli membawa mobilnya keluar pelataran Multazam. Dia lalu mengarahkan kendaraan roda empat itu menuju kediaman sahabat lama ketika sekolah dasar dulu.Kebetulan, dia sedang ada di Semarang dan Jazli ingin mengobrol sejenak dengan pengusaha muda itu. Selain membahas masalah kegundahan hati juga tentang taktik jitu marketing agar bertahan berjualan di platform online.Baru saja mobilnya memasuki pelataran kediaman Magenta, dirinya telah disambut oleh si empunya rumah.Lambaian tangan Maghala jelas terlihat saat lampu mobil menyorotinya. "Liiiii!" sapa Ghala menghampiri Jazli."Maa sya Allah, bapak muda makin klimis aja," balas Jazli, saat membuka pintu mobilnya.Keduanya sama terkekeh lalu memeluk sesaat sebelum Maghala mengajak sang tamu masuk hunian. Namun, Jazli menolak halus ajakan Ghala, dia lebih suka duduk di teras agar leluasa bicara."Pripun kabare, Gus. Allahu, nggak mungkin kalau para Yai belum ngejer-ngejer antum. Kata Kak Mada, sudah di nadzor untuk cucu jimat Multazam," ke
Kediaman Jaedy menerima kiriman beberapa hantaran dari seseorang untuk si tuan rumah, tepat pukul 6 pagi. Dini mewakili Jazli sebab majikannya itu masih di kamar. Biasanya Jazli keluar dari bilik setelah duha, sekitar jam 7 dan langsung menuju tempat para pekerja disamping kediaman utama, mengawasi serta memeriksa semua pekerjaan.Dini menata semua bingkisan itu di atas meja makan dibantu oleh mbok Darmi. Tak lama, Jazli keluar untuk meminum nabeez yang sudah disiapkan sang asisten rumah tangga.Pria yang lebih suka memakai sarung dan koko dalam beraktivitas itu melihat kedua wanita sibuk di sana. Dia pun mendekat."Banyak amat makanannya, Mbak. Darimana?" tanya Jazli, melirik ke arah Dini."Tadi khidmah Multazam datang bawa dua rantang lauk dan kue. Saya bilang Den Mas masih duha ... mereka langsung pergi lagi, cuma nganter ini doang," jawab Dini, menunjuk dua tentengan di atas meja."Lah, pasti karena semalam. Tolong bagikan ini untuk yang kerja aja, Mbak. Daripada mubazir sebab sa
Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Jazli, dia bergegas menuju ruang makan guna menyantap hidangan yang telah mbok Darmi siapkan."Den, mimpi apa tadi? tangan mbok sakit kena pukul," keluh Darmi, sambil mengusap punggung tangan kanan. "Tanggung jawab!" sodornya.Jazli yang masih mengunyah makanan, mendongak. "Heleh, kena tampol dikit doang, Mbok. Diomelin mama lebih sakit, tapi malah nggak suka protes," sindirnya menyeringai tipis.Darmi memanyunkan bibirnya lalu kembali berceloteh menanyakan mimpi Jazli, dia sangat penasaran sebab majikan mudanya itu berbicara bahasa asing.Jazli enggan membuka apa yang sedang menjadi kegelisahan hati kecuali pada ibunya. Dia lantas meminta mbok Darmi menceritakan sosok adik Faiqa."Ning Dian itu baru masuk kuliah. Katanya jarang ada di rumah sebab kegiatannya padat di luar. Mbok nggak begitu kenal sebab takut di cuekin," ujar Darmi, wajahnya berubah masam."Maksudnya dicuekin bagaimana?" tanya Jazli penasaran."Pernah mau minta salaman, dia nggak m
"Dian, minta maaf sama Mbakmu," ujar Fathan. Dia menarik lengan si pengais bungsu agar menghadap Faiqa. "Kamu, Abi hukum wajib temani umma Burdah setiap Rabu dan Kamis sore selama dua pekan," ucapnya. Dia langsung mendapat cubitan di lengan oleh Dian sementara senyum manis dari Faiqa."Dih, banyak amat, Bi. Nggak adil!" sungut Dian yang sangat antipati menemui para jama'ah ibunya."Kamu make barang-barang Yasmin tanpa izin. Abi nggak pernah ajarkan itu, Dek!" tegur sang Ayah dengan wajah serius. "Lagipula, belajar ramah sama orang, kamu bukan hidup di hutan!" Dian menunduk, Fathan adalah kelemahannya. Dia tak ingin melihat kemarahan di wajah tampan sang ayah, lelaki penyayang dan penuh cinta kasih.Fathan juga masih memanjakannya bagai anak SD. Bakal jadi mimpi buruk bila dia sampai kehilangan perhatian dan kasih sayang sang ayah."Aku dah izin, mungkin Mbak nggak dengar," cicitnya sedikit takut ketika tatapan Fathan masih tajam melihatnya.Faiqa hanya menggeleng kepala dan berjalan k
"Ana-," lirih Faiqa, mencuri pandang ke arah sang nenek, seakan meminta restu.Qonita yang duduk di sebelah Faiqa, mengusap punggung cucunya pelan, lalu mengangguk samar seraya tersenyum. Jazli memasang telinga seksama, jawaban ini sedikit banyak akan mempengaruhi pandangannya terhadap sosok gadis itu."Ana bersedia mendengarkan dan bilamana aib itu tidak pantas dikisahkan, sebaiknya ditahan ... namun, bila berkaitan dengan Gus Ali, mohon izin agar beliau yang menyampaikan hal tersebut langsung pada ana, Nyai, afwan jiddan." Faiqa bertutur pelan, masih dengan menundukkan kepala."Kalau Allah saja menutupi, mengapa harus diceritakan, Umma? ... andaikan diketahui setelah menikah, tentu diupayakan solusinya bersama-sama," sambar Dian.Jamila melihat kedua gadis dihadapannya masih dengan senyum mengembang. Pendapat keduanya tak salah tapi memiliki makna tersendiri dibenak janda Jaedy ini.Jamila lalu menyilakan Jazli untuk bicara, agar mengetahui keteguhan hati masing-masing. Lelaki kale
"Dikit lagi, Sayang. Raaa," bisik Andaru di telinga Yara. "Ara-ku adalah ibu hebat, semangat sambut adek," imbuhnya dengan nada bergetar, antara tega dan tidak.Sesuai arahan dokter, Yara menarik napas pendek sebelum memulai lagi. Dia tetap tenang tanpa teriakan atau jeritan. Hanya hembusan lirih dari mulutnya meski sakit hebat terasa berdenyut di bawah sana. Tatapan mata Yara kini tak lepas dari manik mata elang yang jua tengah memandangnya. Anggukan, belaian dari Andaru juga bisikan salawat di telinga membuat Yara memiliki kekuatan lebih.Air mata sang CEO ikut menetes manakala Yara terisak. "Mas ridho, 'kan?" lirih Yara."Banget, Ra, banget," balasnya sangat pelan dan terisak tak melepas pandangan mereka."Yuk, lagi Bu. Tarik napas pelan, sambil bilang aaahh ya, lembut aja ... lembut." Perintah dokter pada Yara kembali terdengar.Pimpinan Garvi lantas ikut membimbing Yara dan tak lama. "Oeeekkk!" "Mamaaaaaa," lirih Yara lemas dan langsung didekap Andaru. "Alhamdulillah. Ibunya p
Aryan yang sedang berada di teras dengan Yono, memperhatikan mobil Andaru berhenti sejenak untuk menurunkan Dewi lalu melaju kembali."Lah, kenapa jalan lagi?" tanya Aryan pada aspri Yara yang tergesa memasuki rumah Dewi berhenti, membungkuk ke arah Aryan sekilas. "Nona kontraksi, Tuan besar. Bos Daru langsung ke rumah sakit lagi," beber Dewi. Setelah itu dia berlari ke dalam menuju kamar Andaru. Seketika Aryan ikut panik, dia meminta Yono menyiapkan mobil karena akan menyusul pasangan Garvi, konvoi dengan Dewi.Selama di perjalanan, panggilan seluler tak Andaru hiraukan karena terfokus pada Yara yang beberapa kali mendesis kesakitan. "Mo, tolong call kakak, Didin dan mama." Andaru memberi perintah saat mobil mulai masuk ke teras IGD. "Baik, Bos." Bimo mengangguk dan ikut turun ketika Andaru mulai menarik tuas pintu.Sang CEO pun gegas, berlari ke sisi kiri mobil dan membuka pintunya. Dia menggamit pinggang Yara dan menarik perlahan sembari tetap meminta Yara agar mengatur napas.
Andini mengirimkan pesan pada Andaru berisi berita tentang Afreen yang tengah sakit dan dalam kondisi koma saat ini. Dia ingin menjenguknya esok hari bila diizinkan. Pesan telah terkirim, sang designer pun mematikan ponsel lalu bersiap tidur.Andini baru sekilas membaca balasan DM dari pria yang dia kenali. Tadi, pikirannya langsung terpusat pada sang sahabat sekaligus mantan istri Andaru itu, sehingga dia belum mencerna dengan benar informasi dari Chris.Bada subuh, Andaru meminta Yara mengambilkan ponsel, setelah berhasil mengaji dua halaman di mushaf kesayangan. "Bacain aja Ra, kalau ada pesan. Sandinya tanggal lahir kamu," kata Andaru masih duduk di sofa."Lah, nanti ketauan sama aku dong," balas Yara yang berdiri disamping nakas lalu berjalan menghampiri suaminya. "Ketauan apaan? ... ponsel dan hatiku bersih dari para hama," sahut Andaru sambil merentang lengan menyambut istrinya."Ya kali pake aplikasi discord juga," kekeh Yara, keki dengan berita viral di aplikasi goyang.And
Dua hari berlalu, Andaru bersiap pulang dengan Yara ke Jakarta. Dia sedang duduk di lantai, memakaikan kaus kaki Istrinya ketika Brotoyudho menegur sang cucu menantu, dan ikut bergabung dengan mereka."Mas, kakek barusan dapat telpon dari pengacara kalau Andra sedang diajukan pindah rutan," ujarnya setelah mendaratkan bokongnya disamping Yara.Andaru mendongak sekilas lalu kembali fokus merapikan jempol kaki Yara agar masuk ke lubangnya. "Terus?" Brotoyudho menatap lembut sang cucu mantu. "Makasih ya, Mas." Andaru bergeming, dia enggan menanggapi. Semua itu dilakukan untuk mejauhkan Anton dari Yara sekaligus agar Brotoyudho leluasa menjenguk setiap hari bila sang paman dipindahkan ke Jogja.Mereka akan intens pergi pulang Semarang Jakarta, rasanya segan jika menolak ajakan Jamila untuk mengunjungi pria bejat itu karena alasan masih satu kota dan jaraknya dekat dengan kediaman Jaedy, sementara Yara masih sedikit trauma."Kenapa, Kek?" tanya Jazli ikut duduk di lantai menghadap punggu
Jazli berdecak sebal karena usaha melabuhkan stempel di pipi Faiqa digagalkan seorang bocah yang mengetuk kaca mobilnya dari luar.Faiqa tertawa kecil melihat wajah suaminya menahan kesal. Dia lantas menurunkan kaca mobil dan menyapa pelaku penggerebekan kemesraan mereka."Kamu pulang, Dek?" tanya Faiqa pada seorang remaja pria yang sumringah.Kopiah yang tak terpasang dengan benar di kepala, rambut jabrik basah menyembul di sana sini, tak lupa senyuman manis di wajah bulat, membuat paras remaja pria itu terlihat lucu. Tampan tapi berpenampilan slebor. Faiqa mengelus pipinya yang chubby, lalu membenarkan rambut dan letak kopiahnya saat dia meminta salim."Iya, dijemput jiddah-nenek. Mbak lagi apa?" tanyanya malu-malu seraya mengintip ke sosok di sebelah sang kakak.Jazli menekan tombol di pintu lalu keluar dari balik kemudi. Dia berdiri dan menyandarkan satu lengan di atas kap mobilnya. "Faisal, ya?" Lelaki muda yang masih memakai sarung itu berdiri tegak, melempar pandang ke arah p
Andini menggerutu kala masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tadi. Dia kira ketika meminta bertemu dengannya tadi, mereka bakal membahas pekerjaan, tapi malah unfaedah."Gue dah diwanti Dadar buat jauhin lu. Bisa digorok kalau bantuin lagi, Af. Lagian salah lu ngapa buang waktu gitu aja padahal effort Dadar buat pertahanin lu dulu nggak main-main." "Dadar rela nyusulin kemanapun lu transit meski harus pergi pulang di hari yang sama. Lu nggak komit dan malah puter fakta kalau ini salah Dadar. Kurang apa abang gue itu ... sekarang dia bucinin neng geulis, aaah so sweet, mukanya girang mulu saban hari. Gue nggak mau mereka pisah," omel Andini, menghela napas berat sembari mencengkeram erat stir mobil.Tiiin. Suara klakson dari belakang. Andini terkejut, buru-buru melaju pelan. Tiba-tiba seorang pria mengendarai motor CBR 250R berhenti di sebelah Honda Civic yang Andini kendarai, dia mengetuk kaca mobilnya dua kali. Tuk. Tuk."Menepi di depan, ban kiri Nona kempes parah," katanya lantang
Faiqa berbaring miring ketika sisi tempat tidurnya melesak. Jangan tanya bagaimana rasa hati, dadanya bergemuruh, keringat dingin muncul membasahi anak rambut yang tertutupi bergo instan. 'Jangan deket-deket,' batinnya berharap malam ini tidurnya tidak diganggu Jazli. "Laila sa'idah, Ya zaujati. Aku sabar, kok, daripada nanggung," lirih Jazli, menggoda istrinya seraya tersenyum saat memandang punggung Faiqa. 'Kan, dia suka bikin aku panas dingin. Duh, Gus, dulu aba bakul gula, ya. Manis bener ... tidur aja, ah. Tutup telinga,' kata Faiqa dalam hati meski bibirnya melengkung sebaris senyum manis. Diwaktu yang sama, Fathan baru saja tiba di Semarang. Gadis ayu itu duduk di kursi roda sebab kaki dan bahu kirinya masih cedera. Tidak ada sisa jejak kesedihan di wajah Dian. Selama perjalanan pulang, Fathan menceritakan tentang pilihan Jazli yang jatuh pada Faiqa dan lelaki itu langsung mengucap ijab sebelum mencari sang kakak. "Bukan takdir, meski hati kecil tak menampik bahwa Gus A
Mengawali perjalanan ke Yordania karena ikut pesawat charter sahabat Haikal, dilanjutkan ke Rusia lalu Ukraina, ternyata berdampak pada kebugaran fisik Faiqa yang naik turun. Pun setelah di nyatakan boleh pulang oleh dokter, tubuhnya masih di dera lemas. Apalagi, luka terbuka kemarin mendapat tambahan jahitan membuat lengannya terasa kebas."Kira-kira kalau langsung dari sini pulang ke Indo tanpa transit, aman nggak, Dek?" tanya Jazli ketika mengemas isi koper Faiqa."Menurut Kakak, gimana? aku ikut aja, deh," jawabnya pelan, masih malu-malu meski sudah hampir tiga hari mereka berada dalam satu ruangan yang sama sepanjang hari."Kok, aku? tanganmu 'kan kudu pake arm sling selama perjalanan, Ya eini habibati. Ngilu nggak?" balas Jazli, kembali menghampiri ranjang Faiqa. dan duduk di sisinya "Jadwal penerbangan masih dibatasi kata bang Wafa. Apa kita ke Rusia dulu? tapi tetep kena 17 jam, belum dari sini ke sana. Bisa 24 jam di jalan. Gimana?" 'Duh, kebiasaan dia itu manggil pake isti
Dalam sebuah hadis dan surah At Thaariq dijelaskan bahwa tulang sulbi menjadi salah satu jalan yang dilalui oleh manusia saat akan lahir ke dunia. Saat manusia mati, semua bagian dari tubuhnya akan tercerai berai, kecuali satu organ tubuh, yakni tulang sulbi. Dari tulang tersebut, manusia diciptakan dan kelak akan dibangkitkan kembali.Faysa melihat sisi lembut sang pimpinan, dia ikut naik ke ambulance dan duduk di ujung pintu seraya mendekap tas Yara dan miliknya. "Raaa, lu kenapa, sih?" cicit Faysa sambil melepas heel Yara dan menentengnya.Andaru mendengar kecemasan Fay, dia lantas menyodorkan amplop yang teremat di tangannya pada gadis itu. "Ini, Ara-ku hamil lagi," ujar sang CEO.Faysa terkejut saat menerima kertas dari Andaru. Dia melihat dua garis merah samar di benda itu. "Yoloo, mau punya bayi," gumamnya.Dia seketika ingat perbincangan mereka saat di dalam lift. Ketika Yara mengakui bahwa Andaru adalah suaminya dan ingin lekas mengandung kembali. Faysa jadi trenyuh, pantas