["Nggak usah VN, langsung aja nanti."] Andaru membaca pesan Yara hanya dua detik sebelum kalimat itu dihapus. Dia tertawa kecil melihat isi pesan berhias emoticon bibir gincu merah tepat kala menarik tuas pintu kendaraan dinasnya. Dalam kabin mobil yang membelah jalanan ibukota, Andaru tak henti memandangi layar ponselnya. Senyum malu-malu sang CEO terbit, lalu menggeleng kepala samar saat pandangannya terlempar ke luar jendela.Lengan Andaru bertumpu di handband jok lalu jemari lelaki itu mengusap dagunya beberapa kali. Dia baru saja mengingkari janji untuk tak menyatakan kata cinta pada Yara. Namun, melihat bagaimana cara Stefan dengan enteng menyampaikan kalimat manis untuk istrinya, Andaru dibayangi cemas bila Yara mencari sanjungan dari pria lain. Oleh karena itulah, dia mengungkapkan kebucinannya.'Bener kata Yono, nggak bisa tahan jauhan sama dia,' ucap Andaru dalam hati.Baru saja meninggalkan kantor, dia sudah disergap rindu. Bila biasanya perjalanan dinas luar di dominasi
"Eehh!" "Aku," bisik Andaru, mendekap tubuh Yara dari belakang. Jasnya telah di lepas, menyisakan kemeja navy dengan lengan tergulung sebatas siku. "Kangen banget, nggak ketemu seharian," imbuh sang CEO, merebahkan kepalanya di pundak Yara.Yara mengusap satu lengan yang melingkari dadanya. "Seharian apanya, baru lima jam doang." Tak lupa jemarinya berpindah membelai sela rambut Andaru. "Udah, nanti ketauan, loh!" "Nggak, cctv nggak jangkau ke sudut ini," ujarnya enteng. Padahal dia meminta Bimo untuk mengelabui security di ruang cctv agar mematikan sementara kamera pengawas tersebut barang sejenak. "Yuk, pulang. Driver kamu nunggu lama tuh," kata Andaru, mengurai pelukan lalu membuka pintu kiri untuk Yara."Mobil Mas mana?" tanya Yara seiring kendaraan mereka meninggalkan basement.Andaru merapatkan duduknya menempeli Yara, dia bahkan membuka lengan kiri agar wanita pujaan ini masuk ke pelukan. "Ada, biarin aja ... salat lama banget sih, aku nungguin di bawah daritadi," keluh putra
Yara tak lagi bawel, dia langsung berbaring membelakangi suaminya."Bandel, sih! ... sini, ngapain ngadep sana," kesal Andaru, menarik bahu Yara sampai berbalik badan menghadapnya lagi. Yara hanya menurut tanpa perlawanan. Andaru kini bagai emak-emak yang akan menidurkan sang buah hati. Memeluk, mengusap punggung, bahkan menepuk-nepuk lembut bahu Yara.Sepuluh menit berlalu, kepala nyonya muda sudah lunglai di dadanya, tanda Yara telah pulas. "Judulnya ngelonin bocah tengil, bukan di kelonin."Andaru lalu melepas pelukan, mengatur kepala Yara agar nyaman di bantal. Guling telah di tempelkan ke sisi-sisi tubuh agar istrinya tetap hangat. Dia akan mandi air dingin guna meredam hasrat yang sulit untuk di taklukkan."Bentar ya, Sayang ... aku nyelem dulu," bisiknya, menowel pipi mulus Jiera Savita sebelum masuk ke bathroom.Keesokan pagi, pasangan muda Garvi sudah siap berangkat ke GC building dengan mobil masing-masing. Tapi, Andaru enggan terpisah kendaraan karena padatnya jadwal hari
Setelah mendapatkan izin, Yara mulai bekerja seperti biasa. Andaru langsung pergi dengan Bimo ketika istrinya baru duduk di kubikel. Sepanjang hari keduanya tak bertemu, hingga Yara pergi dengan Fay menuju rumkit pun, Andaru belum menghubunginya lagi. Kedua wanita ayu berjalan di koridor menuju kamar perawatan Stefan. Yara mewanti pada Fay agar duduk di sofa selama dia bicara dengan pria itu. Tak lama, mereka tiba di tujuan, ruang kelas satu tuan Stefan Hansson."Assalamualaikum," sapa Yara ketika menekan tuas pintu seraya menyembulkan kepalanya. Netra bulat itu melihat tirai pembatas setengah menutup sehingga hanya ujung brangkar yang tampak.Suara khas Stefan terdengar. "Wa alaikumussalaam. Yara bukan, ya?" tanyanya. Dia sangat hafal bagaimana nada bicara sang pujaan hati.Kedua gadis lantas masuk, Fay langsung duduk di sofa dan mengeluarkan ponsel sementara Yara berjalan menghampiri ranjang pasien. "Hafal banget, sama suaraku," ujar Yara, tersenyum seraya melambaikan tangan dari
Yara melihat sekeliling ketika mobil yang mereka tumpangi berhenti di satu tempat. Bulu kuduknya langsung meremang saat Andaru memarkirkan kendaraan di sisi kanan dan mengajak Yara turun."Ini?" tunjuk Yara, ke papan nama saat mereka memasuki gerbang."Rumah terakhir mama dan papaku di dunia, hari ini anniv mereka," ucap Andaru sendu, menggenggam jemari istrinya lalu melangkah bersisian.Sapaan penjaga komplek TPU Bumijanna ditanggapi Andaru dengan anggukan dan senyuman. Tak lupa salam tempel ketika menyalami beberapa petugas yang berpapasan sepanjang jalan. "Kukira, kalau malam itu sepi. Kok pemakaman di sini ramai, ya?" bisik Yara, melihat beberapa pengunjung silih berganti keluar masuk.Andaru diam, terus melangkah menuju pusat TPU dimana orang tuanya dikebumikan. "Assalamualaikum ya ahlal kubur ... aku bawa Jiera, Ma, Pa ... mantu kalian." Sang CEO lantas duduk di batu yang disediakan di sana, langsung membaca doa untuk mendiang orang tuanya.Yara mendengar untaian doa yang dipa
Andaru lantas mengusap kepala istrinya. "Makanya jangan keburu ngambek ... Didin itu adikku satu-satunya," jelas menantu Jamila.Andini tersenyum lebar sebelum dia menarik Yara dari dekapan Andaru dan memeluknya. "Kita jadi saudara," kata Andini, mengusap lembut punggung gadis belia yang kini menjadi kakak iparnya. "Selamat datang di dunia Dadar!" Yara memejam, bersandar di bahu sang adik ipar, merasakan betapa hangat sambutan keluarga Garvi sejak bermula. Mulai dari Aryan, Dedeh sampai Andini, wanita periang dibalik penampilannya yang anggun. "Dadar?" tegas Yara saat Andini melepas dekapan. "Lucu amat," kekehnya.Andini lalu menarik Yara duduk di sofa lalu menjelaskan kisah dibalik panggilan konyol keduanya. Aryan kerap kali melarang tapi dengan beginilah mereka akhirnya melekat satu sama lain.Andaru menginginkan adik laki-laki tapi malah lahir Andini, lantas dia memanggilnya Didin, sebagai refleksi kekecewaan kala itu. Ketika Andini tidak doyan makan karena tumbuh gigi dan tiada o
"Wafa, Nyonya." Dia menunduk membuat sebagian wajahnya tertutup poni. Yara memindai tampilan sosok asing di hadapan. Tinggi, tegap, rambut lurus, hidung tegak persis gambaran Andaru, body goal. Seksi nan sensual sebagai pria. Tapi, ada yang aneh dengan salah satu bagian wajahnya. Fa, menguncir helai rambutnya tapi menyisakan poni lumayan menjuntai di bagian depan, seakan menyembunyikan sesuatu. "Saya kehilangan satu mata kiri saat ditolong Bos Daru, Nyonya. Beliau telah mengupayakan operasi dan masih mencari pendonor yang pas." "Saya korban penjualan manusia untuk diambil organ vitalnya, Nyonya. Kami berdua berhasil kabur dan masuk ke mobil beliau saat di Priuk." "Bos Daru dan Tuan besar lalu merawat kami berdua, menyekolahkan dan mengirim ke luar negeri untuk mengikuti pelatihan militer. Kemudian kembali ke tanah air bergabung dalam organisasi swasta dibawah naungan Badan Intelijen." "Kami melepaskan diri dan kini ada dibawah naungan GC, divisi IT sekaligus mentoring training p
Andaru menarik Yara pindah ke mobilnya, dia ingin lebih intim menghabiskan waktu dengan sang istri sependek perjalanan mereka balik ke kantor."Malam ini Didin nginep di rumah kakek, besok dia balik ke Bandung, Ra. Mau jalan kemana?" tanya Andaru, menggenggam jemari istrinya."Kata beliau ke Kemayoran. Mas ikut?" balas Yara, menyandari bahu kiri suaminya. "Enggak. Pergilah berdua," sambung Andaru, meredupkan kaca depan saat akan melintasi portal GC agar Yara bebas bermanja hingga basement.Andaru mematikan mesin mobil, menarik napas panjang sambil membuka lengan kiri agar leluasa memeluk Yara. Berat berpisah meski hanya tersekat tembok ruangan juga sejengkal jarak, agar rahasia mereka tak lekas terbongkar.Dia ingin mempublikasikan hubungan dengan Yara tapi malah ditolak sekretarisnya itu. Yara bilang, urusan keluarga belum selesai. Ada Anton yang masih menjadi ancaman. Dia bahkan ingin pulang menemui kakeknya di Jogjakarta tapi menunggu waktu tepat.Andaru tak ingin memaksa, terapi
"Dikit lagi, Sayang. Raaa," bisik Andaru di telinga Yara. "Ara-ku adalah ibu hebat, semangat sambut adek," imbuhnya dengan nada bergetar, antara tega dan tidak.Sesuai arahan dokter, Yara menarik napas pendek sebelum memulai lagi. Dia tetap tenang tanpa teriakan atau jeritan. Hanya hembusan lirih dari mulutnya meski sakit hebat terasa berdenyut di bawah sana. Tatapan mata Yara kini tak lepas dari manik mata elang yang jua tengah memandangnya. Anggukan, belaian dari Andaru juga bisikan salawat di telinga membuat Yara memiliki kekuatan lebih.Air mata sang CEO ikut menetes manakala Yara terisak. "Mas ridho, 'kan?" lirih Yara."Banget, Ra, banget," balasnya sangat pelan dan terisak tak melepas pandangan mereka."Yuk, lagi Bu. Tarik napas pelan, sambil bilang aaahh ya, lembut aja ... lembut." Perintah dokter pada Yara kembali terdengar.Pimpinan Garvi lantas ikut membimbing Yara dan tak lama. "Oeeekkk!" "Mamaaaaaa," lirih Yara lemas dan langsung didekap Andaru. "Alhamdulillah. Ibunya p
Aryan yang sedang berada di teras dengan Yono, memperhatikan mobil Andaru berhenti sejenak untuk menurunkan Dewi lalu melaju kembali."Lah, kenapa jalan lagi?" tanya Aryan pada aspri Yara yang tergesa memasuki rumah Dewi berhenti, membungkuk ke arah Aryan sekilas. "Nona kontraksi, Tuan besar. Bos Daru langsung ke rumah sakit lagi," beber Dewi. Setelah itu dia berlari ke dalam menuju kamar Andaru. Seketika Aryan ikut panik, dia meminta Yono menyiapkan mobil karena akan menyusul pasangan Garvi, konvoi dengan Dewi.Selama di perjalanan, panggilan seluler tak Andaru hiraukan karena terfokus pada Yara yang beberapa kali mendesis kesakitan. "Mo, tolong call kakak, Didin dan mama." Andaru memberi perintah saat mobil mulai masuk ke teras IGD. "Baik, Bos." Bimo mengangguk dan ikut turun ketika Andaru mulai menarik tuas pintu.Sang CEO pun gegas, berlari ke sisi kiri mobil dan membuka pintunya. Dia menggamit pinggang Yara dan menarik perlahan sembari tetap meminta Yara agar mengatur napas.
Andini mengirimkan pesan pada Andaru berisi berita tentang Afreen yang tengah sakit dan dalam kondisi koma saat ini. Dia ingin menjenguknya esok hari bila diizinkan. Pesan telah terkirim, sang designer pun mematikan ponsel lalu bersiap tidur.Andini baru sekilas membaca balasan DM dari pria yang dia kenali. Tadi, pikirannya langsung terpusat pada sang sahabat sekaligus mantan istri Andaru itu, sehingga dia belum mencerna dengan benar informasi dari Chris.Bada subuh, Andaru meminta Yara mengambilkan ponsel, setelah berhasil mengaji dua halaman di mushaf kesayangan. "Bacain aja Ra, kalau ada pesan. Sandinya tanggal lahir kamu," kata Andaru masih duduk di sofa."Lah, nanti ketauan sama aku dong," balas Yara yang berdiri disamping nakas lalu berjalan menghampiri suaminya. "Ketauan apaan? ... ponsel dan hatiku bersih dari para hama," sahut Andaru sambil merentang lengan menyambut istrinya."Ya kali pake aplikasi discord juga," kekeh Yara, keki dengan berita viral di aplikasi goyang.And
Dua hari berlalu, Andaru bersiap pulang dengan Yara ke Jakarta. Dia sedang duduk di lantai, memakaikan kaus kaki Istrinya ketika Brotoyudho menegur sang cucu menantu, dan ikut bergabung dengan mereka."Mas, kakek barusan dapat telpon dari pengacara kalau Andra sedang diajukan pindah rutan," ujarnya setelah mendaratkan bokongnya disamping Yara.Andaru mendongak sekilas lalu kembali fokus merapikan jempol kaki Yara agar masuk ke lubangnya. "Terus?" Brotoyudho menatap lembut sang cucu mantu. "Makasih ya, Mas." Andaru bergeming, dia enggan menanggapi. Semua itu dilakukan untuk mejauhkan Anton dari Yara sekaligus agar Brotoyudho leluasa menjenguk setiap hari bila sang paman dipindahkan ke Jogja.Mereka akan intens pergi pulang Semarang Jakarta, rasanya segan jika menolak ajakan Jamila untuk mengunjungi pria bejat itu karena alasan masih satu kota dan jaraknya dekat dengan kediaman Jaedy, sementara Yara masih sedikit trauma."Kenapa, Kek?" tanya Jazli ikut duduk di lantai menghadap punggu
Jazli berdecak sebal karena usaha melabuhkan stempel di pipi Faiqa digagalkan seorang bocah yang mengetuk kaca mobilnya dari luar.Faiqa tertawa kecil melihat wajah suaminya menahan kesal. Dia lantas menurunkan kaca mobil dan menyapa pelaku penggerebekan kemesraan mereka."Kamu pulang, Dek?" tanya Faiqa pada seorang remaja pria yang sumringah.Kopiah yang tak terpasang dengan benar di kepala, rambut jabrik basah menyembul di sana sini, tak lupa senyuman manis di wajah bulat, membuat paras remaja pria itu terlihat lucu. Tampan tapi berpenampilan slebor. Faiqa mengelus pipinya yang chubby, lalu membenarkan rambut dan letak kopiahnya saat dia meminta salim."Iya, dijemput jiddah-nenek. Mbak lagi apa?" tanyanya malu-malu seraya mengintip ke sosok di sebelah sang kakak.Jazli menekan tombol di pintu lalu keluar dari balik kemudi. Dia berdiri dan menyandarkan satu lengan di atas kap mobilnya. "Faisal, ya?" Lelaki muda yang masih memakai sarung itu berdiri tegak, melempar pandang ke arah p
Andini menggerutu kala masuk ke mobil dan meninggalkan cafe tadi. Dia kira ketika meminta bertemu dengannya tadi, mereka bakal membahas pekerjaan, tapi malah unfaedah."Gue dah diwanti Dadar buat jauhin lu. Bisa digorok kalau bantuin lagi, Af. Lagian salah lu ngapa buang waktu gitu aja padahal effort Dadar buat pertahanin lu dulu nggak main-main." "Dadar rela nyusulin kemanapun lu transit meski harus pergi pulang di hari yang sama. Lu nggak komit dan malah puter fakta kalau ini salah Dadar. Kurang apa abang gue itu ... sekarang dia bucinin neng geulis, aaah so sweet, mukanya girang mulu saban hari. Gue nggak mau mereka pisah," omel Andini, menghela napas berat sembari mencengkeram erat stir mobil.Tiiin. Suara klakson dari belakang. Andini terkejut, buru-buru melaju pelan. Tiba-tiba seorang pria mengendarai motor CBR 250R berhenti di sebelah Honda Civic yang Andini kendarai, dia mengetuk kaca mobilnya dua kali. Tuk. Tuk."Menepi di depan, ban kiri Nona kempes parah," katanya lantang
Faiqa berbaring miring ketika sisi tempat tidurnya melesak. Jangan tanya bagaimana rasa hati, dadanya bergemuruh, keringat dingin muncul membasahi anak rambut yang tertutupi bergo instan. 'Jangan deket-deket,' batinnya berharap malam ini tidurnya tidak diganggu Jazli. "Laila sa'idah, Ya zaujati. Aku sabar, kok, daripada nanggung," lirih Jazli, menggoda istrinya seraya tersenyum saat memandang punggung Faiqa. 'Kan, dia suka bikin aku panas dingin. Duh, Gus, dulu aba bakul gula, ya. Manis bener ... tidur aja, ah. Tutup telinga,' kata Faiqa dalam hati meski bibirnya melengkung sebaris senyum manis. Diwaktu yang sama, Fathan baru saja tiba di Semarang. Gadis ayu itu duduk di kursi roda sebab kaki dan bahu kirinya masih cedera. Tidak ada sisa jejak kesedihan di wajah Dian. Selama perjalanan pulang, Fathan menceritakan tentang pilihan Jazli yang jatuh pada Faiqa dan lelaki itu langsung mengucap ijab sebelum mencari sang kakak. "Bukan takdir, meski hati kecil tak menampik bahwa Gus A
Mengawali perjalanan ke Yordania karena ikut pesawat charter sahabat Haikal, dilanjutkan ke Rusia lalu Ukraina, ternyata berdampak pada kebugaran fisik Faiqa yang naik turun. Pun setelah di nyatakan boleh pulang oleh dokter, tubuhnya masih di dera lemas. Apalagi, luka terbuka kemarin mendapat tambahan jahitan membuat lengannya terasa kebas."Kira-kira kalau langsung dari sini pulang ke Indo tanpa transit, aman nggak, Dek?" tanya Jazli ketika mengemas isi koper Faiqa."Menurut Kakak, gimana? aku ikut aja, deh," jawabnya pelan, masih malu-malu meski sudah hampir tiga hari mereka berada dalam satu ruangan yang sama sepanjang hari."Kok, aku? tanganmu 'kan kudu pake arm sling selama perjalanan, Ya eini habibati. Ngilu nggak?" balas Jazli, kembali menghampiri ranjang Faiqa. dan duduk di sisinya "Jadwal penerbangan masih dibatasi kata bang Wafa. Apa kita ke Rusia dulu? tapi tetep kena 17 jam, belum dari sini ke sana. Bisa 24 jam di jalan. Gimana?" 'Duh, kebiasaan dia itu manggil pake isti
Dalam sebuah hadis dan surah At Thaariq dijelaskan bahwa tulang sulbi menjadi salah satu jalan yang dilalui oleh manusia saat akan lahir ke dunia. Saat manusia mati, semua bagian dari tubuhnya akan tercerai berai, kecuali satu organ tubuh, yakni tulang sulbi. Dari tulang tersebut, manusia diciptakan dan kelak akan dibangkitkan kembali.Faysa melihat sisi lembut sang pimpinan, dia ikut naik ke ambulance dan duduk di ujung pintu seraya mendekap tas Yara dan miliknya. "Raaa, lu kenapa, sih?" cicit Faysa sambil melepas heel Yara dan menentengnya.Andaru mendengar kecemasan Fay, dia lantas menyodorkan amplop yang teremat di tangannya pada gadis itu. "Ini, Ara-ku hamil lagi," ujar sang CEO.Faysa terkejut saat menerima kertas dari Andaru. Dia melihat dua garis merah samar di benda itu. "Yoloo, mau punya bayi," gumamnya.Dia seketika ingat perbincangan mereka saat di dalam lift. Ketika Yara mengakui bahwa Andaru adalah suaminya dan ingin lekas mengandung kembali. Faysa jadi trenyuh, pantas