Pendaratan pesawat berjalan mulus. Pria perlente itu berjalan cepat-cepat agar sampai sesuai jadwal yang disepakati dengan pembeli.Lelaki itu berulang kali mengucap hamdalah kala kemudahan demi kemudahan didapatkan.Selang satu jam sampai di restoran mewah tempatnya menyepakati pertemuan. Customernya kali ini sudah tertarik untuk membeli tanah dan villa di daerah Bogor. Survey sendiri dipandu oleh suami. Ledia. Tinggal kesepakatan harga saja.“Anda lebih gagah dari fotonya Mr Reynan!“ puji pria berperawakan tinggi di depannya. “Anda terlalu menyanjung, Tuan!“ sambut Reynan dengan sopan. Keduanya berjabat tangan sebelum sama-sama duduk. Menit berikutnya pembicaraan terkait jual beli villa dan tanah. Lepas dua jam terjadilah kesepakatan harga, transaksi pun dilakukan. Detik itu, terjual sudah warisan bagian mamanya.Agenda selanjutnya adalah mengunjungi mertua untuk mengabarkan hal baik ini. Rencananya ingin ikut ke rumah Bayu langsung untuk meminta maaf secara pribadi atas ketidakny
Hampir saja tas koper dalam genggaman Bayu terlepas mendapati orang-orang yang ingin ia hindari ada di hadapan. Pandangan langsung diarahkan pada orang tuanya. Meminta jawaban atas situasi aneh ini.Bayu menjabat tangan mantan calon mertua juga pesaingnya, lalu duduk di samping tuan Hadikusumo. Berusaha tenang meski penasaran amatlah besar.Ketenangan yang coba ia bangun runtuh kala penjelasan meluncur dari mulut Pak Wijaya. Ditatap wajah kedua orang tuanya dengan sorot dilingkupi amarah. Harga dirinya terluka untuk kali kesekian.“Mohon maaf, saya kira ini adalah kesalahanpahaman. Insya Allah kami ikhlas dengan pembatalan pernikahan. Tidak ada tuntutan apa pun dari-,”“Bayu! Apa-apaan kamu! Keputusan kami tak bisa diganggu gugat!”Teriakan Nyonya Hadikusumo menghentikan ucapan Bayu. Hanya saja pemuda itu tak mau bersitegang dengan orang tuanya di depan tamu, segera saja dia ambil keputusan.“Mohon maaf masalah ini kita bahas di lain waktu. Terima kasih telah bersedia mengunjungi kami
“Apa maksud Papa dan Mama mengajukan tuntutan?” cecar Bayu pada orang tuanya. Setelah para tamu pergi, Bayu langsung membahas masalah ini dengan keluarganya. Ia benar-benar marah dengan kelakuan memalukan orang tuanya kali ini.Menurutnya kalaupun mau mengambil kembali uang pernikahan, cukup sejumlah yang diberi yaitu lima ratus juta rupiah. Tak boleh meminta lebih hingga mencapai satu miliar setengah.“Orang seperti itu harus diberi pelajaran. Enak saja menghina keluarga kita. Tuntutan itu tak seberapa dibanding aib yang ditimpakan!” sanggah mama tak kalah sengit dari hardikan anaknya. Wajah itu memerah menahan amarah yang siap meledak kapan saja.“Aib apa? Lagi pula dunia juga tahu Fahira kecelakaan. Kalaupun pernikahan batal itu takkan jadi bahan gunjingan. Lagipula mana peduli mereka dengan penderitaan orang. Sudahlah, Mah, malu!” bentak Bayu. Kali ini emosinya sudah tak terkendali. Bisa-bisanya mereka berbuat hal paling memalukan ini. Papa tak mau mendengar lebih jauh adu mulut
Hari ini juga Bayu akan menyelesaikan semua urusan, termasuk masalah uang tuntutan orang tuanya dengan keluarga Fahira juga Reynan. Tanpa ragu ia meminta izin untuk berkunjung ke rumah mantannya.Hati berdesir kala kaki menginjak pelataran rumah yang pernah menjadi saksi bahagia sekaligus duka. Tak selang tiga menit, seorang wanita yang pernah ia harapkan jadi ibu kedua, menyambutnya.Sikap keduanya sedikit kaku, tak hangat seperti dulu. Bayu mengedarkan pandangan pada ruangan yang tak berubah sedikit pun.Duduk di sofa yang membelakangi jendela.Telapak tangan digosok-gosokkan untuk mengurangi dingin akibat gugup menyerang.Lepas semenit mantan calon mertua datang. Keduanya berjabat tangan, lalu memulai pembicaraan. Bu Salma menyusul kemudian sambil membawa penganan.“Saya mohon maaf atas sikap buruk Papa dan Mama. Semoga Ayah dan Ibu bersedia memaafkan,” pinta Bayu. “Kami yang harus minta maaf. Kami berharap Nak Bayu sekeluarga memaafkan dan mengikhlaskan Fahira. Semoga dengan itu
“Papaa!”Aslena menghambur pada pria yng baru kembali setelah tiga hari pergi. Dikecup pipi berbulu halus itu berulang-ulang. Dilakukan hal sama oleh ayah anak tersebut.“Aku rindu papa!“ ungkap Aselna sambil melingkatkan dua tangannya di leher Reynan. “Me too. Mama masih bobo?” tanya Reynan kemudian. Aslena menggerakkan kepalanya ke bawah, lalu memggeleng. Binar itu meredup seketika. Hati Reynan ikut menciut mendapati kenyataan yang ada “Kenapa Mama belum bangun? Aku rindu Mama!” tanya Aslena. Ia mendongakkan kepala kembali, lalu satu tetes bening lolos dari netranya. “Sebentar lagi Mama bangun. Insya Allah!” hibur pria berkacamata itu. Ia menyeka buir bening yang jatuh dari kelopak mata putrinya. Di kecup kembali pipi dan keningnya. Setelah melepas rindu hampir setengah jam, Reynan menyerahkan putrinya pada Oma. Kerinduan pada Fahira menuntunnya untuk segera menuju ruang perawatan.Masih sama, wanitanya tetap berbaring tanpa daya. Wajah pucat, dengan pipi semakin tirus. Hati me
“Ada apa dengan Fa?” tanya ReynanRefleks, dia turun dari brankar. Diikuti Aslena.“Tangannya bergerak! Dokter sedang memeriksanya!” lanjut lelaki paruh baya itu setelah mengatur napas yang tersengal. Dengan langkah tertatih, Reynan keluar dari ruangannya dirawat. Tak sabar ingin segera memastikan kebenaran informasi barusan.Lambatnya langkah tak sejalan dengan degup jantung yang mengencang. Ia melipatkan kekuatan untuk segera mencapai para dokter yang telah keluar ruangan Fahira.“Istri Anda telah sadar dari koma. Hanya saja badannya masih lemah. Tingkat kesadaran pun belum sempurna. Saat ini biarkan tidur dulu!” jelas dokter yang merawat Fahira. Reynan menjatuhkan diri untuk bersujud syukur. Terbayang kilasan mimpinya. Mungkin itu petunjuk Allah, atau entahlah yang pasti hatinya kini dilambung bahagia.Atas saran dokter, pasien tak boleh diganggu dulu hingga esok hari. Biarkan tubuhnya beradaptasi dengan kesembuhan.Kembali, seluruh anggota keluarga harus menahan diri dari kerind
Pengantin yang sedang dimabuk asmara itu sampai tak sadar ada yang masuk ke dalam ruangan. Kalau saja benda yang oma pegang tak jatuh, mungkin mereka akan terus hanyut dalam pelepasan rindu.“Oh, eh, maaf. Oma ganggu, ya? Teruskan saja, deh!” canda oma saat sejoli itu melihat ke arahnya. Wajah Fahira sudah semerah tomat saat ini, sementara Reynan menutupi gugup dengan mengambilkan benda yang jatuh barusan. “Teruskan saja, nanti Aslena biar Mama yang atasin” godanya lagi. Ia paham kalau pasangan itu pasti ingin berduaan. Setelah mengambil benda itu, oma mengedipkan mata dan berlalu.***Kebahagiaan atas sadarnya Fahira tak bertahan lama. Dokter yang menangani memanggil Reynan ke ruangannya. Wajah lelaki berjas putih itu dibuat setenang mungkin meski akan bicara hal yang mengagetkan keluarga pasien. “Istri Anda mengalami kelumpuhan akibat kerasnya benturan yang mengenai tubuhnya.”Vonis kelumpuhan atas Fahira bagai kilat membelah pekatnya malam. Meski tidak permanen, tetap saja butuh
“Aku lumpuh, aku gak berguna, Mas. Kamu pasti nyesel udah nikah sama aku’kan?“ rajuk Fahira untuk kesekian kalinya “Ssst!”Reynan menyimpan telunjuknya di bibir merah itu, lalu mengusap pipi yang terus dibanjiri airmata. Ia tahu, istrinya sangat terpukul atas kelumpuhan ini.“Aku takkan pernah menyesal menikahimu. Apakah kau sehat, ataupun sakit. Aku mencintaimu selamanya,“ terang Reynan tanpa keraguan. Direngkuh tubuh yang jiwanya sedang rapuh. Dibisikkan kata-kata cinta sebagai penguat kesungguhannya akan membersamai Fahira.Beberapa menit kemudian, dilepas pelukan sebab ada yang masuk ke ruangan. Aslena datang beserta oma untuk menjemput kepulangan Fahira.Hari ini dokter mengizinkan Fahira keluar dari rumah sakit. Hanya saja, Pengobatan tetap berjalan. Cek up dilakukan jika obat-obatan sudah habis, sementara terapi dilakukan tiap hari.Untunglah perusahaan penerbangan tempat pesawat kecelakaan bernaung membiayai pengobatan pasien sampai tuntas. Tak terbayang biaya yang harus Rey
"Aku sudah siap!”Aslena memeluk Fahira dari arah belakang. Seperti biasa ia akan menggoyang-goyangkan badannya hingga ikut bergerak tubuh orang yang dipeluknya.“Putri Mama cantik banget ini!" puji Fahira Wanita yang sudah sembuh total itu melepas pelukan Aslena, lalu membalikkan badan hingga mereka berhadapan. Dijawil hidung bangir itu perlahan. Detik berikutnya kening sang putri sudah disentuhnya. “Mamaku juga cantik kayak ratu!" balas Aslena. Bola mata mungil itu bergerak-gerak hingga kilauannya tampak begitu indah ia mengerjakan dua kelopak mata hingga gemas yang melihatnya “Ratunya papa, ya? Nah, ini tuan putrinya!” sela Reynan. Lelaki yang melihat aksi itu tak bisa tinggal diam. Ia ikut larut dalam keceriaan dengan memeluk keduanya. Lalu, dicium kening kedua belahan jiwanya. “Ayo. Sebentar lagi akad nikah Bapak Bayu dimulai. Nanti kita ketinggalan!" ajak Reynan pada keduanya. Reynan menuntun ratu dan putri kerajaan hatinya menuju mobil. Pagi ini, mereka akan menghadiri ak
Melinda memberanikan diri menantang sorot lembut di depannya. Namun, bertahan sekian detik saja, ia menunduk dengan rona merah menyemburat di pipinya.Wanita itu seperti kehilangan kemampuan bicara. Satu kata pun tak mampu lolos dari lidahnya. Saat ini seperti ada tali yang mengikat lisannya. Beberapa menit, Bayu harus menahan rasa yang tak nyaman sebab Melinda tak kunjung bicara. Dadanya mulai berdebar-debar sebab muncul ketakutan akan terempas kembali sebuah harapan. Pikirannya mulai dicengkram bayangan masa lalu, tentang Fahira, perjuangan cinta, kedatangan Reynan da akhir kisah menyakitkan. Apa cinta ini akan kembali pupus di tengah jalan?“Jika Mas Bayu serius, Insya Allah saya juga serius," jawab gadis itu sambil menahan rasa malu yang mendera. Setelah berhasil meredakan gemuruh di dada, Melinda dengan mantap menjawab lamaran Bayu. Tak ada keraguan pada hati gadis itu. Perkenalan satu bulan baginya cukup untuk memahami bahwa pria ini luar biasa.Tak ada alasan menolaknya dari
“Nakal, ya. Tak ingat sama Mama!" rajuk mama Bayu. Wanita awet muda itu memeluk putra yang baru saja pulang dari Malaysia. Bahagia campur haru menghiasi hatinya kini. Kesepian yang menggerogoti hari-hari akan sirna pasti.Bayu berjanji, selama libur kuliah akan tinggal di sini. Rencananya pun setelah tuntas akan kembali ke Indonesia. Ia sadar orang tuanya sangatlah kesepian. Muncul sesal karena selam ini hanya mementingkan kesedihan hatinya sendiri. Keduanya bicara banyak hal tanpa menyinggung soal wanita. Mama tak ingin momen bahagia ini rusak gara-gara obrolan yang Bayu enggan membahasnya.Di satu sudut hatinya masih sedih hingga kini menyaksikan putra kesayangan terpuruk karena cinta. Sebagai ibu ia tahu Bayu begitu dalam terluka.Bukan sesaat cinta yang Bayu perjuangkan. Tidak sedikit pengorbanan yang dicurahkan putranya. Oleh karena itu hatinya tetap dendam pada Fahira. Namun, ia menahan diri dari perkara buruk demi menjaga perasaan sang pemuda.“Mah, doakan ya. Semoga gadis ya
“Satu-satunya cara move on dari seorang wanita adalah mencari penggantinya. Ayolah kawan, dunia itu luas. Bunga tak hanya setaman!” ucap seseorang yang berada di samping Bayu. Lelaki bergaya rambut ala oppa korea itu mengacungkan dua tangannya ke atas. Detik kemudiam diturunkan, lalu menepuk pundak temannya.Bayu menepis tangan itu, beranjak dari sofa apartemennya. Ia melangkah menuju jendela, menyibak tirainya. Pandangan diarahkan keluar sana hingga ia menyaksikan kepadatan arus kendaraan. Barisan mobil harus rela berbaris karena kemacetanbelum terurai. Bukan pemandangan itu kemudian yang menjerat pikirannya. Namun kilasan masa lalulah yang membuat tatapannya kosong.Kembali, wajah itu berkelebat dalam benak, lalu segala tentangnya hingga sesak itu kembali menerpa.Sedalam itukah perasaannya? Hingga setahun bergulir pun tetap tak pernah Fahira pergi dari jiwa.Dihela udara Jakarta yang baru saja disinggahinya kembali. Setahun sudah meninggalkan kenangan manis sekaligus menyakitkan.
“Fa, kasih aku ponakan kembar. Biar ada penerus berantem!” canda Farhan sebelum menutup ruangan. Tawa keras Farhan membuat Fahira mengerucutkan bibir. Ingin rasanya mengejar kembarannya itu untuk mendaratkan dua jari di pinggangnya.“Sepertinya semua orang memberi kesempatan pada kita," ucap Reynan setelah hanya mereka berdua yang ada di ruangan. “Kesempatan apa?” tanya Fahira keheranan.Reynan membisikkan sesuatu ke telinga Fahira. Kontan saja wanita berpipi putih itu menepuk lengan lelakinya.“Mas, apa sih?”Reynan tak dapat menahan tawa kali ini. Segera saja ia mendorong kursi roda untuk pergi ke ruang sebelah.Saat masuk, aroma masakan sudah tercium di seantero ruangan. Sepertinya kedua ibu mereka sedang kolaborasi di dapur.Ayah memyambut Reynan dan Fahira, sedangkan Farhan dan Aslena tak tampak di sini. Mereka sedang jalan-jalan mungkin.Fahira tak betah jika tak ikut membantu di dapur. Karena itu ia memaksa pada suaminya untuk diizinkan bergabung dengan dua ibu di sana.“Eh,
Reynan mendudukkan Fahira di kursi roda. Lantas menghadapkannya pada cermin. Disisir rambut yang masih basah itu. Sesekali dihidu wanginya.Fahira memakai cream wajah, compact powder serta lip gloss merah muda. Merias diri untuk menyenangkan suami akan mengundang pahala besar pikirnya.Kini fisiknya sudah dimiliki seorang pria. Tak bisa lagi seenaknya sendiri. Apakah mau kusam atau cerah.Dipandangani dari belakang cermin membuatnya grogi. Hampir-hampir bedaknya jatuh.“Cantik,” rayu Reynan pada wanita yang kini wajahnya merona. Rayuan itu sukses menjadikannya merinding. Ah, lelaki ini benar-benar mengancam kestabilan detakan jantung.Setelah Fahira selesai berdandan, Reynan memutarkan kursi roda hingga wajah mereka berhadapan. Lelaki itu berjongkok, disentuh pipi halus itu, lalu jarak pun terhapus.Sekian detik dinikmati kembali sentuhan bibir yang kerap diulang. Sepertinya Fahira mulai terbiasa dengan aktivitas yang membawanya terbang menembus awan.“Aslena pasti sudah merindukan m
“Terima kasih untuk semuanya. Maaf kalau selama ini aku kurang baik pada kalian!”Ayah menghampiri Reynan, memeluk dan menepuk-nepuk punggung.. Baginya nyata sudah ketulusan menantu yang tak dirindukan ini. Hancur seluruh ego yang membentengi dirinya dan pria muda ini.Kini, pandangannya beralih pada gadis mungil yang tengah di peluk omanya. Aslena menggigit jari telunjuk, mata polos itu mengerjap saat menangkap sorot redup kakek tirinya.Ruang hati kakek tiba-tiba dipenuhi rasa bersalah seluruhnya. Ia merutuki kerasnya ego yang menampik keberadaan malaikat kecil yang begitu tulus mencintai putrinya. Bahkan mamapu membawa Fahira pada derajat kesembuhan luar biasa. Tentu saja, Aslena sangat berjasa dalam hal ini.Didekati bocah mungil itu, berjongkok di depannya, mengulurkan tangan untuk meraih. Aslena mundur satu langkah. Ia pikir kakek akan berbuat kasar karena ia telah membuat Mama Fahira tak bisa berjalan.Aslena takut sekali, bahkan ia berniat lari, lalu bersembunyi sampai kakek p
Ketiganya masuk ke kamar utama. Di tempat ini kelak pengantin itu melepas asmara yang menggila. Sementara Aslena akan tidur di kamar sebelahnya. Ia sudah dipahamkan bahwa anak berusia tujuh tahun tak boleh satu kamar dengan orang tua.Gadis kecil itu tergolong mandiri. Baginya tak masalah tidur sendiri. Meski tak paham sempurna mengapa tak boleh bersama mama dan papa tidurnya, ia menurut saja.“Ini kamar Mama dan Papa. Aku tidur di sebelah, Ma!” celoteh Aslena. Sebenarnya Fahira gugup sekarang. Apalagi saat pandangan bertemu dengan tatapan mesra suaminya. Ada hasrat luar biasa di sana. Ia sadar yang lumpuh hanya kaki bagian bawah, selebihnya normal, tentu masih bisa melaksanakan aktivitas ‘ibadah’ suami istri.“Aslena nanti tidurnya setelah solat Isya. Besok’kan harus fit. Mama juga butuh istirahat yang banyak supaya cepat sembuh!” titah Reynan pada putrinya yang manggut-manggut. “Iya, aku mengerti, Pah!” sahut Aslena. Fahira dapat menangkap maksud tersirat ucapan tersebut. Ah, ia
“Aku lumpuh, aku gak berguna, Mas. Kamu pasti nyesel udah nikah sama aku’kan?“ rajuk Fahira untuk kesekian kalinya “Ssst!”Reynan menyimpan telunjuknya di bibir merah itu, lalu mengusap pipi yang terus dibanjiri airmata. Ia tahu, istrinya sangat terpukul atas kelumpuhan ini.“Aku takkan pernah menyesal menikahimu. Apakah kau sehat, ataupun sakit. Aku mencintaimu selamanya,“ terang Reynan tanpa keraguan. Direngkuh tubuh yang jiwanya sedang rapuh. Dibisikkan kata-kata cinta sebagai penguat kesungguhannya akan membersamai Fahira.Beberapa menit kemudian, dilepas pelukan sebab ada yang masuk ke ruangan. Aslena datang beserta oma untuk menjemput kepulangan Fahira.Hari ini dokter mengizinkan Fahira keluar dari rumah sakit. Hanya saja, Pengobatan tetap berjalan. Cek up dilakukan jika obat-obatan sudah habis, sementara terapi dilakukan tiap hari.Untunglah perusahaan penerbangan tempat pesawat kecelakaan bernaung membiayai pengobatan pasien sampai tuntas. Tak terbayang biaya yang harus Rey