Share

Bab V. Mad

Penulis: Semesta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bersembunyi dibalik mobil Land Rover warna putih, tangan Avani gemetar memegang pistol Colt M1911A1. Ia ketakutan.

Wajah putihnya terlihat pucat pasi dengan rambut yang acak-acakan. Bagian bawah gaun pengantinnya kini sudah berubah warna dari putih menjadi cokelat kemerahan.

Di tengah heningnya malam, terdengar suara langkah kaki mendekat kearahnya. Diintipnya suara itu melalui celah mobil. Terlihat seseorang memakai setelan berwarna hitam dan membawa pistol, sedang berjalan mendekat ke arahnya.

Sadar dirinya dalam bahaya, detak jantung Avani meningkat pesat, tangannya makin gemetar. Ditariknya pelatuk pistol yang ia bawa, ia todongkan pistol itu ke depan dengan posisi siap menembak.

"Aku pasti bisa!" kata Avani dalam hati menyemangati dirinya sendiri.

Benar saja, seorang pria memakai jas hitam yang sedari tadi mengendap-endap, muncul dari belakang mobil dan langsung menodongkan pistol ke arahnya. Avani yang sejak tadi sudah bersiap-siap untuk adegan ini, langsung melepas pelatuk pistolnya dan sebuah peluru melesak tepat di dada pria berjas hitam itu.

"Bang .... "

Pria itu roboh seketika dan mati. Darah segar segera mengalir membasahi block paving.

Melihat pria itu terkapar tak bergerak, Avani syok. Pistol yang ia genggam langsung ia lepaskan.

"Apa aku baru saja membunuh seseorang? apa aku baru saja membunuh orang?" teriak Avani histeris. Ia ketakutan.

"Tidak, tidak, tidak, aku bukan pembunuh. Apakah aku akan dipenjara? Apakah ini akan tertulis di curriculum vitaeku.

"Tidak, tidak, tidak, aku masih harus pergi ke Amerika untuk wawancara kerja besok," ucapnya sembari memegang kepalanya. Ia linglung.

Rin yang tiba-tiba muncul dari arah belakang, terkejut melihat seorang pria berjas hitam tergeletak di tanah. Terlihat luka tembak di dada pria itu.

"Kau tak apa?" tanya Rin.

Avani hanya diam, ia masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi.

"Jangan takut, ayo pergi!" kata Rin sembari memegang tangan Avani dan menariknya pergi.

"Sebentar!" kata Avani sambil menyobek bagian bawah gaun pengantinnya lalu melepas beberapa aksesori bunga di rambutnya. Ia letakkan sobekan gaun pengantin dan bunga itu di samping pria yang tertembak.

"Maafkan aku, semoga terlahir di tempat yang lebih baik," ucap Avani.

******

Rin menarik tangan Avani lalu memaksa wanita cantik itu masuk ke dalam mobil Ferrari merah yang terparkir di samping hotel.

"Ke mana kita akan pergi?" tanya Avani begitu pintu mobil ditutup.

Rin memilih untuk tak menjawab. Ia fokus menghidupkan mobil lalu memacunya meninggalkan hotel. Ferrari merah itu kini melaju cepat menembus gelapnya malam. Meliuk-meliuk di jalanan perbukitan yang sempit.

Hotel itu terletak di pinggiran kota di atas perbukitan yang berbatasan langsung dengan laut lepas. Dibutuhkan waktu lebih dari 3 jam dari hotel untuk bisa sampai ke kota.

"Kau mendengarku? Ke mana kita akan pergi? Aku ingin pulang!" teriak Avani. Air matanya mulai menetes, pikirannya kalut. Sebagai wanita dewasa yang terkenal tangguh dengan karir yang sukses, ini adalah kali pertama ia menangis.

"Apa yang sebenarnya terjadi, mengapa kalian diburu? Jangan hanya diam, aku bertanya padamu," ucap Avani dengan suara penuh emosi.

"Apa kau seorang penjahat? Apa kau seorang teroris? Atau jangan-jangan kau seorang mafia?"

"Siapapun dirimu, aku tak mengenalmu, kenapa aku harus terlibat dengan semua ini, tolong antarkan aku pulang," rengek Avani, kali ini dengan suara memelas.

Kesal mendengar rengekan, Rin langsung mencengkam leher Avani dan mencekiknya dengan keras. "Diam! Tutup mulutmu, atau aku akan membunuhmu!" ancamnya sembari melepaskan cekikannya.

Avani terkejut, ia tak menyangka pria tampan di sampingnya itu akan berlaku kasar padanya.

"Gila, gila,gila, dia hampir membunuhku! apa dia benar-benar seorang mafia?" tanya Avani dalam hati.

Karena penasaran, dilihatnya pria yang duduk di sampingnya itu dalam-dalam, dicarinya jejak-jejak gangster di tubuhnya.

Tiba-tiba lutut Avani terasa lemas begitu melihat semburat tato naga di belakang leher Rin. "Ternyata dia benar-benar seorang mafia!" kata Avani dalam hati

Sadar dengan kenyataan yang ada, kini Avani mulai cemas dengan nasib dirinya ke depan.

"Apa aku akan dibunuh? Jangan-jangan aku akan dijadikan budak dan dijual? Wala-wala, aku dalam masalah besar," gumam Avani dalam hati dengan gelisah.

"Apa kau terbiasa membunuh orang?" tanya Avani dengan nada bicara penuh ke hati-hatian, ia tak ingin menyinggung Rin.

"Apa kau juga akan membunuhku karena aku bukan wanita yang seharusnya kau nikahi," tanya Avani lagi.

Rin hanya diam, pandangannya tetap lurus ke depan sembari sesekali menengok kaca spion.

"Kencangkan sabuk pengamanmu," pinta Rin tiba-tiba.

Belum sempat Avani melakukan apa yang diperintahkan, Rin sudah lebih dulu menaikkan kecepatan mobilnya hingga 120 km/jam. Ternyata, di belakang mobil mereka ada sebuah mobil SUV hitam yang sedang mengejar.

Avani gelagapan, ia segera mencari pegangan untuk mengamankan posisi duduknya. "Uh ... aku ingin muntah," batinnya dalam hati.

Kedua mobil saling berkejar-kejaran. Meliuk-meliuk di jalanan sempit perbukitan. "Desing ... " terdengar suara peluru membentur velg mobil. Mobil SUV hitam di belakang ternyata menembaki mobil Ferrari yang ia naiki. Rin menambah laju kecepatan mobilnya, ia tak ingin mobil SUV di belakangnya berhasil menyusul.

"Ambilkan pistol di dashboard," pinta Rin pada Avani.

"Cepat!" bentak Rin.

Mendengar perkataan Rin, Avani buru-buru membuka laci dashboard dan berhasil menemukan sebuah pistol semi otomatis Glock 17.

"Ini ... " kata Avani sembari menyerahkan pistol pada Rin.

"Kau bisa menyetir?" tanya Rin.

"Bisa, kenapa?" jawab Avani.

"Kendalikan mobil ini," perintah Rin.

Tak berani membantah, Avani hanya bisa menuruti perintah Rin. Ia melepas sabuk pengamannya kemudian mengganti posisi duduknya ke seat pengemudi.

Meski sulit untuk berganti posisi saat mobil sedang melaju kencang, namun berkat kepiawaian Rin mengemudi, Avani berhasil berganti posisi dan mobil tetap melaju dengan aman.

Begitu duduk di kursi penumpang, Rin segera menata pistolnya, mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil dan mulai menembaki mobil SUV di belakang.

"Desing ... desing ... " bunyi peluru beradu dengan bodi mobil.

"Turunkan kecepatan," perintah Rin. Avani segera menurunkan kecepatan mobil dari 120 km/jam menjadi 100 km/jam

"Perhatikan jalannya," kata Rin saat mobil mulai menyerempet tebing di sisi kiri jalan begitu kecepatan mobil diturunkan.

Setelah kecepatan diturunkan jarak antara kedua mobil kini semakin dekat. Mengambil kesempatan ini, Rin segera menembak ban depan mobil SUV sehingga mobil hitam itu kehilangan kendali.

Tapi malang, Avani yang tak terbiasa berkendara di jalan perbukitan yang sempit dan berkelok, tak sadar jika dari arah berlawanan muncul sebuah mobil box dengan kecepatan tinggi.

"Blzrrr ... " Mobil box itu menghidupkan lampu jauh sebagai peringatan begitu melihat mobil Avani muncul tiba-tiba dari belokan.

Terkejut dengan kehadiran mobil box di depannya, Avani segera membanting setir ke arah kanan, menabrak pembatas jalan dan berakhir di tepi tebing curam di pinggir laut.

"Crashhh ... " bunyi mobil menabrak pembatas jalan dan meluncur ke tebing. 

Terlihat, sebagian besar bodi mobil sudah menggantung di tepi tebing siap terjatuh. Hanya tinggal roda bagian belakangnya saja yang masih tersangkut di bebatuan yang membuat mobil merah itu tak langsung terjun ke laut.

Di dalam mobil, Avani tegang mematung, bernafas pun ia tahan. Ia tak berani bergerak, karena satu gerakan saja bisa membuat mobil itu meluncur ke bawah dan terjun bebas ke laut.

"Lepaskan sabuk pengamanmu," pinta Rin.

"Aku tak berani bergerak," jawab Avani dengan posisi tetap mematung. Tangannya memegang setir mobil sedangkan kakinya menginjak rem dan gas.

"Biar kulakukan," kata Rin sembari mendekat pelan ke kursi pengemudi. Setiap gerakan kecil Rin, membuat mobil semakin tak seimbang.

"Krrkrrr ... " terdengar suara bebatuan yang bergeser.

"Apa kita akan mati?" tanya Avani dengan posisi tetap mematung.

"Tidak," jawab Rin singkat sembari melepaskan sabuk pengaman Avani

"Jika selamat, apa kau akan membunuhku?" tanya Avani lagi.

Rin tersenyum sembari melirik bekas cekikan tangannya di leher Avani. "Mana mungkin aku membunuhmu, kau adalah istriku," jawab Rin sembari mendekatkan wajahnya ke wajah Avani. "Kau tau, aku sangat mencintaimu," ucap Rin sembari mencium bibir Avani.

Terkejut, Avani tanpa sengaja menginjak pedal gas yang membuat mobil bergerak kehilangan keseimbangan dan langsung terjun ke laut.

"Byurrr ... " Mobil itu jatuh ke laut.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
puti oktavianis
range rover bkn land rover.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    Bab VI. Lotus Hall

    "Bagaimana caraku keluar? .... emm ... bagaimana—caraku—keluar ... aaa ... bagaimana caraku keluar dari tempat ini?" teriak Maeera sembari mencipakkan air di dalam bathtube.Berendam di bathtube besar nan nyaman, dengan busa dan kelopak bunga mawar bertebaran, pikiran Maeera justru melayang kemana-mana.Pikirannya masih kacau memikirkan bagaimana cara keluar dari tempat itu.Tak hanya itu, ia juga perlu mencari cara agar tuan muda keluarga Liong, Gin Yuta, tak curiga jika dirinya bukanlah pengantin wanita yang sesungguhnya."Perlu berakting, ya! Aku perlu berakting agar tidak ketahuan," kata Maeera sambil mengangguk-anggukkan kepala."Pria bernama Gin itu buta, jadi dia tak akan tahu jika aku bukan istrinya yang sebenarnya. Dia bisa ditipu, aku hanya perlu membuatnya tidak curiga padaku,""Hemmm ... ya-ya, aku pasti bisa melakukannya," kata Maeera penuh semangat.&n

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    Bab VII. Sango Side Manor

    Malam sudah mulai larut, jam dinding bahkan sudah menunjukkan pukul 22:00. Tapi Maeera masih sibuk membongkar lemari barang milik Gin Yuta. Entah apa yang dicarinya. Padahal beberapa jam sebelumnya ia telah memantapkan diri untuk tidur lebih awal karena tak ingin bangun kesiangan yang bisa membuat rencananya untuk kabur gagal."Istriku, kau di mana? Kemarilah, tidur di sini?" pinta Gin sembari meraba-raba area di sekitar tempat tidurnya."Aku di sini, aku masih sibuk, kau tidur saja dulu," kata Maeera yang sedang sibuk membongkar lemari barang milik Gin. Ia sedang mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk tempat menyimpan cincin permatanya. Cincin itu terlalu longgar di jarinya sehingga ia takut cincin itu akan hilang."Kau sibuk?" tanya Gin dengan dahi berkerut penuh tanda tanya."Bukankah kau sedang cuti kerja? Apa aku perlu menelpon direktur Mao untuk mengalihkan semu

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    Bab VIII. Tantrum

    Bangunan itu terletak di sebuah pulau pribadi seluas 780 hektare dan berjarak kira-kira 250 mil dari daratan utama. Tembok setinggi tujuh kaki dibangun mengelilingi pulau lengkap dengan lampu sorot, mercusuar, serta rumah jaga, cabana, dan gua bunker.Orang-orang menyebut pulau itu dengan sebutan pulau pribadi Koch. Tempat mafia Ko yang bernama lengkap Koch Leung dan putranya Rin Leung tinggal. Tempat itu bahkan tak tergambar di peta dan tak terdeteksi di GPS karena keberadaannya yang sangat dirahasiakan.Untuk bisa sampai ke pulau pribadi Koch, seseorang harus menggunakan kapal atau helikopter sebagai moda transportasi. Terdapat sebuah dermaga dan helipad sebagai tempat bersandar dan mendarat.Di pulau berpasir putih itu, sebuah bangunan dengan desain mirip kastil kerajaan eropa, menjadi tempat tinggal utama keluarga Leung.Dilihat dari luar, bangunan besar itu memiliki

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    Bab IX. Blizzy

    Avani mondar-mandir di depan pintu memikirkan bagaimana caran mendapatkan ponsel. Sembari menggigit ujung jarinya, otaknya terus befikir. Tiba-tiba sebuah ide muncul di benaknya."Oh ya! ... mungkin mereka punya," kata Avani sambil kembali membuka pintu dan menghampiri kedua penjaga.Melihat Avani kembali membuka pintu dan keluar kamar, kedua pria penjaga itu tiba-tiba langsung bersikap sigap."Emm ... apa kalian membawa ponsel? Apa aku boleh meminjamnya sebentar. Aku ingin menghubungi seseorang," tanya Avani dengan nada bicara sok akrab.Kedua pria itu kembali saling melempar pandangan kemudian menjawab, "Tidak ada ponsel, silahkan kembali," kata keduanya secara bersamaan sembari menarik pelan tubuh Avani ke belakang dan kembali menutup pintu.Mendengar jawaban kompak dari kedua pria itu, Avani hanya bisa terbengong. Ia tak percaya jika dirinya bahkan tak diizinkan untuk meminjam

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    Bab X. Regrets

    Avani terus berteriak meronta-ronta saat dirinya diseret kembali ke kamar. Ia mengamuk dan terus memberontak. "Lepaskan tangan kalian!," Avani berteriak sambil mencoba melepas tangannya yang dipegang kuat oleh anak buah Rin. Ia tak ingin kembali ke kamar besar itu, ia tak ingin kembali dikurung. Hari ini, ia seharusnya terbang ke Amerika dan melakukan wawancara kerja di sana. Tapi yang terjadi, dirinya justru terjebak di tempat aneh yang sama sekali tak ia kenal. "Tunggu saja, aku bisa memasukkan kalian semua ke penjara," kata Avani mengancam. Tapi, anak buah Rin tetap tak bergeming. Mereka tetap membawa gadis bermata kecil itu kembali ke kamar dan menguncinya di dalam. "Kalian semua, keluarkan aku! Biarkan aku pulang!" teriak Avani sambil menggedor-gedor pintu. "Aaaargghhh! " Avani menghentakkan kakinya, kesal. Ia merasa begitu marah, frustrasi dan putus asa. Sebagai wanita karir yang sukses, memiliki

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    11

    Kediaman Lotus Hall pagi-pagi sudah terlihat sibuk. Sederet asisten rumah tangga terlihat sudah mulai membersihkan mansion mewah itu. Semua orang sudah bangun dan sibuk bekerja, kecuali Maeera.Gadis miskin itu masih tertidur pulas di atas ranjang. Ia terlihat begitu lelah setelah semalaman bergadang menjaga kewarasannya agar tak tergoda oleh putra mahkota grup Liong, Gin Yuta.Tapi tidur lelapnya mulai terganggu saat ia merasakan sesuatu yang samar-samar berhembus di wajahnya. Sesuatu yang lembut, hangat dan harum, mirip seperti hembusan nafas.Dengan mata yang masih sepenuhnya terpejam, ia meraba-raba sekitar mencoba mencari tau apa yang mengganggu tidurnya. Tangannya berhenti saat menyentuh sesuatu yang lembut dan lembab."Apa ini?" gumam Maeera dengan mata masih terpejam.Penasaran, Maeera membuka sedikit matanya melihat apa yang ia dapatkan. Ternyata, wajah tampan tuan muda Gin. Terkejut dengan apa yang ia pegang, tangan Maeera

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    12

    Maeera berjalan cepat menuju ke kamar suami palsunya, Gin Yuta. Jantungnya berdegup kencang. Ia panik dan ketakutan karena ada keluarga Gin yang datang dan memanggilnya dengan nama Avani. "Sayang, apa obatnya sudah kau temukan," tanya Gin begitu mendengar pintu kamar dibuka. "Belum, ini aku sedang mencarinya," jawab Maeera panik sambil berlari menuju ruang baca. Mendengar jawaban Maeera, Gin hanya mengangguk pelan. Tak lama pintu kembali dibuka. Seorang pria tampan memakai coat panjang berwarna hitam, berkacamata, datang sembari membawa tas kerja. Ia tampak sangat rapi dan berwibawa. Dua buah lesung pipit terlihat menghiasi wajahnya setiap kali ia tersenyum. "Pagi tuan muda ... oh kemana istrimu, aku tadi melihatnya. Tapi dia kabur begitu aku sapa," tanya pria itu dengan nada kebingungan sembari celingukan mencari keberadaan Maeera yang ia kira Avani. Gin tersenyum kecil lalu berkata,

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    13

    Pagi itu Maeera terlihat sibuk memilih pakaian mana yang harus ia kenakan untuk pergi ke kantor. Ia harus tampil mengesankan saat menemani suami palsunya Gin Yuta. Jika tidak, maka penyamarannya sebagai Avani Lie akan terongkar. Sederet pakaian bermerek sebenarnya sudah di siapkan oleh asisten rumah tangga Gin, namun karena ini kali pertama dirinya pergi ke kantor, ia kesulitan memilih. Setelah cukup lama berada dalam mode bimbang, Maeera akhirnya mengambil keputusan. "Ah, aku rasa ini saja," ucapnya sambil mengambil celana panjang berwarna abu-abu dan blazer warna kuning cerah. Ia lalu pergi ke kamar mandi dan berganti pakaian disana. Tak lama ia keluar dengan penampilan yang sudah rapi. Dengan senyum mengembang di bibirnya, ia berjalan kembali ke ruang utama. Namun saat melewati ruang baca, suami palsunya Gin Yuta tiba-tiba memanggilnya. "Sayang, bantu aku memilih dasi," teriak Gin yang tengah berdiri di dekat jendela sambil menunjukka

Bab terbaru

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    100

    'Nuuutttttt .... ' suara ponsel berdering memanggil. Tak lama panggilan itu tersambung. "Halo asisten Eri! Apa kau sudah mengurus berkas tanah dan rumah di desa yang kuberikan padamu," tanya Gin pada asistennya itu melalui sambungan telepon. Maeera seketika terperanjat mendengar kata rumah dan tanah di desa. Ia sangat yakin jika yang dibicarakan Gin Yuta dan asisten Eri adalah rumah dan tanahnya di desa. Pria gila itu pasti melakukan ini untuk memberikan tekanan padanya.Sadar rumah dan tanahnya tak lagi aman, Maeera buru-buru menyela pembicaraan Gin Yuta dengan asisten Eri untuk menenangkan keadaan. "Aku tak memiliki hubungan apa pun dengan adik tirimu, sungguh!!!" ucap Maeera dengan suara bergetar. Ia mencoba meyakinkan Gin Yuta bahwa ia benar-benar tak memiliki hubungan apa pun dengan Kai Yuta. Gin berheti berbicara, menutupi separuh teleponnya dengan tangannya, lalu menoleh ke arah Maeera dengan tatapan kecewa. . "Kau bahkan masih terus berbohong. Seberharga itukah hubungan

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    99

    Setibanya di mansion.Gin menggenggam erat pergelangan tangan Maeera, menarik paksa gadis itu keluar dari dalam mobil, lalu menggelandangnya masuk ke dalam mansion. "Pulangkan semua orang di mansion kecuali penjaga!!" seru Gin pada asisten Eri yang berjalan mengekor di belakangnya dengan wajah penuh kekhawatiran. "Memulangkan mereka semua??" tanya asisten Eri mencoba mengulang perintah bosnya. Gin menghentikan langkahnya. Memutar tubuhnya ke belakang, menatap asistennya itu dengan wajah dingin."Apa ada masalah dengan perintahku?!!" tanya Gin Yuta dengan raut wajah tak senang. Asisten Eri terdiam. Ia bergegas menggelengkan kepala cepat. "Tidak. Tidak ada tuan. Baik akan segera saya laksanakan," jawab pria berkacamata itu. Berjalan cepat, asisten Eri meninggalkan bosnya menuju area lain dari mansion.Sementara itu, di sisi lain, Maeera, hanya bisa diam melihat perangai dingin suami palsunya.Ia tak bisa berbuat apa-apa karena merasa berada dipihak yang salah. Maeera sadar, ia te

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    98

    "Berandall!!! Berani-beraninya kau menyentuh istriku!!!" umpat Gin Yuta sembari mencengkeram erat kerah baju Kai yang kini terkapar tak berdaya di depannya. Kai tersenyum tipis mengangkat salah satu sudut bibirnya, saat tahu sosok menghajarnya membabi buta itu ternyata adalah kakak tirinya, Gin Yuta.Ia menyipitkan matanya, menatap kakak tirinya yang terlihat kalap itu dengan hina. "Kenapa??!! Kenapa aku tak boleh menyentuhnya. Dia bukan istrimu, kau tahu itu," tanya Kai mencoba mempertanyakan sikap possesif kakaknya. Gin menggeram menatap tajam Kai Yuta. Giginya mengatup erat dan rapat menahan amarah yang membuncah di dada. Ia mencoba menahan emosi, tak ingin kepalan tangannya kembali melayang ke wajah saudara tirinya."Aku sudah memperingatkanmu. Jangan campuri urusanku!!" bentak Gin sembari terus mencengkeram erat kerah baju Kai Yuta. Kai tertawa lirih mendengar perkataan kakak tirinya."Aku tak pernah mencampuri urusanmu!! Aku hanya mengurusi Maeera, karena dia wanitaku!" teg

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    97

    Di dalam mobil. Gin meremas lembar-lembar foto di tangannya. Foto-foto yang memperlihatkan kemesraan antara adik tirinya, Kai Yuta dan istri palsunya, Maeera, yang baru saja diberikan oleh ibu tirinya, nyonya Isihiika. Geram, wajah tampan Gin berubah menjadi garang, penuh kemarahan. Matanya berkilat-kilat penuh emosi. "Jadwalkan ulang perjalananku ke Singapura!!" perintah Gin pada asisten Eri yang tengah sibuk menyetir mobil. "Tapi tuan, ini ... ??" "Jangan membantah!!" bentak Gin dengan suara keras, memotong kata-kata asisten Eri. Seketika asisten Eri langsung diam dan mengangguk pelan. "Baik tuan muda," jawab asisten Eri dengan gugup. Ini adalah kali pertama, selama lima tahun bekerja sebagai asisten pribadinya, Gin membentak dirinya dengan kasar. Melihat bagaimana reaksi bosnya, asisten Eri sangat yakin, jika pria tampan itu saat ini sedang sangat kalut dan gelisah. "Cepat cari di mana dia berada!!" perintah Gin. Ia mengambil ponsel di dalam saku jasnya dan langsun

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    96

    Akhir pekan akhirnya tiba. Tuan muda pewaris grup Liong, Gin Yuta, terlihat sudah berpakaian rapi, memakai setelan jas berwarna hitam, berkacamata. Ia berdiri tegak di samping sebuah mobil sedan hitam yang terparkir di depan mansion Lotus Hall. Pintu mobil sudah terbuka, dengan seorang pria berdiri memegangi pintunya. Disamping Gin, berdiri Maeera, yang terlihat masih kumal dan acak-acakan. Gadis itu, terlihat seperti baru bangun tidur dan langsung di seret ke luar untuk berpamitan dengan suaminya. Lebih tepatnya, suami palsunya, yang hendak pergi dinas ke Singapura. "Aku akan pergi selama beberapa hari. Kau! Jangan pergi kemana pun dan jangan buat masalah apa pun selama aku pergi. Mengerti!!!" gertak Rin Gin dengan nada setengah mengancam, pada Maeera yang berdiri di sampingnya. "Hemmm ... Aku mengerti. Kau tak perlu khawatir!" ucap Maeera asal-asalan sembari menggaruk-garuk pelan rambutnya yang masih acak-acakan. Ia terlihat malas mendengar omelan suami palsunya di pagi-pagi

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    95

    Avani terbangun.Bau harum masakan yang menusuk-nusuk hidungnya, membuat gadis cantik itu tak lagi bisa memejamkan mata. Dengan mata yang masih setengah terpejam, ia mencoba mengamati keadaan sekitar.Terkejut!! ia mendapati dirinya kini berada di sebuah ruangan kecil berukuran 3x4 meter dengan dinding batu bata merah yang belum di plester. "Di mana aku?" gumam gadis cantik itu lirih. Ia memegangi kepalanya yang terasa berputar-putar. "Di mana ini?" tanyanya lirih sembari mengamati keadaan sekitar dengan lebih seksama. Terlihat, ia kini berada di sebuah kamar yang cukup kecil dan sempit. Dindingnya masih berupa batu bara merah yang belum di plester, kasar dan bergelombang di sana-sini.Di sudut kamar terlihat sebuah lemari kayu tua berukuran besar dengan kaca berbentuk oval di bagian depannya. Di samping lemari, sebuah pintu yang ditutupi gorden warna merah, terlihat melambai-lambai pelan di tiup angin. Gorden itu terlihat kusam dan kotor, seperti tak pernah di cuci berminggu-ming

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    94

    Di ruang kerja Rin. Bau alkohol bercampur dengan obat-obatan, berbaur menjadi satu dengan aroma buku-buku lama dan kayu-kayu tua, menciptakan aroma khas yang sulit dijelaskan oleh kata-kata. Bertelanjang dada, Rin duduk di sofa di dekat jendela, menghadap ke arah luar. Mata tajamnya, mengamati sekumpulan burung gereja yang sedang terbang rendah di antara pohon-pohon palem yang di tanam di luar manor. Mereka tampak gembira dan tanpa beban. Matahari, terlihat mulai condong ke arah barat, menyisakan siluet panjang di kaca jendela yang menghadap ke arah luar, menyinari tato naga yang ada bagian atas punggung kanan Rin Leung yang menjalar hingga ke lengan dan dada bagian depan. Weilu, duduk di belakang Rin. Pria muda itulah terlihat sibuk menuangkan cairan infus ke dalam baskom kecil yang di dalamnya terdapat sebuah handuk yang biasa digunakan untuk menyeka tubuh. Dengan penuh ke hati-hatian, pria muda itu mengambil handuk kecil itu, memerasnya, kemudian dengan perlahan dan hati

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    93

    "Plak .... " Sebuah sabetan rotan, membekas merah di punggung Rin Leung. Ia meringis menahan sakit. "Plak ... Plak ... Plak ... " Tiga buah sabetan rotan kembali mendarat di punggungnya. Terlihat jelas sudah ada lebih dari sepuluh sabetan rotan membekas di punggung mafia muda itu. "Plak .... " sebuah sabetan rotan kembali menyentak punggungnya. Ia menggertakkan giginya dengan keras dan mengepalkan tangannya erat untuk menahan sakit. Para mafia yang ada di alun-alun itu, ikut meringis menahan sakit setiap kali rotan itu menyentuh kulit punggung Rin. Mereka seakan ikut merasakan sakit yang dirasakan oleh sang ketua. "Plak, plak ... " Dua buah sabetan rotan datang bertubi-tubi membuat darah segar, merembes keluar dari dada kanannya yang terluka. Rin membungkuk kesakitan setiap kali rotan itu mengenai punggung kanannya yang segaris dengan luka dadanya. Tak ada yang berani menolongnya. Ini adalah sebuah hukuman, yang harus ia terima. Dan sang ayah sendiri, tuan Koch Leung, yang m

  • PERNIKAHAN yang TERTUKAR    92

    Sore hari di tengah Samudra Hindia yang damai. Laut terlihat tenang, tanpa gelombang. Mirip sebuah cermin raksasa besar yang memantulkan cahaya kuning keemasan, dari hasil pembiasan cahaya matahari yang hampir tenggelam. Di ufuk barat, matahari terlihat seperti bola api raksasa berwarna merah kekuningan yang sedang terbakar dan tenggelam di telan lautan.Bola api raksasa itu, kini sudah separuh perjalanan dan sebentar lagi akan benar-benar tenggelam, menyisakan semburat warna jingga ke emasan di kaki-kaki langit jelang akhir hidupnya. Berdiam seorang diri di atas perahu kecilnya, Avani membiarkan angin laut yang berhembus pelan memainkan rambut panjangnya.Ia hanya duduk meringkuk diam termenung. Kakinya yang panjang, ia tekuk ke belakang, kemudian ia peluk erat dengan kedua tangannya. Perlahan, ia rebahkan kepalanya ke atas lutut, sembari menatap kosong heningnya lautan yang sunyi dan sepi. Ia biarkan perahu kecil itu terombang-ambing dan mengapung tanpa arah dan tujuan, karena s

DMCA.com Protection Status