Sango Side Manor.Bangunan megah bergaya Eropa itu, terlihat berdiri tegak dan kokoh di tengah terpaan kencang angin Samudra Hindia, yang akhir-akhir ini kerap menjadi badai.Setiap kali badai datang, pulau kecil itu akan berubah menjadi pulau mati.Sunyi, sepi, seperti tak berpenghuni. Para pria yang biasanya berjaga-jaga di sekitar dermaga, akan memilih pulang ke rumah-rumah mewah yang tersedia di seluruh pulau, atau bagi mereka yang bertugas, akan tinggal di ruang bawah tanah yang berada tak jauh dari dermaga. Mereka akan berjaga-jaga, bila sewaktu-waktu ada serangan mendadak saat badai tiba. Jelang akhir musim kemarau, angin Samudra Hindia, memang berhembus lebih kencang dari biasanya. Ini karena sebentar lagi, musim hujan akan tiba di daratan utama. Membuat cuaca di laut tak menentu dan sulit di prediksi. Karena cuaca di luar kurang begitu bersahabat, Avani Lie, lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kastil super besar itu dibandingkan berjalan-jalan di luar. Sejak terak
Di sebuah padang savana tak jauh dari bangunan utama Sango Side Manor, terlihat Rin Leung sedang duduk bersantai di sebuah gubuk sederhana, ditemani seekor macan kumbang hitam atau yang lebih dikenal dengan nama Black Panther.Kucing besar berjenis kelamin jantan berusia sekitar lima tuhan itu, terlihat sedang merebahkan dirinya di pangkuan sang mafia. Ia terlihat senang saat kepalanya di belai lembut oleh pria tampan itu. "Katakan! Kau sudah mendapatkan info mengenai wanita yang bersama putra grup Liong itu?" tanya Rin pada seorang pria muda yang berdiri di sampingnya. Pria muda itu mengangguk. "Ya!! Kami sudah mendapatkan beberapa info tambahan bos," ucap pria muda yang memakai coat berwarna cokelat tua itu.Ia melirik kucing besar yang sedang merebahkan dirinya di pangkuan bosnya sembari menjilati bulu-bulunya."Katakan!!" seru Rin. Pandangan matanya lurus kedepan ke arah tiga orang penjaga yang sedang bekerja membersihkan savana. Terlihat salah satu di antara mereka melemparka
Di tengah Laut China Selatan. Sebuah kapal pesiar mewah, empat lantai yang dilengkapi dengan landasan helipad, kolam renang, jacuzzi, dan berbagai fasilitas bintang lima lainnya seperti, gym, sundeck untuk berjemur, ruang maka indoor dan outdoor, serta fasilitas-fasilitas mewah lainnya, terlihat tengah berlayar pelan mengarungi Laut China Selatan yang tenang. Dari kejauhan, sebuah helikopter airbus berwarna hitam terlihat berputar-putar di atas kapal pesiar, bersiap untuk melakukan pendaratan. Setelah melakukan beberapa kali manuver dan putaran, helikopter hitam itu akhirnya berhasil mendarat dengan mulus di atas kapal. Dari dalam helikopter, Rin dan Avani keluar, dibantu oleh seorang pengawal berbadan tegap memakai setelan jas berwarna hitam. "Pegang lengan tanganku," perintah Rin pada Avani, begitu gadis cantik itu turun dari pesawat. Dengan gugup, Avani menganggukkan kepala dan segera menggandeng lengan tangan pria tampan di sampingnya itu. "Dengar!!! Pemilik kapal ini be
Alex mengepulkan asap rokok dari mulutnya, begitu juga dengan wanita muda yang duduk manja di sampingnya. Avani hanya bisa diam termangu menyaksikan semua hal tabu itu. Ia tak terkejut. Hanya saja, ini sedikit terlalu nyata baginya untuk duduk satu meja dan berdiskusi dengan seorang mafia dan wanitanya. Biasanya ia hanya melihat adegan seperti ini di film-film laga bertema dewasa."Barangnya baru akan datang malam nanti, ada sedikit penundaan karena badai yang menghadang di Samudra Hindia," ucap Alex. Ia menyesap rokoknya dalam-dalam kemudian menghembuskannya menjadi kepulan asap berwarna putih. Seorang pelayan nampak menuangkan wine ke gelas Rin dan Avani, setelah melakukan yang sama ke gelas Alex. "Lalu!" Rin bertanya dengan nada dingin. Ia mulai memainkan korek api lighter di tangannya, sembari menatap gelas berisi wine di depannya. Sadar suasana semakin memanas, Avani memilih diam seribu bahasa. Ia bahkan tak berani bernapas karena begitu tegangnya suasana. "Hahahaha .... " P
Avani terus memberontak saat mafia muda itu menindih tubuhnya. Ia terus berteriak agar Rin menghentikan aksinya. "Rin hentikan. Berengsek kau! Lepaskan aku," teriak Avani. Tapi Rin tak bergeming, ia terus melancarkan aksinya, menggigit dan menjelajahi tubuh gadis cantik itu. "Aku bukan istrimu, kau tak berhak melakukan ini padaku. Lepaskan aku," teriak Avani. Rin semakin beringas. Ia lepas jasnya dengan paksa kemudian ia lempar ke lantai di bawahnya. Ia pun mulai melepas satu persatu kancing bajunya, sembari salah satu tangannya terus bergerilya menggerayangi tubuh istri palsunya. Begitu semua kancing bajunya terbuka, dadanya yang bidang langsung terlihat menggoda. Diterpa cahaya lampu yang temaram, dada dan perut sixpacknya langsung meningkatkan gairah yang ada. Avani menatap dada bidang itu dan langsung menutup mata. Ia tak ingin hasrat seksual yang sudah menggelora di tubuhnya, menjadi boomerang bagi dirinya. "Dasar gila! pakai kembali bajumu!" "Apa yang akan dikataka
Avani terdiam lama memikirkan apa yang harus ia katakan. Jika ia mengatakan, tolong selamatkan aku, aku diculik, maka kemungkinan yang terjadi adalah ia akan di tertawakan, atau jika tidak, malah pria di depannya itu akan bertanya langsung pada Rin, dan membuat semua menjadi semakin rumit. Mengingat keduanya sama-sama seorang mafia. "Bisakah kau kirim kabar ke orang tuaku, bahwa aku masih hidup dan ingin mereka segera menyelamatkanku," pinta Avani penuh harap. Alex nampak terkejut mendengar perkataan Avani. Ia tak mengerti. "Tunggu! Tunggu dulu, apa maksud menyelamatkanku?" tanya Alex. Ia nampak kebingungan. "Apakah itu artinya kamu—sekarang sedang di culik—" Ia menurunkan nada suaranya hingga nyaris berbisik. Avani menganggukkan kepala pelan. "Tolong bantu aku!" pinta Avani penuh harap. Alex terlihat mengerutkan dahinya seperti memikirkan sesuatu. "Tunggu dulu nona, aku rasa ini masalah yang sangat serius," ujar Alex. "Kau datang kemari bersama Rin Leung, dan dia meng
Tengah malam, di atas kapal pesiar mewah milik Alex. "Bangun, ayo cepat kita harus cepat pergi dari sini." Rin membangunkan Avani yang masih tertidur lelap di atas ranjang dengan tergesa-gesa. Gadis cantik itu bangun dan nampak terkejut. "Ada apa?" tanyanya dengan mata yang masih setengah tertutup. "Jangan banyak bertanya, cepat pakai mantelmu." Rin mengambil coat abu-abu milik Avani yang tergantung di gantungan baju, kemudian melemparnya pelan ke atas ranjang. Dengan mata yang masih mengantuk, Avani mengambil coat itu lalu mulai memakainya.Saat Avani memakai mantelnya, Rin terlihat mengeluarkan sepucuk pistol dari dalam jas hitamnya, kemudian memeriksa peluru yang ada di dalamnya.Dirasa semua sudah pada tempatnya, ia masukkan kembali pistol itu ke dalam jas lalu mengambil ponsel bututnya yang tergeletak di atas meja dan mengantonginya.Avani melirik Rin yang sedang menata pistol, dan pikirannya mulai menerka-nerka apa yang sedang terjadi. "Ayo cepat!" seru Rin. Ia terlihat pa
Sadar yang melakukan penyerangan bukanlah para perompak, melainkan polisi laut, Avani langsung merasa lega. Ia merasa akhirnya ada pihak berwajib yang berhasil menemukannya. Inilah saat yang tepat bagi dirinya untuk pulang ke keluarganya. Berjalan keluar dari tempat persembunyian, Avani mencoba menyerahkan diri agar lebih mudah di identifikasi. "Hai aku di sini!" seru Avani. Ia berjalan keluar dari celah sempit tempat ia bersembunyi, sembari mengangkat kedua tangannya ke udara. Pria berseragam polisi laut itu terkejut, lalu mengarahkan pistolnya ke arah Avani. "Bukan-bukan, aku bukan ingin melawanmu." Avani menggelengkan kepala cepat. "Aku hanya ingin kau menyelamatkanku," ujar gadis bermata kecil itu. Ia masih terus mengangkat tanganya ke atas, sebagai bukti ia telah menyerahkan diri. Pria berseragam polisi itu tampak bingung lalu berjalan mendekati Avani. Dengan pistol yang masih tersiaga, ia menggeledah pakaian gadis cantik itu, untuk memeriksa apakah ia membawa itu senj