Sepasang mata seorang bocah laki-laki mengerjap-ngerjap saat dia terbangun dari tidurnya.
"Papih???" gumamnya pelan seraya mengucek-ngucek matanya dengan ke dua tangan. Dia menyapu seluruh sisi ruangan di dalam kamar itu. Sebuah kamar kecil yang hanya terdapat sebuah kasur kecil dan meja kecil dengan sebuah TV jadul yang bertengger manis di atas meja tersebut.
Tak ada siapapun di ruangan itu. Basti kecil pun bangun. Dia memakai sepatunya lalu, pergi keluar hendak mencari keberadaan sang Papih.
Basti melihat ke arah kolam renang di mana terdapat banyak sekali manusia dewasa yang berpakaian terbuka. Bahkan Basti melihat ada beberapa dari orang-orang itu yang sedang ciuman. Basti mengalihkan pandangannya dengan cepat. Papih bilang, itu dosa.
Dia terus m
Kiara menatap langit sore itu, mendung. Padahal malam nanti dia sudah ada janji temu dengan Marcel. Karena hari ini Kiara berulang tahun. Marcel bilang dia mau menjemput Kiara ke rumah lalu mereka akan dinner romantis di puncak malam ini. Berhubung besok hari weekend. "Bu, Kiara boleh tanya sesuatu nggak sama Ibu?" Kiara merebahkan dirinya di sofa dan meletakkan kepalanya di pangkuan Rani. Rani mengelus rambut halus Kiara dengan sayang. "Tanya apa, Ki?" ucap Rani. Matanya fokus menatap TV di depannya. "Kiara pengen kenalin pacar Kiara sama Ibu dan Bapak, tapi dia nggak pernah mau. Katanya takut Bapak dan Ibu marah," jelas Kiara jujur. Karena memang seperti itu kenyataannya. Setiap kali Kiara mengajak Marcel ke rumahnya, laki-laki itu pasti tidak pernah mau. Ada saja alasannya untuk menolak. Inilah, itulah, huh... Menyebalkan! Marcel memang sering menjemput Kiara ke rumahnya, namun dia memilih untuk menunggu di depan gang atau
Malam ini rintik-rintik gerimis turun satu-satu, mendung terus menggelayuti langit Jakarta. Menghadirkan suasana lembab dan basah di sepanjang trotoar pejalan kaki. Seorang gadis belia baru saja turun dari metromini. Dia berlari kecil menuju sebuah warung kelontong pinggir jalan sebelum melanjutkan niatnya semula. Dia hanya ingin merapikan penampilannya supaya terlihat lebih cantik. Gerimis malam ini sudah membuat rambut indahnya terlihat lepek. Kiara bercermin sekali lagi, sebelum akhirnya dia memakai plastik kresek hitam yang baru saja dia pinta dari si pemilik warung untuk menutupi kepalanya. Gadis itu berlari kecil menyusuri trotoar hingga akhirnya sampai di depan sebuah rumah minimalis dengan pagar putih di depannya. Karena pagarnya pendek, jadi walau telah di kunci dari dalam jika tidak di gembok pasti bisa di buka dari luar. Kiara mendapati mobik Marcel terpakir di halaman, itu artinya Marcel ada di rumah ma
"Lo ngapain ke sini?" tanya Marcel. Dia menarik lengan Kiara yang saat itu duduk di kursi teras rumahnya. Marcel menarik Kiara keluar halaman rumahnya dan menuju sebuah gang yang cukup sepi. Sesekali dia menoleh ke belakang, takut-takut ada yang melihat keberadaan mereka. "Kiara mau ketemu, Om," jawab Kiara. Dia memegangi lengannya yang sakit dan memerah akibat tarikan Marcel yang begitu kencang tadi. Kiara meringis dibuatnya. "Gue udah bilangkan, malam ini gue ada urusan. Dan gue juga udah bilang, lo boleh masuk rumah gue kalau cuma ada gue di rumah itu. Lo tau nggak tadi itu ada siapa di rumah gue?" Kiara menggeleng pelan. Mana Kiara tau kalau nggak dikenalin, gerutunya dalam hati. "MEREKA ITU ORANG TUA GUE," bentak Marcel frustasi. Laki-laki itu berkacak pinggang dihadapan Kiara. Matanya melotot menahan amarahnya, kegelisahannya, ketakutannya. Semuanya beradu menjadi satu. Marcel sungguh kaget saat Aksel tiba-tiba membisiki
Raline menelan salivanya sendiri. Otaknya seolah dipaksa berputar kembali dan ikut merasakan lagi apa yang tengah dirasanya saat itu. Sebuah perasaan dimana dirimu diperlakukan layaknya sebuah barang bekas yang tak berharga. Sebuah perasaan dimana dirimu dijadikan seperti mainan rusak yang bisa dibuang sehabis dipakai. Sebuah perasaan dimana dirimu seperti bahan obralan yang bisa dinikmati oleh orang lain dengan cuma-cuma alias gratis. Sebuah perasaan dimana kamu merasa lebih baik mati daripada harus mendapat perlakuan seperti itu. Basti terperangah tak percaya. Darimana Bayu mendapatkan rekaman Video itu? Penderitaan Raline dalam video itu terekam jelas dan begitu nyata. Tubuhnya yang terekspos tanpa mengenakan sehelai benang pun terlihat tak berdaya dalam posisinya yang setengah sadar. Di mana beberapa tangan pria menjamahnya bergantian. Lalu, datang Bastian yang berjalan terhuyung mendekat ke
"Hmm, kenalin Ki, ini Zaara, calon istri gue," "Gue dan Zaara ada kemungkinan akan menikah dua bulan dari sekarang," Kalimat itu terus terngiang di telinga Kiara. Menusuk, merobek, mencabik-cabik hatinya hingga tak berbentuk. Marcel telah menentukan pilihannya tanpa pernah dia tahu betapa dalamnya perasaan yang dimiliki seorang Kiara untuknya. Jika harus mencari, siapa yang patut untuk disalahkan, mungkin Kiara lah orangnya. Dia terlalu bodoh dan naif dalam hal cinta. Terlalu pendek dalam berpikir bahwa kebaikan dan sejuta perhatian yang telah diberikan Marcel untuknya adalah ekspresi dan wujud nyata dari sebuah perasaan cinta yang dimiliki lelaki itu untuknya, tanpa pernah dia tahu bahwa semua itu palsu. Laki-laki itu telah membuktikan pada Kiara tentang sosok pribadinya. Tentang pilihannya. Tentang apa-ap
Raline sudah menerima hasil tes DNA itu dari pihak rumah sakit terkait tempat di mana Raline melakukan tes DNA janinnya bersama Basti dahulu. Dan benar dugaannya, bahwa Basti telah membohonginya lagi mengenai hasil tes DNA itu. Itu artinya, janin yang kemarin Raline gugurkan secara sengaja adalah anak kandung Basti sendiri. Ya Allah... Apa dosaku? Sampai dia tega mempermainkan aku seperti ini? Gumam Raline membatin. Seandainya dia tahu bahwa janin yang ada di dalam kandungannya adalah anak Basti, Raline tak akan berpikir untuk menggugurkan janin itu. Betapapun dia membenci laki-laki yang sudah memperkosanya, jika memang laki-laki itu adalah Bastian, Raline tak akan ikut membenci anak di dalam rahimnya. Betapapun dia membenci seorang Bastian Dirgantara, tapi dalam lubuk hatinya, perasaan cinta itu tidak mungkin hilang begitu saja. Raline benar-benar dibuat kecewa kali ini. Kecewa yang teramat sangat!
Basti masih menunggu kepulangan Raline dan Bayu dari rumah sakit. Dia menunggu dengan perasaan carut marut dan sedikit menggigil sebab dia di paksa keluar dari rumah Raline oleh ke dua orang tua Raline. Hingga dia memilih untuk menunggu Raline di teras. Sementara Hans sudah dia suruh pulang lebih dulu. Basti tidak mau berita ini sampai di adukan ke Helen oleh Hans. Bagaimana pun, Basti tahu Bayu tidak sepenuhnya bersalah. Aldri sudah memanipulasi Bayu sedemikian rupa! Bedebah bernama Aldri itu memang tidak pantas untuk hidup!!! Kini, Basti sudah kehilangan kepercayaan dari ke dua orang tua Raline yang selama ini sudah sangat baik padanya, lantas jika Bapak dan Ibu mertuanya saja kini sudah begitu membencinya, bagaimana dengan Raline? Basti tak hentinya berpikir untuk mencari cara supaya dia bisa meyakinkan Raline bahwa semua itu hanyalah fitnah. Tapi apa? Basti sungguh di buat frustasi. Kepalanya mulai sakit. Basti mencoba menenangkan diri. Dia
"HEH, BANCI! LO DATENG KE RUMAH SAKIT MEDINA SEKARANG JUGA! GUE TUNGGU!" bentak Aksel pada sang Kakak di telepon. Kali ini, Aksel benar-benar dibuat geram oleh tingkah laku Marcel yang dianggapnya sudah keterlaluan. Meski, dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya menjadi alasan Abg bernama Kiara itu bunuh diri. Tapi entah kenapa, hatinya yakin bahwa kejadian ini ada sangkut pautnya dengan Marcel. Aksel sendiri masih sangat shock saat dirinya dan Gunawan mendapati Kiara dalam posisi yang begitu mengenaskan di dalam gudang tua itu. Terlebih kondisi Basti yang juga ikut mengkhawatirkan. Karena sampai detik ini, Basti belum juga sadar dari pingsannya. Dia masih dalam pengawasan tim medis di ruang UGD. Sementara mayat Kiara baru saja di bawa masuk ke dalam ruang jenazah oleh para perawat. Sejauh ini, Gunawan tak menemukan adanya kejanggalan pada mayat Kiara. Tapi yang membuatnya jadi terperangah hebat, yaitu saat dia men