Pagi harinya Sera terbangun pukul 3 pagi dikarenakan ia merasakan suhu tubuh Arsya yang terasa panas. Lantas ia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya dan merubah posisinya menjadi duduk. Ditempelkannya telapak tangannya keatas kepala Arsya.
Panas! Satu kata yang menggambarkan kondisi Arsya sekarang. Lelaki itu juga nampak bergerak gelisah dalam tidurnya. Sera menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya, apa yang harus ia lakukan sekarang?. Dirinya baru pertama kali melihat Arsya demam seperti ini.
"Arsya?" Sera mencoba membangunkan Arsya.
"Ser, dingin." Racau Arsya dengan masih memejamkan matanya.
Langsung saja Sera memeluk tubuh Arsya dan menenggelamkan badan mereka kedalam selimut. Sera merasakan jika Arsya memeluk erat perutnya, kini posisinya menyender dibelakang dengan tangan menahan tubuh Arsya yang berada di sampingnya. Sera juga mengelus rambut lelaki itu yang sed
Sera berada dibangku taman, setelah perdebatan tadi ia memutuskan untuk pergi kesini. Pikirannya kacau, mengapa ia harus menanggung beban seperti ini?. Dirinya lelah sangat lelah, ia tak membayangkan jika tak ada Arsya yang terus menyemangatinya bisa-bisa dirinya nyerah detik itu juga.Tiba-tiba ada seorang lelaki yang duduk disebelahnya, dengan segera Sera menoleh kesamping. Siapa dia? Ia tak mengenalnya. Sera memalingkan wajahnya, mengapa orang ini bisa duduk disebalahnya. Sera ingin pergi namun ia sangat malas jika harus berdiri dan berjalan lagi."Perkenalkan, namaku Panji Bramantyo."Sera menoleh, mengapa lelaki dihadapannya ini berbicara. Sepertinya dia lebih tua darinya, Sera tetap diam sembari mengamati lelaki itu dari atas sampai bawah. Sepertinya dia orang berada, terbukti dari kemeja yang dia pakai. Namun Sera kaget disaat tangan lelaki itu melambai-lambai didepan wajahnya.
Arsya memejamkan matanya dikasur kamarnya. Beberapa menit yang lalu ada dokter datang memeriksa dirinya, dan mengatakan kalau beberapa jam kedepan demamnya akak turun. Saat ini Reta mengelus rambutnya, entah mengapa Arsya tak bisa tidur. Matanya memang terpejam namun pikirannya berkelana ke mana-mana.Bahkan dirinya sudah menelan beberapa obat-obatan namun tak kunjung membuat dirinya tertidur. Biasanya ia akan cepat tertidur ketika merasakan elusan dari tangan Reta ditangannya.Tak lama pintu terbuka, masuklah Zeta dengan nafas memburu menghampiri Reta yang tengah duduk. Sepertinya perempuan itu berlari menuju kesini."Arsya gimana Bun?" tanya Sera dengan suara pelan."Masih demam," jawab Reta lesu lalu dirinya berdiri."Kamu jagain Arsya yah. Bunda mau keluar nemuin kakek Arsya," ucap Reta, Sera mengangguk saja. Setelah kepergian Reta, Sera duduk di
Diruang keluarga mansion Louwen terdapat Rama, Citra dan juga Liora. Setelah kejadian tadi dengan Sera Rama memutuskan untuk langsung pulang karena tak fokus bekerja. Sekarang Rama tengah menceritakan kejadian tadi kepada istrinya dan juga Liora.Semenjak Liora pindah kesini ia dan istrinya semakin dekat dengan anak itu. Menurut mereka Liora orangnya penurut dan mereka suka. Liora duduk disebelah Citra sembari memakan camilan yang Citra buatkan, seperti seorang ratu dia sekarang."Sera ngak bersyukur, padahal dia udah dikasih kenikmatan seperti ini." Liora berujar dengan nada polosnya."Sekarang dia semakin membantah," ujar Rama tak habis pikir.Citra mengelus bahu suaminya, "Sabar aja, Sera pasti lagi capek.""Bukan satu kali atau dua kali, sering sekali pekerjaannya Arsya yang mengambil alih. Bisa saja sewaktu-waktu Arsya menyabotase pekerjaan Sera!" uja
Keesokan harinya....Kini Arsya dan Sera berada di taman, beberapa menit yang lalu mereka sehabis meeting dengan beberapa kliennya. Aslinya itu klien Arsya, namun Sera ingin ikut dengan lelaki itu. Sekarang mereka duduk, Arsya melonggarkan satu kancing kemejanya. Sedangkan Sera membawa jas Arsya yang lelaki itu lepaskan tadi."Mengapa orang yang selalu memberikan kita infomrmasi tiba-tiba menghilang?" tanya Sera, memang benar! Selama beberapa hari terakhir mereka tak dapat informasi tentang keluarga mereka dari orang itu."Mungkin dia membiarkan kita beristirahat sejenak," jawab Arsya. Lelaki itu juga tak tau mengapa tak ada petunjuk yang mereka dapat lagi."Kemarin papa memarahiku, dia tak membolehkan pekerjaanku kau ambil alih," ujar Sera.Arsya menoleh, "Mengapa?" tanyanya.Lantas Sera menceritakan pertemuannya dengan Ra
Arsya dan Sera masuk kedalam dengan langkah pasti. Seketika bau harum yang sulit digambarkan masuk kedalam indra penciuman mereka. Mereka berjalan di belakang Rian, mansion ini sangat besar dan juga terdapat beberapa kepala tengkorak yang menempel didinding. Bulu kuduk mereka merinding, suasana gelap hanya ada penerangan dari lampu berwarna kuning dan merah."Jangan mengajak kami jalan terus menerus! Istriku kecapean!" ujar Arsya setengah sebal.Rian berhenti dan berbalik badan lalu dia tertawa kecil, "Baiklah, sekarang ikuti saya," ujarnya lalu berjalan kesampean dan menekan tombol yang tertempel didinding.Seketika tembok itu bergeser menjadi dua bagian, terpampang lah ruangan didalam sana. Langsung saja mereka masuk kedalam dan tembok itu tertutup kembali. Arsya mengamati ruangan ini, terdapat meja panjang lengkap dengan kursinya. Arsya menarik salah satu kursi dan menyuruhnya Sera untuk duduk. Lalu
Sera dan Arsya berada di rooftop kantor. Mereka melihat gedung-gedung tinggi yang berjejer dengan rapi. Cuacanya agak mendung namun anginnya tetap kencang hingga membuat rambut Sera berantakan. Mereka duduk di salah satu bangku yang ada disana. Tenang saja, mereka tak berada di pinggir."Disini sejuk sekali," celetuk Sera."Bagimana kalau kita turun? Sepertinya akan turun hujan," usul Arsya. Mereka berada disini sejak setengah jam yang lalu."Sebentar saja," ucap Sera. Disini terlalu menyenangkan dan menenangkan jadi ia sangat betah jika harus berlama-lama disini.Tiba-tiba saja Citra dan Rama datang dan membuat Sera dan Arsya langsung berdiri. Sera menatap mamanya, apa yang membuat mamanya berada disini dan sepertinya mamanya tengah marah sekarang namun sebab apa?."Ada apa ma?" tanya Sera mencoba bersikap tenang."Apa mam
Dihutan belakang mansion terdapat Rian dan Hesa yang tengah bertengkar, Arsya dan Sera tetap melihatnya dari balik pohon. Mereka bingung apa yang sebenarnya kedua orang itu perdebatkan. Rian dan Hesa saling pukul hingga menimbulkan suara nyaring."Ada sebenarnya?" tanya Sera, dan mengapa mereka bisa berada disini."Lebih baik kita kesana," ucap Arsya ingin berjalan kedepan namun tangannya ditarik oleh Sera."Bahaya Arsya!" peringat Sera."Ngak apa-apa," ucap Arsya lalu pergi berjalan kedepan.Sera membuang nafas sebal, tak urung dirinya juga mengikuti Arsya dari belakang. Seketika dua orang yang bertengkar tadi berhenti dan melihat kearah Arsya. Sedangkan yang dilihat hanya diam sembari bersedekap dada, bahkan ia juga merangkul pundak Sera."Mengapa kalian bertengkar disini?" tanya Arsya dengan nada santai.&nb
Rian melihat Liora berada didalam pabrik tua itu, yang lebih parahnya lagi Liora tengah berciuman dengan seorang lelaki dengan posisi yang lumayan panas. Rian menyeringai, ternyata begini kelakuan Liora yang tak diketahui oleh keluarga Louwen."Ternyata Sera benar, kau wanita kotor Liora!" ucap Rian penuh penekanan."Tutup mulutmu sialan!" Liora berdiri dan menatap pria yang sudah berumur 30 tahun itu."Wow! Mengapa berhenti? Lanjutkan saja." Rian tertawa kecil melihat tingkah anak muda dihadapannya ini.Sekarang wajah Liora terlihat marah, juga seorang lelaki yang bersamanya disini tadi. Liora tak menyangka jika Rian akan datang kesini. Tentu saja Liora tau siapa Rian sebenarnya, jadi kedatangan lelaki itu membuat dirinya sedikit takut. Apalagi melihat wajah Rian yang seolah-olah tengah mengejeknya membuat dirinya geram."Pergi dari sini!" ucap lela
Pagi harinya Sera disibukkan dengan kegiatan rutinnya, yaitu membantu Skay dan Darka bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Jangan lupakan fakta bahwa ia juga harus membantu Arsya bersiap-siap ke kantor, semuanya berteriak di tempat masing-masing membuat ia pusing. Darka dan Skay berada di kamarnya, dan Arsya juga berada di kamar. Mereka mencari sesuatu tak ketemu-ketemu sedangkan Arsya pun begitu, dia tak mau mencari sendiri dan berakhir saling bersahutan dengan Skay dan Darka memanggil nama Sera. "Momy, dasi dedek mana?" "Momy kaos kaki Skay hilang, mau beli lagi." "Kaos kaki kakak enggak hilang, jadi enggak usah beli lagi!" "Dasi dedek ada di kasur!" "Sayang berteriak lah, suara kamu enggak kedengaran oleh mereka." "Kamu juga! Dari dulu enggak mau pakai dasi sendiri." Begitulah perdeba
Seperti apa yang dikatakan tadi, Arsya dan Sera sudah berada di taman bermain khusus untuk anak-anak. Mereka duduk di bangku panjang bersama dengan Rian dan Lita, anak-anak bermain di depan sana. Lita membawa anaknya yang berusia 1,5 tahun berjenis kelamin laki-laki.Anaknya lucu dan mirip sekali dengan Rian dan Lita, Arsya sendiri berbincang-bincang dengan om nya itu. Rian sendiri sedikit terkejut melihat Arsya yang sudah dewasa dan penuh wibawa, sementara Sera dan Lita menghibur baby boy itu. Dua sahabat itu sama-sama sudah menikah dan mempunyai anak."Astaga, aku lupa nanya nama anak kamu," ujar Sera sembari menepuk jidatnya."Namanya Razka, itu yang kasih nama Rafa," jawab Lita."So sweet banget, Rafa pasti seneng punya adek laki-laki, dia juga udah besar terakhir kali ketemu dia masih nangis kalau minta eskrim," ucap Sera."Rafa baik banget, per
4 Tahun berlalu, kini kedua anak Arsya dan Sera sudah berumur 4 tahun. Mereka sangat aktif, apalagi Skay yang suka sekali mengganggu adiknya. Setiap beberapa bulan pasti keluarga Arsya atau Sera datang ke sini dan menginap selama 1 atau 2 bulan lamanya.Arsya mempunyai rumah mewah yang ukurannya tak terlalu besar, ia tak lagi tinggal di apartemen sejak 3 tahun yang lalu. Karena anak-anaknya sangat aktif, apalagi lantai apartemen berada paling atas. Jadi lebih baik mencegah sebelum hal buruk akan terjadi. Sekarang ini Arsya dan Sera berada di ruang bermain milik Skay dan Darka."Momy, dady, kenapa enggak adek aja sih yang jadi kakak?" tanya Darka yang saat ini berada di pangkuan Sera."Karena kakak kamu lahir duluan," jawab Sera seadanya."Teman-teman adik yang laki-laki jadi abang semua, adek sendiri yang jadi adek," ucap Darka."Memangnya kenapa kamu mau
Sera dan Arsya berada di trotoar, masing-masing dari mereka mendorong stroller yang berisikan baby Skay dan baby Darka. Mereka akan pergi menuju taman, karena di sana ada bazar. Sudah lama sekali Sera datang ke acara seperti itu, dan baru sekarang kesampean.Kedua anaknya pun sudah bisa sedikit untuk di atur, makanya ia berani membawa mereka keluar dari apartemen. Arsya berjalan sembari mendengarkan musik dari headset miliknya, tenang saja ia masih bisa mendengarkan jika Sera berbicara begitu juga dengan celotehan Skay dan Darka."Kamu beli tiketnya supaya kita bisa masuk," suruh Sera saat mereka sudah sampai di pintu masuk taman."Beli berapa?" tanya Arsya."2 aja, Skay sama Darka masih kecil," jawab Sera."Baiklah." Arsya berjalan membeli tiket, sementara Sera memegang dua stroller.Tak lama kemudian Arsya kembali, mereka
Detik, menit, jam, hari berlalu begitu cepat. Tepat pukul 3 dini hari Sera melahirkan 2 anaknya dalam keadaan sehat. Saat ini pun Arsya berada di ruang rawat Sera, tadi saat bayinya lahir ia meneteskan air mata karena terharu. Beberapa menit yang lalu Sera baru saja selesai menyusui kedua anaknya.Kebahagiaan semakin bertambah tak kala anak mereka berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, mereka mempunyai anak yang sepasang. Kedua anak itu sedang digendong oleh kedua neneknya yang baru saja datang. Suasana di sini ramai karena ada keluarga Arsya dan Sera, sedangkan Arsya sendiri menemani Sera di brankarnya."Terima kasih Sera," ucap Arsya tulus dari hati yang paling dalam."Sama-sama," balas Sera sembari tersenyum. Ia bangga dengan dirinya sendiri yang berhasil melahirkan dua anak itu dengan normal walapun resikonya tinggi."Arsya, kamu enggak mau gendong baby boy nya?" tanya
Tak terasa perut Sera sudah membesar, Arsya pun semakin protektif kepada Sera. Sera pun masih mengalami mual dan muntah tapi ia bersyukur karena masih ada Arsya di sekitarnya. Arsya selalu siap jika ia butuhkan, dia laki-laki yang siaga dalam 24 jam. Arsya juga selalu mengingatkan Sera agar dia minum obat tepat waktu.Hari-hari mereka habiskan dengan jalan-jalan berkeliling sembari menghapal tempat-tempat yang ada di sini. Kemarin Arsya belanja banyak sekali baju untuk Sera, dan saat ini pun mereka tengah belanja baju untuk kedua baby mereka yang sebentar lagi akan lahir. Walapun sedang mengandung, Sera masih saja terlihat cantik."Kamu kalau ambil jangan ragu-ragu, ambil sepuas kamu sayang," ucap Arsya."Nanti enggak kepake kalo banyak-banyak," sahut Sera malas."Cari warna yang netral yang cocok untuk laki-laki dan perempuan," pesan Arsya."Iya, ak
Pagi harinya Sera terbangun, ia mengerjapkan matanya perlahan-lahan. Ia melihat ke samping tempat tidur, ia sama sekali tak menemukan keberadaan Arsya di sini. Lantas ia berdiri, semoga saja pagi ini ia tak mual. Ia mencium bau lezat, dengan segera ia berjalan keluar dari kamar. Baunya semakin tercium.Sera berjalan ke dapur, ia melihat Arsya berada di sana dengan celemek melekat di tubuh atletis nya. Ia menggeleng pelan melihat tingkah Arsya dalam memasak, bagaimana tidak dia memakai tutup panci yang terbuat dari kaca untuk melindungi mukanya. Jaraknya dengan kompor ada kali satu meter."Masakan kamu bisa gosong Arsya," ucap Sera sembari menggeleng-gelengkan kepala."Minyaknya meletup-letup, mulai sekarang aku enggak bakal ijinin kamu masak. Bisa-bisa kulit kamu terbakar kena mintak panas," oceh Arsya."Ya iyalah, goreng ayah ya gitu. Kalau mau enggak ada minyaknya pakai aja
Arsya berada di dalam kantornya, ia berkutat dengan banyak sekali berkas-berkas yang harus di revisi. Sudah 4 jam ia hanya duduk di sini sedari tadi, juga ia harus lebih mengenal lagi sekretaris barunya. Untuk bahasa ia tak terlalu kesulitan, sebab sebagian karyawan di kantor sini memang di ambil dari negara asalnya.Karena sangat kesulitan mencari pegawai baru yang asli dari sini, jadi tak ada cara lain selain mengambang karyawan dari sana. Ia di ruangan ini bersama dengan sekretarisnya, dia lah yang membantu ia bekerja selama di sini. Dan dia lah yang memperkenalkan dirinya sebagai atasan kepada pegawai di sini."Apakah saya ada jadwal meeting?" tanya Arsya."Tidak, untuk hari ini bapak tak ada jadwal meeting.""Bisakah kau menyuruh mereka untuk lembur lagi? Perasaan saya tak enak kepada istri saya," ucap Arsya."Bisa pak.""Yasudah, saya
4 Bulan berlalu, pagi ini Sera berada di dalam apartemennya. Arsya sudah berangkat kerja dari 1 jam yang lalu, entah mengapa hari ini badannya terasa tak enak. Ia sudah berkali-kali keluar masuk kamar mandi untuk memutahkan isi perutnya. Sekarang ia tertidur di kasur dengan posisi miring.Ia pusing, lemas, mual, semuanya bercampur menjadi satu. Ia bari kepikiran bahwa dirinya belum datang bulan selama 2 bulan lamanya, lantas ia merubah posisinya menjadi duduk. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, apakah ia hamil? Sebab rasa mual ini sama sekali tak pernah dirinya dapatkan sebelumnya."Apakah aku hamil? Aku juga udah 2 bulan enggak datang bulan," batin Sera bertanya-tanya."Aku harus periksa ke dokter," gumam Sera, ia menelepon seseorang. Dia adalah pegawai yang ada di apartemen ini, ia pun kenal baik dengan dia karena dia berasal dari negara yang sama seperti dirinya.