Sera masuk ke dalam apartemen, ia ke kamar dan tak menemukan siapa-siapa. Di mana Arsya? Bukankah sewaktu ia pergi Arsya tengah tidur, ia mencoba berpikir positif mungkin Arsya berada di kamar mandi. Ia segera masuk ke dalam kamar mandi tak menemukan siapapun.
"Arsya?"
"Arsya?"
Panggil Sera berulang kali, dan ia menyerah mencari keberadaan Arsya. Tiba-tiba saja ada suara derap langkah kaki yang tampak tergesa-gesa, ia segera keluar dari dalam kamar dan mendapati Arsya memakai jaket dengan nafas terengah-engah. Sekarang ia tau jika Arsya habis pergi dari sini.
"Habis dari mana?" tanya Sera tanpa ekspresi.
Sedangkan Arsya yang tampak takut pun hanya bisa melihat Sera dengan senyuman berharap akan luluh. "Habis cari ayah," jawab Arsya pelan.
"Bukankah sudah aku suruh kau untuk beristirahat? Memangnya ucapanku tak lagi penting buat kamu? I
Arsya dan Sera berada di rumah Rian, mereka dikabari oleh asisten pribadi Rian bahwa Rafa sakit. Akhirnya mereka memutuskan untuk datang ke sini guna merawat Rafa. Ia kasihan dengan Rafa, anak sekecil itu harus mendapatkan ujian seberat ini. Sekarang Rian berjuang antara hidup dan mati, pantas saja Rafa sakit.Dengan telaten Sera mengelus kepala Rafa yang dipenuhi oleh peluh, Rafa sudah tertidur setelah rewel cukup lama. Apalagi berhari-hari dia tak melihat wajah Rian sama sekali, mengingat ini semua membuat Arsya dan Sera merasa sedih. Rafa demam tinggi, kulitnya memerah karena cuaca dingin."Rafa harus sembuh, nanti kakak ajak ketemu papa kamu," lirih Sera menatap mata yang tertutup itu."Biarkan Rafa istirahat, kita keluar dulu," ajak Arsya.Sera menggeleng pelan. "Kamu aja yang keluar, nanti sewaktu-waktu Rafa bangun dan nangis," jawab Sera sembari berbaring di samping Raf
Sesampainya di parkiran rumah sakit, Sera dan Arsya langsung turun. Kali ini Arsya lah yang menggendong Rafa sebab mereka akan berjalan dengan cepat, sebisa mungkin Sera menyamakan langkah Arsya. Mereka sengaja memakaikan topi di kepala Rafa agar orang lain tak bisa melihat wajahnya.Mereka terus berjalan tanpa mempedulikan orang-orang yang berlalu lalang. Sampai akhirnya mereka sudah sampai di tempat di mana Alif di rawat, mereka segera masuk ke dalam dan pemandangan pertama yang mereka lihat ialah Reta yang tengah tidur di sofa dengan posisi duduk."Bangunkan bunda," titah Arsya dengan menggunakan batin dan langsung di laksanakan oleh Sera.Arsya mendekat melihat keadaan Alif, ia bernafas lega saat menyadari Alif hanya tertidur saja. Ia mendekat ke arah Reta yang sudah mulai terbangun, beliau masih mengumpulkan nyawanya yang belum sepenuhnya terkumpul."Maaf, tadi bunda keti
Arsya berada di dalam rumah Rian, di ruang tamu terdapat peti mati yang berisikan jenazah istri dari Rian. Sera sudah berada di sini, Sera membantu Rafa menyentuh tubuh mamanya itu. Rafa hanya sembari menatap orang yang ada di dalam peti itu, jemari mungilnya mengelus pipi jenazah mamanya.Sementara Sera melihat wajah damai istri Rian itu, dia tersenyum tipis dengan mata terpejam. Dia sangat cantik dan mirip sekali dengan Rafa, di depan rumah ini banyak karangan bunga ucapan bela sungkawa. Namun sayang seribu sayang pemakaman ini akan di laksanakan secara tertutup."Mama kok tidur aja? Padahal tadi Afa lihat mama telbang," ucap Rafa dengan sorot mata sendu."Mama enggak sakit lagi, makanya mama tidur," ucap Sera dengan suara pelan."Benarkah?" tanya Rafa memastikan dan mendapatkan anggukkan dari Sera."Nanti kalau kakak bilang sesuatu Rafa harus ikut
Dengan hati-hati Sera menidurkan Rafa di kasurnya, ia menyelimuti dia dan menaruh dua buah guling di samping kanan dan kiri Rafa. Setelahnya ia keluar menyusul Arsya yang saat ini tengah menonton TV di ruang tamu. Ia duduk di sebelah Arsya dan menyaksikan siaran TV itu.Mengingat ia dan Arsya belum makan, lantas Sera pun berinisiatif untuk memasak makanan yang bisa ia dan Arsya makan. Ia bergegas pergi ke dapur, sesampainya di sana ia langsung membuka pintu kulkas. Banyak sekali sayuran dan buah-buahan di dalam kulkas sana, ia bingung ingin memasak apa."Oh iya, di sini' kan ada Rafa, jadi aku harus masak makanan yang bisa di makan oleh Rafa," gumam Sera setelah berdiam diri di tempat cukup lama."Masak sup daging aja ya, ada sayurnya pasti sehat," ucap Sera dan akhirnya ia memutuskan untuk memasak daging.Tiba-tiba saja Arsya datang, dia membantu Sera memotong-motong sayuran. Padah
Pagi harinya seperti apa yang Arsya janjikan kepada Rafa, mereka semua akan pergi ke rumah sakit. Saat ini mereka tengah bersiap-siap, lebih tepatnya hanya Rafa dan Arsya yang bersiap-siap sedangkan Sera sudah siap dari tadi. Ia bolak-balik membantu Arsya dan Rafa mengkancingkan baju mereka.Entah apa jadinya jika ia belum mandi terlebih dahulu, pasti tak akan berangkat-berangkat. Sampai akhirnya Rafa sudah siap dan dia sudah wangi, sedangkan Arsya masih sibuk melipat lengan kemejanya. Dengan segera Sera membantu Arsya melipat lengan kemeja itu di bawah siku."Udah selesai semua' kan?" tanya Sera memastikan dan mendapatkan anggukan dari Arsya."Rafa mau jalan sendiri atau kakak gendong?" tawar Sera."Jalan sendiri aja," jawab Rafa sembari turun dari kasur."Yaudah, yuk," ajak Sera.Mereka keluar dengan Rafa berada di ganden
Arsya, Sera, dan juga Rafa sudah sampai di rumah sakit. Sebelum mereka ke ruangan Rian, mereka terlebih dahulu berada di ruangan Alif guna melihat keadaannya. Saat ini Arsya duduk di samping brankar Alif, sedangkan Sera bersama dengan Arsya duduk di sofa dengan Reta.Alif sudah bisa menggerakkan sedikit tubuhnya, namun dia masih saja berbaring. Alif pun sudah tak lagi memakai alat pernafasan, sekarang tinggal menunggu luka-luka di tubuhnya kering saja. Ini benar-benar keajaiban Tuhan, Alif bisa bangkit dan masih hidup hingga sekarang. Semua orang bersyukur dengan fakta ini."Bagaimana keadaan kamu setelah di tembak?" tanya Alif.Arsya membuka kancing kemejanya hingga memperlihatkan dada bidangnya yang di perban. "Tinggal menunggu penyembuhan aja," jawab Arsya sembari menutup kembali kancing bajunya."Ayah sendiri udah baikkan?" tanya Arsya balik."Iya, wak
Lia berada di ruangan Robet, ia tengah menyuapi suaminya itu. Beberapa menit yang lalu ada dokter baru saja datang guna memeriksa keadaan Robet. Dan syukurlah Robet sudah membaik dan harus banyak istirahat untuk memulihkan tenaganya. Suasana di sini hanya ada keheningan, Lia sudah mandi dan tubuhnya sudah bersih sekarang.Ia pun baru saja mendapatkan kabar bahwa semua korban sudah ditemukan dan ia bernafas lega, urusan yang ada di sana sudah selesai. Mereka orang yang ingin menghancurkan anakknya pun sudah meninggal akibat rencana yang dia buat sendiri. Malahan orang yang ingin mereka lenyapkan masih hidup."Di mana Sera? Apakah dia tak mau menjenguk diriku?" tanya Robet."Kau tak boleh berbicara seperti itu, Sera masih sibuk bersama dengan Arsya. Mereka juga menyelesaikan banyak sekali masalah yang ada, kemarin dia sempat ke sini," ucap Lia."Waktu aku belum sadar?" tanya Rob
Arsya sudah berada di dalam ruang rawat Robet, ia sedikit kaku menyapa orang yang sekarang berstatus sebagai mertuanya itu. Entahlah, rasanya ia belum percaya jika Robet sekarang menjabat menjadi mertuanya. Ia sedikit sebal dengan Robet, karena dulu dia mengaku bahawa ia anaknya.Jika diingat itu benar-benar menyebelkan, sementara Robet yang duduk bersandar tau gerak gerik Arsya. Rupanya menantunya itu masih sebal dengan dirinya, ia pun hanya tertawa kecil melihat tingkah Arsya. Bahkan sedari masuk Arsya sama sekali tak mengucapkan sepatah kata pun."Apa kabar om?" tanya Arsya pada akhirnya, ia sekarang berdiri di sebelah Robet."Jangan panggil om Arsya! Panggil papa!" bisik Sera dengan mata melotot.Arsya berdecak sebal. "Apa kabar papa?!" tanya Arsya dengan menekankan kata papa. Bisa dirasakan jika Arsya amat sangat terpaka."Amat sangat balik mena
Pagi harinya Sera disibukkan dengan kegiatan rutinnya, yaitu membantu Skay dan Darka bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Jangan lupakan fakta bahwa ia juga harus membantu Arsya bersiap-siap ke kantor, semuanya berteriak di tempat masing-masing membuat ia pusing. Darka dan Skay berada di kamarnya, dan Arsya juga berada di kamar. Mereka mencari sesuatu tak ketemu-ketemu sedangkan Arsya pun begitu, dia tak mau mencari sendiri dan berakhir saling bersahutan dengan Skay dan Darka memanggil nama Sera. "Momy, dasi dedek mana?" "Momy kaos kaki Skay hilang, mau beli lagi." "Kaos kaki kakak enggak hilang, jadi enggak usah beli lagi!" "Dasi dedek ada di kasur!" "Sayang berteriak lah, suara kamu enggak kedengaran oleh mereka." "Kamu juga! Dari dulu enggak mau pakai dasi sendiri." Begitulah perdeba
Seperti apa yang dikatakan tadi, Arsya dan Sera sudah berada di taman bermain khusus untuk anak-anak. Mereka duduk di bangku panjang bersama dengan Rian dan Lita, anak-anak bermain di depan sana. Lita membawa anaknya yang berusia 1,5 tahun berjenis kelamin laki-laki.Anaknya lucu dan mirip sekali dengan Rian dan Lita, Arsya sendiri berbincang-bincang dengan om nya itu. Rian sendiri sedikit terkejut melihat Arsya yang sudah dewasa dan penuh wibawa, sementara Sera dan Lita menghibur baby boy itu. Dua sahabat itu sama-sama sudah menikah dan mempunyai anak."Astaga, aku lupa nanya nama anak kamu," ujar Sera sembari menepuk jidatnya."Namanya Razka, itu yang kasih nama Rafa," jawab Lita."So sweet banget, Rafa pasti seneng punya adek laki-laki, dia juga udah besar terakhir kali ketemu dia masih nangis kalau minta eskrim," ucap Sera."Rafa baik banget, per
4 Tahun berlalu, kini kedua anak Arsya dan Sera sudah berumur 4 tahun. Mereka sangat aktif, apalagi Skay yang suka sekali mengganggu adiknya. Setiap beberapa bulan pasti keluarga Arsya atau Sera datang ke sini dan menginap selama 1 atau 2 bulan lamanya.Arsya mempunyai rumah mewah yang ukurannya tak terlalu besar, ia tak lagi tinggal di apartemen sejak 3 tahun yang lalu. Karena anak-anaknya sangat aktif, apalagi lantai apartemen berada paling atas. Jadi lebih baik mencegah sebelum hal buruk akan terjadi. Sekarang ini Arsya dan Sera berada di ruang bermain milik Skay dan Darka."Momy, dady, kenapa enggak adek aja sih yang jadi kakak?" tanya Darka yang saat ini berada di pangkuan Sera."Karena kakak kamu lahir duluan," jawab Sera seadanya."Teman-teman adik yang laki-laki jadi abang semua, adek sendiri yang jadi adek," ucap Darka."Memangnya kenapa kamu mau
Sera dan Arsya berada di trotoar, masing-masing dari mereka mendorong stroller yang berisikan baby Skay dan baby Darka. Mereka akan pergi menuju taman, karena di sana ada bazar. Sudah lama sekali Sera datang ke acara seperti itu, dan baru sekarang kesampean.Kedua anaknya pun sudah bisa sedikit untuk di atur, makanya ia berani membawa mereka keluar dari apartemen. Arsya berjalan sembari mendengarkan musik dari headset miliknya, tenang saja ia masih bisa mendengarkan jika Sera berbicara begitu juga dengan celotehan Skay dan Darka."Kamu beli tiketnya supaya kita bisa masuk," suruh Sera saat mereka sudah sampai di pintu masuk taman."Beli berapa?" tanya Arsya."2 aja, Skay sama Darka masih kecil," jawab Sera."Baiklah." Arsya berjalan membeli tiket, sementara Sera memegang dua stroller.Tak lama kemudian Arsya kembali, mereka
Detik, menit, jam, hari berlalu begitu cepat. Tepat pukul 3 dini hari Sera melahirkan 2 anaknya dalam keadaan sehat. Saat ini pun Arsya berada di ruang rawat Sera, tadi saat bayinya lahir ia meneteskan air mata karena terharu. Beberapa menit yang lalu Sera baru saja selesai menyusui kedua anaknya.Kebahagiaan semakin bertambah tak kala anak mereka berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, mereka mempunyai anak yang sepasang. Kedua anak itu sedang digendong oleh kedua neneknya yang baru saja datang. Suasana di sini ramai karena ada keluarga Arsya dan Sera, sedangkan Arsya sendiri menemani Sera di brankarnya."Terima kasih Sera," ucap Arsya tulus dari hati yang paling dalam."Sama-sama," balas Sera sembari tersenyum. Ia bangga dengan dirinya sendiri yang berhasil melahirkan dua anak itu dengan normal walapun resikonya tinggi."Arsya, kamu enggak mau gendong baby boy nya?" tanya
Tak terasa perut Sera sudah membesar, Arsya pun semakin protektif kepada Sera. Sera pun masih mengalami mual dan muntah tapi ia bersyukur karena masih ada Arsya di sekitarnya. Arsya selalu siap jika ia butuhkan, dia laki-laki yang siaga dalam 24 jam. Arsya juga selalu mengingatkan Sera agar dia minum obat tepat waktu.Hari-hari mereka habiskan dengan jalan-jalan berkeliling sembari menghapal tempat-tempat yang ada di sini. Kemarin Arsya belanja banyak sekali baju untuk Sera, dan saat ini pun mereka tengah belanja baju untuk kedua baby mereka yang sebentar lagi akan lahir. Walapun sedang mengandung, Sera masih saja terlihat cantik."Kamu kalau ambil jangan ragu-ragu, ambil sepuas kamu sayang," ucap Arsya."Nanti enggak kepake kalo banyak-banyak," sahut Sera malas."Cari warna yang netral yang cocok untuk laki-laki dan perempuan," pesan Arsya."Iya, ak
Pagi harinya Sera terbangun, ia mengerjapkan matanya perlahan-lahan. Ia melihat ke samping tempat tidur, ia sama sekali tak menemukan keberadaan Arsya di sini. Lantas ia berdiri, semoga saja pagi ini ia tak mual. Ia mencium bau lezat, dengan segera ia berjalan keluar dari kamar. Baunya semakin tercium.Sera berjalan ke dapur, ia melihat Arsya berada di sana dengan celemek melekat di tubuh atletis nya. Ia menggeleng pelan melihat tingkah Arsya dalam memasak, bagaimana tidak dia memakai tutup panci yang terbuat dari kaca untuk melindungi mukanya. Jaraknya dengan kompor ada kali satu meter."Masakan kamu bisa gosong Arsya," ucap Sera sembari menggeleng-gelengkan kepala."Minyaknya meletup-letup, mulai sekarang aku enggak bakal ijinin kamu masak. Bisa-bisa kulit kamu terbakar kena mintak panas," oceh Arsya."Ya iyalah, goreng ayah ya gitu. Kalau mau enggak ada minyaknya pakai aja
Arsya berada di dalam kantornya, ia berkutat dengan banyak sekali berkas-berkas yang harus di revisi. Sudah 4 jam ia hanya duduk di sini sedari tadi, juga ia harus lebih mengenal lagi sekretaris barunya. Untuk bahasa ia tak terlalu kesulitan, sebab sebagian karyawan di kantor sini memang di ambil dari negara asalnya.Karena sangat kesulitan mencari pegawai baru yang asli dari sini, jadi tak ada cara lain selain mengambang karyawan dari sana. Ia di ruangan ini bersama dengan sekretarisnya, dia lah yang membantu ia bekerja selama di sini. Dan dia lah yang memperkenalkan dirinya sebagai atasan kepada pegawai di sini."Apakah saya ada jadwal meeting?" tanya Arsya."Tidak, untuk hari ini bapak tak ada jadwal meeting.""Bisakah kau menyuruh mereka untuk lembur lagi? Perasaan saya tak enak kepada istri saya," ucap Arsya."Bisa pak.""Yasudah, saya
4 Bulan berlalu, pagi ini Sera berada di dalam apartemennya. Arsya sudah berangkat kerja dari 1 jam yang lalu, entah mengapa hari ini badannya terasa tak enak. Ia sudah berkali-kali keluar masuk kamar mandi untuk memutahkan isi perutnya. Sekarang ia tertidur di kasur dengan posisi miring.Ia pusing, lemas, mual, semuanya bercampur menjadi satu. Ia bari kepikiran bahwa dirinya belum datang bulan selama 2 bulan lamanya, lantas ia merubah posisinya menjadi duduk. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, apakah ia hamil? Sebab rasa mual ini sama sekali tak pernah dirinya dapatkan sebelumnya."Apakah aku hamil? Aku juga udah 2 bulan enggak datang bulan," batin Sera bertanya-tanya."Aku harus periksa ke dokter," gumam Sera, ia menelepon seseorang. Dia adalah pegawai yang ada di apartemen ini, ia pun kenal baik dengan dia karena dia berasal dari negara yang sama seperti dirinya.