Sera berada didalam mobil, ditemani oleh 2 orang asistennya yang tak lain adalah Rudi dan Anton menuju kediaman keluarga Giory. Sera sibuk melihat kearah jalanan, ia tak dikawal bodyguard takutnya wartawan curiga dan malah mengekutinya dari belakang. Mobil yang Sera naiki tergolong kecil, tidak sebesar biasanya.
Perempuan itu melihat-lihat HP, ada pesan dari nomor yang tak ia kenal. Sera membaca pesan itu, dikalimat terakhir tertera nama Arsya disana.
"Paman, berhenti didepan," ucap Sera, pesan tadi berisikan jika ia harus berhenti dijalan depan dan naik menuju rooftop gedung yang ada disana.
"Emang kenapa, nona?" tanya Rudi, ia mengurangi kecepatan mobilnya.
"Aku akan dijemput oleh Arsya," ucap Sera.
Rudi mengangguk paham lantas dirinya memberhentikan mobilnya tepat didepan gedung. Sera memakai hoodie oversize dan kaca mata hitam, ia seger
"Menikahlah denganku, atau perusahaanmu akan bangkrut detik ini juga." Degg Degg Sera terpaku ditempat, berharap ia salah dengar. Otaknya seakan tak berfungsi, hening menyelimuti mereka selama beberapa menit. Semua diam dengan posisi masing-masing, Sera dengan wajah polosnya menatap Arsya. Sedangkan Arsya, lelaki itu menatap Sera dengan pandangan yang sulit diartikan. "Jawab peryataanku Sera," ucap Arsya geram. "Ha?" tanya Sera dengan mulut terbuka. Arsya mengulangi ucapannya dengan menggunakan batin. Benar, Sera tak salah dengar lelaki itu mengajaknya menikah. Entah ucapannya benar atau hanya tipuan belaka. "What? Kita musuh dan kau mengajakku menikah?, yang benar saja?!" maki Sera setelah ia sadar apa yang diucapkan Arsya tadi. "Itu pernyataan bukan pertanyaan," tutur Arsya tersenyu
Sera mengerjapkan matanya, ia merubah posisinya yang semua tertidur miring menjadi duduk. Perempuan itu memutar-mutar kepalanya, Sial! Paha Arsya keras sekali sampai-sampai membuat kepalanya terasa pegal. Sera beralih menatap Arysa yang masih asik bergelung dialam mimpi. Tangannya terulur untuk menyentuh rahang tegas milik lelaki itu, pahatan wajahnya sangat sempurna. Bibirnya merah membutikkan kalau Arsya bukan perkok, mungkin. Alis lelaki itu juga tebal dan jika tertidur wajahnya terlihat damai tak ada raut wajah menyeramkan yang biasanya ditampilkan oleh Arsya. "Puas memandangiku?" Lelaki itu tiba-tiba membuka matanya. Sera langsung membuang muka, ia merutuki dirinya mengapa bisa ketauan seperti ini?. Percayalah ia tengah malu sekarang, Arsya memergokinya?!. Siapapun tolong kasih Sera ilmu menghilangkan diri. Arsya mengerakkan kepalanya yang terasa pegal ke kanan dan ke k
Sera berjalan keluar dari arah lift, pagi ini ia menyuruh keluarganya untuk berkumpul di ruang keluarga. Ya.. Hari ini akan Sera sampaikan kepada mereka tentang Arsya yang mengajaknya menikah. Tentunya Sera tak akan bilang jika ia menerima tawaran Arsya hanya karena ingin mengetahui masalalu penyebab 2 keluarga bermusuhan hingga 5 generasi. Bisa Sera lihat jika papa, mama dan opanya sudah duduk manis disofa. Perempuan itu duduk diantara mama dan papanya. Pagi ini ia tak ikut sarapan bersama mereka, karena dirinya mempersiapkan nyali untuk berbicara dihadapan mereka. "Sudah makan?" tanya Citra, Sera mengangguk tadi ia sempat sarapan di kamar setelah maid mengantarkan makanan untuk dirinya. "Era ... mau bicara serius sama kalian," tutur Sera, ia mencoba menormalkan detak jantungnya yang berdetak tak karuan. "Ngomong aja sayang, ngapain minta izin?!" balas Rama, pria berusia setengah
Setelah membicarakan tentang menikah kekeluarga masing-masing kini Arsya dan Sera berada diapartment milik, Sera. Tentu saja keluarga masing-masing tak ada yang tau jika mereka bertemu. Arsya sudah mematikan pelacak yang ada dijam tangannya supaya ayah dan kakeknya tak mengetahui keberadaannya. Begitu juga dengan Sera, keluarganya hanya tau jika ia berada dikantor guna melihat keadaan disana."Bagaimana yang kemarin?" Tabya Arsya, mereka duduk disofa dengan tv menyala. Tenang saja, mereka tak sendirian diapartment. Disana juga ada 1 orang asisten Arsya dan Sera yang berada diruangan berbeda. Masing-masing asisten mereka sudah mengetahui tentang rencana kedua tuannya. Tentunya Arsya dan Sera menyuruh mereka tutup mulut, untung saja mereka bisa diajak kerja sama."Ya, aku menerima ajakanmu untuk menikah. Tapi yang mendukung hanya mama saja." Balas Sera."Aku juga." Jawab Arsya, masing-masing hanya mendapa
Kini Arsya sudah sampai dikantornya lelaki itu langsung turun dan masuk menuju ruangannya. Dan benar saja, kakeknya sudah berada disana duduk disofa dengan kaki diangat satu tengah menatapnya tajam. Arsya mencoba bersikap biasa saja, lantas ia duduk disebelah Wisnu."Kakek ngapain kesini?" Tanya Arsya basa-basi, sebenarnya ia sudah mengetahui tujuan Wisnu datang kesini."Tak boleh?" Tanya Wisnu balik.Arsya menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Maafin sifat Arsya tadi kek, Arsya bener-bener ngak nyadar udah bentak kakek." Ucapnya, sengaja ia bilang seperti itu supaya Wisnu tak menanyakan kemana dirinya pergi tadi.Wisnu menatap Arsya dari atas sampai bawah tak ada raut kecurigaan diwajahnya karena Arsya memakai setelan jas lengkap, "Cucu kakek tak pernah bersikap seperti itu." Sarkasnya."Maaf kakek, Arsya mencintai Sera. Apa kakek tak mau punya menan
Cahaya matahari masuk melalui celah-celah korden, seorang lelaki terbangun karena merasakan tidurnya terusik oleh kilauan cahaya matahari. Ia melihat kearah jam yang tertempel didinding sudah menujukkan pukul 8 pagi."Kenapa bisa telat bangun sih." Gumam lelaki itu yang tak lain adalah Arsya.Dengan cepat ia bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas kekamar mandi. 20 menit kemudian Arsya sudah rapi dengan kemeja berwarna tosca, bukan tanpa alasan ia memakai baju berwarna tosca. Warna itu kesukaan Sera, karena hari ini ia dan keluarganya akan pergi kekediaman Louwen membicarakan tentang pernikahannya."Sudah siap?" Tanya Arsya saat dirinya sudah sampai diruang tamu.Semua orang yang ada diruang tamu mengangguk, mereka sudah rapi dengan pakaian formal walapun wajah 2 orang terlihat datar yang tersenyum hanya bundanya saja. Tapi Arsya tak memperdulikan itu semua, yang terpenting pernik
Kini saat-saat yang ditunggu Sera dan Arsya telah tiba, kedua keluarga itu berada didalam satu ruangan yang sama. Mereka berada diruang tamu mansion keluarga Louwen, ruangannya cukup besar. Masing-masing kepala keluarga saling melemparkan tatapan tajam membuat sang anak jengah dengan sikap itu. Yang bersikap ramah hanya Reta dan Citra saja.Mereka duduk berhadapan disofa panjang, ditengah-tengah mereka terpadapat meja panjang yang diatasnya sudah ada camilan dan teh, tentu saja yang menyiapkan Citra. Bisa dibilang ini kali pertama kedua keluarga itu berada disatu tempat yang sama."Sampai kapan kalian akan diam begini?" Ucap Reta yang malas dengan situasi ini apalagi suaminya yang berada disebelahnya turut diam. Arsya tersenyum mendengarkan penuturan sang bunda."Tak usah berlama-lama, kapan cucumu menikahi cucuku?" Tanya Fikri kepada Wisnu."1 bulan lagi." Bukan Wisnu yang me
Suara Arsya menggema diseluruh penjuru mansion, lelaki itu memanggil bundanya sembari berlari. Saat mendengar sahutan dari Reta, Arsya berlari menuju sumber suara. Ternyata bundanya berada di taman bunga yang tempatnya dibelakang mansion.Terlihatlah Reta yang sedang menyirami berbagai macam jenis bungga. Lelaki itu memeluk bundanya dari belakang, menaruh kepalanya dipundak Reta. Reta tak terkejut karena Arsya sudah biasa seperti ini, mungkin anaknya dalam mode manja."Ada perlu apa panggil, bunda?" Tanya Reta, perempuan berusia hampir setengah abad itu memindah posisi Arsya supaya berada didepannya."Mau ngomong penting sama bunda." Ucap Arsya. Reta mengangguk, ia mencuci tangan sebentar dan menarik lengan Arsya supaya mengikuti dirinya.Kini mereka duduk dibangku yang menghadap langsung dengan bunga-bunga milik Reta. Arsya tiduran dipaha Reta, dengan tangan bermain HP. Reta sendir
Pagi harinya Sera disibukkan dengan kegiatan rutinnya, yaitu membantu Skay dan Darka bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Jangan lupakan fakta bahwa ia juga harus membantu Arsya bersiap-siap ke kantor, semuanya berteriak di tempat masing-masing membuat ia pusing. Darka dan Skay berada di kamarnya, dan Arsya juga berada di kamar. Mereka mencari sesuatu tak ketemu-ketemu sedangkan Arsya pun begitu, dia tak mau mencari sendiri dan berakhir saling bersahutan dengan Skay dan Darka memanggil nama Sera. "Momy, dasi dedek mana?" "Momy kaos kaki Skay hilang, mau beli lagi." "Kaos kaki kakak enggak hilang, jadi enggak usah beli lagi!" "Dasi dedek ada di kasur!" "Sayang berteriak lah, suara kamu enggak kedengaran oleh mereka." "Kamu juga! Dari dulu enggak mau pakai dasi sendiri." Begitulah perdeba
Seperti apa yang dikatakan tadi, Arsya dan Sera sudah berada di taman bermain khusus untuk anak-anak. Mereka duduk di bangku panjang bersama dengan Rian dan Lita, anak-anak bermain di depan sana. Lita membawa anaknya yang berusia 1,5 tahun berjenis kelamin laki-laki.Anaknya lucu dan mirip sekali dengan Rian dan Lita, Arsya sendiri berbincang-bincang dengan om nya itu. Rian sendiri sedikit terkejut melihat Arsya yang sudah dewasa dan penuh wibawa, sementara Sera dan Lita menghibur baby boy itu. Dua sahabat itu sama-sama sudah menikah dan mempunyai anak."Astaga, aku lupa nanya nama anak kamu," ujar Sera sembari menepuk jidatnya."Namanya Razka, itu yang kasih nama Rafa," jawab Lita."So sweet banget, Rafa pasti seneng punya adek laki-laki, dia juga udah besar terakhir kali ketemu dia masih nangis kalau minta eskrim," ucap Sera."Rafa baik banget, per
4 Tahun berlalu, kini kedua anak Arsya dan Sera sudah berumur 4 tahun. Mereka sangat aktif, apalagi Skay yang suka sekali mengganggu adiknya. Setiap beberapa bulan pasti keluarga Arsya atau Sera datang ke sini dan menginap selama 1 atau 2 bulan lamanya.Arsya mempunyai rumah mewah yang ukurannya tak terlalu besar, ia tak lagi tinggal di apartemen sejak 3 tahun yang lalu. Karena anak-anaknya sangat aktif, apalagi lantai apartemen berada paling atas. Jadi lebih baik mencegah sebelum hal buruk akan terjadi. Sekarang ini Arsya dan Sera berada di ruang bermain milik Skay dan Darka."Momy, dady, kenapa enggak adek aja sih yang jadi kakak?" tanya Darka yang saat ini berada di pangkuan Sera."Karena kakak kamu lahir duluan," jawab Sera seadanya."Teman-teman adik yang laki-laki jadi abang semua, adek sendiri yang jadi adek," ucap Darka."Memangnya kenapa kamu mau
Sera dan Arsya berada di trotoar, masing-masing dari mereka mendorong stroller yang berisikan baby Skay dan baby Darka. Mereka akan pergi menuju taman, karena di sana ada bazar. Sudah lama sekali Sera datang ke acara seperti itu, dan baru sekarang kesampean.Kedua anaknya pun sudah bisa sedikit untuk di atur, makanya ia berani membawa mereka keluar dari apartemen. Arsya berjalan sembari mendengarkan musik dari headset miliknya, tenang saja ia masih bisa mendengarkan jika Sera berbicara begitu juga dengan celotehan Skay dan Darka."Kamu beli tiketnya supaya kita bisa masuk," suruh Sera saat mereka sudah sampai di pintu masuk taman."Beli berapa?" tanya Arsya."2 aja, Skay sama Darka masih kecil," jawab Sera."Baiklah." Arsya berjalan membeli tiket, sementara Sera memegang dua stroller.Tak lama kemudian Arsya kembali, mereka
Detik, menit, jam, hari berlalu begitu cepat. Tepat pukul 3 dini hari Sera melahirkan 2 anaknya dalam keadaan sehat. Saat ini pun Arsya berada di ruang rawat Sera, tadi saat bayinya lahir ia meneteskan air mata karena terharu. Beberapa menit yang lalu Sera baru saja selesai menyusui kedua anaknya.Kebahagiaan semakin bertambah tak kala anak mereka berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, mereka mempunyai anak yang sepasang. Kedua anak itu sedang digendong oleh kedua neneknya yang baru saja datang. Suasana di sini ramai karena ada keluarga Arsya dan Sera, sedangkan Arsya sendiri menemani Sera di brankarnya."Terima kasih Sera," ucap Arsya tulus dari hati yang paling dalam."Sama-sama," balas Sera sembari tersenyum. Ia bangga dengan dirinya sendiri yang berhasil melahirkan dua anak itu dengan normal walapun resikonya tinggi."Arsya, kamu enggak mau gendong baby boy nya?" tanya
Tak terasa perut Sera sudah membesar, Arsya pun semakin protektif kepada Sera. Sera pun masih mengalami mual dan muntah tapi ia bersyukur karena masih ada Arsya di sekitarnya. Arsya selalu siap jika ia butuhkan, dia laki-laki yang siaga dalam 24 jam. Arsya juga selalu mengingatkan Sera agar dia minum obat tepat waktu.Hari-hari mereka habiskan dengan jalan-jalan berkeliling sembari menghapal tempat-tempat yang ada di sini. Kemarin Arsya belanja banyak sekali baju untuk Sera, dan saat ini pun mereka tengah belanja baju untuk kedua baby mereka yang sebentar lagi akan lahir. Walapun sedang mengandung, Sera masih saja terlihat cantik."Kamu kalau ambil jangan ragu-ragu, ambil sepuas kamu sayang," ucap Arsya."Nanti enggak kepake kalo banyak-banyak," sahut Sera malas."Cari warna yang netral yang cocok untuk laki-laki dan perempuan," pesan Arsya."Iya, ak
Pagi harinya Sera terbangun, ia mengerjapkan matanya perlahan-lahan. Ia melihat ke samping tempat tidur, ia sama sekali tak menemukan keberadaan Arsya di sini. Lantas ia berdiri, semoga saja pagi ini ia tak mual. Ia mencium bau lezat, dengan segera ia berjalan keluar dari kamar. Baunya semakin tercium.Sera berjalan ke dapur, ia melihat Arsya berada di sana dengan celemek melekat di tubuh atletis nya. Ia menggeleng pelan melihat tingkah Arsya dalam memasak, bagaimana tidak dia memakai tutup panci yang terbuat dari kaca untuk melindungi mukanya. Jaraknya dengan kompor ada kali satu meter."Masakan kamu bisa gosong Arsya," ucap Sera sembari menggeleng-gelengkan kepala."Minyaknya meletup-letup, mulai sekarang aku enggak bakal ijinin kamu masak. Bisa-bisa kulit kamu terbakar kena mintak panas," oceh Arsya."Ya iyalah, goreng ayah ya gitu. Kalau mau enggak ada minyaknya pakai aja
Arsya berada di dalam kantornya, ia berkutat dengan banyak sekali berkas-berkas yang harus di revisi. Sudah 4 jam ia hanya duduk di sini sedari tadi, juga ia harus lebih mengenal lagi sekretaris barunya. Untuk bahasa ia tak terlalu kesulitan, sebab sebagian karyawan di kantor sini memang di ambil dari negara asalnya.Karena sangat kesulitan mencari pegawai baru yang asli dari sini, jadi tak ada cara lain selain mengambang karyawan dari sana. Ia di ruangan ini bersama dengan sekretarisnya, dia lah yang membantu ia bekerja selama di sini. Dan dia lah yang memperkenalkan dirinya sebagai atasan kepada pegawai di sini."Apakah saya ada jadwal meeting?" tanya Arsya."Tidak, untuk hari ini bapak tak ada jadwal meeting.""Bisakah kau menyuruh mereka untuk lembur lagi? Perasaan saya tak enak kepada istri saya," ucap Arsya."Bisa pak.""Yasudah, saya
4 Bulan berlalu, pagi ini Sera berada di dalam apartemennya. Arsya sudah berangkat kerja dari 1 jam yang lalu, entah mengapa hari ini badannya terasa tak enak. Ia sudah berkali-kali keluar masuk kamar mandi untuk memutahkan isi perutnya. Sekarang ia tertidur di kasur dengan posisi miring.Ia pusing, lemas, mual, semuanya bercampur menjadi satu. Ia bari kepikiran bahwa dirinya belum datang bulan selama 2 bulan lamanya, lantas ia merubah posisinya menjadi duduk. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, apakah ia hamil? Sebab rasa mual ini sama sekali tak pernah dirinya dapatkan sebelumnya."Apakah aku hamil? Aku juga udah 2 bulan enggak datang bulan," batin Sera bertanya-tanya."Aku harus periksa ke dokter," gumam Sera, ia menelepon seseorang. Dia adalah pegawai yang ada di apartemen ini, ia pun kenal baik dengan dia karena dia berasal dari negara yang sama seperti dirinya.