Memulai hari ini dengan bismillah, karrna hari ini aku berjualan dengan ditemani Nisa, karyawanku sudah pulang kampung berangkat dini hari tadi. Aku juga telah memberikannya uang dan ongkos transportasi, semoga hari ini ramai seperti biasanya. Hasil penjualan bukan hanya untuk aku saja, melainkan ada beberapa kepala yang insya Allah menjadi ladang pahala untukku dan mudah-mudahan berjalan dengan lancar.
Jarak kontrakan Nisa dan rumahku serta kios hanya 500 meter, tetap saja aku masih komunikasi lewat ponsel, heee.
"Bunda, sudah bangun belum?" Aku mengirim pesan pagi hari sekali.
"Udah, Yah, Bunda jam berapa ke kios, Yah," balasan Nisa cepat."Anak-anak buatin sarapan dulu Bun, Ayah tunggu di depan ya, kita belanja sayuran dan lain-lain, yuk," pintaku pada pesan."Ya udah Yah, sekarang Bunda ke depan ya, Yah," balasnya mengiakan."Oke Bun, Ayah sekarang ke depan."Asik, senangnya pagi-pagi sudah bersama dengan orang yang tercinta. Kemudian aku
"wadaw, ganti nih Mas, beda yang melayaninya, Saudaranya, ya."Pelangganku datang dan bertanya karena melihat seorang Wanita yaitu Nisa yang membantu melayani di kiosku. Aku yang sedang menyiapkan pesanan pelanggan lain, balas dengan tersenyum terlebih dahulu."Oh ini calon Istri Pak, sementara bantuin, soalnya lagi mudik yang biasa bantu di sini.""Selamat ya, Mas gitu dong, segera deh menikah, jangan lama-lama, hee."Perkataan pelangganku membuatku tambah ingin cepat menikah."Iya Pak, mudah-mudahan dalam waktu dekat ini, Pak.""Ini uangnya, Mas."Pelangganku membayar dan tersenyum."Terima kasih, Pak."Sahut Nisa berterima kasih, Nisa sopan juga ya, bagus deh. Aku berucap senang dalam hati.Jam makan siang ini lebih ramai dari biasanya, baik pelanggan atau pembeli orang baru juga datang. Aku dan Nisa bersamangat walaupun sedikit agak repot, karena Nisa masih belajar. Prosesnya tentunya menjadi agak lama menyiap
Hari pertama bersama Nisa kemarin berjualan dengan lancar dan daganganku juga laris manis. Aku menyuruhnya pulang pada sore hari, kasihan anak-anaknya, terutama yang masih kecil. Tidak lupa juga, aku memberikannya uang untuk pegangan dan jajan anak-anaknya.Pagi ini seperti biasanya."Bunda, Ayah tunggu di depan, ya."Aku mengirim pesan ke Nisa pada aplikasi hijau."Iya Ayah, Bunda segera menyusul."Aku menunggu di atas motor tidak jauh dari kontrakannya, kali ini harus cepat langsung jalan, takut gosip enggak enak semakin memanas nanti, aku takut jangan sampai ada hasutan yang memperkeruh keadaan.Setelah melihat Nisa keluar gang kontrakan dengan segera melaju menghampiri.Brem ...."Ayo Bun, cepat."Nisa memahami dan langsung naik memegang pundakku dan duduk."Pegangan Bun.""Biasa deh Ayah, heee."Berangkat dengan sedikit lebih cepat.Setelah kembali dari pasar, aku menyuruh Nisa masak terlebih d
"Nak, Bapak dapat kabar kamu bawa Janda itu kesitu, ya. Kamu jadi bahan pembicaraan warga sekampung, Nak, malu-maluin Bapak saja!"Ucapan Bapak saat menelpon, aku menjawab panggilan teleponnya, takut ada yang penting eh, ternyata malah marah-marah.Aku terdiam saat Bapakku memarahiku dan langsung aku matikan ponselku."Ayah, kenapa? Kok, habis telepon wajahnya begitu, kenapa dimatikan teleponnya Yah," tanya Nisa yang melihatku."Enggak apa-apa Nis, ini Keuargaku yang telepon."Aku tidak memberi tahu Nisa dan melanjutkan lagi menyiapkan pesanan pelanggan.****"Ayah, kenapa ya? Apakah keluarganya tahu kalu aku ada di sini atau ... Orang tuanya tidak merestuiku, ya," dalam hati Nisa bertanya-tanya.****"Apa yang harus aku katakan ya sama Bapak, nanti sajalah, maaf ya Pak, aku matikan panggilan teleponnya tadi, soalnya lagi ramai pesanan."Aku berjanji akan menelpon balik nanti, setelah di kiosku agak sepi. Sembari
Pov : Orang Tua Farhan"Bu, bagaimana ini anak kita, sepertinya sudah susah sekali lepas dari Janda itu, sementara warga sudah membicarakannya." Tanya Bapak pada Istrinya."Ya, gimana ya, Pak, Ibu memang sangat tidak setuju juga, tapi kalau sudah begini keadaannya, Ibu bingung, Pak.""Iya Bu, Bapak juga bingung, takut kedepannya nanti, kasihan Farhan, audah repot saja pastinya dengan anak yang banyak."Obrolan kedua orang tua Farhan, mereka bimbang mengambil keputusan, disatu sisi kedua orang tuanya malu terhadap laporan salah satu warga yang memberi tahu lewat telepon.Bapaknya Farhan penasaran, seperti apa wajahnya Janda yang sangat disukai Farhan. Tapi bagaimana caranya, ya. Mengungkap dalam hati ingin melihat wajah dari Janda itu.Mungkin bapaknya sudah terlanjur mengatakan tidak akan pernah setuju dan tidak memberikan warisan sedikitpun namun, dalam hati Bapaknya tidak mungkin setega itu.Masih berpikir dan mencari solusi yang te
Desir angin dan lantunan musik menemani keharmonisan aku dan Nisa, di bibir danau buatan yang dibuat pihak restaurant, kami masih menuangkan segala cerita. Duduk saling menatap, tanganku masih memegang tangannya, jari-jariku melekat pada jemarinya.Banyak kisah lalu yang Nisa utarakan, aku semakin mengerti betapa berat kehidupannya, salut! Untuk seorang single Mom dengan anak tiga berjuang menghadapi kenyatan cinta dan realita kehidupan.Niatku, inginku, bertambah menjadi besar untuk memilikinya, awalnya hanya nafsuku yang melihat kecantikannya. Setelah aku tahu semua, cintaku menjadi menggunung karena ikut merasakan luka dan pahit kehidupannya. Bukan karena iba atau kasihan, tapi, ini murni sebuah cinta sejati yang hadir."Terima kasih ya Ayah, walaupun Ayah belum sah menjadi Suamiku, tapi Ayah sudah menjadi sosok calon Suami yang Bunda dambakan dan Ayah sudah membuktikan menjadi calon Ayah terbaik untuk anak-anakku."Ungkapan Nisa dan matanya yang berka
Waktu telah menunjukkan pukul 8 malam, terlihat anak-anak Nisa sudah lelah dan mengantuk"Bun, yuk kita pulang.""Yuk, Yah.*"Anak-anak, ayo kita pulang," Nisa menggendong anaknya yang paling kecil.Aku berjalan menuju kasir, hendak membayar semua pesanan makanan dan minuman, saat langkah kakiku mendekati tempat kasir, Mba pegawai yang mengantarkan kopi ke mejaku, tersenyum melihatku."Apa yang ada dipikirannya, ya? Kok, aku melihat senyumannya berbeda."Ungkapan dalam hati, melanjutkan lagi aku mengeluarkan dompet dari balik kantong celanaku dan mengambil uang.Ternyata Nisa melihatiku dari kejauhan, ketika aku menoleh, matanya seperti ada sedikit marah cemburu, bibirnya memberi kode agar aku jangan genit, aku membalas Nisa dengan senyum. Rupanya sedari tadi ia memperhatikan gelagat Mba pegawai itu."Terima kasih, Pak."Sapa Mba pegawai itu, aku telah meninggalkan uang tips di atas meja itu. Sepanjang langkahku Mba itu masih me
Pov : NisaMantan Suami Nisa bernama Yudi tiba-tiba muncul mendatangi kediaman rumah Nisa, namun rumah kosong dan digembok, Nisa masih di Jakarta menemani Farhan bantu berjualan.Yudi menanyakan tetangga-tetangga Nisa, tapi semua tidak ada yang tahu keberadaan Nisa dan juga perginya. Masih berusaha, Yudi hendak bertanya kepada saudara kandungnya Nisa yang rumahnya berjarak satu kilo meter dari tempat tinggal Nisa.Kerinduan Yudi akan ke 3 anaknya sudah tidak tertahankan. Ia mengakui segala kesalahannya di masa lalu dan kini telah bertaubat berubah, setelah bercerai menghilang tanpa kabar dan tidak melaksanakan kewajibannya memberikan nafkah kepada ke 3 anaknya. Ini banyak terjadi dalam kehidupan di mana setelah bercerai Ayah kandung melupakan kewajibannya menafkahi anak kandungnya.Ayah kandung tetaplah tugasnya menafkahi anak-anaknya.Tidak ada istilahnya atau namanya mantan anak. Karena anak tetaplah belahan jiwa, akan ada pertanggung jawaban di akhir ke
Pov : NisaPembicaraan alot antara Yudi mantan Suami Nisa dan Burhan Suami Nia tidak juga menemukan solusinya, Yudi terus mendesak Burhan supaya mau membantunya, uang sebesar 2 juta telah siap diberikan Yudi jika Han mau mencari tau keberadaan Nisa. Biarlah Yudi yang langsung mendatangi Nisa ke rumah kontrakan. Kendati demikian Han tidak enak, jika lambat laun ketahuan bahwa Han ikut membantu Yudi. Namun, uang itu menggiurkannya dan memang sedang membutuhkan uang."Sebentar ya, Mas, aku bicarakan terlebih dahulu dengan Istriku," akhirnya Han mempertimbangkannya."Nah, gitu dong. Bantu Mas ya, uangnya Mas kasih duluan, kalau kamu sudah oke. Mas tunggu kabar secepatnya, ya. Soalnya Mas masih menginep di hotel Hijau," celetuk Yudi dalam panggilan telepon."Baiklah ... Mas, nanti aku kabarin ya, Mas, assalammualaikum.""Waalaikum salam."Panggilan selesai, Han menatap layar ponsel dalam lamunannya berkata, lumayan juga ini uangnya untuk kebutuha
Aku dan Nisa telah sampai pada sebuah rumah yang terlihat lumayan cukup luas, dengan warna cat kuning terkesan jelas bentuknya. Pekarangan halaman dengan berbagai macam pepohonan menambah mendamaikan hati. Ya, aku tengah berdiri di depan rumah Bapakku. Di wilayah ini Bapakku merupakan orang terpandang karena memiliki sawah yang luas serta perkebunan, memperkerjakan para petani yang berasal dari lingkungan daerah ini juga.Aku menoleh memandangi Nisa yang sedikit takjub melihat rumah Bapakku, jantung ini semakin berdegub kencang. Sempat aku hentikan langkahku untuk menghela nafas, mencoba menenangkan diri sebelum masuk ke rumah.Nisa merapikan dirinya dan mengusap serta membersihkan wajahnya."Yah, aku kok deg-degan, ya," lirih Nisa melepaskan genggaman tanganku."Sama Bun, Ayah juga nih, heee," cetusku mengelus dada."Dih Ayah, kok Ayah ikutan sih, masa sama orang tua sendiri Ayah takut, hayoo ... Karena aku seorang janda, ya," Nisa melontarkan kata-kata yang membuatku kaget."Eh, gak
Aku membayar dan memberikan kartu identitasku, lalu kami di arahkan menuju ke kamar. Aku lihat Nisa hanya diam saja, masih aneh! Gumamku dalam hati. Kenapa ia tidak seperti biasa yang ada rasa takut jika terjadi suatu hal karena berdua dalam satu kamar, seringnya Nisa yang selalu mengingatkan supaya menjauhi agar menjaga sampai menikah. Tapi, ini kok malah ia yang mengajak, senyumnya serasa menghilang.Krek ...."Silahkan masuk Pak, mau ada pesanan lain, teh panas atau kopi mungkin?" tanya staff penginapan."Boleh deh Pak, teh manis panas dan kopi panas, ya," jawabku dan memesannya."Baik Pak, sebentar, ya," staff itu meninggalkan kamar kami.Aku merapatkan pintu kamar menunggu pesanan minumanku diantar."Ya udah, kamu tiduran dulu, Bun, Yah dah pesan teh manis," ucapku pada Nisa.Perlahan Nisa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, aku menunggu duduk di bangku, sembari mengecharge ponselku."Tok ... Tok, permisi," suara dari lu
Aku memberanikan diri mengajak Nisa menemui kedua orang tuaku di kampung. Berhubung karyawanku sudah kembali. Jadi, kios sudah ada yang menjaganya.Rencananya besok aku dan Nisa berangkat. Sementara anak-anak di titipkan kepada saudaranya.Segera aku mempersiapkan semuanya."Semoga saja, Bapak dan Ibu menyetujuinya," gumamku sembari mengemas beberapa pakaian untuk aku bawa."Bunda, kamu udah siap-siap belum," tanyaku pada Nisa."Udah Yah, jam berapa kita berangkat Yah, menitipkan anak-anak dulu ya, Yah," cetus Nisa."Sore ini kali ya, Bun, jadi Ayah bermalam dulu di rumah kamu, besok pagi baru kita berangkat, gimana?" Pintaku."Ya udah Yah, Bunda bergegas kalau gitu," Nisa mengiakan.Aku memberi penjelasan pada karyawanku dan mempercayai semuanya untuk beberapa hari saja dan menekankan agar menjaga kesehatan, jangan paksakan jika sudah letih atau kondisi warung ramai, tidak harus tutup malam."Ayo Bun, kita berangkat," cel
Pov : Yudi"Lihat aja! Gue, enggak akan tinggal diam, pokoknya berbagai cara pasti gue lakukan untuk mendapatkan Nisa kembali atau gue, buat Nisa tidak tidur nyenyak."Yudi berucap dalam hati, langkahnya dengan penuh kebencian karena kekecewaan seusai ke luar dari kontrakan Nisa. Hatinya telah tertutup kabut hitam, bisikkan jahat telah merasukinya."Ayo Pak, kita pulang," pintanya pada Supir yang telah menunggu cukup lama."Oke, Pak," Pak Supir tidak banyak berkata, melihat raut wajah Yudi yang terlihat berubah penuh dengan amarah.Pak Supir masuk ke dalam mobil, menyalakan mobil. Yudi duduk di bangku depan. Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya, membuka menu kontak dan menskrolnya mencari sebuah nama kontak teman lamanya. Yudi membutuhkan bantuan perihal infornasi masalah pelet dan sihir. Berapapun biayanya akan ia bayar, asalkan mampu dan berhasil, apa yang menjadi keinginannya terwujud.Yudi telah menemukan kontak temannya lalu mengirim pesan
Hari yang paling tidak mengenakkan adalah disaat mantan Suaminya bertemu anaknya dan bersama itu juga aku melihatnya serta duduk bersama. Apa lagi dengan cara bodoh yang ia lakukan menguntil diam-diam, rasa cemburu ditambah terbakar lagi karena kini, ia mengetahui rumah kontrakan yang di tempati Nisa dan anak-anaknya.Aku emosi dan segera menghampirinya."Ayuk Bun, kita ke kontrakan, maunya apa sih mantan Suami kamu itu, enggak punya etika banget," ucapku."Ya udah yuk, Yah. Tapi jangan ribut ya Yah, ingat tetangga berdempetan, kalau kita diusir gimana? Wilayah ini juga kan tempat Ayah cari rejeki," tutur Nisa."Iya, ya. Bener juga kamu Bun," gumamku dalam hati sambil memikirkan perkataan Nisa, ada benarnya juga, ya. Bisa jelek di mata pelangganku nantinya."Oke, Bun, Ayah enggak akan marah-marah, kok," sahutku.Aku dan Nisa berjalan keluar kios, langkahku terasa malas dan berat. Panas mentari semakin menampakkan sinarnya, seiring bara di hatiku
Aku telah sampai dan berhenti tepat di gang rumah kontrakan Nisa. Kemudian aku membayar tarif taksi online, aku turun terlebih dahulu untuk menggendong anaknya Nisa, membuka pintu belakang mobil dan meraih anaknya yang tengah tertidur. Disusul kedua anaknya turun melalui pintu belakang mobil sebelah kanan.Terlihat wajah yang masih mengantuk diantara anak-anaknya, kami berjalan masuk melalui gang bersama-sama."Yah, tumben rame sih, Ibu-ibu," bisik Nisa."Udah biarin saja, permisi saja Bun, lirihku perlahan."Permisi, Bu ...," Aku dan Nisa berucap."Wah, habis jalan-jalan nih, Mas Farhan dan Mba Nisa," celetuk salah satu Ibu-Ibu."Iya Bu, persiapan nikah," aku menjawabnya dengan sengaja dan Nisa tersenyum mengangguk."Oh ya udah kalau gitu, cepat-cepat deh, Mas," Ibu itu menjawab.Jawabannya mengandung makna yang tidak mengenakkan."Insya Allah, Bu," ujarku sambil melangkah melanjutkan berjalan.****Kembali ke Yudi.
Pov : YudiSetelah kejadian itu, Rina masih terlihat murung bersedih dan Yudi terus menenangkannya agar Rina percaya dan tidak memperkarakan masalah itu. Akhirnya Yudi berhasil dengan segala bujuk rayunya, malam itu tepatnya pukul 11 malam Rina minta diantar pulang ke rumahnya dan Yudi mengiakannya.Kebetulan sekali Rina ingin pulang, dalam hati Yudi berkata, karena besok mau menemui Nisa dan anak-anaknya."Janji ya, Mas, enggak akan ninggalin aku," ucap Rina sebelum meninggalkan kamar hotel."Iya De, Mas sangat ingin menjadi Suami kamu, percaya deh, kamu tinggal bilang maunya kapan," jawab Yudi sembari membelai rambut Rina."Iya Mas, tunggu waktu yang tepat, sampai orang tuaku datang dan pulang ke rumah," sahut Rina."Iya De, Mas tunggu."Mereka telah siap dan Yudi telah memesan taksi online. Jemputan datang, Yudi dan Rina meninggalkan kamar hotel.Mobil menunggu di parkiran, melangkah turun menghampiri mobil, sikap Rina semakin man
Pov : YudiUsai makan siang dengan Rina wanita yang ia kenal di sebuah Mall dan merupakan karyawati toko. Yudi merasa tertarik dan ingin berusaha membuat Rina mau datang ke kamar hotelnya. Upaya awalnya mengajak makan sudah, memperlihatkan uang yang banyak juga sudah. Kini, tinggal merayu Rina, keinginan Yudi terhadap Rina untuk dapat memiliknya."Rin, ini Mas Yudi, kamu pulang jam berapa?" Yudi mengirim pesan pada Rina, sesudahnya sampai di kamar hotel.Merasakan ponselnya bergetar di balik kantong celana belakangnya, Rina mengambilnya dan membuka handphonenya. Setelah melihat pesan itu dari Yudi, Rina tersenyum, segera membalasnya."Pulang sore Mas, kenapa?" Balas Rina."Mas, mau jemput, hee," balasnya lagi."Jemput? Mas mau ke sini? Tanya Rina."Iya De, yang tadi Mas bilang, mau kenalan sama orang tua kamukan, gimana?"pinta Yudi pada pesan."Secepat itu Mas? Jangan sekarang Mas," balas Rani menolaknya."Ya, Mas mau nunjukin kes
Pov : Yudi "Memang hanya Nisa, ya, yang mengerti, aku sangat menyesal sekali telah menyia-nyiakannya, demi nafsu melihat wanita lain. Wanita yang aku nikahi ternyata matre, egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri saja. Maunya uang banyak selalu ada, aku cape dan akhirnya aku bercerai lagi." Ungkap Yudi mantan Suami Nisa di kamar hotel menenangkan diri. "Tapi, apakah Nisa mau menerimaku kembali, ya, sedangkan ia mau menikah, aku harus cari cara agar bisa mendapatkannya lagi. Jangan sampai hartanya jatuh pada tangan Lelaki itu, tapi bagaimana? Pasti Nisa masih dengan berjuta kemarahan dan kebencian. Oh, iya! Anak-anak, aku harus bisa mendapatkan hati anak-anak lagi. Aha! Belikan mainan-mainan dulu deh, si Kaka akan aku belikan baju-baju yang ia sukai, oke! Berangkat." Yudi masih berbicara dalam hati, mencari cara untuk mendapatkan hati Nisa lagi melalui anak-anak. "Tapi, andai Nisa jadi menikah dengan Lelaki itu, aku akan terus mengganggu r