POV ARGA.
Hari ini rencananya aku mau cek in hotel di bali,semoga saja Arumi senang dengan keputusan liburan selama tiga hari sebelum nanti ia disibukkan dengan rutinitas pekerjaanya disini.
“Mas,”sapa natsya saat aku sibuk mengotak-atik ponselku mengirimi model cantik itu pesan.“Apa.”singkatku menyahut
‘Kamu bukannya libur beberapa hari, kita liburan yuk mas.’’rengeknya,sedikit aku buang nafas dan menoleh padanya.“Gak bisa, aku ada bisnis gitu ke luar kota, lain kali aja ya.”ujarku, dia tampak manyun dan aku tak peduli, segera aku berdiri dan turun kebawah untuk bisa menghubungi Arumi.“Berlibur dengannya? Jelas-jelas gak ada hasil, lebih bak aku bersenang-senang aku lelah jadi budak Broto.”gerutuku berbisik menuruni tangga, kucoba menghubungI Arumi di taman.Tuuuuut…Panggilan itu terdengar tersambung.
“Halo.’’“Hallo cantik.”sapaku, dari sana terdengar terkekeh
TBC
POV SHANUM. Aku harus bagaimana sekarang aku sudah terlanjur bersama Arga di hotel ini, entah kenapa aku rasa dia menjebakku, seharusnya aku tidak bodoh. Sebelumnya dia sudah katakan bahwa dia menyukaiku, dia pria berkeluarga, apalagi yang di incar pria beriistri? kalau bukan sensasi ranjang dengan wanita yang lain.. “Tidak, aku tidak boleh goyah, aku tidak mau punya nasib konyol jika harus buka segel untuk Arga.”gerutuku coba berdiri dari lamunanku menatap laut tenang dari tadi di balkon kamar hotel ini sudah malam namun pria itu belum juga kembali. Aku tidak bisa berdiam diri di kamar akhirnya ku putuskan untuk cari Arga di luar. “Sedang apa kamu disini?”tanyaku saat dia dudu beralaskan pasir memandangi pemandangan laut di malam hari itu. “Aku sedang meratapi kebodohanku, tadinya aku fikir kamu juga menyukaiku Arumi ternyata tidak, katakana kenapa kamu berbohong.”ucapnya atanpa menoleh padaku aku menghela nafas dan ikut me
POV SHANUM. Aku harus bagaimana sekarang aku sudah terlanjur bersama Arga di hotel ini, entah kenapa aku rasa dia menjebakku, seharusnya aku tidak bodoh. Sebelumnya dia sudah katakan bahwa dia menyukaiku, dia pria berkeluarga, apalagi yang di incar pria beriistri? kalau bukan sensasi ranjang dengan wanita yang lain.. “Tidak, aku tidak boleh goyah, aku tidak mau punya nasib konyol jika harus buka segel untuk Arga.”gerutuku coba berdiri dari lamunanku menatap laut tenang dari tadi di balkon kamar hotel ini sudah malam namun pria itu belum juga kembali. Aku tidak bisa berdiam diri di kamar akhirnya ku putuskan untuk cari Arga di luar. “Sedang apa kamu disini?”tanyaku saat dia dudu beralaskan pasir memandangi pemandangan laut di malam hari itu. “Aku sedang meratapi kebodohanku, tadinya aku fikir kamu juga menyukaiku Arumi ternyata tidak, katakana kenapa kamu berbohong.”ucapnya atanpa menoleh padaku aku menghela nafas dan ikut me
POV AZZURA. Entah sudah berapa lama aku pandangi foto om Aldo di sudut kamar ini, mataku terasa basah dan dadaku terasa tersayat, bertahun-tahun aku bahagia dalam kesendirian mencintainya hanya begitu caraku untuk membiarkannya tetap hidup di sanubariku, tapi hari ini aku di landa dilemma yang begitu besar. Sangat sulit bagiku untuk bisa menerima cinta Vano, akankah aku khianati cintanya om Aldo dan menerima keponakannya? Terasa sangat tidak etis, aku benar-benar di hantui rasa bersalah yang luar biasa. “Mama.”sapa putraku saat memasuki kamar reflek aku menoleh padanya dan menyunggingkan senyum. “Ya sayang?” “Mama, apa kita akan tinggal disini selamanya?”tanya bocah kecil itu, menggapai badannya dan berkata. ‘Kenapa sayang? Kamu tidak betah disini?’’ tanyaku, reflek dia menggeleng. “Disini tidak ada foto papa, Al. tidak bisa menyapa papa saat bangun tidur ataupun hendak pergi.”tuturnya, sontak aku ter
POV ARGA. ‘’Arumi, kita tinggal satu hari lagi di bali, apa kamu akan habiskan hari-hari kita dengan seperti ini?’’tanyaku pada Shanum. Sedikit wanita itu berdengkus dan beriyak menolehkan lehernya padaku, “Kita mau apa?”tanyanya datar, aku mendegup dan mendekat sembari menghela nafas berat. “Aku tidak tau bagaimana caranya meminta maaf, cuman sekarang aku akan buktikan bahwa aku akan lakukan apa saja membuat kamu bahagia dan mengerti kalau aku kan bertanggung jawab.”jelasku, sedikit ia hela nafas sesak dan memperbaiki duduknya. “Tanggung jawab? Untuk dua wanita begitu?”tanyanya, dengan datar, kembali aku menelan liur dan dengan kikuk meramas bahunya, ku coba tatap matanya lekat bahwa aku sangat ingin membuat dia mengerti bahwa aku sangat mencintainya.. “ Maaf..”hanya kata itu yang terlontarkan olehku, dia berdesih menepis tanganku. “Setelah sampai di Jakarta, nikahi aku. Atau lupakan saja aku selamanya. Aku tidak ingin mengenalmu lagi
POV SHANUM. Azzam harus bisa membayar semua penderitaan ini, aku menyalahkan dia atas apa yang menimpaku, apapun terjadi ini semua harus setimpal, dia tak boleh tenang-tenang saja. Segala hura hara dan penderitaanku tak luput dari keangkuhannya, siapa dia yang harus tenang saja menghancurkan hatiku berkali-kali. Drrrrrrrtt…. Bunyi ponselku berdering lamunanku buyar dan menoleh ke nakas dimana ponselku berada dengan lesu aku menjangkaunya. Aku lihat Arga yang menghubungiku. Sedikit aku berdesih dan menempelan ponse itu ke telinga. “Apa ada informasi pentiing?”tanyaku datar. “Ada, aku tak bisa datangkan bapak Aldo di pertemuannya tapi setidaknya aku bisa rekomendasikan kamu pada managernya Vano,”jelasnya aku diam dan berfikir sejenak. “Baik, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan kak Vano.”balasku. “Bersiaplah sore ini.”titahnya “Okey..”singkatku lirih. Sore yang di tunggu itu datang jua, Arga men
“Tante..’’ sapaku coba menegur wanita paruh baya itu yang sesegukan, dia tersintak dan coba berdiri. “Maaf Zura, tadi satpam bilang kalian akan datang. Dia mempersilahkan aku masuk. Setelah mendengar kabar dari Alice aku tak bisa membendung kesedihanku.’’ucapnya dengan tertunduk. Sedikit memanyunkan bibirku mengangguk. “Duduklah tante, aku punya alasan kenapa aku sembunyikan kepergian om Aldo dari semuanya “Apa yang terjadi kenapa bisa malapetaka itu terjadi?”tanya tante Rara, “Kurasa Alicia sudah cerita?”tanyaku, tante Rara mengangguk dan menghapus air matanya. “Ya tapi aku ingin tau lebih jelas.”ujarnya, aku mendegup, jujur menceritakan itu sama saja mengoyak hatiku, seakan luka lama itu kembali terbit. “Om Aldo sudah tenang tante, saya rasa kita hanya perlu mendoakannya saja.’’ujarku, tante Rara tertunduk dengan sesegukan. Aku tidak paham k
POV INA. "Mama,"sapa Zura menemuiku dikamar aku yang tengah sibuk membereskan mainan Nana dan Tata menoleh padanya. "Ya Zura, bukannya tadi kamu bareng Vano ya? sekarang mana dia?"tanyaku, dia sedikit tersenyum hambar dan menghenyak di sofa, bisa aku lihat ada raut wajah muram mewarnai mukanya, "Ada apa?"tanyaku, Sedikit anakku tertunduk dan menangis sesegukan, Mendadak aku cemas dan menghampirinya. "Sayang, ada apa? apa yang membuatmu begitu bersedih. "ujarku, tangisnya semakin histeris aku merangkul dan memeluk putriku itu erat, entah apa yang membuat dia begitu. "Mama, Hiks."dekapnya memelukku erat, aku mengelus tengkuk hingga rambutnya. "Aku anak yang buruk, Bertahun-tahun aku bagga dengan kesalahanku dan beranggapan rasaku yang paling benar, aku mencintai pria yang buruk, aku menyakiti keluargaku dengan menjauh dari mama dan kak Azzam, maafkan Zura mah. Zura menye
Flasback. POV Rara "Kamu harus kembali ke keluargamu Rara."masih terngiang di telinga ucapan Aldo saat malam terakhir kami di amrik, Aku jenuh dengan rumah tanggaku bersama Bagas, kesibukannya dan tuntutannya padaku bahwa aku harus bisa menjdi istri yang seperti kakakku membuat aku muak, Aldo selalu mengeluh akan kisah cintanya yang juga tak pernah baik, hubungan itu terjalin begitu saja hingga kami nyaman menjalani hubungan dengannya walau kami masih terikat akan kelurga masing. "Tapi anak ini? mungkin saja ini anakmu Al?"rengekku padanya,pria itu tampak menghela nafas dan duduk sembari mengusap wajahnya. "Dengar Rara, semua perasaan ini da ikatan ini hanya pelampiasan, lebih baik kita sudahi."ujarnya yang membuat aku tidak habis pikir dengan apa yang dia katakan. "Tapi Al, kenapa? kamu bisa bawa aku pergi jauh, ceraikan istri bulemu itu dan bawa aku pergi."pintaku dengan sedikit memelas. ia tertunduk
POV AZZAM“ Pihak Shanum sama sekali tidak mengubris.” Ucap Naira melempar ponselnya ke atas ranjang, sejenak aku abaikan itu dan mencari pakaianku di lemari. Naira terus saja mendumel.“Udah ya Nai, jangan terlalu di pikirkan, ngabisin tenaga tau lebih baik kita bahas yang lain.’’“Tapi Kak,kayaknya kakak itu jauh lebih santai menghadapi ini?’’ Ucapnya tak habis pikir, sedikit aku menoleh pada Naira dan mengenakan piyama tidur.“Ya ampun Nai, kamu juga ngapain terlalu di pikirin? Lagi pula ini bisa di selesaikan, tanpa harus kamu buang-buang tenaga, karna kan kenyataannya, bayi itu bukan tanggung jawabku.’’ Geramku tak habis pikir, Naira terdiam sejenak dan tertunduk dengan manyun, aku menghela nafas panjang dan membuangnya, melihat istriku terdiam begitu aku mendekat padanya dan duduk di sampingnya.“Aku ak
POV INA.“Papa…,” panggilku saat mencari mas Feri di kamar, karna sibuk dengan urusan rumah, aku jadi sedikit mengabaikannya, aku melihat berkas dan laptop mas Feri di atas kasur namun bunyi mobilnya terdengar melaju keluar pagar.“Loh mas Feri mau kemana?’’ bisikku membuka jendela aku menoleh ke barang-barangnya di kasur mendekat dan menghenyak di kasur,“Mungkin mas Feri keluar sebentar, kalau ke kantor gak mungkin dia tinggalkan barang-barangnya.” Bisikku, aku memeriksa tas dan dan dompetnya, sedikit aku menautkan alis melihat ada kartu nama dokter spesialis,“Mas Feri, konsul pada dokter spesialis penyakit dalam buat apa?’’ bisikku coba mengotak atik semua berkas dan tasnya, namun aku tidak temukan apa-apa selain kartu nama itu, aku mulai cemas dan coba menghubunginya.Tuuuuuuut…..Panggilan itu tersambung dan
POV AZZAM.Ting nong…Bunyi bel bergema, Aku yang tengah menunggu Naira di ruang keluarga itu sedikit beringsut dan menoleh kea rah pintu, bisa aku lihat Art bergegas membukakan pintu. Aku juga menyusul karna aku tau itu papa, mama dan yang lainnya.“Siang papa..” sambutku pada keluargaku, dengan girang dua adik gadisku mengejar, akupun bersimpuh mendekap keduannya, mungkin mereka sangat merindukannku karna sudah beberapa minggu tidak bertemu.“Bang Azzam, Tata sangat merindukan bang Azzam.’’ Ucap bibir mungil salah satu dari mereka. Aku tersenyum manis dan mengacak rambut keduanya.“Abang Azzam, juga sangat merindukan kalian.”“Papa mama, ayo semua masuk.” Ajak Naira yang telaah turun dari kamarnya, aku berdiri dan mengajak mama masuk.“Ayo pa..”
POV RARA.Dengan langkah gontai aku temui mas Bagas di kliniknya, semenjak pertikaian itu dia tidak pernnah menemuiku kerumah tidak mau bicara denganku atau bahkan mengusirku, langkahku terhenti saat mendengar chanel televise yang di tonton mas Bagas adalah berita terbaru tentang Shanum, tampak media mengkrumini apartemen anakku itu, aku mendegup dan berniat hendak kembali mas Bagas pasti tidak senang dengan berita ini.“Kamu lihat, anak yang besar karna asuhanmu.”ucapnya tanpa menoleh akupun menghentikan langkahku dan menoleh padanya.“Dia hanya bisa buat malu keluarga.”geramnya, aku menghela nafas dan bersiap hendak pergi lagi, mengajak bicara mas Bagas dalam kondisi seperti ini juga tampaknya sia-sia lebih baik aku pergi sekarang.“ Kamu mau kemana?” cegatnya, langkahku kembali terhenti dan enggan menoleh.“
POV INA.Aku sangat di buat sibuk dengan acara yang akan mendatang, tapi tak mengapa demi Azzura aku harus lakukan semua ini, pesta pernikahan yang terbaik yang sesuai dengan impiannya."Mama sayang, mama dari mana sih."sambut putriku itu mendekap dan mencium pipi, sedikit aku berdengus dan tersenyum hangat."Mama habis dari gedung, dan kamu tau semua gedung itu bagus-bagus, mama jadi bingung mau sewa yang mana." ucapku, Zura sedikit manyun dan menghenyak di sofa."Kok mama gak ngajak?" aku menggeleng dan ikut juga menghenyak."Memang harus ya bawa kamu?""Ya iyalah, oh iya, mama tadi kekantor papa, papa mana?" tanyaku, aku sedikit melapas blezer dan meletakkan tas. 'papa lagi sibuk jadi mama pulang duluan oh iya, aanak-anak mana. Mama capek mau langsung istiraahat.""Ya udah mama istirahat aja, ma kalau baju pengantinyaya boleh gak Zura aja yang pilih bareng Vano?"tanya anakku, aku te
POV AZZAMPagi hari ini, kami tegah bersantai di ruang keluarga, selain menghibur mbak natsya yang tengah bersedih karna pengkhianatan Arga, Naira juga sedikit kurang enak badan, dan aku tak bisa kekantor melihat kondisinya."Selamat siang tuan nyonya." ucap Art, kemi semua menoleh."Ya ijah?""Itu nyonya, aden Arga pulang, dan dia-"ucapan Inem berhenti karna mbak Natsya berdiri, Naira yang tiduran di pahaku dari tadi juga beringsut untuk duduk"Apa mas Arga, membawa wanita itu?"bisiknya aku juga penasaran dan menoleh ke pintu, papa dan mama mertua juga tampak menyimak, hingga tak butuh waktu lama mereka bertiga masuk, dan tentunya bersama Shanum. Aku mendegup. Naira menggertakkan rahangnya dan berdiri, namun aku cegat dengan mencengkram lengannya."Sayang, jangan. Kita cukup nyimak saja."bisikku."Berani sekali dia, d
POV NAIRA.Kak Azzam tega sekali padaku, dia menyalahkan sikapku dan memperdulikan Shanum. Apa aku salah kalau aku menamparnya,“Ah sudahlah, aku bisa setres. Lebih baik sekarang aku temui mbak Natsya dulu di kamar.”bisikku sembari berjalan kekamar mbak natsya walau kesal dengan tingak dua pria dirumah ini yakni kak Azzam dan mas Arga, aku harus kasih perhatian pada mbakku, bagaimanapun sekarang dia sangat terpuruk sekali“Mbak….,’’ panggilku saat sudah sampai di pintu kamarnya, sedikit aku terheran karna kamarnya sunyi, aku mengerinyitkan dahi dan coba berfikir.“Apa mbak Nats, menemui mas Arga sekarang?”bisikku, aku membalik bergegas menuruni anak tangga dan berpapasan dengan papa dan mama di bawah.“Nai, kamu bukannya baru pulang ya kok pergi lagi?” tanya mama, aku sedikit menghela nafas dan berkata.
POV RARA.Sudah lelah aku mencari Shanum kemanapun, semalam dia pergi dari rumah karna marah padaku dan sekarang ini sudah hendak malam lagi,, nomornya belum lagi aktif aku sangat bingung sekali. Mana sekarang papinya sudah tidak peduli lagi padanya aku harus cari anakku kemana bahkan aku gak tau sekarang dia diimana, terkahir yang aku tau dia dekat dengan seorang pengusaha iparnya nya Azzam, mungkin aku bisa menghubungi Azzam?“Semoga saja aku masih punya kontaknya.”bisikku mengotak atik ponsel, namun aku kesal karna aku tidak punya kontak Azzam selain mas Feri.“Apa aku hubungi mas Feri? Tapikan nanti aku tanya apa? Mungkin aku bisa tanyakan nomor Azzam? Tapi apa nanti aku tidak dianggap sok akrab? Ah sialan sekali..”gerutuku sendiri akhirnya dengan ragu aku menghubungi juga nomor iitu.Tuuuuuuut.Aku gemetar saat panggilan itu tersambung
POV INA.Bahagia tak terhingga saat mas Feri rangkul dan peluk aku, menyaksikan kebahagian putrinya setelah sekian lama ia tampak merelakan Zura dengan orang yang tepat.“Akhirnya Zura menemukan seseorang yang sangat mencintainya,”lirihnya, bisa aku lihat ada yang terbendung di sudut matanya, aku terharu bersandar di bahu bidang suamiku itu.“Semoga selamanya kita akan tetap dapatkan kebahagiaan, jangan ada kesedihan lagi pah.”lirihku, mas Feri mengusap kepalaku dan mengecup keningku.“Hidup akan terus berjalan mama, suka duka itu pasti ada, hanya saja bagaimana kita menghadapinya.’’tuturnya aku tersenyum simpul dan berkata.“Dan aku ingin menjalani suka duka itu bersama Papa selamanya.’’ujarku mas Feri terkekeh kembali mendekapku erat.“Jangan manja, kamu ini tidak muda lagi. coba biasakan tanpa diriku.&rsq