POV ARGA.
‘’Arumi, kita tinggal satu hari lagi di bali, apa kamu akan habiskan hari-hari kita dengan seperti ini?’’tanyaku pada Shanum. Sedikit wanita itu berdengkus dan beriyak menolehkan lehernya padaku,
“Kita mau apa?”tanyanya datar, aku mendegup dan mendekat sembari menghela nafas berat.
“Aku tidak tau bagaimana caranya meminta maaf, cuman sekarang aku akan buktikan bahwa aku akan lakukan apa saja membuat kamu bahagia dan mengerti kalau aku kan bertanggung jawab.”jelasku, sedikit ia hela nafas sesak dan memperbaiki duduknya.
“Tanggung jawab? Untuk dua wanita begitu?”tanyanya, dengan datar, kembali aku menelan liur dan dengan kikuk meramas bahunya, ku coba tatap matanya lekat bahwa aku sangat ingin membuat dia mengerti bahwa aku sangat mencintainya..
“ Maaf..”hanya kata itu yang terlontarkan olehku, dia berdesih menepis tanganku.
“Setelah sampai di Jakarta, nikahi aku. Atau lupakan saja aku selamanya. Aku tidak ingin mengenalmu lagi
TBC
POV SHANUM. Azzam harus bisa membayar semua penderitaan ini, aku menyalahkan dia atas apa yang menimpaku, apapun terjadi ini semua harus setimpal, dia tak boleh tenang-tenang saja. Segala hura hara dan penderitaanku tak luput dari keangkuhannya, siapa dia yang harus tenang saja menghancurkan hatiku berkali-kali. Drrrrrrrtt…. Bunyi ponselku berdering lamunanku buyar dan menoleh ke nakas dimana ponselku berada dengan lesu aku menjangkaunya. Aku lihat Arga yang menghubungiku. Sedikit aku berdesih dan menempelan ponse itu ke telinga. “Apa ada informasi pentiing?”tanyaku datar. “Ada, aku tak bisa datangkan bapak Aldo di pertemuannya tapi setidaknya aku bisa rekomendasikan kamu pada managernya Vano,”jelasnya aku diam dan berfikir sejenak. “Baik, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan kak Vano.”balasku. “Bersiaplah sore ini.”titahnya “Okey..”singkatku lirih. Sore yang di tunggu itu datang jua, Arga men
“Tante..’’ sapaku coba menegur wanita paruh baya itu yang sesegukan, dia tersintak dan coba berdiri. “Maaf Zura, tadi satpam bilang kalian akan datang. Dia mempersilahkan aku masuk. Setelah mendengar kabar dari Alice aku tak bisa membendung kesedihanku.’’ucapnya dengan tertunduk. Sedikit memanyunkan bibirku mengangguk. “Duduklah tante, aku punya alasan kenapa aku sembunyikan kepergian om Aldo dari semuanya “Apa yang terjadi kenapa bisa malapetaka itu terjadi?”tanya tante Rara, “Kurasa Alicia sudah cerita?”tanyaku, tante Rara mengangguk dan menghapus air matanya. “Ya tapi aku ingin tau lebih jelas.”ujarnya, aku mendegup, jujur menceritakan itu sama saja mengoyak hatiku, seakan luka lama itu kembali terbit. “Om Aldo sudah tenang tante, saya rasa kita hanya perlu mendoakannya saja.’’ujarku, tante Rara tertunduk dengan sesegukan. Aku tidak paham k
POV INA. "Mama,"sapa Zura menemuiku dikamar aku yang tengah sibuk membereskan mainan Nana dan Tata menoleh padanya. "Ya Zura, bukannya tadi kamu bareng Vano ya? sekarang mana dia?"tanyaku, dia sedikit tersenyum hambar dan menghenyak di sofa, bisa aku lihat ada raut wajah muram mewarnai mukanya, "Ada apa?"tanyaku, Sedikit anakku tertunduk dan menangis sesegukan, Mendadak aku cemas dan menghampirinya. "Sayang, ada apa? apa yang membuatmu begitu bersedih. "ujarku, tangisnya semakin histeris aku merangkul dan memeluk putriku itu erat, entah apa yang membuat dia begitu. "Mama, Hiks."dekapnya memelukku erat, aku mengelus tengkuk hingga rambutnya. "Aku anak yang buruk, Bertahun-tahun aku bagga dengan kesalahanku dan beranggapan rasaku yang paling benar, aku mencintai pria yang buruk, aku menyakiti keluargaku dengan menjauh dari mama dan kak Azzam, maafkan Zura mah. Zura menye
Flasback. POV Rara "Kamu harus kembali ke keluargamu Rara."masih terngiang di telinga ucapan Aldo saat malam terakhir kami di amrik, Aku jenuh dengan rumah tanggaku bersama Bagas, kesibukannya dan tuntutannya padaku bahwa aku harus bisa menjdi istri yang seperti kakakku membuat aku muak, Aldo selalu mengeluh akan kisah cintanya yang juga tak pernah baik, hubungan itu terjalin begitu saja hingga kami nyaman menjalani hubungan dengannya walau kami masih terikat akan kelurga masing. "Tapi anak ini? mungkin saja ini anakmu Al?"rengekku padanya,pria itu tampak menghela nafas dan duduk sembari mengusap wajahnya. "Dengar Rara, semua perasaan ini da ikatan ini hanya pelampiasan, lebih baik kita sudahi."ujarnya yang membuat aku tidak habis pikir dengan apa yang dia katakan. "Tapi Al, kenapa? kamu bisa bawa aku pergi jauh, ceraikan istri bulemu itu dan bawa aku pergi."pintaku dengan sedikit memelas. ia tertunduk
POV INA.Bahagia tak terhingga saat mas Feri rangkul dan peluk aku, menyaksikan kebahagian putrinya setelah sekian lama ia tampak merelakan Zura dengan orang yang tepat.“Akhirnya Zura menemukan seseorang yang sangat mencintainya,”lirihnya, bisa aku lihat ada yang terbendung di sudut matanya, aku terharu bersandar di bahu bidang suamiku itu.“Semoga selamanya kita akan tetap dapatkan kebahagiaan, jangan ada kesedihan lagi pah.”lirihku, mas Feri mengusap kepalaku dan mengecup keningku.“Hidup akan terus berjalan mama, suka duka itu pasti ada, hanya saja bagaimana kita menghadapinya.’’tuturnya aku tersenyum simpul dan berkata.“Dan aku ingin menjalani suka duka itu bersama Papa selamanya.’’ujarku mas Feri terkekeh kembali mendekapku erat.“Jangan manja, kamu ini tidak muda lagi. coba biasakan tanpa diriku.&rsq
POV RARA.Sudah lelah aku mencari Shanum kemanapun, semalam dia pergi dari rumah karna marah padaku dan sekarang ini sudah hendak malam lagi,, nomornya belum lagi aktif aku sangat bingung sekali. Mana sekarang papinya sudah tidak peduli lagi padanya aku harus cari anakku kemana bahkan aku gak tau sekarang dia diimana, terkahir yang aku tau dia dekat dengan seorang pengusaha iparnya nya Azzam, mungkin aku bisa menghubungi Azzam?“Semoga saja aku masih punya kontaknya.”bisikku mengotak atik ponsel, namun aku kesal karna aku tidak punya kontak Azzam selain mas Feri.“Apa aku hubungi mas Feri? Tapikan nanti aku tanya apa? Mungkin aku bisa tanyakan nomor Azzam? Tapi apa nanti aku tidak dianggap sok akrab? Ah sialan sekali..”gerutuku sendiri akhirnya dengan ragu aku menghubungi juga nomor iitu.Tuuuuuuut.Aku gemetar saat panggilan itu tersambung
POV NAIRA.Kak Azzam tega sekali padaku, dia menyalahkan sikapku dan memperdulikan Shanum. Apa aku salah kalau aku menamparnya,“Ah sudahlah, aku bisa setres. Lebih baik sekarang aku temui mbak Natsya dulu di kamar.”bisikku sembari berjalan kekamar mbak natsya walau kesal dengan tingak dua pria dirumah ini yakni kak Azzam dan mas Arga, aku harus kasih perhatian pada mbakku, bagaimanapun sekarang dia sangat terpuruk sekali“Mbak….,’’ panggilku saat sudah sampai di pintu kamarnya, sedikit aku terheran karna kamarnya sunyi, aku mengerinyitkan dahi dan coba berfikir.“Apa mbak Nats, menemui mas Arga sekarang?”bisikku, aku membalik bergegas menuruni anak tangga dan berpapasan dengan papa dan mama di bawah.“Nai, kamu bukannya baru pulang ya kok pergi lagi?” tanya mama, aku sedikit menghela nafas dan berkata.
POV AZZAMPagi hari ini, kami tegah bersantai di ruang keluarga, selain menghibur mbak natsya yang tengah bersedih karna pengkhianatan Arga, Naira juga sedikit kurang enak badan, dan aku tak bisa kekantor melihat kondisinya."Selamat siang tuan nyonya." ucap Art, kemi semua menoleh."Ya ijah?""Itu nyonya, aden Arga pulang, dan dia-"ucapan Inem berhenti karna mbak Natsya berdiri, Naira yang tiduran di pahaku dari tadi juga beringsut untuk duduk"Apa mas Arga, membawa wanita itu?"bisiknya aku juga penasaran dan menoleh ke pintu, papa dan mama mertua juga tampak menyimak, hingga tak butuh waktu lama mereka bertiga masuk, dan tentunya bersama Shanum. Aku mendegup. Naira menggertakkan rahangnya dan berdiri, namun aku cegat dengan mencengkram lengannya."Sayang, jangan. Kita cukup nyimak saja."bisikku."Berani sekali dia, d