Pagi ini Zuhra baru saja selesai bersibuk-sibuk ria di dapur menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Dirgam. Kemarin sore Mbok Darmi izin pulang ke Semarang karena anaknya wisuda.
Zuhra merasa terharu dengan perjuangan Mbok Darmi dan anaknya. Meski bukan anak kandung, tetapi Mbok Darmi begitu menyayangi putrinya yang hari ini resmi mendapat gelar kebidanan. Tidak sia-sia selama ini perjuangannya membanting tulang demi menyekolahkan buah hatinya.
Zuhra berharap dirinya bisa menjadi ibu yang baik seperti Mbok Darmi untuk anak-anaknya kelak.
“Melamun?”
Suara berat Dirgam terasa begitu dekat di telinga Zuhra.
Wanita itu tersenyum kikuk, pasalnya saat ini Dirgam begitu menempel dengannya yang sedang menata makanan di atas meja.
“Enggak, Mas. Zuhra cuma kepikiran sama Mbok Darmi,” ucapnya gugup.
“Kenapa sama Mbok?” tanya Dirgam sambil menarik kursi hendak sarapan.
Zuhra mengusap lembut perutnya
“Kamu ... ngapain di sini?”“Kita harus bicara, Ra,” ucap laki-laki itu tegas.Zuhra tersenyum miris, rasanya ingin menangis mendapati orang itu kembali. Lelaki itu berdiri tegak di hadapannya dengan tubuh sehat wal’afiat tidak kekurangan sesuatu apa pun. Cukup menandakan bahwa pria di hadapannya ini hidup dengan tenang tanpa rasa bersalah setelah meninggalkannya dengan keji tiga bulan yang lalu.“Aku ngerasa nggak perlu.” Zuhra berniat menutup pintu, tapi dengan sigap ditahan oleh laki-laki itu.“Perlu! Kamu harus dengerin aku, pria itu berengsek, Ra. Kamu harus ceraikan dia,” ucapnya penuh emosi.Zuhra menghentikan gerak tangannya yang menahan pintu. “Maksud kamu?” ujarnya tak suka, Reno tak punya hak menjelekkan Dirgam di hadapannya.Siapa yang dimaksudnya berengsek di sini?“Kamu tahu maksud aku, Ra,” ucap Reno Pramudya, pria yang sangat disayanginya, du
Ibu kota Jakarta memang terkenal akan padatnya jalanan dengan berbagai kendaraan. Itulah yang saat ini sedang dipandangi oleh Zuhra. Sesekali ia melirik ke arah Dirgam yang sedang fokus mengemudi.Entah perasaannya saja atau tidak, tapi Zuhra merasa Dirgam lebih banyak diam semenjak mereka selesai makan tadi.Teringat soal tadi, Zuhra juga sempat kaget melihat laki-laki itu berdiri di sana. Memandang lekat ke arah ia dan Dirgam, tak lama setelah pandangan mereka bertemu, pemuda itu berlalu.“Mas ....”“Hm,” sahut Dirgam datar.Kepengen sate ...." Zuhra berkata sambil sesekali mengusap perutnya. Sekilas ia dapat melihat Dirgam menarik napas panjang, apa pria itu kesal dengan permintaannya? Zuhra jadi merasa gelisah sendiri."Ngh ... besok juga nggak apa-apa, Mas, Zuhra juga masih kenyang." Wanita itu meringis sendiri dengan kelabilannya. “Di depan ada tukang sate.” Dirgam bersiap menepikan mobilnya, tempat ini memang agak ramai. Banyak muda-mudi yang sedang menikmati kuliner malam di
Zuhra melirik sebal Dirgam yang sudah duduk tegak dengan santainya, seolah baru saja tidak terjadi hal apa pun. Yah, meskipun memang tak terjadi hal apa-apa. Tapi kan ....“Kenapa wajahmu cemberut begitu?” tanya pria itu heran.Zuhra menoleh, menatap garang wajah Dirgam. “Nggak apa-apa,” ucapnya ketus.“Hmm.”Ish ....“Lain kali kalau ada kotoran itu langsung bilang, nggak perlu kayak tadi,” ucap Zuhra bersungut-sungut.Alis Dirgam bertaut. “Kenapa?” tanyanya bingung.“Ya, nggak boleh aja,” gerutu Zuhra, “kayak mau ngapain aja.”Dirgam menggeser duduknya lebih rapat. “Memangnya kamu pikir saya mau ngapain?”Zuhra seketika memundurkan badan menjauh, tapi tertahan lengan yang tiba-tiba melingkar di perutnya. “Mau ngapain, hm?”Zuhra menggeleng. Enggan menutup mata, tak mau Dirgam berasumsi bahwa dirinya sedang berpikiran yang tidak-tidak, walaupun sebenarnya iya. Ugh ... jantungnya berdetak kencang menyadari kedekatan mereka sekarang ini.“Dahi kamu kok lebar, sih?”Zuhra mendelik tajam.
Zuhra duduk sendirian di kursi taman. Pikirannya yang berserabut butuh udara segar supaya kembali fokus dan tenang.Dua minggu berlalu sejak kejadian itu, Dirgam jadi lebih pendiam. Bahkan kini pria itu jarang berada di rumah. Pulang kantor selalu larut malam dan sudah pergi lagi pagi-pagi sekali. Padahal seharusnya Dirgam yang membujuk dan menjelaskan pada Zuhra, tapi kenapa malah pria itu yang terkesan marah dan merajuk. Bahkan, pria itu menugaskan beberapa orang asisten rumah tangga tanpa sepengetahuannya.“Kamu nggak pernah berubah, selalu menepi ke taman setiap ada masalah.”Ada rasa terkejut yang menelusup. Namun Zuhra enggan menoleh, apalagi menanggapi ocehan orang yang Zuhra tahu tempatnya di masa lalu.“Kamu di sini. Aku artikan bahwa bukti itu sudah bisa kamu pahami,” ucap Reno santai.“Itu bukan bukti,” sahut Zuhra ketus.Reno tertawa seolah mengolok. “Lalu yang seperti apa yang bisa kamu sebut bukti, Rara?” pancingnya dengan panggilan manis mereka dulu.“Jangan panggil aku
Zuhra menarik Dirgam duduk, meski terlihat ogah-ogahan, tapi pria itu tidak menolak. Setelahnya Zuhra berlalu menuju dapur dan kembali dengan segelas air putih dan kotak P3K.“Diminum, biar nggak emosi.”Dirgam menerima gelas dari Zuhra dan langsung menghabiskan isinya hingga tandas. Memang sedari tadi dia merasa panas dan gerah sehingga memutuskan untuk mandi. Apalagi setelah melihat sesuatu yang membuat otaknya semakin memanas.Zuhra kembali mendekat dengan handuk ditangan kanannya. Dirgam yang duduk di pinggir kasur memudahkan gerakan Zuhra yang hendak mengeringkan rambut pria itu.Dirgam diam saja saat rambutnya diusap berulang-ulang hingga acak-acakan dengan handuk oleh istrinya. Kegiatan Zuhra yang memperlakukan dirinya seperti anak kecil ini membuatnya merasakan desiran halus di hati. Ada perasaan senang karena diperhatikan, mugkin karena dulu dia tidak pernah merasakan ini.“kasurnya basah,” omel Zuhra.Dirgam menahan Zuhra yang hendak menjauh.“Cuma ngembaliin handuk,” jelasny
Zuhra meletakkan kembali segelas cokelat panas di atas meja. Hatinya bimbang ingin memberikannya pada Dirgam atau tidak. Di luar sana sedang turun hujan, jadi sangat wajar jika cuaca saat ini begitu dingin. Namun bukan itu masalahnya, sikap dan perilaku Dirgam-lah yang membuat Zuhra ragu-ragu.Sepulangnya orang tua Dirgam beberapa jam yang lalu, gerak-gerik pria itu mulai berbeda. Tepatnya setelah Dirgam dan papanya berbicara empat mata dengan serius. Zuhra tahu itu karena sempat mencuri pandang saat Mama Vera mengajak melihat-lihat peralatan bayi yang dibawanya.Sejak itu Dirgam jadi lebih banyak diam, terkadang juga melamun sendirian. Dengan memantapkan hati dan langkah, Zuhra berjalan menaiki tangga dan berbelok ke lorong kanan tempat di mana Dirgam menghabiskan waktu setelah ditinggal pulang kedua orang tuanya.“Mau apa?”Zuhra terperanjat, pasalnya dia tak ingat sudah berapa lama dirinya berpikir antara mengetuk pintu atau tidak hingga tak sadar bahwa sang empu ruangan sudah berdi
Dari pandangan pria itu Zuhra tahu Dirgam sedang mengamatinya mulai dari ujung rambut hingga kaki. Langkah lambat pria itu dalam menipiskan jarak antara mereka membuat Zuhra gemas. Napas Dirgam terlihat memburu, jemarinya perlahan terangkat merapikan anak rambut Zuhra yang berantakan. Cara Dirgam menatapnya membuat Zuhra tersenyum geli, seperti bocah kecil yang takjub akan sesuatu.Dengan gerakan lembut Dirgam menangkup pipi Zuhra menggunakan kedua tangan. Jujur saja saat ini jantung Zuhra di dalam sana sudah berdetak liar tak karuan, apalagi di saat bibir seksi suaminya itu mulai mendarat halus di keningnya, lalu turun bergantian di kelopak matanya. Dan terakhir mendarat sempurna di bibir.Oh my gosh ....Yeah, Zuhra harus merasa puas karena hanya bisa merasakan kecupan singkat itu sebab detik selanjutnya Dirgam kembali menjauhkan wajahnya.“Wow ....” bisiknya takjub. Pria itu menatap tak percaya wajah istrinya.Zuhra semakin merasa geli karena tingkah lucu Dirgam. Apa sih yang ada
Cukup lama Zuhra tercenung, ucapan Dirgam mengandung banyak arti yang sulit diterjemahkan untuk ukuran gadis bodoh seperti dirinya.Dengan langkah tergesa ia menyusul Dirgam, kali ini tanpa berlari karena ia sangat-sangat sadar itu tidak baik bagi kesehatan kandungannya.Namun, Zuhra harus merasa kecewa karena Dirgam tak lagi ada di kantornya. Pria itu hanya meninggalkan pesan pada supir untuk mengantarkan Zuhra pulang ke rumah.Bukannya menurut, wanita itu malah bertanya pada siapa pun yang ditemuinya, bahkan petugas kebersihan sekalipun., dan tentu saja mereka semua menggelengkan kepala, bos mereka tak seramah itu hingga bisa membagi hal khusus pada mereka. Bahkan Winda yang notabenenya adalah sekretaris Dirgam tak tahu menahu ke mana bosnya itu pergi karena jadwal Dirgam saat ini memang sedang kosong.Zuhra jengkel, Dirgam ini lama-lama seperti perempuan, selalu lari dari masalah. Pengecut!Dia belum tahu saja apa yang bisa dilakukan oleh wanita hami
"Ra, udahan dong," rengek Dirgam.Zuhra melotot garang. "Nggak ada! Itu hukuman Mas karena suka ganjen!" ucapnya ketus."Aduuh, Ra. Dia itu sekretaris Papa. Masa sekretaris Papa juga Mas yang pilihin?"
Dirgam merangkul bahu Zuhra dengan sayang. Dia tak membiarkan sedikit pun wanita itu jauh dari jangkauan, membuat semua keluarga yang berkumpul menggelengkan kepala melihat sikap protectivenya.H
Dirgam duduk termenung di taman rumah sakit tempat ibunya dirawat. Sudah satu jam berlalu, dan dia masih enggan untuk beranjak. Ia merenung atas apa yang sudah dialaminya selama ini. Fakta yang baru saja diketahui, dia tak ingin percaya. Tapi, logikanya selalu membenarkan. Jika begitu, bukankah Dirgam sudah berbuat kejam terhadap ayahnya selama ini? Ah, tentu tidak. Ini juga termasuk salah ayahnya yang tak membawanya serta pergi. Kenapa meninggalkan anak pada istri yang tukang selingkuh?Ia menghela napas, terus saja mencari alasan kebenaran atas sikapnya selama ini. Dia juga korban di sini. Lamunan pria itu terhenti karena tarikan kasar seseorang. "Berengsek! Di sini lo ternyata! Bajingan yang udah hamilin adik gue!!" Randy berteria
“Ra ....”Dirgam lantas menoleh karena sapaan lembut Reno pada Zuhra yang berdiri tak jauh dari mereka, dengan perut membuncit serta mata berkaca-kaca.“Maaf ... tapi yang harus selalu kamu tahu, aku tulus sayang sama kamu, Ra,” bisik Reno.
Zuhra menatap sendu pada Dirgam yang memeluk lembut wanita paruh baya yang sedang terbaring di ranjang. Sangat tampak begitu besar kesedihan yang coba pria itu sembunyikan di setiap harinya. Kali ini Zuhra bisa melihat sendiri, betapa rapuhnya seorang Dirgam Arhab.
Katanya cuma teman, tapi di balik layar sayang-sayangan. Kalau ketahuan, alasannya kehilafan.- Perfect Husband“Sewaktu Mas dijemput Papa dan Mama, Kely juga mendapat keluarga baru
Zuhra masih menekuk wajah saat Dirgam merebahkan tubuhnya dengan lembut di atas ranjang.Karena memang tak ada penyakit yang serius,
Kadang semesta memang suka bercanda, sampai kita tak sanggup lagi meski hanya untuk tertawa. Menggelikan.Zuhra mendengus tak percaya. Dia merasa marah, kesal, benci, tapi juga ... lega. Apa-apaan ini?
Kenyataanya ketika cinta sudah meracuni hati dan pikiran, maka kepintaran seseorang akan menguap entah ke mana. Cinta pakai logika? Bullshit.Itulah yang dirasakan Zuhra Kalinka saat ini. Mencintai dalam kerapuhan hati. Pedihnya jiwa yang teriris akibat kelakuan sialan Dirgam nyatan