Seusai perkataannya, hari ini aku memang sudah diperbolehkan untuk pulang karena tubuhku juga sudah lebih bertenaga. Namun, waktu pulang masih menunggu beberapa jam lagi karena sekarang jam baru menunjukkan pukul sembilan pagi. Katanya aku harus periksa lagi, tapi sekarang dokternya belum datang."Tolong selesaikan administrasinya lebih dulu," ucap seorang petugas.Aku juga mendengarnya dan aku yakin Mas Al, Mbak Nia, dan mama mertua juga mendengarnya. Jadi, aku berpura-pura tidak mendengar dan kembali sibuk dengan aktivitas sendiri, yaitu mengirimkan pesan singkat kepada Mas Langit mengajaknya bertemu sore ini.Anehnya, Mas Al ataupun keluarganya tidak menjawab pertanyaan itu sampai aku sendiri dibuat kesal. Masa, iya, di antara mereka tidak ada yang berniat untuk membayar biaya perawatanku selama di sini?"Mas, kamu selesaikan administrasinya," pintaku pada pria yang duduk di samping ranjang pasien."Kamu saja, Lun, nanti uangnya Mas ganti," jawabnya membuatku sungguh tidak percaya
"Baik, Pa, terima kasih banyak. Cuman anehnya mereka hanya diam sama ketika pihak rumah sakit meminta agar kami segera melunasi tagihannya," ucapku dengan napas tidak teratur karena memindahkan ponsel ke sana ke mari, agar tidak berhasil direbut Mas Al."Apa lagi yang perlu kamu bicarakan, Mas? Semuanya sudah kelas." Aku berteriak kesal. Dia sudah keterlaluan.Aku diam bukan karena tidak berani bertindak atau berat oleh cinta, tapi karena tubuhku masih lemah. Fisik tubuhku sedari awal memang berbeda dari yang lain, ditambah sudah tidak sadarkan diri dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini membuat tubuhku semakin susah bergerak cepat."Aku tidak menerima uang yang Papa kamu ucapkan," ungkapnya tidak tahu diri, lalu keluar begitu saja tanpa memikirkan aku yang masih terbaring lemah."Apa maksud kamu, Kaluna?" Mbak Nia mengayunkan tangannya untuk memberikan aku tamparan, tapi tanganku lebih dulu menahannya, dan mendorongnya.Kalau berhadapan satu lawan satu, aku masih bisa memang, ta
PoV Alvaro"Kaluna! Kamu di mana?"Aku berteriak sambil membuat satu persatu ruangan yang ada di depan mata, begitupun dengan mama dan Mbak Nia. Sungguh aku dibuat kewalahan dengan sikapnya yang aneh akhir-akhir ini.Ketika dia kecelakaan, aku dan keluarga besarku memang sedang berada di rumah Bella. Waktu itu dia sedang mengidam dan meminta kami semua untuk datang, bahkan menginap di rumahnya.Kata mama dan juga keluarganya, permintaan orang yang sedang ngidam harus dituruti. Jadi, dengan berat hati aku tidak pulang selama satu minggu. Hatiku juga ikut hancur ketika mendengar dia kecelakaan, tapi apa daya, tidak ada yang bisa kulakukan.Sejak menikah dengan Bella, pikiranku jadi bercabang. Tidak hanya memikirkan Kaluna, tapi juga Bella dan anaknya. Ditambah sekarang pekerjaanku juga sedang tidak stabil, ditambah tabungan yang ada sudah terpakai ketika menikahi Bella.Aku bahkan masih tidak tahu ke mana harus pergi agar mendapatkan uang untuk biaya persalinan Bella. Ditambah Kaluna ju
PoV KalunaMas Al berjalan gugup ke arahku, mama, dan papa. Lihat saja, meksipun hubungan kami memang tidak begitu baik, tapi kami tetaplah anak dan orang tua. Tidak ada orang tua yang tidak menyayangi putrinya.Lagi pula aku masih punya Mas Arsan yang bisa memberikan bukti untuk kedua orang tuaku. Jadi, kali ini mereka akan kalah telak. Untuk sementara, aku tidak mau langsung bercerai, karena setelah berpisah aku tidak akan tahu bagaimana kehidupan mereka yang susah. Namun, aku juga tidak akan tinggal diam dengan apa yang sudah mereka lakukan."I-iya, Pak. Ada apa?" tanya Mas Al terbata."Apa yang kalian lakukan terhadap anak saya?" tanya papa dengan mata yang menatap mereka tajam. Seorang pria awet muda ditambah lesung pipi, papa memang sangat tampan, tapi marahnya juga tidak kalah menyeramkan."Maaf, saya izin undur diri, tapi jangan lupa untuk melunasi administrasinya," ucap dokter muda yang sudah membantuku bersembunyi di sini.Dia bahkan berbalik tanpa melihat ke arahku dulu, sa
"Dia adalah istri baru Mas Al, apa Mama sudah mengenalnya?" Aku bertanya dengan diliputi rasa kecewa.Teganya mereka mengkhianati aku seperti ini. Ditambah orang tuaku malah terlihat mendukung hubungan mereka dan bicara diam-diam di belakangku.Bukankah harusnya pihak istri keberatan dan marah ketika tahu anaknya di duakan? Kenapa malah sebaliknya?"Istri baru?" Mama menatapku tidak percaya."Tentu saja. Dia adalah wanita yang aku maksud tadi dan sekarang dia sedang mengandung anak Mas Al. Karena sebentar lagi dia akan melahirkan, maka aku juga akan ditelantarkan," jelasku pelan tapi penuh penekanan.Wajah Bella malah terlihat bahagia. Dia seolah tidak malu kalau dirinya merebut suami dan kebahagiaan wanita lain."Kamu pasti bohong, bukan?" Kedua tangan mama memegang pundakku kuat. "Katakan yang sebenarnya," pintanya membuatku semakin kecewa."Saya mengenal Mas Al lebih dulu daripada Kaluna, jadi wajar kalau saya Istrinya," ucap Bella bangga.Dia sungguh orang tidak tahu malu setelah
"Apa yang sedang kau rencanakan?" Tidak hanya orang tuaku ataupun Mas Al, tapi mama mertua, dan Mbak Nia juga langsung keluar ketika melihat Mas Langit."Menyusun rencana. Memangnya apalagi?" Aku mengendikkan bahu dengan santai, lalu memberikan perjanjian yang dibawa Mas Langit ke hadapan mereka. "Silakan dibaca."Aku tertawa kecil melihat ekspresi mereka yang terlihat tidak sudi mengikuti kata-kataku, tapi sayangnya mereka sudah menyentuh batas kesabaranku, dan inilah awal aku bertindak. Kali ini mereka memang tidak akan pernah bisa lolos."Kenapa? Baca ini, lalu tanda tangani." Aku berbicara setengah membentak, sampai mereka menatapku. "Apa ada yang salah?""Tolong pikirkan baik-baik. Ini hanya perjanjian kekeluargaan, tidak membutuhkan hitam si atas putus seperti ini." Mas Al mulai bicara dana semua orang ikut mengangguk. Kembali aku tertawa, lalu menatap mereka satu persatu. "Terserah apapun yang menjadi keputusan kalian, yang jelas aku tidak akan mau diajak kerja sama kalau k
Alvaro"Aku mencintaimu, Luna."Berulangkali aku mengucapkan kata itu, tapi tetap saja dia meminta berpisah dariku. Setiap melihatku, dia hanya mengatakan kalau dia akan memilih bercerai apapun yang terjadi.Aku juga tidak punya pilihan. Meksipun Bella adalah seseorang dari masa lalu, tetap saja aku tidak punya perasaan terhadapnya. Menyangkut biaya rumah sakit, awalnya aku memang berpikir Kaluna punya tabungan, jadi bisa dipakai sementara.Kalau memang dia tidak punya uang simpanan, harusnya bilang. Aku juga tidak akan menggunakan uang ini untuk persalinan Bella kalau dia terbuka banyak hal."Kamu mau ke mana?" Aku mencekal pergelangan tangan Kaluna yang akan segera beranjak pergi, tapi dia malah memberikan tatapan tajam."Ke mana pun aku pergi, tidak ada hubungannya denganmu, Mas.""Tentu saja ada. Jangan menjadi istri durhaka." Aku berbicara setengah membentak.Lagi pula kalau terus bersikap lembut, dia akan semakin bertingkah. Cara apalagi yang harus aku gunakan agar dia percay
Kaluna"Mas!"Aku berteriak berulang kali sampai pria yang berbaring di depan pintu kamar itu bangun. Setidaknya kalau mau tidur di tempat lain. Kalau di sini, aku tidak bisa menutup pintu kamar.Mas Al membuka kedua matanya dengan ekspresi kaget sampai aku sendiri mundur beberapa langkah. Hari ini aku sudah bisa berjalan. Alhamdulillah setelah dari kemarin sampai sekarang tidak memakan obat sebelumnya, badanku lebih baik.Tubuhku ikut terjatuh ke lantai ketika Mas Al memelukku erat."Jangan pergi, Lun, Mas sangat mencintaimu. Mas tidak mau kehilangan kamu dan tidak mau melihatmu menjadi milik orang lain," gumamnya."Cinta? Sudahlah, Mas, kita sama-sama sudah dewasa dan tahu cinta itu tidak bisa dipaksakan. Aku tidak mencintaimu," ucapku serius.Aku membulatkan mata ketika sadar bajuku yang ditimpa wajahnya basah. Tunggu, apa Mas Al menangis? Dasar cengeng."Mas!" Aku berusaha untuk menggeser tubuhnya dan berhasil.Aku langsung berdiri, tapi kembali dibawa terjatuh ke tempat tidur. Ya
KalunaHari ini adalah waktu akad nikahku dengan Rayan. Aku hanya menunggu di kamar sampai ijab qobul selesai. Katanya, nanti aku akan dijemput kalau sudah waktunya.Seminggu yang lalu, papa sendiri yang bilang kalau hari ini akad nikahnya dulu. Nanti minggu depan, baru resepsi. Anehnya hari ini banyak sekali tamu undangan yang datang. Kenapa aku bilang tamu, karena mereka hanya bisa masuk kalau menyerahkan undangan.Kalau saja aku tidak punya pengawal pribadi, aku juga tidak akan tahu papa mengundang banyak orang. Sepertinya dulu papa mengatakan hal itu agar aku tidak menolak pernikahan ini. Padahal, aku memang tidak punya alasan untuk menolak.Rayan adalah pria yang nyaris sempurna. Nikmat mana lagi yang aku dustakan?Bella berhasil meloloskan diri dari kejaran orang-orang Rayan, papa, dan juga pihak kepolisian. Namun, kondisi fisiknya membuat dia tidak bisa bertindak lebih jauh kalau tidak ada orang dalam atau sekarang dia sedang bersembunyi.Meski aku yakin dia akan kembali datang
"Itu aku, bukan?" Aku berjalan masuk ke dalam rumah yang penuh dengan serigala itu. Sayangnya aku tidak takut karena ada beberapa ksatria yang menjagaku. Terlebih, aku sudah berdoa lebih dulu dan menyerahkan apa pun yang terjadi kepada yang mahakuasa.Mas Al menatapku seperti serigala menatap mangsanya. Aneh, kenapa dia yang harus marah sampai melakukan berbagai cara? Bukankah harusnya aku karena dia sudah berkali-kali mencoba untuk mencelakai aku?Aku harus mengulur waktu sampai pihak kepolisian dan orang-orang papa sampai di sini dan aku yakin aku bisa. Selama ini dia selalu mendengarkan perintahku, meskipun kali ini aku tidak yakin."Bagus. Akhirnya kamu tahu di mana posisimu," ucapnya, tapi tidak berani melangkah mendekat lagi karena ada papa."Yang harusnya tahu diri di sini bukanlah anakku, tapi kau!" Papa memegang senjata yang aku tidak tahu sejak kapan benda itu ada di tangannya.Wajah papa menunjukkan amarah yang selama ini tidak pernah diperlihatkan. Bahkan Mas Al juga hanya
PRKS 39"Ayo, kita makan dulu. Aku tahu kalian belum makan apapun," ucapnya membuatku tersentak.Kenapa dia tahu kalau aku datang sendiri?"Awalnya aku tidak tahu kamu di sini, tapi ketika ke depan, tidak sengaja melihat mobil di rumah terparkir di sana. Jadi aku tahu kamu ke sini dengan Mbak Olive," jelasnya tanpa aku minta.Benar, pria seperti ini yang aku inginkan. Dialah pria yang nyaris sempurna dan aku tidak akan membuatnya lepas begitu saja.Aku tersenyum tipis. Gengsi, dong, kalau langsung nyambar. Wanita itu harus jual mahal, apalagi kita belum halal."Ayo, ikut aku!" Aku dan dia menuruni tangga, lalu berjalan ke arah kanan dari tangga utama. Di sini ada tempat makan yang menyediakan berbagai makanan kesukaanku."Kalian mau pesan apa?" tanyanya membuatku tersadar kalau aku jalan bukan hanya sama Rayan, tapi Mbak Olive sama anaknya juga. Ya, ampun.Mbak Olive dan anaknya mulai menyebutkan makanan yang ingin dimakan, kecuali aku karena masih bingung memilih."Kalau mau pesan ba
PRKS 38 Pria yang TepatRayan tersenyum lebar, tapi aku duduk tanpa mengatakan apapun. Aku memang setuju untuk menikah dengan Rayan, tapi tidak tahu kapan siap untuk melakukan ijab qobul."Kenapa pertanyaan Papa melayang di udara?" Papa melipat tangannya di dada dan menatap kami bergantian."Pa, kita baru menyelesaikan masalah Mbak Olivia, masa iya kita langsung membahas tentang pernikahan!" Aku mengusap wajah kasar, lalu berjalan ke arah seorang pekerja untuk meminta kotak obat.Setelah benda yang aku minta ada di tangan, segera aku duduk di samping kakaknya Rayan."Sepertinya kamu memang sudah siap untuk menjadi istri seorang dokter." Rayan mulai mengatakan yang tidak-tidak, tapi aku tetap mengobati luka Mbak Olive.Lukanya bekas cakaran tangan suaminya bukan hanya dalam dan luas, bahkan darahnya tidak kunjung berhenti."Mbak, menurutmu gimana dengan calon istriku?" tanya Rayan.Mendengarnya bicara santai, aku baru berani menyimpulkan kalau hubungan di antara mereka dekat. Sayangnya
"Jangan pedulikan sikap mereka yang seperti itu. Aku membawamu ke sini bukan untuk meminta restu mereka, tapi hanya untuk menegaskan kalau aku tidak akan menikah dengan wanita selain dirimu," ucapnya lembut tapi penuh penekanan.Mamanya Rayan sempat melihat ke arah kami, tapi mereka langsung berjalan ke dalam rumah seolah tidak melihat kami yang berdiri dari beberapa menit yang lalu."Ayo, masuk!" ajaknya dan aku pun langsung masuk mengikuti langkah kakinya tanpa memedulikan pandangan beberapa orang yang menatapku tajam."Pantesan diceraikan, ternyata sikapnya seperti ini," celetuk seseorang."Ya, iyalah. Kalau memang dia wanita salihah, tidak mungkin pria itu melemparkan dia kepada anak sial itu," sahut yang lainnya."Sudah cukup! Jangan katakan yang tidak-tidak, lagi pula kalian tidak tahu, apalagi kenal dengan Kaluna. Jadi, jangan sembarangan menilai," ucap seorang wanita dengan memar di wajahnya membelaku.Ah, ya, aku ingat wanita itu. Dia adalah kakak Rayan yang mendapatkan perla
"Kenapa belum apa-apa kamu sudah memberikan aku benda ini? Apa kamu begitu yakin kalau aku akan menerima dirimu?" tanyaku membuat diam terdiam dan tubuhnya sedikit gemetar.Tunggu, dia pria, kenapa tubuhnya harus gemetar hanya karena ditolak seorang janda seperti aku, bukan?Kembali aku memastikan semuanya dengan melihatnya lagi dan tubuhnya masih gemetar. Tadi aku tidak salah melihat. "Bukankah kamu orang hebat dan kuat? Apa mungkin semua itu hanya rumor agar aku mau menerima dirimu?" tanyaku membuatnya sedikit tersentak.Melihat gelagatnya seperti ada yang aneh, aku langsung memalingkan wajah ke sisi yang lain. Tidak mungkin aku terus menggodanya di saat tubuhnya sedang lemah seperti ini."Tidak tau. Aku hanya tahu satu hal, yaitu tubuhku sangat lemah ketika di hadapanmu dan aku tidak sekuat itu," jelasnya.Sebenarnya aku ingin mengeluarkan kata-kata meledek, tapi sungguh tidak tega."Aku tidak suka orang yang lemah ketika berada di dekatku, sejujurnya aku lebih suka melihat sesuat
KalunaKini aku berada di hadapan papa yang sibuk dengan komputernya. Katanya beliau banyak kerjaan, tapi aku tidak percaya. Makanya aku punya pemikiran kalau papa memang sengaja menghindari aku agar tidak ditanya tentang perkataan Mas Langit kemarin."Memangnya Papa sibuk banget?" tanyaku setelah lama menunggu, tapi pria yang hampir berusaha enam puluh tahun itu masih bersikap cuek seolah tidak melihatku ada di sini."Pa!" Aku memanggilnya lagi ketika masih tidak ada jawaban. "Aku ke sini karena ada beberapa hal yang perlu dibicarakan sama Papa.""Oh, ya? Bagaimana kalau nanti saja? Soalnya sekarang Papa sangat sibuk," jawabnya membuatku sedikit kesal.Kalau sibuk, kenapa tidak bilang dari tadi?"Nanti kapan?" Aku berjalan mendekat ke arahnya yang ternyata hanya sedang melihat beberapa laporan lama karena secata tidak sengaja aku melihat tahun yang berada di bagian bawah kertas. "Pa, ini laporan yang tidak perlu dilihat lagi."Aku melipat tangan di dada sambil menunggu jawaban yang a
AlvaroSetelah satu malam masuk ke dalam penjara, aku bahkan kembali dipaksa oleh pria yang aku pikir biasa di rumahku, tapi ternyata serigala, kakaknya Kaluna, dan Pak Adam-mertuaku untuk menandatangani surat perceraian.Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat sikap mereka yang kelewat batas. Aku diam bukan berarti setuju dengan mereka yang menjebloskan aku masuk ke dalam penjara. Tidak. Hanya saja aku benar-benar berada di jalan buntu yang ke sana salah, ke sini juga salah. Sudah kaki pincang, dipaksa bercerai pula, ditambah mereka juga menginginkan kata talak terucap dari bibirku.Lengkap sudah semua penderitaan ini.Aku pikir selama ini Kaluna mencintaiku dengan tulus dan keluarganya pun menyayangiku dengan sepenuh hati. Nyatanya semua itu hanya bualan semata karena mereka langsung menancapkan pisau tajam di dadaku secara bergantian."Ada seseorang yang akan bertemu dengan anda!"Seorang petugas mendekat ke arahku dan berbicara dengan lembut, tidak seperti kepada tahanan yang
Kaluna"Terus orang-orang itu hanya bisa diam ketika melihat ketidakadilan yang ada di depan matanya?" tanyaku tidak habis pikir kalau hal seperti ini masih bisa lolos dari ketelitian Rayan."Begitulah. Papa sendiri tidak tahu bagaimana cara mereka berpikir, tapi Papa tahu kalau mereka memang tidak cocok bersama kita," jawabnya membuatku mengerti.Rayan memang orang yang pengertian dan paham terhadap hal baik dan salah, tapi tidak dengan orang tuanya. Persis seperti Mas Al. Dia memang baik, tidak seperti keluarganya.Aku pikir dia akan selamanya baik karena kita adalah suami istri, tapi ternyata di belakangku dia sudah terhasut oleh keluarganya sampai berbalik menyerangku.Cinta yang dia bilang cinta pun bukan cinta yang normal, tapi obsesi. Dia tidak mau aku sehat dan pergi ketika tahu ada wanita lain di dalam hidupnya, tapi sekarang aku sudah tidak ada niat untuk bertemu dengannya lagi. Mungkin kita memang tidak pernah bertemu karena Mas Al di vonis penjara dua puluh tahun."Tidak,