Aku yang tidak bisa memaksa Sri untuk segera memberitahuku hanya bisa menunggu dia untuk memberiku jawaban. Karena ketika dia menyebut nama Mina, wajah Sri terlihat ketakutan.Bahkan, keringatnya pun ikut turun bersamaan dengan tangannya yang menggenggam erat tanganku.“Mina menghilang, Cempaka.” Ucap Sri tiba-tiba setelah terlihat tenang.“Menghilang? Apa maksudmu menghilang, Sri?”“Ketika kamu pergi, Mina masuk ke dalam kamarnya, Cempaka. Dan ketika aku mencarinya, aku tidak menemukannya, dan aku hanya menemukan kebaya yang sama dengan punya Mbak Siti saja tergeletak di lantai,” jelas Sri.“Kebaya?” ucapku sambil berusaha mengingat.“Iya, Cempaka. Kebaya putih yang Bu Darmi berikan kepada Mbak Siti itu sama dengan kebaya putih milik Mina.”Apa yang Sri katakan, sama dengan apa yang aku lihat ketika mencari mereka berdua. Apakah itu artinya?“Sri, memangnya kamu
“Ada apa, Cempaka? Kenapa kamu berhenti?” tanya Sri.“Itu, Sri. Lihat ke sana,” jawabku sambil menunjuk ke arah cahaya yang aku lihat.“Apa maksudmu, Cempaka? Ada apa di sana? Aku tidak melihat apa-apa di sana.”“Itu, Sri. Ada cahaya di balik pohon itu,” jawabku sambil menunjukkan pohon yang aku maksud.Sri yang ada di sampingku terlihat binggung dengan apa yag aku maksud. Sehingga aku lalu memintanya untuk berada di depanku dan aku lalu menunjukkan cahaya yang aku maksud.“Apa kamu melihatnya, Sri?” “Iya, Cempaka. Aku baru bisa melihatnya, tapi itu apa?”“Aku juga tidak tahu, Sri. Tapi bila di lihat dari cahaya itu, sepertinya di sana seperti sebuah perkampungan.”“Apa kamu yakin itu perkampungan, Cempaka? Bagaimana bila itu tempat tinggal orang-orang tadi?”Aa yang Sri katakan memang ada benarnya, tapi aku yakin sekali itu adalah perkampungan. Karena cahaya yang aku lihat itu sangat terang dan tidak hanya satu.“Sri, bagaimana bila kita ke sana dan memastikannya?”“Apa? Ke sana, Ce
Aku, Sri dan pria yang ada di depanku kemudian menoleh ke arah pria tua yang menyelaku, dan pria itu adalah pria tua yang menjadi pusat perhatianku tadi.“Mereka orang yang tersesat di hutan ini, Pak.” Jawab pria yang ada di depanku.“Tersesat?” jawab pria tua itu.Pria tua itu lalu menatap kami tajam, dan melihat kami dari atas hingga ke bawah, dan itu membuatku tidak nyaman.“Bawa mereka ke rumah kita, Jaka.” Ucap pria tua itu, dan dia langsung pergi setelah mengatakan hal itu.“Ayo kalian ikut denganku,” ucap pria yang sepertinya bernama Jaka itu.Aku dan Sri lalu saling menatap satu sama lain. Karena kami tidak bisa langsung percaya dengan pria itu.“Aku tidak akan menyakiti kalian, aku hanya ingin kalian beristirahat di rumahku saja,” ucap pria itu sambil memandang kami.“Bagaimana, Sri?” bisikku.“Iya, Cempaka.” Jawab Sri sambil men
“Bukankah ini dupa? Untuk apa dupa di letakkan di sini?” ucapku setelah melihat lebih dekat benda itu.Aku yang merasa janggal dengan dupa itu lalu berusaha untuk memegangnya, tapi hembusan angin dari jendela membuat asap dupa yang ada di depanku mengenaiku, dan itu membuatku pusing dan mataku langsung gelap.***“Ajeng, ayo bangun. Cepat tinggalkan kampung itu. Kamu tidak boleh berada di sini, Nak.” Terdengar suara Ki Joko di telingaku.Mendengar suara Ki Joko, aku lalu membuka mataku yang terasa berat. Tapi bukan Ki Joko yang aku lihat ketika membuka mata, melainkan Sri.“Akhirnya kamu sadar juga, Cempaka. Aku sangat khawatir kamu kenapa-kenapa,” ucap Sri dengan mata berkaca-kaca, dan dia lalu memelukku.“Sudah, Sri. Aku tidak apa-apa. Memangnya apa yang terjadi tadi padaku?”“Kamu tadi tidak sadarkan diri, Cempaka.” Jawab Sri setelah melepas pelukannya.“Apa? Tidak sadarkan diri?” ucapku tidak percaya.“Iya, Cempaka. Untung saja aku tadi segera menemukanmu. Kalau tidak, aku tidak t
“Sri, Cempaka, apa kalian sudah tidur?” panggil Jaka dari balik pintu.Karena tidak ingin ketahuan oleh Jaka bahwa aku melihat kejadian tadi, aku segera kembali ke tempat tidurku dan berpura-pura tidur.“Sri, Cempaka, apa kalian mendengarku,” panggil Jaka lagi.Aku yang masih berpura-pura tidur berusaha untuk tetap diam, dan tak lama setelah tidak mendapat jawaban dari kami berdua, terdengar suara pintu terbuka.“Den Jaka, aden dipanggil bapak,” terdengar suara Mbok Pon memanggil Jaka.Setelah suara Mbok Pon menghilang, aku tidak mendengar suara Jaka menjawab Mbok Pon, tapi yang aku dengar malah suara pintu yang sepertinya ditutup.“Siapa mereka sebenarnya?” ucapku setelah membuka mataku dan duduk di tepi tempat tidurku.Aku yang tidak bisa tidur lagi, terus saja memikirkan apa yang aku lihat tadi, dan aku langsung teringat dengan suara Ki Joko yang memintaku untuk segera pergi dari temp
Aku yang tidak pernah melihat pria itu sebelumnya lalu menatap ke arah Sri. Tapi ketika kami akan melihat pria itu lagi pintu kamar kami ditutup oleh pria itu.“Cempaka, apa yang harus kita lakukan?” tanya Sri dengan raut wajah yang terlihat panik.Tanpa menjawab Sri, aku segera bangkit menuju pintu. Ternyata pintu kamar kami dikunci dari luar. Ketika aku berusaha untuk membukanya, pintu itu tetap tidak terbuka atau bergeser sedikitpun.“Sekarang bagaimana, Cempaka. Apa yang harus kita lakukan?”“Aku juga tidak tahu, Sri.” Jawabku binggung sambi bersandar di pintu dan menatap jendela, “Jendela!” lanjutku.Melihat jendela, aku langsung berlari untuk memeriksa jendela yang ada di kamar ini. Ternyata jendela kamar ini tidak mereka kunci. Sehingga aku lalu mengajak Sri untuk segera meninggalkan tempat ini melalui jendela.“Apa kamu yakin kita harus melakukan hal ini, Cempaka?” tanya Sri ketika aku akan keluar melalui jendela, dan aku lalu menoleh ke arah Sri yang terlihat enggan untuk per
“Bawa mereka berdua ke ruang bawah tanah, dan jangan biarkan mereka sampai melarikan diri lagi!” perintah Pak Surta tiba-tiba.Aku tidak tahu sejak kapan Pak Surta datang ke tempat ini, tapi raut wajahnya sangat berbeda sekali tidak seperti biasanya.“Jaka, apa kamu tidak mendengar apa yang bapak katakan!” bentak Pak Surta.Jaka yang sejak tadi menatap Sri terlihat gelagapan ketika Pak Surta membentaknya, dan dia lalu menarik tangan Sri untuk ikut mengikutinya.“Apa yang kamu lihat!” tegur pria yang menahanku.Pria itu lalu menarikku secara paksa untuk ikut dengannya. Bahkan aku beberapa kali hampir terjatuh ketika dia menarik tanganku, dan orang-orang yang ada di perkampungan ini hanya melihat kami saja tanpa ada seorang pun yang mau menolong atau merasa iba denganku.“Jaka, kenapa kamu diam saja! Cepat masukkan wanita itu ke dalam kurungan!” bentak pria yang membawaku.“Ba &ndash
Aku yang melihat Sri seperti orang tercekik lalu berusaha menolongnya, tapi karena jeruji besi yang menghalangi kami akhirnya aku hanya bisa berteriak memanggil Sri. Tapi tiba-tiba leherku juga terasa seperti tercekik dan panas ketika aku memanggil Sri. Bahkan pandanganku tiba-tiba kabur, dan aku kemudian melihat Sri tidak sadarkan diri ketika aku masih berusaha untuk sadar.“Ada apa dengan kalian?” tanya pria seorang pria yang tiba-tiba.Aku yang sudah sangat susah bernapas kemudian menatap pria itu untuk meminta pertolongan. Namun tiba-tiba pandanganku semakin kabur dan gelap.***“Cempaka, Cempaka,” panggil seseorang.Aku yang masih merasa sakit kepala kemudian membuka mataku perlahan dan menyeimbangkan netraku agar aku bisa melihat apa yang terjadi.“Sri?” ucapku terkejut ketika melihat Sri ada di depanku.“Iya, Cempaka. Ini aku Sri,” jawab Sri.Aku yang masih terbaring kemudian bangkit dan langsung memeluk Sri, dan tanpa aku sadari air mataku turun membasahi pipiku ketika aku mem