Share

BAB 106 SIKAP DIMAS

Penulis: List
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Tuan Dimas,” gumamku tidak percaya dengan apa yang aku lihat di hadapanku

Orang yang berdiri sejak tadi di depan pintu ternyata benar-benar Dimas seperti dugaanku. Pria itu masuk setelah cukup lama berdiri di depan pintu, dan aku tidak tahu mengapa dia bersikap seperti itu. Apakah karena dia terlalu gugup untuk bertemu denganku, atau ada alasan lain yang  membuatnya seperti itu. Tapi apapun alasannya, aku sangat bahagia dia sudah kembali dan itu membuatku gugup.

“Mas Dimas,” panggil Nilam manja kemudian memeluk pria yang menjadi kakak tertuanya itu, “Kapan mas kembali?” lanjut Nilam setelah melepas pelukannya.

Melihat Nilam bersikap manja seperti itu, membuatku iri dan teringat masa lalu. Ketika keluargaku masih baik-baik saja, dan malapetaka itu belum terjadi. Karena aku juga bersikap seperti apa yang Nilam lakukan saat ini bila bersama kakak-kakakkku.

Andai saja Wirya mengingat masalalunya dan juga diriku, pasti

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 107 KEAJAIBAN

    “Tenang, Nak Cempaka. Pak Nyoto hanya ingin mengobatimu saja,” ujar Mbok Tumi sambil memegang kedua bahuku.“Tapi benda itu untuk apa, Mbok?” tanyaku panik.“Benda ini untuk memeriksa kaki Non Cempaka. Jadi Non Cempaka tidak perlu takut. Karena benda ini tidak akan melukai kaki Non Cempaka,” jelas tabib.Mendengar penjelasan pria itu, aku tidak tahu harus mempercayainya atau tidak. Tapi Mbok Tumi terlihat tenang saja seperti tahu apa yang akan dilakukan pria itu.“Mbok, tolong pegangi Non Cempaka,” perintah pria tua itu.Tanpa menunggu persetujuanku, Mbok Tumi segera memegang kedua bahuku lebih erat dari sebelumnya, dan aku hanya bisa pasrah menerima apa yang mereka berdua akan lakukan.“Non Cempaka, sekarang saya akan melakukannya. Tapi sebelum itu, tolong pejamkan mata non,” ujar pria tua yang sekarang ada di depan kaki kiriku.“Apa itu harus, Pak?”Bukan

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 108 BAYANGAN SESEORANG

    “Siapa di sana?” teriakku ketika melihat bayangan seseorang di depan pintu.Bukannya jawaban yang aku dapatkan, melainkan bayangan itu malah menghilang di balik pintu.“Siapa itu tadi? Apakah itu Dimas?” gumamku.“Ada apa, Nak Cempaka? Kenapa Nak Cempaka berteriak?” tanya Mbok Tumi yang masuk dengan terburu-buru.“Ta –tadi ada orang yang masuk ke kamar ini, Mbok?” jawabku gugup.Mbok Tumi terlihat terkejut ketika aku memberitahunya. Dia lalu melihat keluar pintu dan jendela untuk melihat orang yang aku maksud.“Tidak ada siapa-siapa, Nak Cempaka. Di luar kamar hanya ada penjaga yang menjaga kamar ini, dan mereka mengatakan tidak melihat siapa-siapa keluar dari kamar ini sejak mbok dan Non Nilam keluar dari kamar ini,” jelas Mbok Tumi.“Tidak mungkin, Mbok. Tadi saya lihat sendiri ada bayangan di depan pintu ketika saya baru saja bangun. Bahkan dia juga …,&r

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 109 MELIHAT SRI

    “Ada apa, Nak Cempaka?” tanya Mbok Tumi terdengar binggung.“Itu, Mbok. Ada Sri di sana,” jawabku sambil menunjuk di mana Sri berada tadi.Mbok Tumi yang tadinya membantuku berdiri bersama dengan Pak Nyoto segera menoleh ke arah yang aku tunjuk. Ternyata Sri sudah tidak ada di sana.“Tidak ada siapa-siapa di sana, Nak Cempaka. Mungkin tadi Nak Cempaka salah lihat,” ujar Mbok Tumi.“Tidak, Mbok. Saya tidak salah lihat. Tadi Sri berdiri di sana melihatku,” terangku meyakinkan wanita tua itu.Mbok Tumi yang sepertinya masih tidak percaya aku melihat Sri kemudian melangkah keluar dari kamar ini. Begitu dia kembali, aku langsung bertanya kepadanya tentang keberadaan Sri.“Ayo kita teruskan saja latihannya, Nak Cempaka.” Jawab Mbok Tumi mengalihkan Mbok Tumi.“Tapi, Mbok. Sa—,” protesku.“Pak, tolong dibantu lagi latihannya Nak Cempaka,” sela Mb

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 110 KEMBALI BEKERJA

    “Mbok tidak akan mengizinkan!” tegas Mbok Tumi.“Tapi, Mbok. Bukankah tadi mbok sudah berjanji kepada saya akan mengabulkan permintaan saya. Kenapa sekarang mbok mengingkarinya,” protesku sambil memasang wajah kecewa.Wanita tua yang terlihat marah itu terlihat binggung ketika aku mengatakan hal itu. Namun dia segera mengeluarkan kalimat pamungkasnya.Dia mengatakan akan menanyakan hal itu terlebih dahulu pada Dimas bila Dimas sudah kembali. Karena aku bukan pelayan biasa seperti yang lainnya, melainkan pelayan Dimas.“Apa itu harus, Mbok?”“Harus! Bahkan bila perlu kita ingin bernapas di tempat ini, kita harus meminta izin darinya,” jawab Mbok Tumi dengan penuh penekanan.Kata-kata Mbok Tumi benar-benar membuatku sangat kecewa, dan aku tidak tahu bagaimana harus membujuknya lagi agar dia mengizinkanku untuk kembali bekerja.“Mbok, kalau saya memang tidak boleh kembali bekerja. Apa

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 111 KENANGAN

    “Ternyata kamu sudah bangun, Cempaka.” Tegur seseorang mengejutkanku.Aku yang masih terkejut dengan apa yang baru aku alami, kini dibuat terkejut kembali untuk kedua kalinya. Aku kemudian mengedarkan pandanganku ke arah orang yang sudah menegurku. Ternyata yang baru saja menegurku adalah orang yang sudah lama tidak aku temui.“Tu –Tuan Dimas,” ucapku dengan mata melebar.Melihat Dimas berjalan menuju ke arahku, membuatku membeku. Bahkan jantungku juga ikut-ikutan tidak bisa aku kendalikan ketika melihat wajah Dimas yang sudah lama tidak aku lihat.Sesak dan ingin lari dari tempat ini, itu yang aku alami saat ini. Karena hatiku rasanya tidak karuan dan pikiranku benar-benar kosong tidak bisa memikirkan apa-apa lagi.“Ada apa, Cempaka? Apa kamu terkejut?” tanya Dimas sambil menunduk dan mendekatkan wajahnya kepadaku.Aku yang tidak ingin Dimas mendengar suara jantungku yang berdetak sangat kencang saat ini, memilih untuk mundur dari tempatku berada sebelumnya. Karena akan sangat memalu

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 112 JANTUNGKU TIDAK BAIK-BAIK SAJA

    “Nirmala?” ucap Dimas terlihat terkejut, “Bagaimana kamu bisa ada di sini?” lanjutnya.Melihat Nirmala ada di sini, aku yang tadinya merasa tegang menunggu jawaban Dimas, kini sedikit lebih tenang. Hanya saja kini rasa tidak nyaman mulai menghinggapiku. Karena wanita angkuh yang baru saja datang menemui kami menatapku dengan tatapan penuh kebencian seperti biasanya.“Maaf, Tuan Dimas. Saya permisi dulu,” pamitku menghindari masalah dengan Nirmala.“Tidak, Cempaka. Tetap di sini dan jangan pergi ke mana-mana,” cegah Dimas begitu aku baru akan melangkahkan kaki.“Apa yang kamu lakukan, Dimas!” bentak Nirmala sambil mendekati kami dengan wajah memerah, “Dia itu hanya pelayan. Jadi untuk apa kamu mencegahnya pergi,” lanjutnya sambil sesekali melirikku.“Nirmala!” bentak Dimas dengan raut wajah memerah dan mengepalkan tangannya.Bentakan Dimas ke Nirmala mampu mem

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 113 TUAN WISESA INGIN MENEMUIKU

    “Mana wanita yang bernama Cempaka? Cepat panggilkan dia!” teriak seseorang lagi.“Mbok itu siapa?” tanyaku sedikit takut.“Biar mbok melihatnya, Nak Cempaka. Nak Cempaka di sini saja dan jangan kelur dari sini,” jawab Mbok Tumi, dan aku pun mengangguk.Mbok Tumi segera keluar ketika mendengar suara teriakan yang memanggilku lagi. Suara seseorang yang sepertinya suara seorang pria. Tapi siapa orang itu? Dan mengapa dia memanggilku dengan berteriak-teriak seperti orang yang kesetanan?Suara teriakan orang itu terus saja terdengar. Bahkan dinding bangunan yang aku tempati saat ini seperti ikut bergetar bersamaan dengan suara teriakan orang tersebut, dan semakin lama teriakan orang itu semakin tidak terkendali.“Apa yang harus aku lakukan?” gumamku bimbang memikirkan apa yang harus aku lakukan, “Keluar saja atau tetap di sini seperti pengecut?” lanjutku sambil berjalan mondar-mandir.Aku yang merasa tidak memiliki masalah dengan orang lain, akhirnya memutuskan untuk menemui orang itu. Aku

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 114 SEPERTI RUANG PERSIDANGAN

    Di dalam ruangan di mana aku berdiri saat ini sudah seperti ruang persidangan saja. Karena yang ada di dalam ruangan ini bukan hanya aku dengan Tuan Wisesa saja, tapi juga ada Dimas, Nirmala, Wirya dan beberapa orang lainnya yang tidak aku kenal.“Saya harap tidak ada yang berbicara ketika saya berbicara dengan Cempaka? Bila ada, maka silahkan keluar dari ruangan ini!” tegas Tuan Wisesa menggelegar ke seluruh ruangan.Semua orang yang ada di ruangan ini tidak ada yang menjawab atau membatah pemilik rumah ini. Mereka semua hanya menunduk sebagai tanda mengerti.Setelah itu Wirya dan beberapa orang pengawal yang ada di dalam ruangan ini kemudian keluar dan menutup pintu ruangan ini. Kini tinggal aku dan Keluarga Wisesa saja yang berada di dalam ruang tertutup ini.“Apa kamu tahu Cempaka mengapa saya memanggilmu ke sini?” tanya Tuan Wisesa.“Ti –tidak tahu, Tuan.” Jawabku dengan menunduk.“Kalau b

Bab terbaru

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 122 MEMILIH

    “Seperti apa yang saya katakan sebelumnya, Cempaka. Bila kamu melewati pintu itu, maka kamu harus memilih. Kamu atau masmu yang akan hidup?” jawab Tuan Wisesa mengulangi pertanyaannya.“Ayah—,” ucap Dimas. Namun ayahnya segera menghentikannya dengan memberi isyarat.“Apa saya harus melakukannya, Tuan?” tanyaku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar.Pertanyaan yang Tuan Wisesa berikan benar-benar di luar dari perkiraanku. Bagaimana bisa dia bertanya seperti itu ketika Mas Budi atau Wirya tidak sadarkan diri. Apakah ini ada hubungannya dengan Pangeran Dayu?“Harus! Karena hanya itu saja yang bisa saya lakukan untuk meneruskan keturunan kalian,” tegas Tuan Wisesa membuatku tidak bisa berpikir.“Ma –maksud, Tuan?”“Ketika saya memutuskan untuk menyelamatkan kalian, ada hal yang harus digantikan untuk mengakhiri penjanjian terlarang itu, dan ayahmu s

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 121 KEBENARAN

    “Cukup, Yah! Jangan—,” cegah ibu Dimas menghentikan suaminya. Namun Tuan Wisesa langsung menghentikan tindakan istrinya dengan memberi isyarat tangan.Ibu Dimas yang tadinya seperti menentang suaminya langsung terdiam begitu suaminya memberi tanda. Wanita itu seperti tidak berdaya bila suaminya seperti itu.“Jangan ada yang berani berbicara atau menyela apa yang saya katakan lagi. Bila tidak, jangan salahkan saya bila kalian tidak bisa berbicara lagi setelah itu!” ancam Tuan Wisesa.Mendengar ancaman Tuan Wisesa semua orang terlihat takut, termasuk aku. Tapi aku juga ragu apakah ancaman dari pemilik rumah ini benar-benar akan menjadi nyata atau tidak bila ada orang yang melanggarnya. Bila itu benar terjadi, itu artinya Tuan Wisesa bukan hanya kaya raya, tapi dia juga bukan orang biasa.“Cempaka, Wirya, saya tahu ini akan mengejutkan kalian berdua. Tapi ini adalah kebenarannya, dan kalian berhak tahu semua ini. Kalian be

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 120 BUKTI

    “Iya, bukti. Tanpa bukti kalian tidak bisa menuduh keponakankan melakukan hal yang kalian tuduhkan,” ujar ibu Dimas dengan lantang.Semua orang hanya diam ketika ibu Dimas berkata seperti itu. Namun ayah Nirmala tiba-tiba mendekati istri Tuan Wisesa itu, dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan menunjukkan bukti yang dia minta.Tegang dan bertanya-tanya, mungkin itu yang ada dalam pikiran beberapa orang yang ada di sini, termasuk aku. Hal itu terlihat dari raut wajah mereka ketika melihat perdebatan antara kakak beradik itu.“Bukti itu ada di sini dan saya akan mengatakannya di depan kalian semua,” ujar ayah Nirmala tak kalah lantang dengan ibu Dimas.Ketegangan semakin terasa ketika ayah Nirmala mengatakan hal itu. Pria itu diam sejenak sambil menatap keluarganya, terutama kedua anaknya. Entah apa yang ada dalam benaknya saat ini, yang pasti itu bukan sesuatu yang mudah, dan itu terlihat sekali dari sorot matanya yang menampakkan k

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 119 SIFAT KELUARGA INI

    Aku yang masih membeku kemudian berbalik dan menatap semua orang yang ada di dalam ruangan ini. Mereka semua menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan, dan itu membuatku sangat tidak nyaman.“Mas Wisesa, apa maksud mas? Memangnya siapa Cempaka itu? Dan apa hubungannya dengan semua ini?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.Tuan Wisesa bukannya menjawab pertanyaan adik iparnya, tapi dia malah menatapku dan mendekatiku. Ayah Dimas itu lalu mengajakku untuk kembali ke tempatku semula dan dia mengenalkanku kepada kedua orang tua Nirmala bukan sebagai pelayan rumah ini. Melainkan sebagai wanita yang seharusnya memang menikah dengan Dimas.Mendengar hal itu membuatku sangat terkejut. Bukan hanya aku, tapi semua orang yang ada di ruangan ini. Bahkan aku yang masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar berusaha untuk memahami itu semua, tapi aku tetap tidak mengerti.“Apa maksud Mas Wisesa?” tanya ayah Nirmala memecah keheningan di antara kami semua.“Apa

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 118 KEMARAHAN TUAN WISESA

    “Ayah, tidak usah membahas hal ini lagi. Nirmala sudah menerima keputusan Dimas. Jadi kita tidak perlu memperpanjang masalah ini,” ujar Nirmala masih sambil berdiri dan menatap kami semua secara bergantian.“Nirmala, apa maksudmu nak? Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? Bukankah kamu ingin menjadi istri Dimas?” tanya ibu Nirmala terlihat heran.Bukan ibu Nirmala saja yang dibuat heran dan binggung, tapi kami semua yang ada di sini. Bagaimana bisa dia mengatakan menerima keputusan Dimas dengan semudah itu. Mencurigakan!“Benar Nirmala ingin menjadi istri Dimas. Tapi …,” Nirmala menggantung jwabannya dan menatapku sesaat, “Dimas tidak mencintai Nirmala, Bu. Dimas mencintai Cempaka, wanita yang duduk di samping Dimas saat ini,” lanjut Nirmala.“A –apa? Maksudmu pelayan wanita itu, Nirmala?” ucap ibu Nirmala terlihat terkejut.“Bulek!” bentak Dimas tiba-tiba

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 117 ORANG TUA NIRMALA

    “A –ayah,” ucap Birawa terlihat terkejut.Pria yang baru saja datang itu terlihat sama terkejutnya seperti Birawa. Wajahnya yang hampir mirip dengan istri Tuan Wisesa tampak dingin menatap putranya itu, dan tak lama seorang wanita tiba-tiba muncul di belakang pria yang masih berdiri di depan pintu menatap dingin Birawa.“Birawa, kamu di sini nak?” ucap wanita tua itu dengan wajah yang tidak bisa aku artikan.Tapi wanita itu tidak bersikap dingin seperti ayah Birawa yang masih saja membeku. Wanita itu kemudian melangkah untuk mendekati Birawa. Namun pria yang bergelar ayah Birawa segera menahannya.“Ingat tujuan kita datang kemari!” tegas ayah Birawa sambil melirik wanita yang sepertinya istrinya.“Itu orang tua Nirlama dan Birawa,” bisik Damar tanpa aku tanya.Aku yang sudah menduga hal itu hanya diam, dan tidak menanggapi apa yang adik Dimas itu katakan. Walaupun awalnya aku cukup terkej

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 116 WANITA YANG DIMAS CINTAI

    Aku dan semua orang yang ada di tempat ini langsung menoleh ke arah sumber suara yang sudah mengejutkan kami. Nirmala berdiri dengan raut wajah sangat marah menatap Dimas hingga guratan otot di lehernya terlihat dengan jelas.“Kembali ke kursimu, Nirmala!” bentak Tuan Wisesa tak kalah nyaringnya dengan apa yang Nirmala lakukan. Bahkan aku saja sampai takut mendengarnya.Tapi wanita itu masih saja berdiri dan mengabaikan apa yang Tuan Wisesa katakan. Bahkan ibu Dimas yang duduk di sampingnya sampai berdiri untuk menenangkannya. Namun wanita itu masih saja tidak mau duduk sambil menatapku dan Dimas secara bergantian seperti akan menerkam kami.“Dengar, Dimas. Aku tidak menerima ini semua. Aku mencintaimu, dan hanya aku yang pantas menjadi istrimu!” tegas Nirmala.“Nirmala!” bentak Dimas yang kini berdiri dengan wajah memerah.Melihat perseteruan antara Dimas dan Nirmala membuat suasana ruangan ini mencekam. Hal ini

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 115 KEPUTUSAN

    “Tenang saja Nirmala, semua akan baik-baik saja. Kamu akan menikah dengan Dimas, dan bude sendiri yang akan membuat hal itu terjadi,” ucap ibu Dimas sambil mengusap punggung Nirmala yang kini tengah menunjukkan wajah seperti teraniaya.Nirmala yang menunjukkan wajah sedih mengangguk menjawab apa yang ibu Dimas katakan. Mereka berdua kemudian melangkah mengikuti Tuan Wisesa. Sedangkan aku memilih untuk bersembunyi terlebih dahulu, daripada menampakkan batang hidungku di depan mereka. Karena mereka pasti tidak akan menyukainya.“Apa sudah bisa saya mulai?” ucap Tuan Wisesa sambil menatap sekitar.Semua orang yang ada di ruangan ini hanya mengangguk. Aku yang berdiri di pojokan hanya bisa menunduk, hingga Tuan Wisesa kemudian memintaku untuk bergabung bersama dengan mereka semua yang sedang duduk bersama, dan itu membuatku terkejut.“Kemarilah, Cempaka. Tidak perlu takut,” ucap Tuan Wisesa lagi.Semua mata memandangku tidak suka ketika pemilik rumah ini memintaku untuk mendekat, kecuali

  • PERAWAN TUMBAL PESUGIHAN PANGERAN DAYU   BAB 114 SEPERTI RUANG PERSIDANGAN

    Di dalam ruangan di mana aku berdiri saat ini sudah seperti ruang persidangan saja. Karena yang ada di dalam ruangan ini bukan hanya aku dengan Tuan Wisesa saja, tapi juga ada Dimas, Nirmala, Wirya dan beberapa orang lainnya yang tidak aku kenal.“Saya harap tidak ada yang berbicara ketika saya berbicara dengan Cempaka? Bila ada, maka silahkan keluar dari ruangan ini!” tegas Tuan Wisesa menggelegar ke seluruh ruangan.Semua orang yang ada di ruangan ini tidak ada yang menjawab atau membatah pemilik rumah ini. Mereka semua hanya menunduk sebagai tanda mengerti.Setelah itu Wirya dan beberapa orang pengawal yang ada di dalam ruangan ini kemudian keluar dan menutup pintu ruangan ini. Kini tinggal aku dan Keluarga Wisesa saja yang berada di dalam ruang tertutup ini.“Apa kamu tahu Cempaka mengapa saya memanggilmu ke sini?” tanya Tuan Wisesa.“Ti –tidak tahu, Tuan.” Jawabku dengan menunduk.“Kalau b

DMCA.com Protection Status