"Ayo cepat, Rin! Kenapa kau berjalan lambat sekali!" omel Ron pada gadis malang yang berjalan pincang di belakangnya."Aku lelah. Bisa tolong gendong aku?" pinta Rin dengan tak tahu malu."A-apa aku tidak salah dengar?" "Kakiku berdarah," rengek Rin dengan air mata berlinang.Ron menghentikan langkah kakinya sejenak, kemudian menoleh ke arah Rin yang berjalan bak keong di belakangnya.Dengan amat sangat terpaksa, Ron berbalik menyusul Rin kemudian membopong tubuh kurus gadis manis itu.Pipi Rin memerah seketika dan dirinya tak menyangka jika Ron benar-benar akan berbalik menghampirinya dan menggendongnya."A-aku hanya bercanda! Kau tidak perlu menggendong—""Diam! Di sana sepertinya ada homestay. Kita bisa beristirahat di sana sebentar sambil menunggu jemputan dari Han," cetus Ron."Apa kau ... sering dikejar seperti tadi?" tanya Rin membuka perbincangan."Kenapa? Kau ingin merasakannya lagi? Kau akan sering mengalaminya jika kau bersamaku. Inilah duniaku, Rin!" terang Ron."Apa kau
"Aku mau tidur!" ujar Ron setelah mereka selesai berganti pakaian dengan kaos couple."Tidur saja,"Ron melotot ke arah Rin sembari melempar kode pada gadis itu untuk menyingkir dari ranjang."Apa?""Minggir, Bodoh! Aku yang membayar kamar ini, jadi aku yang berkuasa di kamar ini!" usir Ron pada Rin yang terduduk di tepi ranjang."Dasar pelit!" gerutu Rin kesal."Lalu aku tidur di mana?" rengek Rin dengan wajah memelas."Itu urusanmu. Lantainya masih luas," cibir Ron seraya melempar senyum mengejek."Apa begini perlakuanmu pada gadis sekarat sepertiku?""Sekarat apanya? Hanya luka kecil saja jangan berlebihan!" tukas Ron.Pria itu berbaring di ranjang dengan tangan dan kaki terlentang memenuhi ranjang kecil itu. Rin menatap Ron dengan mulut berkomat-kamit, sibuk mengumpati pria egois yang membiarkan Rin terlantar itu."Tidak perlu tidur, Rin. Lagipula ini masih sore," gumam Rin mencoba menenangkan diri dari amarah.Gadis itu duduk di lantai dengan kaki selonjoran seraya bersandar ke
"Ron! Kau sudah gila?" Rin menjedotkan kepalanya ke dahi Ron hingga membuat dahi pria tampan itu benjol seketika."Aww!" ringis Ron sembari mengusap dahinya yang malang."Sepertinya aku memang sudah gila," gumam Rin lirih.'Apa yang sudah kulakukan pada gadis jelek ini?' jerit Ron dalam hati."Ganti rugi! Kau pikir ciumanku murah?" omel Rin."Ganti rugi apanya?" sinis Ron."Kau sudah menodaiku! Ganti rugi!" sentak Rin sembari menarik-narik kaos Ron."Kau ingin apa? Uang?" sentak Ron."Singkirkan bekas bibirmu!" sungut Rin kesal."Apa maksudmu menyingkirkan bekas bibir? Kau ingin membersihkannya dengan apa?" tukas Ron malas.Pria itu mengusap bibir Rin dengan jemarinya, hingga membuat Rin semakin geram. Karena kesal, Rin pun menggigit jemari Rin yang bertengger di bibirnya."Aww! Apa yang kau lakukan?" geram Ron sembari menjauh dari Rin.Pria itu bangkit dari ranjang dan segera menghubungi Han untuk menjemput mereka kembali."Sial, tadi menyuruhku menjemput, lalu menyuruhku pergi seena
"Bagaimana, Bos?""Lempar saja ke jalan!" ketus Ron tak peduli."Kita antar ke rumahnya saja, Bos!" usul Han.Saat ini Ron tengah sibuk berdiskusi bersama dengan Han, mengenai Rin yang masih tertidur pulas di dalam mobil hingga membuat bangku kendaraan Ron banjir oleh air liur.Gadis itu bahkan mendengkur dengan keras, menandakan jika tidur Rin benar-benar pulas."Sepertinya dia lelah, Bos. Aku akan membawanya masuk ke dalam," ujar Han."Ada ibuku di dalam," ungkap Ron membuat Han langsung mengerem langkahnya."Aku akan mengantarnya ke rumah," tukas Han."Coba kau cari dulu di mana gadis itu meletakkan kunci rumah," titah Ron.Han mengobrak-abrik isi tas kecil yang dibawa oleh Rin. Sayangnya pria itu tak menemukan beda kecil menyerupai kunci yang tersimpan di dalam tas kecil Rin."Sial, di mana dia menyimpan kunci?" gerutu Han sembari celingukan mencari kantong pakaian Rin."Aku tidak menemukan kunci," ujar Han."Coba cari di saku pantatnya!" titah Ron."Em, Bos ... bukankah itu tidak
"Apa yang kau lakukan di sini?" sungut Ron pada Rin dan Han yang tengah menyeruput minuman hangat di rumahnya."Aku sedang shock. Aku hanya ingin menumpang minum saja. Kenapa kau pelit sekali?" cibir Rin."Kepalaku sakit, Bos. Pria berbaju hitam itu memukulku tadi," tambah Han."Kalian ingin camilan juga?" tawar Nyonya Helena yang tiba-tiba ikut muncul menjamu dua tamu tidak tahu diri yang menumpang di rumah Ron."Rumahmu tidak jauh dari sini, Han! Pulang dan buatlah teh hangat sendiri di rumahmu!" omel Ron pada sang asisten."Di rumahku tidak ada orang. Aku tidak bisa membuat teh yang enak," kilah Han."Kau sendiri, bagaimana? Kenapa kau tidak pulang saja dan menyeruput teh di rumah kecilmu? Bukankah kau ingin sekali bebas dari rumah ini? Aku sudah membebaskanmu, kenapa kau masih ingin kembali?" cibir Ron pada Rin."Aku ... menyesal pulang. Di rumahku tidak ada teh dan cangkir bersih. Boleh aku tinggal di sini lagi?" pinta Rin tanpa tahu malu."Apa yang terjadi denganmu, Nak? Rambutm
"Bagaimana? Enak, kan?" tanya Rin pada Ron dengan mata berbinar begitu gadis itu selesai menyiapkan hidangan untuk Ron.Ron mengunyah makanan buatan Rin dengan pipi bersemu saat makanan itu menari-nari di dalam mulutnya. 'Sial! Enak sekali!' batin Ron tak ingin melontarkan pujian pada Rin."Biasa saja!" ketus Ron."Masakanmu benar-benar enak," puji Han tanpa banyak basa-basi begitu asisten Ron itu ikut menikmati makanan buatan Rin."Enak 'kan, Tuan Ron? Mengaku saja! Memberiku pujian tidak akan membuatmu terkena sembelit," cibir Rin."Memang rasanya hanya biasa saja! Selera Han saja yang buruk!" cetus Ron menutupi suara hatinya yang sebenarnya dengan sempurna."Biasa saja tapi makanmu lahap sekali," sindir Rin."Ini karena ... karena aku lapar saja! Tidak perlu terlalu percaya diri! Makananmu biasa saja!""Masakan Rin sangat enak. Kau benar-benar jago memasak, Rin!" puji Nyonya Helena."Terima kasih, Nyonya. Aku masih perlu banyak belajar," ujar Rin."Ron, pujilah masakan Rin. Rin san
Rin terbangun dari tidurnya karena dirinya merasakan sesuatu yang menari yang hidungnya.Tidur pulas gadis itu pun terganggu akibat ulah Ron yang sengaja memainkan bulu kemoceng ke hidung gadis muda itu hingga membuat Rin tak tahan ingin menahan bersin.Hachu!Sebagai balasan untuk Ron yang berani merusak mimpi indahnya, Rin menyembur pria itu dengan suara bersin yang kencang tepat di depan wajah Ron."Sial! Kau ini sengaja ingin menyemburku dengan air liurmu?" omel Ron pada Rin.Gadis itu mengusap hidungnya yang gatal dengan wajah cemberut sembari menatap Ron dengan jengkel. Istirahat nyenyaknya terganggu dengan sukses karena tingkah usil pria itu pada Rin. "Bisakah kau tidak mengganggu istirahatku?" omel Rin sembari mengusap hidungnya yang gatal karena ulah Ron."Sampai kapan kau ingin bertingkah seperti nyonya? Cepat bangun dan bersihkan kamarku! Kau harus ke kantor hari ini!" titah Ron."Ke kantor mana? Aku harus ke kampus," cetus Rin."Kampus apanya? Jangan coba-coba menipuku!"
Ron dan Rin masuk ke dalam kendaraan milik Ron dan mulai melaju menuju perusahaan tempat Ron memimpin.Selama dalam perjalanan, manik mata Rin terus menoleh ke luar jendela dan duduk dengan gelisah saat mengawasi kendaraan lain yang melaju bersama dengan mobil yang ditumpanginya."Bisakah kau diam? Kepalamu terus menoleh kesana-kemari sejak tadi dan rambutmu menyibak kemana-mana! Kau membuat mataku sakit!" omel Ron kesal."Aku hanya ... ingin melihat situasi saja," ujar Rin dengan suara bergetar."Situasi apanya? Duduk dengan tenang atau aku menendangmu keluar!" cetus Ron."Wajar saja kalau aku mengalami trauma, kan?" protes Rin."Benar, Ron! Aku mengalami trauma parah sejak aku mengenalmu! Kau harus membayar mahal untuk biaya pemeriksaan kesehatan psikis dan mentalku yang hampir rusak karenamu!" gerutu Rin panjang lebar."Membayar mahal apanya? Lunasi dulu hutangmu, baru mengoceh! Berani sekali kau menuntut uang padaku?" ujar Ron sembari menyentil dahi Rin berkali-kali.Beruntung tak
"Kami sudah mencari gadis yang ada di foto itu, tapi kami tidak menemukan satu pun gadis yang mirip, Bos!" ujar anak buah kiriman Han pada Han yang tengah menunggu kabar.Pria yang tadinya yakin dapat menculik Rin itu, justru harus dibuat kesal, karena target yang ia kejar ternyata berhasil melarikan diri sebelum ia mulai mengejar. "Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada perubahan jadwal penerbangan? Atau mereka menggunakan maskapai lain?" tanya Han bingung.Han berhasil dibuat kesal karena rencananya yang gagal total. Para anak buahnya nampak sibuk mencari keberadaan Rin, disaat Rin dan Ron telah lama meninggalkan bandara dan menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Han."CARI LAGI SAMPAI KETEMU! Aku yakin mereka ada di dalam pesawat!" titah Han.Pria itu langsung membanting ponsel dan mengamuk di dalam mobil begitu target yang ia kejar ternyata dapat meloloskan diri dengan mudah."Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Rin dan Ron bisa menghilang?" gumam Han dibuat bingung.Seme
“Sudah siap?” tanya Ron pada Rin yang tengah menyeret koper keluar dari kamarnya. Setelah berminggu-minggu tinggal bersama Ron di Roma, Rin mulai terbiasa dan mulai tak rela meninggalkan kota tempatnya berlibur itu.“Aku sudah siap!” cetus Rin dengan wajah lesu.Ron menangkap dengan jelas wajah muram Rin, kemudian mengacak gemas rambut panjang gadis cantik itu. “Aku akan mengajakmu kembali lagi kemari nanti. Aku janji!” hibur Ron pada Rin yang terlihat jelas sekali, tidak rela meninggalkan tempat liburan mereka.“Siapa juga yang ingin kembali kemari bersamamu? Aku bisa kembali ke sini sendiri,” timpal Rin sinis.“Memangnya kau punya uang?” cibir Ron begitu menohok pada gadis miskin yang memang tidak memiliki banyak uang itu.Ron merebut koper yang diseret oleh Rin, dan mengajak gadis itu pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati. Bersama dengan taksi yang mereka tumpangi, Ron dan Rin memulai perjalanan mereka untuk pulang ke negara asal. Kedua orang itu pulang dengan wajah tenang,
“Tempat apa ini?” gumam Rin begitu ia dan Ron tiba di sebuah taman kecil yang berada di pusat kota. Ron tidak berencana melakukan banyak hal untuk hari terakhir liburannya bersama dengan Rin. Pria itu hanya ingin mengajak Rin menikmati kencan ringan dengan bersepeda dan berolahraga bersama di taman.“Kuburan!” celetuk Ron dongkol mendengar pertanyaan tidak penting dari Rin.“Ah, kau berencana untuk menguburku hidup-hidup di sini?” sergah Rin dengan wajah masam.“Benar! Aku akan menggali makam untukmu!” tukas Ron sembari menyeret Rin untuk berlari bersama dengan dirinya mengelilingi taman kecil itu. Ron mengambil sepeda yang disewakan di taman, sementara Rin harus berlari dengan susah payah mengejar Ron, karena Ron tidak begitu tega menaiki sepeda seorang diri, tanpa mengajaknya.“Ron, aku juga ingin sepeda!” rengek Rin sembari menyeka keringat yang bercucuran di dahiny.“Kejar aku dulu kalau bisa! Kau terlalu kurus dan lembek, Rin! Sebaiknya kau lebih rajin berolahraga!” cibir Ron den
Ren nampak tengah berguling-guling di ranjang hotel dengan santainya tanpa melakukan banyak hal. Pria itu masih diperlakukan seperti raja untuk sementara waktu, sampai Ren tidak akan lagi berguna. Ren masih belum memikirkan rencana lain untuk ke depannya. Pikiran pria itu masih dipenuhi dengan kecemasan mengenai Rin yang kini masih berada di luar negeri bersama Ron.“Apa sebaiknya aku menghubungi Rin saja? Mereka masih akan menargetkan Rin atau tidak, ya?” gumam Ren tenggelam dalam pikiranya sendiri dan membuat pria itu tak dapat tidur nyenyak.Akhirnya, Ren pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel sejenak sembari mengirup udara segar. “Rin pasti juga sedang menginap di hotel mewah sekarang, kan? Bukan aku saja yang tengah menikmati ranjang empuk di sini, kan?” oceh Ren sedikit merasa bersalah pada adiknya yang entah sekarang dapat beristirahat dengan nyenyak atau tidak.Pria itu berjalan di lorong hotel dengan langkah gontai dan tanpa sengaja berpapasan dengan salah seora
"Sebelum kita pulang ... bagaimana kalau kita pergi berlibur bersama? Berkeliling kota untuk yang terakhir mungkin?" ajak Ron ragu-ragu pada Rin.Ron sudah membulatkan tekad akan pulang ke negara asal bersama dengan Rin. Pria itu sudah tak ingin lagi melarikan diri dari teror, dan akan berusaha menangkap dalang dari peneroran yang dialaminya selama ini."Berlibur?" tanya Rin dengan dahi berkerut."Em, anggap saja ini sebagai ... kenang-kenangan perjalanan pertama kita. Kita tidak bisa mengunjungi banyak tempat karena kau masih diganggu oleh peneror itu, kan?" cetus Ron. "Sekarang kau sudah tidak lagi diganggu oleh orang itu. Kau bisa menikmati waktu liburan kita sejenak dengan nyaman."Setidaknya Ron ingin memberikan kenangan yang berkesan bagi Rin di liburan pertama gadis itu di luar negeri. Ron juga ingin menjadi bagian dari ingatan yang menyenangkan bagi Rin selama mereka bisa menghabiskan waktu untuk bersama."Kapan kita akan pulang?" tanya Rin mengalihkan pembicaraan."Lusa mungk
"Akhir-akhir ini kau terus melamun," tegur Ron pada Rin yang tengah duduk termenung seorang diri di bangku halaman rumah.Rin sontak menyadarkan diri dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Ron yang tengah memegang dua kaleng soda. "Minumlah! Kau sepertinya perlu menyegarkan pikiran," cetus Ron.Rin mengulas senyum tipis, kemudian menyambut minuman dingin yang diberikan oleh Ron. "Terima kasih!" ucap Rin."Apalagi yang kau cemaskan? Ada yang mengganjal di pikiranmu?" tanya Ron menemani Rin berbincang di malam yang dingin itu.Rin meneguk minuman kaleng soda itu, kemudian mulai membuka suara. "Aku hanya merasa aneh saja. Pria itu tidak lagi menghubungiku. Dia tidak lagi membahas mengenai mengenai Ren dan informasi yang dia inginkan darimu. Aku takut ... terjadi sesuatu pada Ren," terang Rin dengan perasaan kalut."Ren sudah menghubungimu kemarin, kan? Dia baik-baik saja, kan?" tukas Ron."Memang benar kalau Ren baik-baik saja," ujar Rin. "Tapi tetap saja ... aku takut ada sesuatu yang t
Di sebuah kamar hotel mewah, nampak seorang pria dengan kaos polos tengah duduk di ranjang besar sembari menatap sendu sebuah foto yang terpampang di layar ponsel.Pria itu mengusap lembut layar ponselnya, menatap sesosok gadis cantik yang tersenyum manis, yang tak lain ialah Rin.Ya, pria itu adalah Ren, kakak dari Rin. Sesuai dengan dugaan Ron, Ren yang tadinya seorang tawanan dan tinggal di sebuah gudang, kini beralih mendapatkan perhatian istimewa dari pria misterius yang menawan dirinya.Selaras dengan perkiraan Ron, Ren memang menyimpan banyak rahasia besar dari klien-klien berbahaya yang menggunakan jasanya sebelumnya.Tok, tok! Waktu bersantai pria itu pun tak berlangsung lama, karena gangguan yang tiba-tiba muncul. Seorang pria bertopeng masuk ke dalam kamar Ren dan menyapa pria itu dengan sopan."Kau menyukai kamar barumu? Setelah tidur di gudang, tentu tidurmu bisa kembali nyenyak di sini, kan?" cetus seorang pria bertopeng yang menawan Ren.Tak lagi tidur di gudang, kini p
"Sial! Aku tidak bisa mendengar apa pun!" gerutu Ron yang kini tengah berdiri di depan pintu kamar Rin, sembari menempelkan telinganya ke pintu untuk mencuri dengar pembicaraan Rin dengan sang kakak.Pria yang masih berselimutkan handuk itu tengah berusaha keras "menguping" dengan konsentrasi penuh, tapi sayangnya Ron tak dapat mendengar informasi apa pun dari pembicaraan Rin di telepon."Awas saja kalau kau merencanakan hal yang tidak-tidak dengan pria brengsek itu!" oceh Ron sembari meremas handuk yang melilit tubuhnya.Cklek! Tiba-tiba Rin membuka kunci pintu kamar disaat Ron masih berdiri di depan kamar Rin. Pria itu langsung kalang kabut melarikan diri sebelum Rin membuka pintu kamar dan melihat dirinya."Dari mana Ren tahu kalau aku dan Ron cukup dekat? Pria itu juga tahu kalau aku dan Ron memiliki sesuatu," gumam Rin bingung. "Apa mereka mengawasiku dan Ron dari jauh? Atau ada orang dalam yang menjadi mata-mata dan memberikan informasi pada pria itu?" oceh Rin.Rin berjalan men
Tring! Hari damai Rin pun kembali terusik oleh panggilan telepon dari pria yang mengancamnya. Usai memberikan informasi mengenai Ron padanya, Rin langsung dihubungi oleh pria misterius yang mencoba memperalat dirinya menggunakan Ren sebagai tawanan."Nomor tidak dikenal. Pasti ini dari orang itu," gumam Rin kemudian berlari mencari Ron sebelum mengangkat panggilan telepon."Ron? Kau di dalam? Boleh aku masuk?" Rin menggedor-gedor pintu kamar Ron, tapi sayangnya tak ada jawaban terdengar dari kamar Ron."Apa Ron tidak ada di kamar? Atau dia sedang tidur?" gumam Rin menerka-nerka.Rin menarik gagang pintu kamar Ron, dan memaksa masuk ke dalam ruangan pribadi pria dingin itu. "Ron? Kau di dalam?" Terdengar suara gemericik air yang menandakan kalau Ron tengah berada di kamar mandi. Rin pun segera melangkah menuju kamar mandi dan mengetuk pintu kamar kecil itu."Ron, kau di dalam, kan? Ada telepon penting yang masuk! Aku membutuhkanmu!" pekik Rin di luar kamar mandi.Ron mengusap wajahnya