Seperti biasa, Raymond memulai harinya dengan secangkir susu coklat hangat. Salah satu hal yang paling dirindukannya ketika kembali ke Jakarta. Ketika berada di daerah terpencil atau bahkan di tengah hutan belantara, minuman seperti ini hanya sebatas persediaan. Jika persediaan habis, Raymond dan kru Wildlife Adventure hanya dapat menikmati minuman hangat seperti ini dalam imajinasi masing-masing. Tetapi di Jakarta, kapan saja dia mau, susu coklat hangat selalu tersedia dimana saja.
Tidak terasa, sudah lima tahun Raymond menjadi pembawa acara Wildlive Adventure, dan siapa dapat menyangka kalau seorang mantan anak jalanan bisa mendapatkan pekerjaan prestisius di kantor ini. Dari seorang Raymond Bintang, seorang kru pengangkat peralatan shooting, hingga menjadi Ray Rimba host tampan dan gagah idaman para wanita.
Dengan bermodal wajah proporsional nyaris sempurna dan badan tegap berotot hasil kerja kerasnya mengangkut peralatan shooting yang berat-berat, Raymond bahkan bisa mendapat pekerjaan sampingan sebagai model. Tentu saja untuk produk alat-alat panjat tebing sesuai dengan programnya.
Tetapi, terkadang Raymond juga bersedia menjadi model pembantu di program lainnya seperti Beauty Blogger. Program tentang fashion dan dunia kecantikan yang juga merupakan salah satu unggulan dari stasiun TV ini.
"Selamat siang, Mas Ray. Ih, untung Mas Ray pas lagi ada di Jakarta, jadi bisa bantuin kita-kita deh."
"Apa sih yang ga buat Evan? Gue selalu bantu kok," jawab Raymond.
"Terima kasih ya mas, kita semua sudah kangen loh," kata Evan sambil mengedipkan sebelah matanya dengan genit. "Makanya Mas Ray jangan kebanyakan di hutan, pindah program aja, jadi model B Blog, atau co host Mbak Sonia, jamin ketampanannya akan lebih berkilau, se glowing-glowingnya. Lagipula ngapain ke juga hutan, kotor, bau, angker, serem ihh....," lanjut Evan sambil menggoyang-goyangkan kepalanya.
"Hahaha..., maaf, hutan itu sudah panggilan jiwa, jadi mau gimana lagi?" jawab Raymond.
"Evan cuma kasih saran aja, pikirin lagi deh, biar ga nyesel. Dengan modal body kaya Mas Ray gini, Mas Ray bisa jadi apa aja. Pilihan karirnya banyak," kata Evan.
"Maksud lo, termasuk simpenan artis-artis tajir gitu?" jawab Raymond bercanda.
"Ih, mas Ray, jelek amat pikirannya. Maksud Evan, Mas Ray bisa jadi model, main film, sinetron, semua bisa. Mas Ray cuma perlu tambah percaya diri aja. Ya, sekalian nambah skill modeling juga."
"Ah, kalau itu gue udah bosen dengerin ajarannya Sonia."
"Eh, ngomong-ngomong Mbak Sonia," kata Evan sambil melihat jam tangannya. "Eh, untung mas ngingetin. Ayo Mas, sudah telat nih, nanti Evan bisa dicakar Mbak Sonia. Sudah di tunggu di ruang touch up."
"Baiklah kalau begitu," lanjut Raymond sambil berjalan mengikuti Evan menuju ruang kecil tepat di sebelah studio kecil milik program Beauty Blogger.
Diperhatikan satu per satu ruangan yang dilakuinya. Dan dengan nafas panjang, Ramond merasa sangat beruntung dapat bekerja di salah satu stasiun televisi ternama. Berawal sebagai pekerja kasar, menjadi kru tetap di Wildlife Adventure, dan hingga sekarang menjadi seorang pembawa acara suatu program, bukanlah perjalanan yang mudah.
Langkah-langkah kakinya menuju ruang make up studio B Blog mengingatkan setiap perjalanan karirnya di In One TV. Bagaimana seluruh ototnya terasa terbakar mengangkut setiap peralatan, pengalaman bertahan hidup di ganasnya hutan belantara, hingga berkali-kali audisi yang selalu ditolak.
Lantai 7 gedung stasiun televisi ini memang begitu istimewa. Ada 3 program televisi yang bermarkas di lantai 7 gedung In One TV. Ruangan Wildlife Adventure yang biasa kosong dan hanya dihuni oleh beberapa orang bagian editing, Beauty Blogger yang super girly, serba pink dengan wangian parfum-parfum mahal, alat-alat make up dan model-model fashion ternama, dan tentu saja, satu ruangan paling sibuk di lantai ini, ruangan milik program anak emas dari In One TV, yaitu In One News.
Studio In One News merupakan tempat yang paling hectic di seluruh gedung. Program W Life serta B blog sesungguhnya hanya dirancang untuk menjadi rekanan untuk I O News. Jika News minta bantuan make up
untuknarasumber, maka orang dari B Blog harus selalu bersedia untuk melayani. Begitu pula dengan kru W Life yang akan selalu bersedia untuk mengantar wartawan I O News menembus pelosok-pelosok hutan jika ada peliputan di daerah terpencil."Hai Mon, lo masih hidup?" tanya Sonia sinis.
"Tadi Evan nyamberin ke kantor W life, katanya lo butuh bantuan. Ada apa?"
"Model pria yang seharusnya shooting hari ini tiba-tiba ngebatalin kontrak. Jadi ya, sorry to say, ngerepotin lo lagi deh."
"Oh ga apa-apa. Eh, ngomong-ngomong, tadi kebetulan lewat kantor news, kayanya mereka lebih grasak grusuk dari biasanya?" tanya Raymond.
"O ya? Pasti gara-gara Selena cuti 1 minggu, terus mereka keteteran. Lo bisa bayangkan, News tanpa Selena Audrey? Ancur..., semua orang juga tahu, Selena Audrey, yang mengerjakan hampir semua pekerjaan calon suaminya yang ga bisa apa-apa itu. Sudah bukan rahasia umum," bisik Sonia ketus.
"Tumben Selena cuti? Ga biasanya?"
"Lo belum tahu? Bokabnya, pengusaha terkenal itu, siapa namanya......"
"Poetra, Poetra Soeryaatmadja," jawab Raymond
"Ah, iya, Poetra Soeryaatmadja, meninggal karena serangan jantung, nggg...kurang lebih seminggu yang lalu. Jadi, ya Selena cuti kerja selama 1 minggu penuh,"
"O, ya? Gue baru tahu," tanya Raymond kaget.
"Makanya jangan terlalu lama di hutan, lama-lama lo ketinggalan berita, ga tahu apa-apa."
"Pasti berat banget bagi Selena, kehilangan keluarga satu-satunya,"
"Oh, please, Mon. Dia tu calon menantu Elio Soedibrata, pemilik stasiun TV ini. Apa yang harus dikasihani? Walaupun papanya bangkrut, orang kaya tetap aja beda dari kita-kita. Setidaknya mereka ga akan nge kost di kamar bau kaya kita."
Raymond terdiam, mungkin ucapan Sonia ada benarnya. Orang kaya memang berbeda nasib dari orang seperti dirinya. Serendah-rendahnya kondisi mereka, tidak akan serendah orang-orang seperti Raymond, berada sendirian di tengah jalanan, kehujanan dan mengorek sampah hanya untuk mengisi perutnya yang lapar.
"Mon, udah telat, lo langsung ke ruang touch up, dan honor modeling akan langsung gue transfer ke rekening lo seperti biasa," kata Sonia.
"Untuk masalah itu, lo atur aja sendiri," jawab Raymond sambil masuk ke ruangan touch up.
"Eh, Mon, jangan lupa, nanti jam 2 siang ada rapat gabungan."
"Rapat apa?"tanya Raymond bingung.
"Biasa, Bos kecil kurang puas dengan rating I O News akhir-akhir ini, dan sialnya program kita juga pasti kena imbasnya," jawab Sonia.
"Raymond mana?" tanya Dimitri dengannada tinggi ketika Sonia masuk ke dalam ruangan rapat."Tadi habis bantu pemotretan untuk B Blog, Pak. Mungkin sebentar lagi ke sini," jawab Sonia."Coba telepon!" perintah Dimitri."Baik, Pak. Saya akan coba hubungi," jawab Sonia sambil mengeluarkan telepon genggamnya.Selena sudah berada di dalam ruang rapat bersama Dimitri sejak tadi. Tidak seperti wajah Dimitri yang tampak penuh amarah, wajah Selena terlihat pucat pasi hampir menyerupai mayat hidup. Sakit kepalanya sudah hampir tidak tertahan lagi. Sesungguhnya Selena berniat untuk beristirahat di dalam kantor pribadinya siang ini, tetapi dia tidak bisa menolak ketika Dimitri sendiri yang memintanya untuk menghadiri rapat ini.Sesunggunya ia bisa saja menolak, tapi masalahnya, bukanlah seorang Selena Audrey jika ia tidak memaksakan dirinya untuk bekerja keras. Selena selalu bertanggung jawab atas semua pekerjaanya. Selena juga tidak berniat untuk mencari-cari alasan dan tampak lemah dan rapuh di
Tidak ada yang senang jika harus berbicara dengan Dimitri, bagi Sonia dan Raymond orang itu tidak pernah bisa diajak bicara baik-baik. Tetapi bagi Selena, Dimitri adalah cinta pertamanya. Sejak kecil mereka berdua cukup akrab, terutama pada pertemuan-pertemuan bisnis kedua orang tuanya.Walaupun Selena sempat berpacaran dengan banyak pria lain. Akan tetapi, semenjak kuliah di Amerika, Dimitri bukan hanya kakak kelas yang baik, tapi juga sahabat curahan hati Selena. Itulah mengapa ketika Dimitri mintanya untuk menjadi kekasihnya, tanpa berpikir panjang, Selena segera menerimanya.Selena sudah terbiasa mendampingi Dimitri, ia tahu bahwa terkadang kekasihnya bukanlah pria yang sempurna. Selena juga tahu, dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk memperbaiki watak temperamental kekasihnya itu. Selena hanya bisa membantu sebisa yang dia mampu, untuk menutupi dan memperbaiki kesalahan Dimitri dari belakang. Dan itu akan selalu dilakukannya, termasuk hari ini.Setelah rapat selesai, Selena seger
Selena segera berlari. Ia tidak ingin semua orang melihatnya dalam kondisi seperti ini. Lemah, pucat, dan berlumuran air mata. Hanya ada satu tempat di gedung ini yang hampir tidak pernah dikunjungi orang, lantai yang paling nyaman untuk berpikir, yaitu lantai atap, rooftop. Biasanya Selena hanya kemari jika ia membutuhkan udara segar, dan hanya sekedar melihat matahari sore. Tetapi matahari sore ini bukan yang paling indah dalam hidup Selena. Karena betapa terangnya cahaya orange matahari bersinar, hatinya tidak sanggup menyembunyikan perasaan sedihnya, dadanya terasa sesak dan air matanya mengalir deras.Bagaimana mungkin Selena bisa melupakan wajah perempuan itu? Perempuan yang melahirkannya dan juga meninggalkannya dengan menorehkan begitu banyak luka. Mengapa baru sekarang mama mencarinya? Selama 24 tahun hidupnya, mama tidak pernah sekalipun menemuinya. Mengapa harus sekarang?Ketika Selena berumur 3 tahun, mama membawa Selena pergi dari rumah dan ketika Papa datang menjemput, Se
Hari-hari telah berlalu, sejak Mama mencari Selena setelah sekian lama menghilang. Dan kini segalanya sudah berjalan seperti hari-hari normal bagi Selena. Wanita yang selalu mencarinya, masih datang sesekali waktu. Akan tetapi bukan Selena jika tidak pandai menghindar. Dengan bantuan Dimitri, kini pihak keamanan tidak akan pernah membiarkan wanita itu masuk ke dalam gedung, walau hanya sekedar menunggu di dalam lobby. Akan tetapi, sekeras apapun usaha pengusiran dari security, wanita itu tetap datang meski harus menunggu di luar gedung.Begitu giginya perempuan itu, hingga membuat Raymond menemani wanita paruh baya itu untuk sekedar mengobrol. Itu juga jika ia sedang berada di Jakarta. Hingga pada suatu hari keluarlah surat larangan untuk seluruh karyawan In One TV untuk berhubungan dengan wanita tersebut. Hanya berbicara, atau memberikan bantuan, akan menerima sanksi yang cukup keras."Apa susahnya sih bagi Selena untuk menemui wanita itu? Paling juga tante itu cuma mau ngomong sebent
"Jadi bos kecil putus ?" tanya Arya pada Raymond."Mana gue tahu, emang gue siapanya?" jawab Raymond mengalihkan topik pembicaraan."Kata anak-anak shift malem, mereka teriak-teriak berantem di rooftop gitu semalem. Eh, tapi kalau bener, lo yang paling seneng dong ya?" kata Arya sambil menyikut sahabatnya itu."Lah, apa urusannya sama gue?" jawab Raymond pura-pura bingung."Si bos kecil sih memang bukan urusan lu, tapi si mbaknya kan...ehm, ehm..""Ehm..ehm...apaan?""Gebetan lo...""Eh, siapa bilang?""Ya elah Mon, satu gedung In One TV juga tau, sejak si mbak itu masuk kerja di sini, lo uda naksir doi kan?""Eh, siapa bilang..?""Makanya lo mutusin Sonia, karena lo naksir dia kan? Sayang ya Mon, ternyata anak orang tajir. Kalau ga, pasti lo udah deketin dari dulu, sebelum doi jadian sama bos kecil.""Lo mabok ya? Udah ah, omongan lo makin ga nyambung. Kerja sana, gara-gara editan lo ga beres-beres, Pak Wahyu bisa marah lagi. Lo ga kasian sama kita-kita yang pasti kecepretan amarah jg
"Cepet amat? Uda balik lagi ke kantor?" tanya Pak Wahyu"Kan saya tinggal di Mess. Lagipula Mess karyawan kan deket banget dari kantor," jawab Raymond."O iya, gue lupa. Ini surat penugasan, ini kartu penanda jurnalistik, yang Arya gue titip di lo aja ya. Jangan sampe ilang, takutnya perlu. O ya, tadi Sandra sudah ngabarin, kayanya kalian nebeng pesawat TNI, mereka akan ngangkut barang dan alat-alat berat untuk bantu pencarian, sekalian juga ada beberapa reporter dari stasiun TV lain. Sekitar pukul lima sore pesawatnya akan terbang, jadi kamu coba telepon Arya, karena sebentar lagi mobil kantor bakal anterin kalian ke bandara. ""Baik, pak. O ya, reporter yang tugas bareng kita, apa sudah siap?" tanya Raymond memastikan."Oh, Selena, katanya sih dia lagi pulang ke apartemennya. Tapi sebentar lagi juga dia kesini lagi.""SELENA?" tanya Raymond kaget."Tadi Pak Dimitri yang menugaskan dia untuk pergi ke sana," jawab Pak Wahyu."Tapi, pak, seinget saya, Selena ga pernah ngeliput berita di
" Ray, Mas Arya!" sapa Selena yang sudah sampai duluan di bandara.Selena sudah rapi dengan seragam lengkap reporter In One TV. Kemeja berwana biru tua, celana panjang berwarna abu-abu muda, serta sepatu boots yang juga senada dengan celananya. Dengan koper kecil dan tas selempang kecil untuk membawa barang keperluannya. Rambut pendeknya sudah dijepit rapih ke belakang, agar tidak menutupi wajahnya yang putih dan bersih. Sedangkan Raymond dan Arya hanya memakai kaus dan celana panjang yang sudah sobek di bagian lututnya dengan ransel besar dan kumal di belakang punggung mereka."Anak news memang beda ya, bro. Kita serasa gembel kalau ada di sebelahnya," bisik Arya kepada Raymond."Hahaha," jawab Raymond menahan tawanya agar tidak terdengar Selena."Hai, Selena, sudah lama menunggu?"tanya Arya pada Selena."Lumayan, kira-kira setengah jam," jawab Selena."Maaf di jalan tadi sedikit macet," jawab Raymond."Ah, sudahlah, yang penting tidak terlambat. Ng... kalau semua sudah siap. Ayo, kit
"Belum ada kabar dari petugas tentang bagaimana nasib kita di sini," kata Raymond mengabarkan. "Sejak mendarat darurat 1 jam yang lalu, dan kini langit sudah mulai gelap, dan cuaca masih tidak bisa di andalkan. Sepertinya kita harus menginap di sini malam ini," lanjut Raymond."Mon, gue ga kuat... , perut gue sakit dan kayanya gue mulai menggigil," kata Arya sambil memegangi perutnya yang melilit."Tahan ya, Ri. Lo istirahat dulu aja, nanti gue coba hubungi pak Wahyu. Kita bisa atur lagi, apa lu bisa di anter ke kota, dipulangin ke Jakarta atau gimana. Yang jelas sekarang lo harus bertahan di sini. Nanti gue minta tolong dokter tentara buat ngeliat lo.""Thanks, Mon........eh, Selena mana?" tanya Arya."Lagi ngobrol sama Sersan Nando, dia lagi cari tahu tantang informasi pesawat dan lainnya, karena tadi sudah diumumkan, kalau diduga pesawatnya jatuh, walaupun belum diketemukan puingnya. Foto satelit juga tidak bisa diandalkan karena cuaca buruk ini. Tapi pada umumnya sih, Tim SAR dan t
Andrea menaruh dagunya tepat pada topangan tangannya. Sambil memandangi bulan yang bersinar indah, pikirannya melayang-layang entah kemana. Diambilnya kedua amplop yang berada di atas meja belajarnya. Sebuah amplop coklat berisi panggilan test beasiswa yang akan menjadi masa depannya, dan satu amplop lagi yang sudah berisi surat pengunduran dirinya yang akan diberikannya pada Daniel esok hari. "Mungkin memang sudah jalannya, ini yang terbaik, Andrea, yang terbaik," bisik Andrea untuk menghibur dirinya sendiri. Sesungguhnya Andrea ingin keluar saat semuanya selesai, tetapi perkataan Daniel tadi siang membuatnya sadar. Seberapa lamanya Andrea berada di sisi Daniel untuk membantunya, pada akhirnya ia memang harus meninggalkannya. Saat ini, atau nanti, tidak menjadi masalah. "Tok..., tok...,tok...," pintu kamar Andrea berbunyi. "Masuk," kata Andrea mempersilahkan bapak untuk masuk kamarnya. "Dea, Bapak bikinin teh hangat untuk kamu," kata Bapak sambil menaruh segelas teh di atas meja
Tanganku mulai merogoh ke dalam saku jas, mencari benda yang dengan susah payah kudapatkan hari ini. Aku tahu, pengumumannya sudah keluar dan kami kalah. Agak berat untuk diterima, tapi, sama seperti apa kukatakan sebelumnya... aku tidak peduli. Aku sudah berusaha dan tetap akan berusaha lebih keras lagi. Bagaimanapun juga, aku akan mencari cara agar kita berdua dapat keluar dari jeratan Madam Devil. Aku tahu, perjuanganku masih sangat panjang. Tapi saat ini, ada hal penting yang harus kulakukan. Dan aku tidak mau menundanya lebih lama. Ok, Steven! Sekarang, kamu tinggal mengatakannya. Sandra Bayu Hutama, maukah engkau menikah denganku? Mudah bukan? Tapi...tunggu! Apa cukup jika hanya denga kata-kata seperti itu saja? Apa aku harus menambahkan sedikit kata-kata yang lebih poetic agar peristiwa ini lebih berkesan? Sandra, o sayangku...? Hiiiii, kenapa itu terdengar menjijikan, kurang manly, dan... oh Shit!! Komohon, otak... jangan malas! Ayo bantu aku! Apa yang harus kukatakan padanya?
"Andrea, gue udah nungguin lo dari tadi, eh.., baru nongol sekarang," kata Pak Mamat divisi ME di rumah sakit ini. "Sorry Pak, tadi pagi bu Novi sudah ngabarin, cuma saya aja yang kelupaan," jawab Andrea sambil mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permintaan maaf. "Ya udah, nih, barang lo udah gue benerin. Cek dulu aja!" kata Pak Mamat sambil memberikan sebuah raket listrik alat penangkap nyamuk pada Andrea. Andrea segera mencari nyamuk kecil yang sudah sejak tadi berdenging di telinganya. Diayunkannya raket itu dan dengan seketika, suara keras dan kilatan listrik muncul dari alat tersebut. "TEK!" bunyi keras muncul ketika alat itu mengenai seekor serangga. "Tuh, udah bagus kan? Gue bilang juga apa," kata Pak Mamat begitu melihat alat itu sudah kembali berfungsi dengan baik. "Makasih Pak. Ng..., saya harus bayar berapa untuk biaya perbaikannya?" tanya Andrea. "Ah, Ga usah, raket lo sih masih bagus, cuma baterenya aja yang melendung. Pas kemaren ada tetangga yang raket nya
Baru satu jam ia resmi bekerja dengan Daniel, Andrea mulai menyesali keputusannya. Baru saja ia memberikan surat pengunduran diri pada Bu Novi, Daniel sudah menyeretnya pergi tanpa memberikannya waktu untuk mengucapkan selamat tinggal kepada rekan-rekan lainnya. Andrea masih tidak enak hati melihat kegundahan di hati bu Novi, sepertinya perempuan malang itu akan menerima banyak komplain hari ini karena pengunduran diri Andrea yang serba tiba-tiba. Untung saja, foto bersama Daniel Leo, cukup dapat menghibur hati Bu Novi di hari buruknya ini.Dan sialnya, bagi Andrea, kejadian buruk di hari ini masih akan terus berlangsung. Melihat Daniel berjalan keluar rumah sakit, beberapa fans dan wartawan sudah menunggunya di koridor luar rumah sakit."Daniel!!!" teriak mereka memanggil nama idola mereka.Melihat kerumunan banyak orang, Andrea merasa begitu tidak nyaman. Ia ingat terakhir kali ia betemu dengan fans-fans Daniel, kejadian yang berakhir dengan perundungan menyebalkan. Setelah beberapa
" dalam kepalaku, aku tidak akan pernah membuatnya menghentikan langkahku. Tidak hari ini, tidak juga nanti. "Selamat sore, hadirin yang terhormat, salam sejahtera bagi kita semua," salamku untuk memulai presentasi hari ini. "Sttt... ga salah ya? Speaker personnya Ruanna masih muda banget!" "Iya, padahal aku berharap Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi hari ini. Aku sudah menunggu penampilannya." "Yah, padahal kukira Anna Gunadi sendiri yang akan presentasi mewakili bironya. Tahunya orang lain. Aneh, mengapa mereka mempercayakan presentasi penting seperti ini pada anak kecil itu? " "Atau mungkin mereka sudah pasrah... Tapi masa sih? Sekelas Anna Gunadi pasrah begitu saja? Tapi, aku ngerti sih, kalau mereka takut dengan Architext." Aku mendengar banyak bisikan ketika mereka melihatku berdiri di tengah panggung. Aku tidak tersinggung. Benar-benar tidak tersinggung. Hahaha... memang tidak perlu tersinggung jika mereka memanggilku dengan sebutan anak kecil atau anak baru. Toh, a
Dug... dug... Dug... dug... Dug... dug... "Waaaa... plok...plokā¦ plok..." Dug... dug... Dug... dug... , ok? Setelah membereskan ruangan ini dan membangunkan 'kucing' malas itu," katanya sambil memandang Cat. "Ok!" kataku sambil berjalan keluar mengikuti panitia. "Hei Sandra, break a leg!" sahut Steven sebelum aku meninggalkan ruangan. Hahaha, Sialan... apa dia berharap aku naik panggung untuk menyanyi atau menari balet? Dia tidak perlu mengucapkan mantra sukses pemeran broadway sebelum mereka tampil. Tapi untuk humornya yang super random dan menghibur, kuucapkan sedikit terima kasih. Sedikit saja... ga banyak-banyak. Aku berjalan menuju ke belakang panggung. Yang ternyata hanya berjarak sekitar 10 meter dari ruangan kami bekerja. Tidak jauh, dan kuharap, Steven bisa langsung menyusulku kemari jika aku membutuhkan bantuannya. "t right now!"
"It's not her fault...!" kataku untuk menurunkan tensi di ruangan ini. "It Is NOT her fault?" tanya Steven seolah-olah tidak percaya dengan perkataanku. Kini matanya beralih padaku, ia memandangku begitu tajam. Ok, kini amarahnya juga berpaling padaku. "Sandra! Kumohon, jangan belain dia lagi. Sejak awal, kalau kamu mendengarkanku..., kalau kamu tidak memasukkan dia dalam team ini, maka semua kejadian ini tidak akan terjadi!" "Kamu benar, aku setuju," kataku sambil memandangi Cat. Berharap kemarahan Steven beralih padaku. Berharap, jika ia melupakan anak itu sebagai luapan emosinya. "Ya, kuakui ini salahku! Silahkan marah padaku! Aku akan menerima semua amarahmu. Tapi..., tidak sekarang, ok? Karena daripada kita menghabiskan waktu untuk marah, untuk berkelahi dan menyalahkan satu sama lain, bisakah kita memikirkan, rencana apa yang harus dilakukan kedepan?" "ak pada kita. Mereka tidak akan mentolerir kasus plagiarisme. Mereka sudah menyelidiki desain yang dikumpulkan Tyo. Jo sebelum
"kata seorang karyawan yang sedang merapihkan barang pajangan di etalase depan. "Iya,Kuakui, aku memang tidak berencana melamarnya hari ini. Sejak lama aku berpikir tentang hubungan kami, dan segala hal yang terjadi di antara kami berdua. Betapa dia begitu berbeda dengan perempuan-perempuan lain yang pernah mengisi hidupku. Seorang di luar akal sehat. Dia tulus, dan apa adanya, dia mengucapkan semua yang ada di hatinya. Dia tidak bisa berbohong, dan yang paling penting, dia wanita bodoh yang tidak pernah meninggalkanku. Siapa yang dapat menduga, jika dia memutuskan untuk kembali, saat kupikir dia akan pergi meninggalkanku senidirian. Dia... dia tidak gentar dengan besarnya masalahku, dia tidak mengatakan apapun tentang dendamku. Dia tidak memintaku untuk memilih antara dirinya atau ambisiku. Dia selalu berdiri di sampingku, menemaniku, bahkan saat aku membenci diriku sendiri, saat aku kesepian. Saat tidak ada satupun yang sanggup bersamaku, wanita cantik itu tidak meninggalkanku sen
""Jam tiga lebih empat puluh lima menit. Ok I get it. Oh, satu lagi... Architext, mereka dapat urutan berapa? Kurasa akan sangat menarik untuk melihat presentasi mereka lebih dahulu. Kita bisa mengambil apa yang baik, lalu bisa membuat strategi untuk melawan mereka." "an mereka?" "Sepertinya begitu," jawabku pasrah. " Hahaha... ya sudahlah..., nanti kita lihat lagi situasinya seperti apa." "Ok, Steven." "Ng... Sandra! Sayang, ini masih pagi, belum jam sepuluh juga. Aku pergi beli sarapan sebentar. Kamu mau makan apa?" "Oh...," jawabku bingung. Sebenarnya aku sedikit mengharapkan Steven untuk kembali ke sini secepatya. Aku tidak peduli betapa laparnya diriku, aku hanya ingin dia menemaniku. Tapi..., biasakah aku memintanya untuk selalu ada di sisiku? Bisakah aku bertindak begitu egois? Walaupun hanya untuk hari ini saja, karena ini hari yang penting untukku, tapi.... "Sayang...? Sandra sayang? Aku beneran lapar," lanjut Steven. "Kamu tidak keberatan jika aku pergi makan sebentar