Amoksa langsung berkelebat dan berdiri di samping Lasmini. Gadis ini baru saja mengeringkan badan beserta pakaiannya menggunakan hawa saktinya.
"Memangnya siapa dia sampai-sampai kau seperti melindunginya?" "Dia Lasmini putrinya Ki Rembong!" Belasan laki-laki itu langsung berubah sikap. Mereka membuang hasratnya yang tadi ingin menikmati tubuh Lasmini. Tentu saja karena tidak ingin kena semprot wakil ketua yaitu Ki Rembong. Mereka langsung memberi jalan ketika Amoksa hendak membawa Lasmini ke markas. Tiba di markas Amoksa menyuruh salah seorang untuk melaporkan bahwa Lasmini telah ditemukan. Tentu saja Ki Rembong sangat gembira mendengar kedatangan putrinya. Lasmini langsung disambut dan dibawa ke ruang utama bertemu dengan Ketua Agnibali. Pada saat itulah Kupra terbelalak matanya begitu melihat keanggunan Lasmini. Si gadis mencoba bersikap santun sebagaimana layaknya menghadap sParwati menoleh dan langsung kaget. Begitu juga Wirapati yang masih berendam di sungai langsung melesat ke samping Istrinya. Sepasang suami istri ini memang sedang dalam perjalanan menuju desa Rancawaru yang menjadi markas Laskar Raja Api. "Mau apa kau?" sentak Wirapati seraya langsung menyiapkan tenaga sakti. Tentu saja karena sekarang Kupra bukan yang dulu lagi. Sekarang Kupra menjadi pemimpin Laskar Raja Api. "Mau mengambil Parwati!" kata Kupra lantang dengan sorot mata tajam mengancam Wirapati. "Sejak pertama kali melihat dia, aku sudah jatuh hati. Sekarang ada kesempatan untuk membawanya tinggal bersamaku!" "Setan keparat, lancang!" umpat Wirapati. Kupra tertawa lantang sambil melepas hawa sakti panas guna menekan Wirapati. "Sekarang tidak ada lagi yang aku takutkan. Aku bisa membunuhmu semudah membalikkan telapak tangan. Aku adalah penguasa rimba persilatan. Yang kuat yang berkuasa!"
Mereka berlima ditambah Lasmini berkumpul di ruang pertemuan. "Sepertinya kelompok aliran putih sudah mulai menyerang," duga Soca Srenggi, ketua perguruan Elang Setan. "Mata-mata melaporkan mereka memang sudah bergerak, tetapi mendadak lenyap begitu saja setelah dekat dengan desa ini," sambung Kalacakra, ketua perguruan Gunung Sindu. Sementara dari tadi Kupra memperhatikan langit yang gelap, tetapi dia tampak tenang saja walau hatinya bertanya-tanya karena hal yang aneh ini. "Saat ini aku hanya menantikan Panji. Apa mungkin dia sudah bisa mengendalikan hujan atau air. Atau mengendalikan angin untuk membawa hujan?" batin Kupra. Lalu datanglah salah satu anggota melaporkan bahwa memang kelompok golongan putih sudah mengepung desa. Ini sungguh mengejutkan karena pergerakan golongan putih tidak terdeteksi ketika sudah dekat ke markas mereka. Akhirnya Agnibali memerintahkan keempat wakilnya untuk me
Hampir semua anak buah yang dibawa Kalacakra akhirnya tewas. Sedangkan yang tersisa tidak kuat lagi menahan gigitan racun dari dalam tubuh sehingga ambruk dengan sendirinya. Termasuk Kalacakra, kini dia terdesak hebat. Tongkat Ki Hanggareksa yang bisa memanjang dan memendek sudah berkali-kali memberikan luka di tubuhnya. Awalnya memang bisa menahan dengan tenaga dalam yang ada, tapi lama-lama tenaganya melemah juga. Apalagi Ki Hanggareksa menghantamkan tongkatnya ke bagian yang berbahaya. Takk! Bukk! Bukk! Senjata cakra yang terbang sudah entah ke mana hilangnya. Senjata yang satunya pun bisa dikatakan tidak berguna lagi. Hanya benda yang digenggam di tangan saja, tapi tak bisa memberikan perlawanan. "Kalian licik!" seru Kalacakra menyadari kalau dia terkena racun, walau tidak tahu siapa dan bagaimana cara racun itu masuk ke tubuhnya. "Ah, baru sekali ini saja. Kalian sendiri melakukan kelicika
Kupra berpindah tempat, meloncat ke atas atap. Kedua tangannya diputar-putar. Kepalanya terus mendongak ke langit. Dia mengerahkan kekuatan apinya lebih besar lagi. Seketika di seluruh tempat sampai ke pelosok desa diselimuti hawa panas terik bagai di siang hari di musim kemarau. Bahkan tidak terasa sedikit pun semilir angin yang memberikan kesejukan. Perubahan cuaca ini dirasakan dampaknya pada mereka yang tengah bertempur baik anak buah Kupra sendiri atau pendekar golongan putih. Apalagi warga desa yang merupakan orang biasa tidak memiliki kepandaian apa-apa. Mereka merasakan seperti dipanggang. Banyak yang langsung berlari menuju sungai agar tidak kepanasan. Di dalam ruang bawah tanah, Iblis Petir merasakan hawa panas yang disebarkan muridnya itu. "Sepertinya muridku mendapat lawan yang berat. Aku harus membantunya. Kau tetap di sini, kalau kau keluar maka tubuhmu akan seperti dipanggang api sangat panas!"
Iblis Petir yang tadinya duduk bersila segera meloncat ke atas ikut berdiri di sebelah Kupra di atas atap. Pasalnya dia merasakan hawa dingin meresap dari tanah. Guru dan murid ini mengerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki. Tubuh Agnibali mulai dikabari api, sedangkan Iblis Petir melindungi dirinya dengan zirah yang terbuat dari kilatan-kilatan petir. Hawa panas kedua orang ini berusaha menyeruak tindihan hawa dingin dari atas dan bawah. Bahkan akhirnya sosok kedua orang ini ditutupi oleh kobaran api. Tentu saja keduanya tidak merasakan panas karena ini adalah kekuatan dari mereka sendiri. Kobaran api itu untuk melindungi diri dari hawa dingin yang menyerang. Sementara itu wanita berpakaian dan bercadar hitam menarik nafas lega setelah adanya hawa dingin dari bawah dan langit tampak meredup. Dia tidak perlu mengerahkan tenaga lebih banyak lagi seperti sebelumnya. Yang ditunggu-tunggu sepertinya telah tiba.
Seperti gurunya, tubuh Kupra juga hancur berserakan. Seakan tidak puas, ibu dan anak ini sampai menginjak-injak serpihan tubuh Kupra yang menjadi seperti pasir. Pertempuran berakhir. Dua tokoh golongan hitam paling kuat saat ini telah menemui ajalnya. Sementara itu Bayu dan Asmarini sudah tidak ada di tempatnya. Mereka sudah berjalan meninggalkan wilayah desa Rancawaru. "Sekarang ceritakan, bagaimana kau bisa jadi pawang hujan?" Asmarini mendengkus kesal. "Pawang hujan, pawang hujan!" "Oh, ya, ya! Bidadari Pengendali Air!" Akhirnya Asmarini tersenyum. Kemudian sambil berjalan gadis ini menceritakan pengalamannya. "Setelah kita berpisah waktu itu, tiba-tiba datang seseorang yang mengaku gurunya ibuku!" "Nenek Pancasari?" Bayu tahu karena pernah mendengar dari ayahnya. "Benar!" "Lalu?" Nenek Pancasari yang dulu telah mengu
"Waaalikum salam. Sepertinya ayah ada keperluan sehingga lebih dulu menghadang sebelum aku sampai ke rumah!" "Jangan dulu pulang. Teruskan saja petualanganmu!" Bayu tidak ingin bertanya apa pun mengenai perintah ayahnya ini. Dia akan tahu segala sesuatunya setelah di tempat yang dimaksud. "Ingat, agar kau tetap menjadi orang biasa saja seperti tidak memiliki kesaktian luar biasa. Pergunakan ilmu sesuai dengan lawanmu. Rasakan perjuangan dari bawah lagi, tapi jangan menyesali setiap apa yang terjadi!" "Baik, Ayah!" "Aku kagum dan bangga kau bisa mengatasi kekacauan dengan ilmu barumu. Tidak disangka calon istrimu hebat juga jadi pawang hujan. He... he... he...!" "Kalau dia dengar bisa ngambek, dia maunya disebut Bidadari Pengendali Air!" "Ah, biar saja cuma kita-kita saja yang bilang pawang hujan. Oh, ya, kau ingin punya adik laki-laki atau perempuan?" "Hah!" Bayu h
Memang dia merasa seperti dipanggang. Semakin dalam semakin panas, bahkan Amoksa sudah tidak merasakan lagi tubuhnya. Setelah sosok Amoksa tak terlihat lagi, Nini Manjeti berpaling ke arah Ki Rembong dan Soca Srenggi. "Kalian silakan cari tempat istirahat masing-masing. Tunggu hasilnya dan jangan khawatir, anak muda itu sebentar lagi akan menjelma jadi manusia tersakti di jagat raya!" Setelah bicara begitu Nini Manjeti tiba-tiba lenyap bagai ditelan angin. Dua dedengkot hanya saling pandang kemudian segera menjauh dari tempat tersebut. Mereka mencari tempat sejuk. Beberapa saat kemudian mereka mendengar suara gemuruh dari dalam lubang itu walau jaraknya cukup jauh dari tempat mereka sekarang. "Kita harus yakin dan percaya saja. Nenek tua itu tidak mungkin menipu!" ujar Soca Srenggi. "Tunggu hasilnya saja. Siapa Naga Sangkala itu,
Bayu keluarkan semua ilmu yang dimiliki satu persatu dilepaskan menghajar Buta Koneng. Terutama dari kesaktian Dewa Petir dan Dewa Angin. Sett! Derr! Dimulai dari Ilmu Tinju Bayu. Pukulan yang terbentuk dari angin yang dipadatkan. Tinju ini bisa merobohkan bukit. Namun, sosok Buta Koneng tak sedikit pun goyah. Yang terjadi malah tercipta serangan balik serupa mengancam si pemiliknya. Bayu bukannya tidak tahu hal tersebut. Dia memang sengaja dan tentunya sudah punya antisipasi agar serangan balik itu tidak mengenai dirinya seperti yang dialami empat pemimpin kelompok. Di saat yang tepat, Rompi Halimunan langsung aktif. Sosok Bayu tiba-tiba lenyap sehingga serangan balik tersebut hanya menemui sasaran kosong. "Hah!" Buta Koneng terkejut bukan main. Padahal dia memperkirakan lawannya akan hancur oleh ilmunya sendiri, tapi mengapa bisa begitu? Bayu sudah muncul lagi. Dia melepasliark
Hawa sakti sangat kuat menebar di seantero tempat. Ki Sela Waru bersama pengikutnya beringsut mundur hingga cukup jauh.Begitu pula empat pemimpin kelompok walaupun dalam keadaan terluka berat, mereka berusaha menjauh dari arena pertarungan.Termasuk Panji Saksana, tapi tidak jauh seperti yang lainnya. Sedangkan di tempat lain, para pendekar golongan putih menantikan pertarungan yang pasti akan sengit.Hawa sakti tersebut berasal dari Bayu yang mengerahkan seluruh kesaktian yang dimiliki. Tenaga Angin, Petir, Bintang, kesaktian Kitab Aksara Sakti dan Kitab Buana Sampurna."Keluarkan semua kekuatan yang kau punya, Bocah!" teriak Buta Koneng masih percaya diri dengan Ilmu Raga Waja yang belum terkalahkan.Namun, setelah memamerkan kekuatannya, Bayu masih tampak berdiri tenang, sepertinya tidak akan melakukan serangan."Apa maksud anak ini?" batin Panji Saksana.Sebelum ke pertarungan antara Bayu dengan Buta Koneng. Tampak
Pertarungan empat pemimpin kelompok melawan Buta Koneng terus berlangsung. Tokoh masa lalu yang bangkit lagi ini tampak sangat percaya diri dengan ilmunya.Buta Koneng membiarkan dirinya diserang sedemikian rupa. Ilmu Raga Waja membuat badannya kebal seperti baja.Ilmu ini memang mirip dengan ilmu yang dimiliki Soca Srenggi dulu setelah memakan telur badak siluman. Ilmu ini juga membuat pemiliknya hidup abadi sampai dunia kiamat.Yang pertama Ki Mandu Reksa melepaskan pukulan dengan tenaga dalam besar, menggunakan ilmu yang baru saja di dapat dari janin milik Nindya Saroya.Wutt!Segelombang angin kuat melesat menghantam dada Buta Koneng laksana tinju raksasa yang hendak mendobrak gunung.Dess! Wutt!Ki Mandu Reksa kaget bukan main, serangannya tidak mempan terhadap tubuh lawan. Malah seperti berbalik menghantam diri sendiri sampai tubuhnya terpental lalu jatuh.Brukk!"Uakh! Sialan keparat!"K
Kaki gunung Salak sebelah barat.Malam hari terasa mencekam. Hawa membunuh berkeliaran. Satu persatu kelompok yang berambisi ingin menjadi yang terkuat di dunia persilatan telah sampai di sana.Mereka tidak meneruskan naik ke lereng. Terlalu dekat dengan sarang musuh akan sangat berbahaya. Empat kelompok tersebut akan memancing Buta Koneng turun.Kalau memang merasa paling kuat pasti akan turun. Jika ingin menjaga harga diri, maka harus menyongsong musuh ke depan. Bukan menunggu.Hal ini disadari oleh Buta Koneng sendiri. Walau dianjurkan untuk tetap menunggu di markas oleh anak buahnya, sosok tinggi besar ini tidak ingin kehilangan muka."Kita akan hadapi mereka di bawah. Semua bersiap, saat menggenggam dunia persilatan!"Maka Buta Koneng segera memimpin pengikutnya untuk turun gunung.Sebelum sampai ke kaki gunung, masih di lereng yang agak tinggi, kelompok Buta Koneng mengawasi ke bawah.Meski malam gelap, ta
Buta Koneng menoleh kepada orang yang berbicara tadi. Lelaki setengah baya. Setelah dipindai, tenaga dalam orang ini masih di bawah Ki Sela Waru.Bahkan Ki Sela Waru sendiri tampak heran mendengarnya. Jelas raut wajahnya menunjukkan tidak suka."Kau jangan lancang bicara!" sentak Ki Sela Waru, tapi dengan suara pelan dan ditekan hampir berbisik."Siapa yang kau maksud orang yang akan merintangi langkahku?" tanya Buta Koneng. Suara hempasan napasnya bagai tiupan angin keras."Saya mendapatkan keterangan bahwa ada beberapa kelompok yang berhasil mendapatkan kekuatan sakti dari janin anak-anaknya Bayu Bentar," jawab lelaki setengah baya salah satu anak buah Ki Sela Waru tadi."Maksudmu kesaktian alami yang dimiliki calon anak-anaknya Bayu Bentar?" tanya Ki Sela Waru karena dia juga sempat mendengar kabar tersebut.Bahkan dia juga telah merencanakan akan menculik tiga istri Bayu setelah berhasil membangkitkan Buta Koneng, tapi ternya
Orang tua berpakaian serba hitam ini memiliki rambut keriting diikat kepala warna merah. Wajahnya kelimis tirus dan keriput. Kedua matanya tampak cekung, tapi sorotnya sangat tajam."Usia kandungannya masih muda. Nanti kalau sudah lebih dari empat purnama, baru aku bisa menyedot kesaktian alami yang ada dalam janinnya. Masukkan dia ke kamarku!"Dua orang yang tadi membawa Nindya Saroya segera memindahkan wanita yang sudah tak sadarkan diri itu ke dalam kamar lelaki serba hitam ini.Kamar yang dimaksud ternyata berada di balik ruangan ini. Di belakang lelaki tua tersebut, tepat pada sudut ruangan ternyata ada sebuah pintu batu yang dibuka dengan cara dorong lalu digeser ke kiri.Setelah terbuka, barulah kamar lelaki tua itu terlihat dari luar. Nindya Saroya dimasukkan ke sana. Di baringkan di atas tempat tidur terbuat dari kayu. Dua orang tadi sudah keluar lagi.Sementara Santana palsu memperhatikan setiap sudut ruangan sembari menyesuaika
Yang keluar adalah Nindya Saroya dari pintu belakang rumah. Dia hendak memetik sayuran di kebun. Istri kedua Bayu ini tampak tenang saja melangkah memasuki kebun.Sementara beberapa sosok yang mengepung rumah Panji langsung bergerak cepat. Terutama yang paling dekat dengan sasaran.Ilmu meringankan tubuh mereka cukup sempurna sehingga tidak bisa dirasakan oleh sasaran yang terus masuk ke kebun seolah tidak ada yang mengintainya.Kemudian dua sosok berkelebat paling cepat menyambar tubuh Nindya Saroya bagaikan elang mencengkram ayam. Secepat kilat pula kedua sosok tersebut langsung menghilang membawa Nindya Saroya.Begitu terlihat sasaran berhasil ditangkap, yang lainnya segera kembali ke tempat masing-masing. Menunggu buruan berikutnya keluar.Dua sosok yang berhasil membawa Nindya Saroya berhenti berkelebat ketika bertemu seseorang. Tubuh si Mawar Jingga dipanggul salah seorang. Rupanya mereka telah menotok wanita tersebut sehingga tidak
Sempat terpikir pula, dia bisa saja bolak balik pindah jaman agar bisa bersama semua wanita yang dia miliki. Namun, semua itu juga harus diawali dengan kejujuran.Bisa jadi Arumi malah ingin ikut ke masa depan. Dengan demikian istrinya menjadi empat. Apakah Bayu mampu berbuat adil terhadap mereka.Namun, akhirnya Bayu harus memantapkan hati. Memilih satu jaman untuk menjalani kehidupannya sampai akhir hayat nanti.Kalau menurutkan kata hati, maka tidak akan ada habisnya menuruti hawa nafsu. Ya, bisa jadi rasa ketertarikan kepada Arumi sekarang hanyalah nafsu belaka.Bayu sudah punya tiga istri di jamannya. Jangan sampai jadi manusia serakah. Dia bukan raja yang bisa memiliki banyak selir.Setelah berpikir matang akhirnya Bayu menunjukkan cara berpindah ke jaman yang berbeda menggunakan Batu Pemutar Waktu.Bayu menatap Arumi saat dua jarinya sudah siap menekan ujung batu tersebut."Jaga diri baik-baik. Kau wanita hebat. K
Yang paling mencolok adalah di belakang rumah kayu tersebut ada sebuah kolam kecil. Di dalam kolam itu terlihat satu sosok mengambang seperti bangkai.Sosok ini menghadap ke atas sehingga jelas rupanya, yaitu seorang wanita cantik. Sepertinya masih gadis. Tubuhnya mungil terbalut kain sinjang basah sehingga membentuk lekuk tubuhnya yang indah.Bayu tidak mempedulikan dulu wanita cantik dalam kolam kecil itu, dia menembus atap masuk ke rumah. Di dalam sana bau kemenyan sangat tebal.Bahkan sepertinya seluruh ruangan rumah terpenuhi asal kemenyan yang entah berada di mana asalnya karena Bayu tidak menemukan tempat pembakaran kemenyan di dalam sana.Ganggasara juga masuk ke sana. Dia bergerak ke sudut sebelah kiri. Di situlah terlihat satu benda panjang dibungkus kain hitam tebal tersampir di dinding.Bayu merasakan aura sakti kuat dari benda panjang tersebut. Auranya sesuai dengan petunjuk ahli senjata di istana Kawali. Tombak Kawijayan.