Pembalasan istri pelit yang sesungguhnyaBab 13"Lho kok begitu sih, Bu? Mas Bayu itu cuma nganter lho Bu!""Pokoknya Ibu mau, Bayu tetap di rumah!"Kini pandangan Mas Bayu beralih ke arahku.Ayo, Mas Bayu kini pilihan ada di tanganmu. Mengantarku ke rumah Emak atau menurut dengan ucapan Ibumu?****"Jangan seperti anak kecil, Bu. Bayu hanya mengantar tidak ikut menginap. Lagian, nanti sore Bayu juga sudah ada di rumah.""Ibu tetap melarang!""Astagfirullahaladzim," ucapku pelan, lalu aku menggelengkan kepala. Tidak percaya dengan tingkah Ibu baru saja. "Kalau memang kamu nggak mau nganter nggak papa kok, Mas. Aku bisa pulang sendiri!""Jangan begitu, Rum. Mas nggak enak sama Emak. Nanti mereka pikir aku nggak tanggung jawab.""Nah, itu tahu." Aku kini mengalihkan pandanganku ke arah Ibu mertua Beliau masih sama, memasang wajah masam bak anak kecil yang tidak mau ditinggal sendirian. Entahlah, ibu memang terkadang seperti anak kecil saja."Mas, keburu siang. Kalau kamu memang nggak
PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYABAB 14Ah, apakah ini semua salahku? Salahku yang tidak bisa bersikap tegas? Apakah sebaiknya aku juga berubah, setelah aku perhatikan Arum kini tidak mau mengeluarkan uang sedikitpun. Apakah aku juga harus berubah seperti dia? Agar rumah tanggaku bisa bahagia?Jika aku memperlakukan Arum sebagaimana mestinya, apakah rumah tanggaku akan bahagia seperti orang-orang? Tapi bagaimana dengan Ibu? Bagaimanapun dia tetap Ibu yang sudah merawat ku sejak kecil.***POV ArumKedatanganku disambut hangat oleh Emak. Wanita paruh baya itu memelukku erat. Ada rindu yang menggunung ketika kami sudah lama tidak berjumpa. Karena kesibukanku berjualan adalah alasannya."Mak, apa kabar? Emak sehatkan?" tanyaku pada Emak sembari melonggarkan pelukan."Alhamdulilah, emak sehat. Kamu gimana jualannya, Lancar?" tanya Emak tangannya masih sibuk mengusap lenganku."Alhamdulilah, lancar Mak. Ini libur sama besok, capek. Mau istrirahat.""Iya, kalau capek istirahat. Jan
PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYABab 15"Mana uangnya, Rum. Mas buru-buru mau pulang, sudah di telepon sama Ibu." mas Bayu memperlihatkan layar ponselnya."Tapi ada syaratnya Mas.""Iya, Rum. Syaratnya apa?"****"Mulai bulan depan uang gaji kamu Arum yang ngatur, Mas. Nanti semua keperluan kamu dan kebutuhan rumah aku yang urus!"Mas Bayu membelalak, seolah tidak percaya dengan apa yang aku katakan baru saja. Terlihat dia menelan ludah dengan susah payah. Benar-benar pemandangan yang sangat lucu. Aku gemas sekali melihat ekspresi Mas Bayu, seakan aku ingin mencubit kedua pipinya."Gimana mau nggak? Aku akan kasih Mas Bayu dua juta sekarang." Mas Bayu masih tidak menjawab pertanyaanku. Mungkin ini adalah keputusan yang sangat luar biasa. Hingga dia harus berpikir ribuan kali untuk menyerahkan ATM itu kepadaku. Jika itu terjadi semua gaji Mas Bayu aku akan mengetahuinya berapa besarnya.Kring … kring Ponsel Mas Bayu kini kembali berdering, dengan cepat Mas Bayu mengangkatnya.
PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYABAB 16Tuling Satu pesan lagi masuk. Aku pikir balasan dari Mas Bayu. Namun ternyata pesan yang menuliskan jumlah gaji Mas Bayu telah masuk pada rekening. Sontak mataku membulat sempurna ketika mengetahui jumlah gaji Mas Bayu selama ini."Astaga, jadi gaji Mas Bayu sebesar ini?" gumamku pelan membuatku tidak percaya.****[Banyak banget, Mas. Ternyata gajimu selama ini? Tega ya, kamu cuma ngasih aku lima ratus ribu!] Balasanku kepada Mas Bayu setelah dia mengirim screenshot m banking.[Sudah buruan pulang, jangan lupa ambil gaji Mas][Eit, kamu nggak bisa ngatur aku, Mas. Kali ini aku yang ngatur keuangan. Uang yang kemarin aku kasih masih kan?][Habis]Astaga, tapi terserah kamu lah mas. Yang penting mulai saat ini aku yang mengatur semua gajimu. Segera tunggu pembalasan istri pelit yang sesungguhnya, Mas. Aku harap kamu dan juga Ibu tidak kejang-kejang nantinya. Ah, aku sudah tidak sabar lagi melihat ekspresi Ibu ketika beliau tahu bahwa aku
PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYABAB 17"Arum," teriak Ibu membuatku sedikit malas beranjak.Aku membuka pintu dengan hijab yang masih tertempel di kepala. "Ada apa sih, Bu?" Terlihat mata Ibu melotot hampir keluar dari tempatnya.****"Ada apa … ada apa! Kamu lihat ini jam berapa? Sebentar lagi Bayu pulang kamu nggak ngapa-ngapain malah tidur. Enak bener ya?" Aku segera masuk kedalam kamar tanpa menutup pintu. Melepaskan hijab lalu menaruhnya di keranjang kotor."Yaelah, Bu. Nanti juga Arum kerjakan," ucapku sembari menjepit rambut ke atas."Lho, kamu malah mau kemana?" tanya Ibu setelah melihatku tidak keluar kamar justru pergi ke kamar mandi."Mau sholat dulu!""Kamu itu ya, nggak cuma pelit tapi juga malesan. Malah nggak ngerjain pekerjaan rumah malah enak-enakan tidur." Aku tidak menjawab, setelah mengambil wudhu aku gegas menunaikan sholat ashar. Entah karena sungkan atau apa, Ibu sudah tidak terdengar lagi berbicara. Langkahnya terdengar meninggalkan aku yang mulai men
PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYABAB 18"Jika Agus meminta uang, apakah kamu juga tidak mau memberinya?" Kini pertanyaan tertuju padaku, membuatku mengernyitkan kening. Untuk apa Agus kembali meminta?"Gajimu sebesar ini, Mas. Selama ini? Dua belas juta? Atau kadang lebih?" Kini aku berbalik bertanya kepadanya, membuat laki-laki itu tidak lagi berkutik.****Aku bangun lebih awal seperti biasa. Menyiapkan semua dagangan lalu pergi ke warung. Tidak lupa memasak air untuk menyeduh kopi dan juga teh untuk mertua. Meskipun semalam telah terjadi huru-hara, namun kewajibanmu tetap aku jalani sebagaimana mestinya.Setelah selesai menyiapkan sarapan, aku langsung bergegas ke warung. Di sana kedua karyawan ku sudah siap. Semua kompor menyala, satu persatu menu matang siap disajikan. Tidak terasa jam menunjukan angka setengah tujuh. [Mas, sarapan sudah aku siapkan. Mulai sekarang Mas Bayu bawa bekal langsung. Sudah aku siapkan juga di meja makan.] Pesan aku kirim tidak berapa lama dua
PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYABab 19Ceklek "Sini biar Ibu yang panasi makanannya. Kamu mandi saja." Ibu mengambil alih panci yang berisi sayur nangka muda. Aku pun mengikuti permintaan Ibu, jarang-jarang dia seperti ini.Astoge, ada apa ini? Apakah ini salah satu sogokan? Biar aku mau memberinya uang? Jika itu benar adanya, perlukah aku memberi Ibu uang? ***Sebaiknya aku memanfaatkan waktu ini dengan sebaik-baiknya."Iya, kalau begitu Arum mandi dulu, Bu.""Iya," jawab Ibu singkat lalu wanita tua itu sibuk di depan kompor. Aku pun melenggang pergi ke kamar. Merebahkan badan yang seakan rontok bersamaan, lelah.POV ibu Saraswati (Ibu mertua)Astaga, gaji Bayu mulai sekarang dibawa Arum? Bagaimana ini? Apa aku bisa leluasa meminta uang kepada menantuku itu. Kalian tahu sendiri kan, dia itu pelit. Bagaimana tidak, istri sudah mempunyai penghasilan masih saja minta jatah sama suami. Seharusnya Arum itu bersyukur, Bayu sudah berbaik hati memberinya uang lima ratus ribu. Sebe
PEMBALASAN ISTRI PELIT YANG SESUNGGUHNYABAB 20Kalau bukan karena uang, aku tidak sudi mengepel lantai dan juga mencuci pakaian. Meskipun menggunakan mesin cuci sekalipun. Ditambah cucian piring juga lumayan banyak.Kali ini aku harus bisa mengambil hati Arum, terpaksa.Arum tiba dirumah setelah pekerjaanku selesai, dia pasti terkejut mendapati rumah sudah dalam keadaan bersih. Aku juga memintanya beristirahat dan juga membersihkan badan. Ah, rasanya aneh jika menjadi baik seperti ini.Semoga dengan kebaikanku Arum mau memberiku uang.***POV ArumAku menggeliat diatas kasur. Mengerjapkan kedua mata lalu menatap jam yang melingkar di dinding. Jam menunjukan angka lima, Astagfirullahaladzim. Aku segera meloncat dari tempat tidur lalu gegas mandi, setelah selesai aku duduk di meja rias. Nampak benda pipih yang tergeletak diatas meja rias bergetar dan terus menyala. Jelas tertera di layar ponsel nama Mas Bayu tenggah memanggil. Segera aku mengangkatnya."Halo, Assalamualaikum." "Waal
Bayu bergegas pergi meninggalkan penjual Bakso. Mengambil tas dan juga perlengkapan lainnya. Tidak lupa Bayu menyerahkan uang untuk membayar Bakso. Setelah selesai. Bayu kembali menghampiri Arum."Tenang, Nak. Nanti Emak ke situ sama Bude Nanik. Kamu yang tenang ya. Dimana Bayu?""Ini, Mak. Dia sudah selesai memasukan perlengkapan aku di mobil.""Ya sudah bilang sama dia nggak usah khawatir. Kamu buat jalan santai saja. Jangan melakukan pekerjaan berat ya. Apalagi naik tangga, berbahaya. Jalan santai aja di lantai bawah. Keramik di tempatmu kan licin.""Iya, Mak." Setalah mengucapkan salam Arum menutup teleponnya. "Aku sudah bilang sama Emak. Dia mau ke sini sama Bude. Kebetulan Bude lagi di rumah.""Ya sudah kalau begitu. Gimana perut kamu masih sakit?""Udah nggak kok, Mas. Nanti teras mules hilang lagi mules lagi hilang lagi. Begitu saja terus.""Alhamdulilah, kalau begitu. Semoga nanti kamu dilancarkan ya sayang.""Permisi, baksonya Mas.""Oh, ya. Terima kasih banyak, Pak." Dua m
Kesempatan kedua dan akhir dari perjuangan"Sesuatu? Apa?"Sebuah kertas berwarna putih disodorkan Arum. "Apa ini?" "Buka aja, Mas," pinta Arum membuat Bayu tersenyum bersamaan dengan rasa penasaran.Perlahan tapi pasti lelaki itu membuka kertas itu. Dibacanya dengan seksama. Bayu tersenyum, lalu pandangannya tertuju pada Arum. ****"Ini beneran?" tanya Bayu. Hanya dijawab dengan anggukan kepala sang istri. Bayu memeluk erat tubuh Arum. Tatapannya tidak lepas pada sebuah surat. Surat yang menyatakan bahwa Arum bisa kembali hamil tentunya dengan pengawasan dokter kandungan. "Alhamdulilah, semoga nanti kedepannya kamu bisa secepatnya hamil lagi.""Amin, Mas." ****Satu tahun kemudian.Arum berjalan bergandengan dengan Khaila. Melewati orang-orang yang tengah berjalan menikmati indahnya sore hari. Bayu menatap wanita itu dari kejauhan. Menyungging senyum penuh kebahagiaan. Akhirnya apa yang ia tunggu selama ini tercapai juga. Arum terlihat begitu kesusahan berjalan. Kehamilan yang m
"Kamu tega, Mas," ucap Rani di sela-sela tangisnya. Dia menelan ludahnya dengan susah payah. Membenarkan posisi duduk menjadi memeluk lutut menangis dalam dekapan sendiri. Tidak ada orang tua, anak maupun siapapun yang melapangkan hati Rani.Rani berada di titik terendah. Dimana hati, jiwa dan raganya terluka. Sebuah pertanggungjawaban atas apa yang ia lakukan. Penyesalan teramat dalam selama hidupnya. ******"Kamu udah putusan, Gus?" tanya Bayu di sela-sela makan malam. Ya, hari ini Bayu bersama Khaila dan juga Arum makan malam bersama di rumah Bayu. Agus berubah. Satu persatu hutang-hutang yang pernah melilitnya ia bayar. Memberikan kehidupan yang layak sebagai seorang anak pada Khaila. Mencurahkan waktu dan juga kasih sayang. "Alhamdulilah sudah, Mas. Keputusan langsung dikirim ke lapas.""Rani gimana? Kamu nggak pernah jenguk dia? Sudah sebulan ini dia disana!" tanya Arum. Bagaimanapun Rani pernah menjadi bagian hidup Agus. Pernah memberi Khaila untuknya."Nggak lah, Mbak. Aku
KARMARani menikmati dinginnya lantai di dalam penjara. Sepi, sedih dan juga terkekang. Di tempat riuhnya banyak orang yang tengah berbincang, Rani menunduk, dia tidak berani menatap orang-orang yang ada di sekelilingnya. Rani berharap mukjizat akan datang. Dia percaya Arum akan datang dan memintanya pulang. Namun, satu hari dua hari hingga satu bulan lamanya tidak jua ia dapati sosok yang dinanti. "Mbak, Rani minta maaf, Mbak. Rani khilaf. Rani tidak bermaksud mencelakai Mbak dan juga janin yang ada di kandungan Mbak. Aku harap Mbak Arum mau memaafkan aku. Aku harap Mbak Arum mau memberiku kesempatan. Huhuhu …." "Kesempatan kamu bilang? Terlambat! Kamu pantas di penjara, Rani!" ucap Arum tidak peduli. Sorot matanya tajam penuh kebencian. "Tapi Mbak. Khaila bagaimana? Bagaimana dengan anakku, Mbak? Dia masih butuh aku, masih butuh kasih sayang seorang Ibu!""Aku akan menjaga Khaila. Jauh lebih baik daripada kamu. Sebelum kamu bertindak seharusnya kamu lebih dulu berpikir. Hidup
Ternyata Ratih tengah diuji. Dia kehilangan banyak uang karena suaminya tertipu investasi bodong. Terjawab sudah kenapa beberapa waktu lalu dia meng gadai rumah pada Hendra, suami Nanik.Kini Ratih juga bekerja di warung Arum. Namun hari ini dia tidak bisa datang ke rumah Arum dikarenakan ada kepentingan di sekolah putranya. Khaila terlihat duduk dipangkuan Agus, lelaki itu tengah mengajukan perceraian kepada pengadilan agama. Dia memutuskan berpisah dengan Rani. Agus kini memulai hidup baru. Bekerja menjadi salah satu karyawan Arum tentunya. Berjalan dari bawah bersama sang putri. Dimana saat ini di jaga oleh Arum. Khaila kini sudah bersekolah. Meskipun masih taman kanak-kanak."Bagaimana, Yu. Kamu di sana sehat-sehat kan?" tanya Marni pandangannya tidak lepas pada Bayu. Arum yang tengah menuangkan minuman hangat lantas melirik sekilas kearah ibunya. "Alhamdulilah, Mak. Sehat, banyak doa yang Bayu panjatkan di sana. Untuk almarhum Ibu dan juga untuk Arum." Bayu menatap Marni namun
"Jawab, Agus. Apakah surat itu ada ditanganmu!" Bowo kembali bertanya.Agus diam. Dia menatap Khaila kemudian pandangannya beralih kepada Bowo lalu Ranti.****"Ada pada saya, Pak!""Ada pada kamu?! Lantas kenapa kamu tidak memberikan kepada Rani? Kamu tahu kan dia di tempat kedua orang tuanya.""Saya-""Bapak kecewa sama kamu!""Hu … hu … papa!" Teriak Khaila membuyarkan pandangan Agus yang mulai mengabur karena airmatanya yang hampir jatuh."Kamu anggap apa anakku Rani? Dia sudah menemani kamu dari nol. Dan sekarang kau campakkan dia! Membiarkan dia dibawa polisi dengan paksa?""Rani kelewatan, Pak. Saya sudah bicara kepada Mas Bayu dan juga Mbak Arum. Kata mereka Rani mendorong Mbak Arum hingga terjatuh!""Lantas kamu diam saja!""Ini menyangkut nyawa, Pak. Saya juga sedih tapi Rani harus mempertanggung jawabkan perbuatannya!"Plak"Pergi dari rumah ini! Bawa Khaila bersamamu!" Tamparan itu mendarat di pipi Agus. Khaila berteriak histeris. Lelaki paruh Baya itu mengepalkan tangan.
Kedua orang itu masuk kedalam rumah. Bowo memberi jalan. Sedangkan Ranti yang berhasil sampai di dekat Bowo. Menatap nanar ke arah suaminya. Bowo mengangguk. Membiarkan kedua orang itu bekerja sesuai tugasnya."Pak, tapi saya hanya mendorong pelan kok. Mana mungkin anaknya Mbak Arum meninggal. Nggak usah lebay deh!" Rani berteriak. Ia mengusap kasar jejak air matanya. Yang tidak dipungkiri begitu takut jika itu terjadi."Silahkan Anda jelaskan dikantor. Silahkan ikut kami."Semula kedua polisi itu bersikap sopan. Berharap Rani tidak memberontak lantas dengan kesadaran berjalan beriringan namun sayang, Rani membelot. Seolah dia ingin lari dari kedua orang itu. Terpaksa Rani harus ditarik dengan paksa menuju mobil polisi. Sebenarnya beberapa waktu lalu pihak polisi sudah mengirim surat panggilan kepada Rani untuk datang ke kantor polisi namun sayang surat itu tidak pernah ia terima. Karena alamat yang dituju adalah alamat dimana rumah Rani tinggal bersama Agus. Entah mengapa Agus tidak
Arum memandikan anak itu lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian Khaila yang dulu tertinggal. Lalu dia mengajak anak itu untuk makan. Dan terakhir Khaila tidur siang dikamar. Bayu tengah umroh bersama teman-temanya. Sudah tujuh hari lamanya, sebentar lagi dia akan pulang. Selama Bayu tidak ada di rumah Khaila akan menjadi teman tidurnya.*****"Khaila, beresin mainan kamu! Berantakan tau!" teriak Rani. Wanita itu berkacak pinggang di hadapan Khaila. Khaila yang semula anteng bermain boneka seketika menunduk. Dia takut melihat sang Ibu yang tengah melotot ke arahnya.Sudah beberapa hari ini dia tidak masuk bekerja. Entah bagaimana nasibnya. Mungkin akan mendapat surat pemecatan karena dia sering absen datang ke tempat kerja. Padahal dia harus mencukupi kebutuhan Khaila, dimana saat ini Agus tidak cukup bisa diandalkan."Apa-apaan sih kamu?! Anak itu diajari bukan dimarahi!" sahut Bowo, ayah Rani. Dia terlihat meraih tangan cucunya lalu membantu memunguti mainan."Kita beresin sama-
"Nggak usah repot-repot, Mbak.""Nggak papa." Arum berjalan ke dapur. Menyiapkan pisang goreng dalam piring. Tidak lupa membuatkan kedua ayah dan anak itu minuman. Arum kembali ke ruang tamu tentunya dengan nampan yang ada di tangan."Silahkan diminum cantik, pisangnya dimakan ya!" pinta Arum membuat Khaila tersenyum."Kamu belum daftarkan dia ke sekolah?" tanya Arum pandangannya kini tertuju pada Agus yang tengah menyesap teh."Belum, Mbak. Belum ada uang!""Terus selama ini kamu ngapain saja di rumah?""Khaila nggak ada yang jaga, Mbak. Aku nggak enak jika harus menitipkan dia sama Mbak terus.""Kalau kamu nggak kerja. Gimana sekolah Khaila? Gimana makan dia?"Agus hanya diam. Bagaimanapun dia tetap saudara kandung Bayu. Bagaimanapun juga dia tetap memikirkan Khaila. Khaila anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Dan lihat, dia tidak mau minum teh itu maupun mengambil makannya. Padahal dulu, dia sangat cerewet dan juga manja jika dengan Arum."Sayang, kok nggak makan?" tanya Arum. Dia