Sepulang kerja, Ayasya menunggu taksi untuk mengantarkan ke rumah. Ia menolak tawaran pulang bersama dari Xabier. Semenjak masalah fotonya bersama Xabier sampai pada Xaba, Ayasya membatasi diri berinteraksi dengan bosnya.Berbagai alasan digunakan Ayasya agar penolakan tidak menyinggung perasaan Xabier."Ini taksinya mana? Lama bener?" gumam Ayasya. Biasanya ada taksi yang mangkal menanti penumpang dekat restoran, sehingga Ayasya tidak perlu memesan melalui aplikasi.Ti...iit!Terdengar bunyi klakson beberapa kali di depan Ayasya. Perempuan itu tidak mengenali siapa pengemudi lantaran kaca penumpang bagian depan tidak diturunkan. Kaca filmnya pun hitam. Mobil sedan siapa, Ayasya juga tidak tahu."Berisik banget!" gerutu Ayasya lalu ia berpindah dari situ.Kendaraan roda empat tadi mengikuti Ayasya sembari membunyikan klakson yang memekakkan telinga. Hampir saja Ayasya menegur si pengemudi mobil."Ayo naik!" ajak pengemudi yang tak lain Elang Dewandaru, setelah menurunkan kaca jendela.
"Sayang, aku merasa cemas dan takut menjelang pernikahan kamu," ucap Milen manja sembari memainkan kancing kemeja Xaba. Xaba yang sedang asyik menonton televisi memberikan perhatian pada kekasihnya."Karena apa?" tanya Xaba sambil mengusap kepala Milen dengan lembut."Takut kamu akan berpaling dariku setelah menikah nanti. Kamu akan menyukai istri pilihan ibu kamu itu." Ekspresi khawatir kentara pada paras ayu Milen."Sepertinya itu tidak akan terjadi, Milen." Xaba mencolek dagu Milen. "Hatiku sudah terpaut pada kamu. Setelah menikahinya dan menjauhkan dari keluarga, di tahun kedua aku akan berpisah darinya, ya, dengan memberinya uang dan kenyamanan, akan terlihat karakter aslinya."Milen mengurai pelukannya, ia terperangah mendengar rencana Xaba."Kamu serius hanya menikah di tahun pertama?""Lebih cepat mengetahui belangnya malah lebih baik. Uang dan kenyamanan akan menguak perempuan seperti apa Ayasya itu."Milen tersenyum lalu memeluk erat kelasihnya sembari menggesekkan wajah pad
Saat ini Batari dan Ayasya sedang berada di butik untuk melakukan pengukuran badan dan memilih bahan kebaya yang akan dipakai saat tunangan nanti."Jeng Tari, menantunya sudah punya salon, belum?" tanya pemilik butik langganan Batari."Belum, nanti bakal dicari di Bandung, Jeng," jawabnya.Batari dan pemilik butik terlibat percakapan tentang salon, gedung resepsi, dan lainnya. Sementara itu, mata Ayasya menangkap berita yang viral mengenai putusnya hubungan Xaba dengan kekasihnya, Milen.Sulit baginya percaya kalau Xaba meninggalkan perempuan secantik Milen."Loh, Jeng, itu berita tentang anaknya Jeng." Pemilik butik sadar dengan gambar di televisi yang memuat tentang Xaba. Dia mengetahui kalau Xaba putranya Batari lantaran sebelum jadi artis, Xaba kerap mengantar ibunya menjahit kebaya ke butik ini.Batari mengikuti arah pandang pemilik butik. Ia menjadi malu hati karena Xaba disebut-sebut sebagai pria yang mempermainkan Milen."Masa seperti itu sih, Jeng? Saya ngga percaya si cakep
Xaba mengumpat karena pecahan gelas mengenai telapak kakinya. Suara Xaba terdengar jelas di pendengaran Ayasya. "Mas Xaba," panggil Ayasya lagi tanpa mendapat tanggapan. Tadinya, Xaba ingin mengambil segelas air sembari mengecek pesan penuh kerinduan dari Milen. Saat panggilan dari Ayasya masuk dan memenuhi layar ponselnya, Xaba memutuskan menanggapi, hanya saja ia tidak memerhatikan pegangan pada gelas, yang ada tangannya menyenggol gelas kaca sampai terjatuh dari mini bar dapur."Ada apa menelepon?" tanya Xaba dengan nada dingin."Ada gelas jatuh, Mas? Mas tidak apa-apa?" Ayasya memastikan keadaan Xaba.Xaba hanya bergumam. Tidak jadi meneguk air, Xaba berjalan menuju penyimpanan kotak P3K untuk mengobati telapak kaki yang berdarah.Xaba meringis mengeluarkan beling kecil dari telapak kakinya. Suara itu kembali terdengar oleh Ayasya."Apa yang kena, Mas?" Ayasya meyakini kalau ada yang luka pada tubuh Xaba."Kaki," jawabnya pendek sembari mengoles alkohol dan obat antiseptik."Meng
"Bos, saya sudah terima hasil pengecekan keaslian foto yang Bos minta dari ahli," lapor seseorang pada Xaba. Xaba masih memilih meringkuk di apartemen."Mana laporannya?" Pria itu menyerahkan sebuah amplop coklat besar.Xaba membaca hasil yang mengejutkan, dinyatakan bahwa semua foto-foto itu rekayasa. Diyakini pengedit merupakan orang yang berpengalaman, memiliki kemahiran dalam soal photo editing."Brengsek!" Xaba membanting kertas hasil ke lantai."Maaf, Bos, apa ada yang salah?""Tidak ada," jawab Xaba dengan perasaan geram bukan main. "Tugas tambahan buat kamu, cari tahu siapa di balik pembuat dan pengedit foto-foto ini."Si pria yang bekerja pada Xaba ini berpikir sejenak. "Tetapi, sepertinya itu sulit, Bos. Mungkin kita perlu jasa pihak ketiga lagi dan bayarannya mungkin cukup besar," jelasnya."Aku tidak peduli soal uang. Yang penting dapat siapa orangnya siapa dalangnya." Tangan Xaba terkepal ke telapak satunya. Pria itu pamit meninggalkan ruang apartemen Xaba.Xaba berjalan
Sudah dua hari ini Ayasya tinggal di penginapan kecil untuk menghemat biaya hidupnya. Selama dua hari juga, ia telah mencoba melamar pekerjaan ke beberapa restoran.Posisi manajer restoran di Pohon Rindang sayangnya hanya seumur jagung, sehingga Ayasya tidak bisa menuliskan sebagai pengalaman kerja di surat lamarannya.Ayasya duduk di pinggir dipan kasur lalu mengecek aplikasi mobile banking-nya. Masih ada dua digit tertera di sana, hasil keringat selama menjadi asisten rumah tangga dan beberapa bulan menjadi manajer restoran."Untuk bertahan hidup, saya harus punya pekerjaan. Panggilan interview kerja belum tahu kapan," ucap Ayasya pada dirinya sendiri. Perempuan itu berpikir keras, cara apa yang bisa dilakukan agar mendapat pekerjaan dalam waktu seminggu ini.Pikiran Ayasya buntu untuk mencari solusi buat diri sendiri. Ayasya mengecek aplikasi perpesanan, banyak sekali pesan baru dari Batari, Xaba, dan Xabier.Sangat mengharukan baginya, kabar yang disampaikan Batari bahwa foto-foto
Usai berjumpa dengan Elang, Ayasya kembali ke penginapan seorang diri. Ia menolak diantar oleh Elang lantaran tidak mau merepotkan."Hanya mengantar, aku rasa tidak masalah." Itu kata Elang tadi. Ayasya bersikeras tidak ingin diantar.Ayasya berjalan menuju penginapan, sebelumnya ia turun di mini market untuk membeli perlengkapan wanita.Matahari telah terbenam, langit Surabaya menggelap. Di kiri dan kanan jalanan tak begitu lebar, Ayasya melihat perempuan dan laki-laki duduk berdekatan, bahkan ada yang berdempetan.Mereka menatap ke arah Ayasya, tatapan menilai seakan-akan orang asing dari planet lain. Pakaian Ayasya tertutup sehingga ada yang memandang aneh pada dirinya."Suit... suit."Ada pula pria kurang kerjaan yang menggodanya dengan siulan. Ayasya mengabaikan, berjalan lebih cepat ke penginapan dengan menenteng bawaannya di tangan dan menyandang tas di depan dada.Saat Ayasya masuk penginapan, seorang pria tambun menyentak tangannya. Ayasya terkesiap dengan perlakuan tanpa bata
Ayasya mengunjungi makam mendiang ibu, kakek, dan nenek yang berjejer berdampingan. Di kampungnya, tanah makam diperbolehkan dikavling untuk keluarga.Tanah makam itu ditumbuhi rerumputan. Namun, semen di sekeliling ketiga makam itu telah rusak karena tanahnya ambles.Ayasya menyentuh nisan ibunya, mengusapnya hingga air mata Ayasya menetes tidak tertahankan. Tanpa suara, tubuhnya bergetar mengingat kebaikan orang-orang tercinta yang telah lebih dulu berpulang. "Ayas kangen sekali," lirihnya sembari mengusap hidung yang meler. Dalam deru kesedihan, Ayasya menaburkan kelopak bunga di ketiga makam secara bergantian yang dibeli dekat gerbang sebelum masuk."Ayas sudah tidak tinggal di...." Barulah isakan Ayasya berubah jadi pilu sesenggukan. Ingatannya merembet ke peristiwa pengusirannya dari kediaman keluarga Santos. Ayasya menyentuh dada, meminta diri sendiri agar kuat menghadapi masalah hidup. "Ayas tidak tinggal lagi bersama keluarga Ibu Batari," lanjutnya."Ayas ingin menata hidup
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca