Batari terisak di dada suaminya, ia merasa sedih dengan kenyataan yang baru saja diketahui. Selama ini Batari tidak menaruh prasangka terhadap Suyati dan Ningsih. "Kamu masih sedih? Maksud aku baik supaya kamu tidak lagi dimanfaatkan di masa depan oleh mereka. Atau kamu mau kita memperkarakan lagi tentang hutang piutang ini?"Xabier mengusap rambut istrinya yang duduk menyandar padanya.Batari menarik diri lalu menatap suaminya. Dia menggelengkan kepala. "Tidak usah, saya berusaha ikhlas saja."Senyum samar di wajah Xabier menandakan kekagumannya pada sang istri. "Tapi, kenapa tidak diperkarakan saja. Mereka telah mengambil apa yang menjadi hak kamu, peninggalan orang tua." Xabier penasaran dengan isi otak istrinya.Batari kembali menyandarkan kepalanya di dada suaminya. Mereka berada di ruang keluarga."Kalau saja dulu saya mendapat warisan itu, mungkin saja saya tidak akan menjadi istri Bapak. Cita-cita saya masa remaja ingin menjadi seorang desainer, saya suka menggambar. Karena k
Angin menerpa wajah Batari yang berlinang air mata. Dia menangisi nasib kehidupan yang belum kunjung meraup bahagia."Maafin mama, ya." Batari cepat-cepat menghapus jejak air mata di pipinya. Xabier duduk di samping Batari yang tidak memberi respon sama sekali."Dulu mama dan papa menikah karena dijodohkan. Mereka dari kalangan orang berada. Tetapi, saat aku telah mahasiswa papa dan mama berpisah karena orang ketiga, dia cinta masa lalunya papa." Xabier menghela nafas berat memandang lurus ke depan. Batari menoleh pada Xabier yang wajahnya berubah sendu.Batari baru saja tahu rahasia masa lalu keluarga suaminya. "Lalu, di mana ayah Pak Xabier sekarang?" "Entahlah, kami hilang kontak. Mama minta jangan pernah mencari papa karena pilihan papa bukan kami."Batari terhenyak, dia bisa ikut merasakan luka hati suaminya. "Aku merasa mama tidak menyukai kamu dibayangi pengalaman perpisahannya dengan papa. Perempuan masa lalu papa bukan orang yang berada, bukan memiliki pekerjaan yang menter
Xinda menemani mamanya semalaman, setelah Andalaska mencurahkan isi hati pada putri semata wayangnya itu. Xinda merasa iba pada Andalaska yang masih menyimpan rasa sakit hati pada papanya, Groban Danov Santos.Beberapa tahun lalu, Xinda masih berkontak diam-diam dengan Groban tanpa sepengetahuan Andalaska. Namun, hubungan mereka merenggang akibat Groban yang semakin sibuk dengan urusan pekerjaan dan... perempuan simpanannya.Hari ini Xinda mengurus revisi proposal ke kampus, ia harus bergerak cepat agar lekas terbit surat penelitian dari pihak kampus. Meskipun tidur kurang, Xinda tetap bersemangat mengerjakan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa."Kamu sudah bisa mencetak proposal dan menyerahkannya pada administrasi jurusan," ucap dosen pembimbing Xinda saat dirinya menghadap.Wajah Xinda semakin cerah mendengar kabar baik dari dosen pembimbing. Ia keluar dengan raut puas, rencananya siang ini ia akan mengunjungi restoran Xabier untuk mengabarkan proposal skripsinya telah diterima
Xinda mengunjungi restoran pusat milik Xabier, maniknya menyorot ke meja berisi jus buah yang dipesannya. Ingatan pembicaraan bersama Groban memenuhi otaknya.Hari telah sore, sebenarnya waktu Xabier untuk pulang."Maaf ya, kamu menunggu kakak lama." Xinda duduk di salah satu bangku restoran, Xabier baru saja melakukan pertemuan dengan rekanan pemasaran untuk menentukan strategi mengembangkan usaha restoran yang sempat mandek."Ya kak, tidak apa-apa."Tampilan Xinda yang tanpa ekspresi mendorong Xabier untuk meneliti paras adiknya. Jarang sekali Xinda dengan ekspresi seperti saat ini."Kamu ada masalah? Cerita pada kakak."Xabier menerka masalah apa yang membebani adiknya. Kalau masalah percintaan, biasanya Xinda akan menangis, tetapi kali ini tanpa ekspresi."Seminar proposalku berjalan lancar kak, tadi aku mengajukan revisi, tidak banyak yang harus diperbaiki. Surat penelitian akan diterbitkan pihak kampus."Xabier tersenyum, merasa bangga akan pencapaian Xinda dalam tiga tahun ini.
Xabier langsung menuju kamar, ia menemukan Batari telah siap untuk membawa Xaba ke rumah sakit."Ayo, Pak. Saya sudah siapkan pakaian Xaba." Batari berjalan lebih dul, sementara Xabier keheranan."Kamu seperti yakin kalau Xaba akan dirawat," ucapnya sambil mengikuti istrinya."Demam Xaba sudah mencapai 40 derajat, ini hanya persiapan saja, siapa tahu." Tas di tangan Batari diraih Xabier lalu ditaruh di bagasi mobil.Xabier melarikan kendaraannya dengan lebih cepat ke arah rumah sakit ibu dan anak di Surabaya. Sesekali Xabier menoleh memandang istri dan anaknya.Ia melihat Batari begitu tenang, tetapi tatapannya sendu kala melihat Xaba yang tertidur di pangkuannya.Putra mereka masih belum genap enam bulan, demam ini pasti menyakitkan baginya. Tentu saja setiap ibu yang mengasihi anaknya akan merasa seperti Batari.Xabier mengusap kepala Batari perlahan penuh kasih sembari tangan kanan di kemudi. Tidak terbendung lagi, air mata Batari jatuh lalu terdengar isakan kesedihan.Akhir-akhir
Batari keluar dengan wajah sendu dari ruangan dokter spesialis kandungan. Xabier tidak menemani sebab Batari meminta agar Xaba ditemani di ruang rawatnya.Batari berjalan menuju kamar Xaba dengan mata berkaca-kaca hampir menangis. Ia tidak menyangka kalau Xaba akan secepat ini memiliki adik, sementara umur putra pertamanya masih 5 bulan.Perasaan bersalah mengungkung Batari, ia takut kalau tidak mampu membagi perhatian untuk Xaba dan calon anak kedua.Pintu kamar rawat Xaba dibuka Batari, cepat-cepat ia menghapus air mata. Kejutan di dalam kamar membuat Batari melupakan sejenak kehamilannya.Sekuat hati ia mengulas senyum, ada tamu istimewa datang mengunjungi Xaba."Nyonya dan mbak Xinda... apa sudah lama datang?""Baru saja, Kak," jawab Xinda ramah. "Kak Xabi tadi yang beri tahu kalau Xaba dirawat."Batari mengangguk dengan senyum tulus lalu ia melirik ibu mertua yang melempar raut tanpa ekspresi."Pak Xabier ada di mana?" tanya Batari pada Xinda, ada rasa canggung memenuhi dirinya s
"Itu yang Pak Xabier mau, saya direndahkan Nyonya Andalaska!?" Tatapan Batari merah menyalakan amarah. Meskipun nada suaranya tertahan, tetapi pesan yang disampaikan mengandung emosi. "Mama tidak merendahkan kamu, Bu. Jangan salah paham." Xabier berusaha menenangkan gusar Batari. Akan tetapi, Batari terus menghindar saat Xabier akan menjamah lengannya."Jangan pegang!" hardik Batari.Kekesalan Batari memuncak, belum lagi siap memproses berita kehamilannya, Andalaska dinilai melontarkan kalimat yang menyudutkan dirinya.Batari menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia menumpahkan tangis di dalam toilet. Syukur saja, ruangan eksklusif yang digunakan oleh mereka."Mengapa saya begitu bodoh, mau Pak Xabier hamili," ujar Batari sambil menghentakkan kaki ke lantai seperti seorang anak kecil yang sedang kesal.Xabier keheranan, ia hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya sembari meringis kebingungan."Coba lihat, di mata Nyonya Andalaska saya yang salah," sembur Batari menunjuk dirinya, setel
Lima hari sudah Xaba dirawat di rumah sakit, selama itu Batari setia menemani putranya. Setiap pagi rasa mual menyerang, ia selalu mengafirmasi diri kalau keadaan seperti itu tidak akan lama dan harus diterima.Batari membersihkan bibirnya di wastafel dalam kamar kecil. Air mata berlinang di pipinya, bukan karena rasa sedih, melainkan pagi ini ia memuntahkan semua isi perutnya, sampai-sampai air mata keluar.Rasa lelah mendera, Batari lemas dan terduduk di lantai kamar kecil."Hei, kamu muntah lagi, Bu?" Xabier masuk begitu tidak melihat Batari berada bersama Xaba usai menerima panggilan. Selama lima hari Xabier tidak bekerja ke restoran, hanya memantau kondisi melalui ponsel.Hanya anggukan sebagai jawaban lantas Xabier membopongnya ke arah sofa lalu mendudukkannya di situ. "Kita periksakan ke dokter kandungan, ya," bujuk Xabier sembari mengusap kening dan rambut Batari yang menyender pada sofa.Gelengan kepala Batari membuat resah Xabier bertambah."Saya lapar lagi," ucap Batari tan
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca