Ruang keluarga mendadak hening. Tidak ada pergerakan dari pasangan suami istri yang baru saja membicarakan tentang pekerjaan.Entah apa yang mendorong Batari menyeret pembicaraan yang hampir selesai pada persoalan perasaan. Xabier pun membeku di posisinya.Bila saja detak jantung bisa terdengar, mungkin keduanya sedang berlomba siapa yang paling kencang berdegup. Untungnya tak seorang pun tahu selain diri mereka sendiri.Xabier membalik tubuhnya, berjalan perlahan menuju Batari yang mengerjap panik.Salah bicara, rutuk Batari dalam hati.Batari memundurkan tubuhnya, hingga betisnya menyentuh bangku lalu terduduk di sana."Apa yang kamu katakan, coba diulangi," pinta Xabier yang menjulang di hadapan Batari. Batari terkekeh, "Saya tadi hanya spontan, Pak. Tidak benar-benar bertanya," kilah Batari gugup mencoba bercanda."Tidak minta penjelasan, coba diulangi kalimat tadi."Batari merasa tidak mungkin mengulanginya lagi lantaran terlalu berani melontarkan kalimat seperti itu, meskipun di
Batari terbangun dengan lintasan tangis Xaba dalam mimpinya. Ia baru teringat kalau menjadwalkan Xaba menyusui sekali empat jam.Saat terbangun, Batari tersadar bukan di kamarnya melainkan bersama Xabier yang sedang telungkup nyenyak. Rasa malu menjalar di sekujur tubuhnya, ia teringat kalau telah membaur dengan Xabier setelah suaminya mengungkapkan perasaan terdalamnya.Batari memandangi suaminya dengan ulas senyum manis. Hatinya menghangat, kini telah menjadi istri yang diinginkan oleh suami. Harapan hampir pupus, tetapi begitulah suasana hati bisa dibolak-balik.Tidak bisa berpikir terlalu lama mengingat ada sosok kecil yang juga membutuhkan sentuhan darinya. Buru-buru Batari berpakaian kembali lalu meninggalkan kamar suaminya. Di sana, Batari melihat Xaba masih terlelap, seakan memberi kesempatan bagi ayah dan ibunya, pikir Batari.Kesempatan ini digunakan Batari untuk membersihkan dirinya lantaran kapan saja Xaba bisa terbangun. Saat dirinya keluar, Xaba menangis terbangun ingin
Kelegaan mengisi hati Batari, ternyata Xaba berada dalam gendongan papanya yang telah rapi. "Saya kaget Xaba tidak ada di tempat tidurnya," ucap Batari sembari mengelus pipi putranya."Tidur kamu pulas banget, jadi aku tidak ganggu." Xabier menyerahkan Xaba pada istrinya. "Aku pergi dulu, ada kunjungan cabang pagi ini.""Apa bapak sudah sarapan?""Sudah, cukup roti dan kopi di pagi ini. Nanti di sana akan lanjut menikmati menu terbaru dari koki resto."Xabier lantas mengecup kening Batari yang langsung mengerjap-ngerjap mendapat perlakuan manis di pagi hari dari suaminya lalu berlanjut ke Xaba. "Papa pergi kerja dulu ya, Jagoan.""Hati-hati ya, Pak."Xabier menoleh pada istrinya dengan ulas senyum yang tak kalah bagus. "Masih mau panggil suami dengan sebutan Bapak dan Pak?""Memangnya mau dipanggil apa?"Xabier pura-pura berpikir. "Mungkin bisa sayang, cinta, hubby," ujarnya sambil melirik Batari yang tampak meringis."Tapi tidak apa-apa juga kalau mau panggil Pak karena faktanya suda
Pagi usai Xabier ke restoran, Batari dihubungi oleh Ningsih. Ibu dari Wisang ingin bertandang ke rumah Batari.Di sinilah mereka kini, duduk berhadapan saling berdiaman. Batari tadinya banyak bertanya, hanya saja respon Ningsih pendek dan datar. Suasana tegang dirasakan Batari."Jadi, bagaimana? Apa kami tidak bisa lagi minta bantuan pada kamu? Kejadian itu membuat kamu sangat membenci Wisang?"Batari gelagapan menjawab, tidak menyangka kalau penuturan Ningsih begitu tajam dan menohok. Selama ini Ningsih sangat lembut padanya, Batari merasakan kasih sayang, tetapi kini dia merasa seperti dimusuhi."Sa--.""Permintaan Ibu hanya satu, tolong bebaskan Wisang. Kami tidak akan mengganggu hidup kamu lagi, bila perlu usai kasus ini, anggap kita tidak pernah saling mengenal."Pahit rasa hati Batari mendengar hal itu, dia ingin sekali melepaskan Wisang, hanya saja meminta pembebasan Wisang pada Xabier akan membuat relasi yang baru saja membaik berubah rusak dan bisa berakhir buruk.Batari mene
Paras Batari sumringah usai Xabier berjanji mengabulkan permintaannya untuk laporan kasus terhadap Wisang dicabut. Batari tidak menaruh dendam apapun pada mereka yang menjahatinya.Pada perjalanannya, Batari merasa menjadi pemenang atas hati suaminya. Tidak pernah menyangka kalau Xabier memiliki perasaan yang sama terhadapnya dan mereka bersatu sebagai suami dan istri."Kenapa senyum-senyum sendiri." Xabier menoleh sekilas pada istrinya lalu fokus kembali menyetir. Xaba ada di bangku belakang, ditidurkan di car seat yang aman dan nyaman."Karena punya suami yang baik," pujinya tanpa rasa segan dan malu lagi.Xabier terkekeh mendengar sanjungan istri yang dulu tidak disukainya. Ia mengelus kepala Batari dengan sedikit kekuatan sehingga rambut Batari menjadi kusut."Bapak, rambut saya jadi berantakan," ucap Batari seraya merapikan kembali surai hitam tebal miliknya."Untuk apa rapi-rapi ke sana, apa karena mau bertemu mantan kekasih?" tanya Xabier bercanda dengan tetap fokus pada keadaa
Batari terisak di dada suaminya, ia merasa sedih dengan kenyataan yang baru saja diketahui. Selama ini Batari tidak menaruh prasangka terhadap Suyati dan Ningsih. "Kamu masih sedih? Maksud aku baik supaya kamu tidak lagi dimanfaatkan di masa depan oleh mereka. Atau kamu mau kita memperkarakan lagi tentang hutang piutang ini?"Xabier mengusap rambut istrinya yang duduk menyandar padanya.Batari menarik diri lalu menatap suaminya. Dia menggelengkan kepala. "Tidak usah, saya berusaha ikhlas saja."Senyum samar di wajah Xabier menandakan kekagumannya pada sang istri. "Tapi, kenapa tidak diperkarakan saja. Mereka telah mengambil apa yang menjadi hak kamu, peninggalan orang tua." Xabier penasaran dengan isi otak istrinya.Batari kembali menyandarkan kepalanya di dada suaminya. Mereka berada di ruang keluarga."Kalau saja dulu saya mendapat warisan itu, mungkin saja saya tidak akan menjadi istri Bapak. Cita-cita saya masa remaja ingin menjadi seorang desainer, saya suka menggambar. Karena k
Angin menerpa wajah Batari yang berlinang air mata. Dia menangisi nasib kehidupan yang belum kunjung meraup bahagia."Maafin mama, ya." Batari cepat-cepat menghapus jejak air mata di pipinya. Xabier duduk di samping Batari yang tidak memberi respon sama sekali."Dulu mama dan papa menikah karena dijodohkan. Mereka dari kalangan orang berada. Tetapi, saat aku telah mahasiswa papa dan mama berpisah karena orang ketiga, dia cinta masa lalunya papa." Xabier menghela nafas berat memandang lurus ke depan. Batari menoleh pada Xabier yang wajahnya berubah sendu.Batari baru saja tahu rahasia masa lalu keluarga suaminya. "Lalu, di mana ayah Pak Xabier sekarang?" "Entahlah, kami hilang kontak. Mama minta jangan pernah mencari papa karena pilihan papa bukan kami."Batari terhenyak, dia bisa ikut merasakan luka hati suaminya. "Aku merasa mama tidak menyukai kamu dibayangi pengalaman perpisahannya dengan papa. Perempuan masa lalu papa bukan orang yang berada, bukan memiliki pekerjaan yang menter
Xinda menemani mamanya semalaman, setelah Andalaska mencurahkan isi hati pada putri semata wayangnya itu. Xinda merasa iba pada Andalaska yang masih menyimpan rasa sakit hati pada papanya, Groban Danov Santos.Beberapa tahun lalu, Xinda masih berkontak diam-diam dengan Groban tanpa sepengetahuan Andalaska. Namun, hubungan mereka merenggang akibat Groban yang semakin sibuk dengan urusan pekerjaan dan... perempuan simpanannya.Hari ini Xinda mengurus revisi proposal ke kampus, ia harus bergerak cepat agar lekas terbit surat penelitian dari pihak kampus. Meskipun tidur kurang, Xinda tetap bersemangat mengerjakan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa."Kamu sudah bisa mencetak proposal dan menyerahkannya pada administrasi jurusan," ucap dosen pembimbing Xinda saat dirinya menghadap.Wajah Xinda semakin cerah mendengar kabar baik dari dosen pembimbing. Ia keluar dengan raut puas, rencananya siang ini ia akan mengunjungi restoran Xabier untuk mengabarkan proposal skripsinya telah diterima
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca