Poin keinginan Xabier tertulis jelas di perjanjian itu.Xabier masih memiliki kebebasannya, sementara Batari harus puas dengan hidup nyaman dan pekerjaan bergaji lebih tinggi dibanding karyawan restoran pada umumnya.Perjanjian ini menekan mental Batari, dia bisa anjlok diizinkan berteman setelah mendapat restu oleh pria itu. Pergi harus sepengetahuan Xabier, memangnya Batari narapidana.Dan, lebih mencengangkan lagi, Batari diminta untuk tidak memiliki perasaan lebih pada lawan jenis termasuk pada pria itu. Artinya, tidak ada perlakuan kasih sayang dari seorang suami pada istrinya. "Bagian mana yang kamu keberatan?" tanya Xabier, kursinya bergerak-gerak."Semua. Saya keberatan. Sekalian saja ...." Batari tidak melanjutkan kata-kata yang diyakininya akan membuat suaminya berang.Xabier mengangkat alis matanya, seperi bertanya 'apa?'. Batari menunduk, ia mengelus lembut perutnya."Saya hanya ingin menjaga batin saya seha
Terbangun di pagi hari, Batari berkutat di dapur, membuat sarapan untuk porsi tiga orang. Setelahnya, Batari membereskan dirinya agar saat kerja tidak beraroma asap. Xabier keluar kamar sudah dengan pakaian yang rapi. Meskipun bukan kerja kantoran, kerapian adalah hal terpenting bagi pria itu. Kalaupun menggunakan kaos, pria itu akan memilih yang berkerah."Pagi ini aku akan antarkan kamu ke restoran, aku ada pemotretan untuk produk parfum milik Serafina," ujarnya begitu duduk di ruang makan.Batari baru tahu belakangan kalau Xabier dan Serafina memiliki kerja sama produk parfum, ia mengangguk-anggukkan kepala."Tapi, Pak, saya bisa ke restoran sendiri. Tidak masalah tidak diantar, sudah biasa," sanggah Batari.Xabier meliriknya sekilas. "Lokasi pemotretan melewati restoran," timpal Xabier sebelum memasukkan makanan ke dalam mulutnya.Selesai sarapan keduanya berangkat bersama-sama, tidak ada suara percakapan selama perjalanan.
"Ba... baik, Nyonya. Saya setuju Pak Xabier dengan Ibu Serafina," ucapnya dengan nada rendah. Batari tidak mau terjadi keributan di ruangan Xabier.Sudah pasti dirinya kalah dan salah bila melawan. Kalau orang di desanya dulu bilang, melawan orang tua bisa kualat."Saya pegang kata-kata kamu. Bila perlu kamu bantu dorong Xabier agar menerima Serafina. Baru saya bisa percaya dengan kamu." Dengan angkuh Andalaska duduk di sofa, ia meminum jus tomat yang dibawakan oleh Batari. Sementara itu, perempuan hamil itu dibiarkan terus berdiri sambil memeluk nampan."Mama?" Suara berat itu mendadak terdengar, mereka berdua menoleh ke arah pintu.Andalaska berdiri lalu menghampiri Xabier. "Anak mama yang tampan sudah datang. Kamu dari mana?" tanyanya dengan suara melembut, setelah mengecup pipi Xabier"Tadi kunjungan ke salah satu cabang restoranku, Ma. Kami sedang ada proyek mengubah desain interior lebih natural," jawab Xabier sambil berjalan menuju kursi kerjanya.Ia melirik Batari yang berdiri
"Siapa sebenarnya Batara Wisanggeni?" tanya Xabier selesai mereka makan malam bersama di rumah.Sore tadi Xabier meminta Batari pulang sendiri sebab dirinya masih memiliki keperluan lain. Kepulangan Xabier dengan wajah dingin disambut rasa bingung Batari."Mas Wisang, teman saya di desa, Pak," jawab Batari. Aktivitasnya membersihkan meja kembali dilakukannya."Kalau aku bicara, kamu perhatikan bukan sibuk membersihkan meja," ketus Xabier dengan nada menahan kesal.Kegiatan Batari terhenti. Ia duduk hadap-hadapan dengan suaminya."Pantas pekerjaannya pelayan," gumam Xabier pelan agar tidak terdengar Batari.Sebenarnya Batari mendengar ucapan itu, dia ingin mengajukan keberatan. Belum sempat berbicara, Xabier melanjutkan perkataannya. "Jadi, dia punya usaha restoran juga? Berani mengajak kamu bekerja dengannya padahal kamu terikat kontrak di restoranku? Atau kalian punya rencana untuk menghancurkan usaha restoranku?" berondong Xabier dengan wajah tegang, menunjuk-nunjuk Batari lalu tan
Panggilan Batari hanya ditanggapi dengan gumaman oleh Xabier. Apa Pak Xabier mabuk? tanya Batari dalam hati.Saat Batari ingin keluar dari kamar Xabier. Pria itu mengigau tidak jelas, sesekali merintih kesakitan seperti orang yang mengalami kekerasan.Rintihan itu semakin intens, Batari bingung harus melakukan apa. Pria itu bahkan menggigil seperti orang kedinginan. Dengan ragu dan sedikit gemetaran, Batari menyentuh pundak Xabier yang tidak tertutup selimut."Pak... Pak Xabier," ucapnya sambil mengguncang pundak Xabier.Pria itu tidur tanpa mengenakan kaos, topless, entah karena sentuhan Batari atau hal lain, rintihan Xabier berkurang hingga tidak terdengar lagi.Batari merasakan di tangannya suhu tubuh Xabier tidaklah normal. Ia manaruh telapaknya di kening Xabier, suhu panas terasa di kulit tangannya.Gegas Batari ke ruang tengah mengambil termometer dalam kotak obat yang tergantung di sana.Ia mengepit termometer di pangkal lengan Xabier untuk mengetahui suhu tubuh suaminya.Termo
Batari sampai mengalihkan pandangannya melihat adegan keakraban antara Serafina dan Xabier."Aku khawatir begitu mendengar kabar dari Batari tentang kamu," ucapnya manja."Sera, sudah. Aku tidak bisa bernafas." Xabier menggerakkan tangannya menjauhkan Serafina dari tubuhnya.Mau tidak mau Serafina melepaskan tangannya dari tubuh Xabier. Perempuan itu menegakkan badannya."Maaf, Xabi, aku begitu sedih mendapat kabar mengenai dirimu," ucapnya dengan wajah lara."Aku sudah baikan, hanya sedikit demam," sahut Xabier sembari melirik Batari yang menaikkan pupilnya pertanda ucapan Xabier berlebihan. Demam Pak Xabier tidak sedikit, gerutu Batari dalam hati.Ingin rasanya Batari meninggalkan ruang rawat VIP Xabier. "Tari, ponselku mana?" Xabier menjeda pikiran melayang perempuan itu. Batari merogoh tas kecilnya lalu menyerahkan ponsel Xabier. Namun, pria itu menolak lalu memberi perintah."Kirim pesan pada seseorang dengan nama kontak Syamsuddin, sampaikan bahwa aku sedang sakit dan janji p
Sepanjang perjalanan pulang, pandangan kosong Batari menembus kaca hitam mobil milik Xabier. Kendaraan melaju dengan kecepatan sedang."Bu Tari, kita sudah sampai." Lamunan Batari buyar begitu mendengar suara Jaka memanggilnya.Batari mengucapkan terima kasih pada Jaka. Dia memesankan agar kendaraan dalam kondisi standby.Dengan langkah gontai Batari masuk ke kamar Xabier. Dirinya merapikan kasur suaminya yang berantakan.Ia beralih ke lemari pakaian milik Xabier untuk memilih kaos yang diinginkan oleh suaminya. Ada benda terjatuh saat Batari menarik celana panjang dari lemari.Sebuah kalung dengan liontin tergeletak di lantai. Setelah menaruh kembali pakaian Xabier di tempatnya, Batari memungut kalung itu dengan kesusahan.Saat meraih dan memperhatikan liontin yang menggantung, mendadak tangan Batari gemetaran. Benda di genggamannya serasa familiar di ingatannya.Batari membuka liontin bulat warna perak, seketika air matanya jatuh membasahi pipi. Dia bahkan perlu berpegangan pada lem
Xabier menunggu Batari kembali, sayangnya sampai malam tiba perempuan hamil itu tidak kunjung menampakkan diri. Serafina telah pulang sedari tadi.Xabier mencoba menghubungi Batari melalui pesan singkat dan panggilan suara, tetapi tidak ada balasan sama sekali. Entah bagaimana, kejadian tadi seperti mengganggu pikirannya.Apakah Batari marah padanya? Atau Batari tidak ingin menganggu mereka berdua? Namun, Xabier tidak yakin Batari marah karena melihatnya berciuman dengan Serafina. Kalaupun Batari tidak datang, mungkin dia lelah.Begitu banyak dugaan di dalam pikiran Xabier. Hingga larut malam, Xabier tidak berhasil menghubungi Batari. Pria itu menghabiskan malamnya di rumah sakit seorang diri.Sepulang dari rumah sakit mengunjungi Xabier, Serafina menyempatkan diri berkunjung ke sebuah rumah mewah. Dia tahu orang yang dicarinya ada di dalam rumah itu.Dengan terpaksa Serafina menunggu di teras menanti penghuni rumah membukakan pintu. Hal yang tidak pernah dilakukannya. Namun, demi mem
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca