"Bagaimana bisnis antara kalian berdua?" tanya Andalaska. Sesi makan utama telah usai, saat ini mereka menikmati hidangan penutup."Lancar Tante, Xabier ini model berbakat dan bertanggungjawab. Pernah sekali jadwal Xabier berhalangan, dirinya mengganti ke hari lain," ungkap Serafina membanggakan Xabier."Ya, bekerja seharusnya begitu. Profesional. Jangan memanfaatkan celah untuk kepentingan diri sendiri," ucap Yessi, tetapi pandangan sinisnya jatuh pada Batari. Perempuan berbadan dua itu bisa memaknai sorotan Yessi pada dirinya. Tidah habis-habisnya ia disindir oleh Yessi. Apa yang membuat Yessi tidak menyukainya di pertemuan pertama menjadi pertanyaan besar Batari."Ya, Jeng. Itu benar," sahut Andalaska cepat."Oh ya Batari, kebetulan kamu di sini. Perlu kamu ketahui, Serafina ini rekan kerja sekaligus mantan dan seharusnya bisa menjadi kekasih Xabier, hingga kamu datang merusak segalanya," beber Andalaska terus terang terlihat mencemooh Batari. Xabier berdehem lalu berucap, "Mama..
Sepanjang perjalanan pulang Xabier menahan rasa panas hatinya. Ia tidak ingin saja terjadi kecelakaan saat menyemburkan perkataan pedas pada perempuan yang duduk diam di bangku penumpang belakang.Batari berdiam diri tidak berbicara sepatah kata pun. Rekaman perkataan ibu Xabier dan ibu Serafina bergantian bermunculan di otaknya.Berkecamuk perasaan marah, takut, dan sedih secara bersamaan dalam batinnya. Pandangannya kosong menembus jendela mobil sedan mewah Xabier.Kendaraan memasuki rumah Xabier, pria itu telah mempekerjakan pengurus rumah yakni suami dan istri. Untuk beberapa waktu pengurus bagian depan yang aktif bekerja."Selamat malam, Pak Xabier," sapa pria paruh baya yang membuka pintu gerbang."Malam, Pak Jaka. Gerbang tolong ditutup ya, Pak. Saya menginap di sini," titahnya pada Jaka.Batari turun begitu saja dari mobil, setelah parkir. Ia berjalan cepat menuju rumah lalu ke kamarnya. Xabier sempat menutup pintu rumah, ia gegas berlari mendapati Batari. Pria itu berdiri di
"Psikolog? Untuk apa ke sana, Pak?" tanya Batari ingin tahu. Dia maju beberapa langkah mendekati Xabier, tetapi masih dengan jarak aman.Xabier tidak menjawab, ia sibuk mengunyah sarapannya yang hampir habis. Pria itu meneguk air mineral hingga tandas.Rasa penasaran yang tinggi membuat Batari tetap bertahan di tempat menanti jawaban dari Xabier."Biar rasa takut kamu padaku bisa berangsur hilang, trauma paska kejadian di hotel juga bisa disembuhkan," ucap Xabier dari tempat duduknya, ia menoleh pada Batari.Mata perempuan desa itu mengerjap, ingatannya kembali pada peristiwa kelam silam. Sebelum gemuruh mengobrak-abrik perasaannya, Batari dengan cepat mengendalikan diri."Saya tidak takut pada Bapak," ucapnya berani, dagunya terangkat dengan dada lebih membusung. Ia menatap Xabier dengan rasa bercampur aduk.Xabier mengunci pandangannya pada Batari yang seolah-olah menantangnya. Pria itu berdiri lalu berjalan perlahan mendekati Batari.Langkah mundur Batari membuat Xabier tidak yakin
"Aku akan antar kamu pulang." Xabier menyalakan kendaraannya dan melaju di jalanan kota."Tidak. Saya mau bekerja," sanggah Batari, ia masih berani membantah, meskipun dalam rasa takut.Xabier menoleh padanya sekilas. Pria itu menggeleng-geleng melihat betapa keras kepala istrinya, senang melawan perkataannya, tetapi takut bila didekati. Pria itu rasanya gemas sekali, hanya saja tidak bisa berbuat banyak."Terserah," ucap Xabier akhirnya. Kendaraan Xabier membelok ke arah restoran pusat.Pria itu sebenarnya tidak yakin dengan kesiapan Batari bekerja hari itu. Ia tetap saja mengikuti keinginan Batari daripada terjadi keributan di antara mereka.Batari lekas turun dari mobil milik Xabier menuju ruang ganti pakaian karyawan perempuan. Ia langsung melapor pada Domarita kalau datang terlambat dengan alasan menemani Xabier.Tentu saja Domarita menerima apapun alasan Batari hadir terlambat di restoran."Oh ya, berhubung Ibu Batari dalam keadaan mengandung, tugas Ibu melakukan hal ringan saj
Batari pulang mengambil jalan dari belakang restoran. Ia menunggu angkutan umum yang nanti melewati simpang rumah tempatnya tinggal.Tubuhnya lunglai, ia sangat khawatir kondisinya akan mempengaruhi pertumbuhan janin dalam rahimnya. Keadaan batinnya tidak benar-benar sehat.Orang-orang begitu bebas menghina dan memarahi bila Batari melakukan kesalahan. Dia terpikir dengan ide Xabier mencari teman cerita untuk menyalurkan perasaan hatinya.Batari tidak ingin sosok orang yang mengenali Xabier seperti teman psikolognya tadi. Batari ingin orang yan tidak mengenal dirinya, bahkan tidak tahu dia istri seorang Xabier agar bisa netral mendengarkan kisahnya.Tidak lama, angkutan umum berhenti di halte tempatnya menunggu. Batari segera menaikinya.Diam-diam Xabier mengikuti istrinya dari belakang. Ia menunggu sampai Batari menaiki satu kendaraan yang akan mengantarkannya menuju rumah.Xabier melakukannya sebab tidak ingin terjadi hal buruk pada Batari yang ujungnya akan merepotkan dirinya. Set
Sinar mentari mengintip dari sela tirai kamar Batari, menerpa wajahnya. Perempuan itu menggeliat tidak nyaman.Sontak saja ia membuka mata lalu menoleh ke arah jam dinding. Batari terlambat bangun dari biasanya. Gegas Batari turun merapikan kasurnya, kemudian berjalan cepat ke kamar kecil untuk membasuh tubuhnya.Malam kemarin ia sulit tidur, perutnya terasa mual. Bolak balik ia harus ke wastafel. Saat mualnya berhenti, janin dalam kandungannya mengajak makan apa saja. Lepas tengah malam barulah ia bisa tertidur lelap.Kali ini ia tidak hanya makan roti tawar dengan telur dan sayur saja, itupun tidak bisa berbagi dengan Jaka karena malam kemarin setengah bungkus sudah ia habiskan.Dengan terburu-buru Batari berjalan cepat menuju halte. Meskipun terbang sekalipun, Batari sebenarnya tetap saja terlambat masuk.Perempuan itu mulai menimbang alasan apa yang akan ia berikan nanti pada Domarita, Xabier tidak ada sebagai tameng baginya.Angkutan umum datang, Batari menaikinya. Perjalanannya p
Saat jam pulang kerja restoran selesai, berganti shift baru, Batari mengawasi ruang kerja Xabier. Pria itu tidak kunjung keluar sedari tadi.Dia sempat menanyakan bosnya itu pada Domarita. Dengan kening berkerut Domarita malahan balik bertanya suasana hubungan dingin antara Xabier dan Batari.Dengan rasa sungkan, Batari pilih menjauhi Domarita daripada terbongkar fakta di balik pernikahan mereka.Apa masuk saja ya? pikir Batari. Dia yakin Xabier masih berada di ruang kerjanya sebab kendaraannya masih terparkir rapi di luar restoran. Dengan tidak sepenuhnya yakin, Batari membuka pintu ruang kerja Xabier. Pria itu ternyata sedang bertelepon entah dengan siapa, kursi kerjanya mengarah ke jendela, sehingga dia tidak mengetahui ada orang yang masuk ke dalam ruang kerjanya.Batari melangkah tanpa suara dan berdiri sampai Xabier selesai bicara. Xabier membalik kursinya, terkejut mendapati istrinya berada di hadapannya."Ada apa ke sini?" tanya Xabier, matanya kembali berkutat ke dokumen si
Begitu kesal rasanya hati Batari mendengar penghinaan demi penghinaan dari bibir Xabier. Batari takut dirinya lama kelamaan menjadi gila gara-gara ulah suaminya yang aneh, kadang tenang kadang temperamen.Xabier, pria itu mampu membuat perasaan Batari gundah gulana. Rencana Xabier untuk menginap seatap dengan Xabier lalu bertemu kembali di restoran bagaikan mimpi buruk bagi dirinya yang tengah hamil.Tidak ada cara lain lagi, selain membuat Xabier kembali balikan bersama Serafina. Bisa jadi pria itu akan jatuh cinta lalu membiarkannya lepas dari cengkraman pernikahan yang beracun untuk mentalnya."Pak Xabier benar-benar jahat, leher ini hampir saja patah dibuatnya." Kalut rasa hati Batari, ia menyentuh lehernya yang sempat dicengkram oleh pria itu.Hembusan nafas Xabier bahkan masih terasa menerpa wajahnya. Pria itu memang tampan, tetapi kalau sudah marah hampir terlihat seperti singa yang mengaum garang. Cengkramannya tidak begitu kuat, tetapi mampu membuat jantung Batari hampir cop
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca