Jadwal pemotretan Xabier untuk perusahaan Djadikusumo Grup dilaksanakan pagi hari. Perusahaan itu bekerjasama dengan majalah fashion pria ternama untuk memperkenalkan produk parfum barunya.
Serafina duduk sembari memandangi gerak-gerik Xabier dalam photoshoot. Perlahan hubungan mereka mengalami kemajuan, meskipun bukan pertanda ke tingkat yang serius."Hasilnya bagus, kamu sangat berbakat," puji Serafina melihat hasil jepretan fotografer setelah pemotretan selesai."Terima kasih pujiannya," jawab Xabier biasa. "Aku harus segera pergi. Ada kunjungan ke restoran cabang," ungkap Xabier sambil mengemasi barang-barangnya."Tunggu sebentar. Mama kamu sedang dalam perjalanan ke sini," ujar Serafina menghambat jalan Xabier.Tidak lama hentakan hak sepatu perempuan semakin dekat dengan mereka."Xabi, anak mama," sapa Andalaska melempar tubuhnya ke dalam pelukan Xabier. "Mama khawatir berat sama kamu, hampir seminggu tidak beri mama kabarSiang ini, setelah makan siang, Xabier mengundang konsultan interior ke restoran pusat. Ia ingin mendiskusikan rencana untuk mengubah interior design restorannya dengan nuansa alam yang lebih kental.Sebelumnya Xabier telah mengajukan permintaan desain untuk kebutuhan natural interior. Pria itu menyukai desain pertama yang ditawarkan oleh pihak konsultan.Pertemuan berlangsung selama kurang lebih dua jam. Jadwal perawatan restoran memang telah memasuki waktunya. Oleh karena itu, saat Xabier pergi ke desa Adiluhur ide mengubah desain restorannya begitu kuat di kepala pria itu."Baik Pak Xabier. Kita akan membuat restoran pusat terlebih dahulu dengan konsep yang natural," ucap konsultan interior bernama Geovani. "Tanaman hijau, air terjun, kolam ikan, serta warna dinding restoran akan kita sesuaikan agar mendapat nuansa yang Pak Xabier inginkan. Semakin dekat pula konsep ini dengan nama restoran Pohon Rindang," sambungnya sambil tersenyum memuji.Xabier senang buah pikirannya bisa dimak
Pada hari pertama bekerja, setelah cuti kemalangan, Batari melaluinya dengan sepenuh hati. Mulai bangun di waktu subuh, menyediakan sarapan sendiri, menggunakan kereta api menuju restoran, hingga menjalankan fungsinya sebagai pelayan. "Selamat datang kembali Nyonya Bos," ledek Sekarita. Mereka berdua kini berada di ruang ganti pakaian karyawan.Senyum miring dihadiahi Batari pada Sekarita. "Nyonya dari Hongkong," timpalnya."Aku turut berdukacita atas berpulangnya Bude kamu ya," ingat Sekarita setelah duduk di bangku panjang."Terima kasih, Sekar. Bude sudah bahagia di surga," sahutnya, turut duduk di samping Sekarita. "Tari, ada yang ingin aku sampaikan padamu," ucap Sekarita berhati-hati. Ia mengarahkan tubuhnya 45 derajat ke arah Batari, sebaliknya Sekarita mendapat perhatian."Tempo hari sebelum aku tahu kamu kemalangan, aku pikir kamu mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai pelayan, kamu tidak memberi kabar apa-apa. Jadi, aku tanya status kamu pada Domarita sebab aku ditanyai
Batari tetap tinggal sampai malam di restoran untuk melayani pelanggan, seolah tidak ada rasa capek dalam dirinya. Pengganti Sekarita, Danang Pati, di shift malam tidak bisa bicara apa-apa sebab yang meminta adalah istri dari bos mereka. Berhubung jam terakhir kereta api pukul sembilan malam, Batari undur diri setengah jam sebelumnya.Danang hanya bisa menganggukkan kepala, tadi ia telah berkomunikasi pada Sekarita agar perempuan itu cepat menanyakan pada Domarita mengenai permintaan istri bos mereka.Pria itu tidak mau bermasalah karena mengabulkan keinginan Batari untuk memperpanjang jam kerja sebagai pelayan restoran.Batari menaiki angkutan umum untuk sampai ke stasiun. Namun, sebelum sampai stasiun ia berhenti di sebuah apotik untuk membeli stok vitamin yang akan dikonsumsi di bulan mendatang.Perempuan itu berjalan kaki menuju stasiun. Tinggal waktu 10 menit lagi untuk perjalanan kereta api terakhir. Xabier turun dari mobil mewahnya, ia membukakan pintu untuk Serafina. Pria it
Sudah beberapa menit perjalanan kereta api, tidak ada yang bersuara di antara pasangan suami istri itu. Batari melempar pandangan lurus menembus kaca jendela transparan.Xabier menyibukkan dirinya dengan mengecek ponselnya bolak-balik. Dia pun tidak berminat untuk mengeluarkan suara.Setelah separuh perjalanan dilalui, tidak disangka-sangka kepala Batari rebah ke bahu Xabier. Pria itu terkejut, lantas bergerak. Namun, Batari malah mencari kenyamanan, ia makin mendekatkan tubuhnya pada Xabier dengan mata tertutup.Xabier diam tidak bergerak, mendadak diselimuti ketegangan. "Tari," bisiknya sembari melirik ke kanan dan kiri. Pria tampan itu bukanlah tipe orang yang nyaman dekat secara fisik dengan perempuan di wilayah publik.Tari yang lelah hanya diam dalam tidurnya. Nafas teratur menandakan dirinya cukup lelah setelah bekerja seharian.Xabier menghela nafas dalam. Ia sampai pada pemikiran, bagaimana bila Batari hanya pulang sendiri ke rumah? Perempuan itu berpotensi menjadi korban ke
Batari tahu dirinya hanyalah seorang karyawan sang suami. Namun, ia tidak ingin mendapat ketidakadilan. Dia merasa Xabier memperalatnya dengan sengaja meminta uangnya untuk membayar taksi.Perempuan itu memutuskan bekerja sampai malam agar dari restoran tempatnya bekerja bisa mendapat penghasilan lebih yang akan digunakannya kelak untuk dirinya sendiri dan anaknya. Walaupun dirinya belum mendapat restu, tetapi dengan kegigihannya ia percaya izin akan keluar melalui Sekarita atau Danang Pati. Wajah Batari memerah dengan pelototan tajam pada Xabier. Pria itu merasa uang seratus ribu tidak layak dijadikan alasan untuk memarahinya.Pria itu berdiri berkacak pinggang. "Kamu lupa saya bos di tempat kerja? Semua uang yang kamu peroleh dari restoran saya, bukan?" ucapnya, kepalanya sedikit meninggi. Ia balas menantang perempuan hamil itu."Jangan hanya karena uang seratus ribu, kamu merendahkan aku," sambung Xabier menunjuk dirinya sendiri.Batari tidak menyangka mendapat perkataan tajam dar
Pasangan suami istri itu tiba di restoran cabang tempat Batari bekerja menggunakan kereta api dan taksi. Suaminya keberatan bila berdesakan di angkutan umum. Jangan ditanya siapa yang membayar, Batarilah orangnya. Xabier berjanji akan mengganti ongkos yang telah dikeluarkan Batari. Mendengar itu, tentu saja Batari sangat senang. Ia bisa menumpang pada bosnya untuk pergi ke kantor menggunakan taksi yang nyaman.Seperti prediksi Batari, dirinya hadir terlambat di restoran. Segera saja dia menuju ruang ganti karyawan perempuan meninggalkan Xabier yang disambut para karyawan.Pelanggan pagi itu masih sedikit sehingga karyawan lain bisa menyambut bos besar mereka. Sedikit menyudut Xabier dikelilingi oleh karyawannya. Pria itu berubah menjadi dingin saat menghadapi karyawannya, tanpa senyum.Dua orang karyawan perempuan bahkan berani memberi senyum menggoda pada bos mereka itu."Saya berkunjung sekalian untuk memberitahukan rencana perubahan interior restoran, akan dilakukan secara bergili
Xabier meninggalkan restoran cabang menuju pusat. Mobilnya telah terparkir di tempat yang dikhususkan untuknya."Xabi, kamu baru datang? Panggilan dan pesanku tidak kamu balas," sambut Serafina begitu melihat Xabier masuk ruangannya.Batari menyusul di belakang. Perempuan itu diminta untuk ikut ke restoran pusat. Xabier memutuskan untuk memindahkan Batari ke pusat, dia tidak mau kesalahan tindakan berujung tercoreng nama baik dirinya maupun restoran. Sempat ada penolakan dari perempuan yang mengandung anaknya itu, Batari telah nyaman bekerja di restoran cabang. Xabier dengan otak pintarnya menawarkan gaji lebih besar bila ia bekerja di restoran pusat.Keinginan para karyawan Restoran Pohon Rindang adalah bisa bekerja menembus restoran pusat dengan gaji yang lebih tinggi.Serafina menatap jijik dan sinis pada Batari yang masih mengenakan pakaian pelayan restoran. Perempuan itu tahu itu istrinya Xabier, tetapi ia pura-pura tidak mengenal siapa dia."Xabi, aku lama menunggu kamu di sini
Tubuh Batari ditangkap cepat oleh Xabier, perempuan itu lunglai ke lantai dengan wajah pucat."Tari...," panggil Xabier berkali-kali sambil menepuk-nepuk pipinya pelan.Batari tidak sadarkan diri. Dengan kesusahan, Xabier memgambil ponselnya lalu melakukan panggilan pada Domarita."Domarita, kamu dan Arjuna ke mari segera!," perintahnya.Saat masuk ke ruangan Xabier, Domarita dan Arjuna terkejut mendapati Batari tengah dibopong oleh Xabier."Arjuna, kendarai mobil saya ke rumah sakit. Domarita, buka jalan saya menuju mobil," perintah Xabier pada pekerjanya.Arjuna dan Domarita gegas melaksanakan tugasnya. Arjuna melesat mengambil kunci mobil di meja kerja Xabier lalu keluar menyiapkan mobil.Domarita membuka pintu dan meminta diberi jalan pada pengunjung untuk tiba di mobil. Ia disuruh untuk ikut ke rumah sakit. Dengan kecepatan sedang, Arjuna berhasil membawa bos dan istrinya ke tempat yang dituju.Setelah malalui pemeriksaan di instalasi gawat darurat, Batari dianjurkan untuk rawat
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca