TEMAN2, BACA JUGA YUK, BUKU BARUKU, JUDULNYA MAMA AWAS JATUH CINTA. SUDAH TAYANG 7 BAB. TERIMA KASIH
301 "Jadi, sebenarnya aku dan Amanda tidak pernah memiliki perasaan menyimpang?” tantang Dewa kesal. “Kalian saja yang tega membuat kami berpisah,” lanjutnya penuh penekanan.” “Kenapa, Ma, Pa? Kenapa kalian lakukan ini padaku? Apa karena orang tua kandungku tidak jelas, miskin, atau aku hanya anak haram yang kalian adopsi karena kasihan?” Dewa tidak bisa mengendalikan dirinya. Berbagai perasaan yang sejak kemarin ia redam, rasanya ingin meledak seiring dengan kenyataan mengejutkan yang terkuak. “Cukup, De. Percayalah, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Kami mengambilmu anak karena menyukaimu. Kamu anak yang sangat manis. Mamamu bahkan sudah dekat dengan ibu kandungmu saat kamu masih dalam kandungan.” Sultan mencoba menjelaskan, hingga Dewa terdiam beberapa lama. Mencoba mencari kebenaran dari wajah Sultan. Sepi untuk beberapa saat, hanya deru napas Dewa yang terdengar memenuhi ruangan. Viola memanfaatkan situasi dengan meraih tangan Dewa. Tentu saja dengan sangat hati-hati, kem
302“Bapak bicara apa?” Dewa bertanya setelah membalik badan dan kembali berhadapan dengan Anggara. Ditatapnya heran Pria yang juga kini menatapnya.Keduanya saling berhadapan dengan tatapan saling menilai satu sama lain. Cukup lama mereka dalam posisi ini hingga tangan Anggara terulur ingin menyentuh Dewa. Namun, gegas pemuda itu mundur. Perasaannnya tiba-tiba saja tidak enak. Ketakutan mendera. Ia merasa aneh dengan tatapan Anggara. Tidak seperti yang ia lihat sebagai ayah calon mertuanya seperti biasa. Lebih seperti ….“Aku ayah kandungmu Dewangga Raditya.”Senyap. Keadaan benar-benar sunyi pasca kalimat tersebut meluncur dari mulut pria paruh baya di hadapan Dewa. Dengan lancar kalimat tersebut terucap seolah tidak ada keraguan sedikit pun.Dewa menatap semakin dalam sepasang mata yang tatapannya terasa pernah ia dapatkan. Mencoba mencari keraguan atau kebohongan, bahkan mungkin guyonan. Namun, ia tak mendapatkan apa pun selain keseriusan penuh di sana. Hingga dada Dewa terasa ses
303Semua mata membuka lebar. Semua terkejut. Semua memandang Endang dan Kirani bergantian dengan jantung yang terasa berhenti berdetak. Terlebih gadis pucat pasi di sebelah Endang. Untuk beberapa lama Kirani bahkan tak mengedipkan matanya. Hanya diam menatap tak percaya sang ibu. Gadis itu terlihat sangat shock.Endang yang menyadari perubahan sikap Kirani, meraih tangan gadis itu, kemudian menggenggamnya erat dan meletakkan di dadanya.“Kiran, Sayang ….” Endang juga menepuk pelan pipi sang anak yang semakin pucat. Dibelainya lembut dengan perasaan bersalah mendalam. Ia sangat tahu apa yang dirasakan sang anak saat ini. Karena sama seperti Sultan dan Viola, ia dan suami juga merahasiakan ini dari Kirani dan anak-anaknya yang lain. Mungkin alasan Endang sama dengan alasan sepasang suami istri calon besannya. Agar Kirani selalu menganggap jika ia anak Anggara.Endang yakin jika Kirani sangat terluka mendengar kenyataan ini, tetapi ia terpaksa mengatakannya karena takut Dewa membatalkan
304“Ibu mohon jangan membenci kami.” Endang berbicara lemah dengan kepala menunduk. Di hadapannya duduk Kirani ditemani Dewa.“Kami menutupi ini agar kamu tumbuh seperti anak-anak lain pada umumnya. Toh, ayahmu menyayangimu seperti anak kandungnya, bukan?”Dewa meremas tangan Kirani untuk memberinya kekuatan, saat gadis itu semakin menundukkan kepala. Ia sangat mengerti perasaan Kirani, karenanya terus mendampinginya mendengarkan cerita Endang.Awalnya gadis itu tidak mau kembali. Rasa kecewa karena dibohongi sekian lama membuatnya ingin pergi jauh dan tidak ingin bertemu orang tuanya lagi. Akan tetapi Dewa terus meyakinkannya tidak akan ada yang berubah meskipun tabir itu telah terbuka. Pada kenyataannya, Anggara sangat menyayangi Kirani. Kasih sayang pria tersebut untuknya dan adik-adiknya tidak ada perbedaan.Dewa terus meyakinkan gadis itu jika dirinya akan terus mendampinginya menghadapi semua ini. Dewa pun berhasil, Kirani mau kembali menemui ibunya.Dengan tangan saling mengge
305“De, apa kamu juga mau mendengarkan kami?” Sultan bertanya setelah semua tenang. Awaalnya ia dan Viola ingin keluar untuk memberi ruang keluarga itu menjelaskan semuanya, tetapi Endang melarang karena mungkin ada kaitannya dengan mereka. Alhasil Sultan dan Viola hanya duduk di pojokan mendengarkan semuanya tanpa ikut campur.Keduanya ikut menitikkan air mata saat adegan mengharukan antara ibu dan anak terjadi di depan mata. Mereka lega endingnya Kirani bisa menerima kenyataan, dan memaafkan orang tuanya walaupun yang menjadi kunci kerunyaman ini yaitu Anggara belum sadarkan diri.Kini, giliran ia dan Viola yang meluruskan semuanya kepada Dewa. Sultan mencari peruntungan dengan bertanya kepada pemuda itu, jika pun Dewa tidak lagi mau mendengar penjelasan mereka, ia dan Viola pasrah. Toh, mereka sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk hidup anak itu.Masih hening, Dewa tidak menjawab dan hanya desahan napas kasar berkali-kali keluar dari mulutnya, hingga Kirani meraih tangan Dew
306“Bu, sudahlah. Sebaiknya Ibu istirahat saja. Ibu tidak baik-baik saja.” Kirani berusaha menenangkan Endang yang terus meminta penjelasan dari Anggara. Padahal kondisi Endang sangat lemah. Kirani bahkan harus menahan tubuhnya yang terus melorot di sandaran sofa.“Tidak, Kiran. Dia harus menceritakan semua agar semuannya menjadi jelas,” tukas Endang dengan napas tersengal dan tubuh sangat lemas.“Tapi ini tidak baik untuk kesehatan Ibu. Aku takut Ibu kenapa-napa.” Kirani menatap cemas.Endang melirik dengan gerakan lemah, napasnya semakin tersengal.“Nak, apa kamu mau hidup selamanya dalam rasa pensaran? Tidak, bukan? Ibu mau semuanya menjadi jelas. Andai pun nyawa Ibu harus dicabut saat ini juga, tidak akan penasaran karena Ibu sudah mengetahui semuanya.”“Ibu bicara apa? Jangan bicara sembarangan. Jangan membuatku takut. Kalau Ibu pergi, aku sendirian, Bu.” Kirani tidak dapat menahan air mata yang lagi-lagi harus tumpah. Menyadari jika orang yang selama ini menjadi tempat berlindu
307 Suhu ruangan semakin panas. Keheningan berbalut ketegangan mendominasi ruangan. Suara napas memburu dari mulut Dewa dan rintihan kesakitan Anggara menjadi pelengkap rasa gerah. Tidak ada yang menyalahkan Dewa. Tidak ada yang berusaha menolong Anggara. Semua sibuk dengan pikiran dan perasaan masing-masing. Semua sibuk mengendalikan perasaan yang berkecamuk dalam hati masing-masing. Anggara bahkan tidak melawan atau menyalahkan Dewa sama sekali. Ia pasrah, bahkan jika pun Dewa ingin membunuhnya saat itu juga. Semua terjadi begitu cepat. Anggara membuka semuanya di saat semua orang benar-benar tidak siap dan tidak menyangka jika benar pria tersebut memamg Hisam. Dewa bangkit setelah sekian lama membungkukkan tubuhnya di depan jendela kaca. Sultan tidak menjauhinya karena khawatir Dewa kalap dan melakukan kekerasan lagi. Dewa bangkit dengan terus berusaha menetralkan napasnya yang memburu. Jika menuruti napsu, ingin rasanya terus memukuli pria itu hingga lumat. Bagaimana bisa seo
308“Apa yang terjadi, Pak Anggara?” Perawat yang memeriksa heran melihat ada banyak lebam di wajah pasien tersebut.Ruang rawat Anggara VIP, sangat privat hingga yang terjadi di dalamnya tidak akan mengganggu sekitar. Pun mereka tidak tahu apa yang terjadi dengan kamar lain di sekitar.“Suami saya jatuh di kamar mandi, Sus.” Endang yang tinggal sendiri di ruangan pun terpaksa berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan jika itu adalah karya tangan Dewa yang marah dengan ayahnya. Karena sejatinya Endang pun sangat marah dengan pria tersebut.Namun, semarah-marahnya Endang, ia tidak mungkin meninggalkan Anggara sendiri di sini. Bagaimanapun, Anggara sudah membersamainya selama ini dengan kasih sayang yang walaupun dasarnya hanya rasa penyesalan, tetapi ia sudah memiliki dua anak dari pria tersebut.Bagaimanapun Anggara, ia tetap ayah dari dua anak gadisnya yang lain. Endang tetap menemaninya di sana karena yang lainnya pamit keluar. Tidak mungkin mereka semua tetap di sana saat kunjungan do
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan