402Kirani masih mematung di tempatnya dengan memilin jemarinya satu sama lain. Bahkan setelah beberapa lama Malvino pergi tanpa mau memberi sedikit waktu untuknya bicara. Kepalanya masih menunduk dalam dengan bibir digigit kuat, saat suara seseorang terdengar dari jarak tidak begitu jauh.“Mau bicara apa?”Kirani mendongak kaget. Wajah yang sebagian tertutup hijabnya menengadah sebentar hingga mendapati seraut wajah pemuda yang beberapa detik lalu mengatakan tidak ada waktu untuk bicara dengannya, tetapi kini ada di depan mata.Gegas ia menunduk lagi karena tak kuasa bersitatap dengan wajah dingin itu. Meski Malvino kembali dan bertanya, tetapi raut tidak bersahabat bahkan terkesan dingin itu membuatnya tak mampu menatap lama.“Ada apa? Bukankah tadi kau bilang ingin bicara? Cepat katakan, aku tidak punya banyak waktu.”Kirani mengerjap seraya membenahi posisi berdirinya.“Tidak jadi bicara?” kejar Malvino lagi saat Kirani masih juga diam.“I-Iya, Pak. Aku—”“Pak? Kamu memanggilku Pa
403“Papa percaya sama kamu, Kiran. Kamu pasti bisa. Bukankah kamu sempat bekerja dengan Dewa di perusahaan yang di Yogya?”Kirani memejam. Ucapan Sultan terus berputar-putar di kepalanya. Pria kharismatik yang membuat rasa iri terbersit di hatinya kepada Amanda karena memiliki ayah sebaik dia, terus memaksaanya agar mau bekerja di perusahaannya. Padahal Kirani sudah katakan jika ia belum lulus kuliah. Statusnya masih tamatan SMA, kemampuannya juga belum memadai. Ia takut mengecewakan Sultan.Namun, pria itu terus membujuk memakai bahasa halus. Seolah itu bukan paksaan.“Sudah dapat keputusannya, Nak?” Sebuah pertanyaan lembut membuat Kirani mengerjap dan menoleh. Senyum lembut sang ibu menyapa di depannya. Ia edarkan pandangan ke sebelah sang ibu, juga sebelahnya di mana dua gadis muda terlelap dengan kepala sedikit bergoyang-goyang.Ya, kini mereka berempat berada dalam kereta api menuju kembali ke Yogya. Awalnya Dewa ingin keempatnya pulang bersamanya lagi, tetapi Amanda yang ingin
404“Jangan pergi, Vin. Jangan tinggalin aku. Miliki aku malam ini.”Malvino sempat terjengkit kaget karena ulah dan ucapan gadis yang kini memeluknya erat. Namun, saat mengingat jika Nada tengah berada di bawah pengaruh alkohol, ia mafhum.Pemuda itu memejam sebelum berusaha melepaskan pelukan tangan Nada di perutnya.“Kamu istirahat saja, Nada. Kamu mabuk. Nanti setelah sadar aku mau bicara,” ujarnya kecewa. Tidak menyangka jika Nada akan melakukan hal seperti ini.“Mau bicara apa? Sekarang saja, Vino. Aku tidak mabuk. Kamu mau membicarakan pernikahan? Ayo, sekalian saja sambil kita nikmati malam ini.” Jawaban Nada membuat Malvino menggelengkan kepala dengan kesal.“Aku tidak mau bicara dengan wanita mabuk. Kamu tidur saja. Nanti setelah baikan, kita bicara.”Pelukan di perut Malvino terlepas setelah kalimat barusan. Awalnya pemuda itu mengira Nada akan menuruti ucapannya, tetapi nyatanya gadis itu berpindah menjadi berdiri di hadapannya. Wajah kusut, mata merah, dan bau alkohol kha
405Vino berbalik dan menatap tajam, tetapi tak lama memejamkan mata sebentar sebelum beruap. “Terserah saja.”Setelah mengatakan itu Vino kembali berbalik dan berjalan.“Vino!” Nada menjerit. “Apa kau tidak takut aku meminta pertanggungjawaban sama orang tuamu?”Vino mengangkat tangan tanpa membalikkan badan tanda tidak peduli. Dan itu sukses membuat Nada semakin menjerit seolah kesurupan.“Vino, berhenti! Kau pikir orang tuamu tidak akan mempercayaiku? Mereka akan mempercayaiku karena kedekatan kita. Mereka akan memaksamu untuk menikahiku. Belum lagi jika orag tuaku—”Tidak selesai kalimat Nada, karena Vino yang jengah sudah mencemgkeram pergelangannya. Nada bahkan tidak tahu sejak kapan pemuda itu kembali. Yang pasti kini tengah menyeret tubuhnya tanpa mempedulikan dirinya yang menjerit-jerit kesakitan karena cemgkeraman yang kuat di pergelangan.“Vino, kau mau apa? Lepaskan aku, sakit tahu!” Nada menjerit-jerit seraya berusaha melepaskan tangannya.“Kalau ingin mengajakku bercinta
406 “Malam itu, di pesta yang ia sebut sebagai hari ulang tahunnya, Andrew memberiku obat perangsang hingga aku tidak bisa mengendalikan diri. Aku merasa saat itu sangat haus sentuhan. Kami menikmati malam panas denganku yang di bawah pengaruh obat perangsang. Aku pikir Andrew benar-benar mencintaiku dan menginginkan diri ini untuk dirinya. Namun ternyata ia tidak menikmati tubuh ini seorang diri, tapi dia juga mengundang teman-temannya untuk ikut menikmati ….” Kembali kalimat Nada tidak tuntas karena tangisnya keburu meledak efek tidak tahan mengenang kejadian beberapa tahun ke belakang yang menjadi cikal bakal kehancuran hidupnya. Tangisan pilu Nada memenuhi bukan saja ruang pendengaran Vino, tetapi juga ruang tengah apartemennya yang sepi hingga suaranya memantul dari setiap dinding dan sudut ruangan. Vino sampai menahan napas demi mendengar penjelasan Nada yang sejak awal sudah terputus-putus. Ditatapnya tak percaya gadis yang kini menyurukkan wajahnya di antara kedua lututnya.
407Malvino memejam sebentar sebelum mengembuskan napas beratnya. Kemudian mulai menjalankan mobil dengan perlahan meninggalkan halaman rumah besar itu tanpa menoleh lagi.Terbayang wajah gadis yang seolah berat ia tinggalkan tadi. Namun, ia sudah berusaha melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang sahabat.“Aku tidak percaya jika anak motor sepertimu tidak ikut merusak anak gadisku.” Vino memejam sebentar mengingat ucapan ayah Nada tadi.“Aku yakin jika kamu sama saja dengan anak-anak berandalan itu. Hanya saja berpura-pura sok suci dengan mengantar anak gadisku pulang.”Kali ini embusan napas berat yang keluar dari mulut Malvino. Entah sudah berapa kali ia sampaikan jika ia bukan teman Andrew. Bukan bagian dari mereka. Tapi sejak dulu ayah Nada tidak pernah percaya. Pria paruh baya itu tetap saja memandang dirinya sama dengan Andrew. Ikut merusak Nada.“Aku yakin, bahkan kamu yang paling sering tidur dengan anakku karena kamu juga yang mempengaruhinya agar hidup terpisah dengan
408Wanita berhijab berdiri dari duduknya. Kemudian mengangguk ramah dan menunduk. Padahal Vino yakin jika barusan matanya juga melebar melihat dirinya.“Pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan menunduk.Vino mengerjap setelah beberapa saat juga tertegun.“Oh, ruangan Pak Yuda di mana, ya?” Akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutnya, padahal ada banyak pertanyaan yang ingin ia sampaikan.Si wanita membungkukkan tubuhnya, lalu menunjuk sebuah pintu di ujung ruangan dengan ibu jarinya.“Di sana, Pak,” ujarnya singkat sebelum kembali menunduk.Vino mengangguk setelah beberapa lama terdiam. Kemudian berlalu tanpa berkata-kata. Bahkan sekadar ucapan terima kasih. Meninggalkan wanita berhijab yang kembali duduk setelah Malvino berlalu menuju ruangan yang ia tunjukkan.Sementara Malvino menemui Pak Yuda dengan banyak pertanyaan berputar di kepalanya. Pertanyaan yang hanya sang ayah yang bisa memberi jawaban. Tidak sabar pemuda itu ingin menemui sang ayah dan meminta penjela
409 Dunia seolah berhenti berputar. Vino merasakan jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa saat. Bagaimana tidak? Dalam beberapa detik saja dunianya seolah dijungkir balikkan. Dari yang semula tidak ada yang memperhatikannya bahkan mungkin tidak ada seorang pun yang menyadari kehadirannya di sana, kini semua mata tertuju padanya. Semua orang menatapnya setelah sebelumnya memperhatikan show case yang sudah hancur terjungkal dengan isinya yang berhamburan di lantai. Juga karyawan kantin yang Sebagian baju dan tubuhnya basah terkena cipratan minuman yang tumpah. Kedua bola mata Vino melebar menatap kekacauan yang baru saja dibuatnya. Semua terjadi begitu cepat. Diedarkan pandangan ke sekeliling ruangan setelah menyadari kekacauan itu. Pandangannya berhenti pada sosok wanita berhijab yang kini berdiri di tempatnya bersama orang-orang di sekitarnya. Wanita itu menatap kekacauan yang ia buat dengan mata dan mulut yang sama-sama melebar sempurna. “Shit!” Vino mengumpat setelah dapat
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan