158PoV sultanEntah apa dosaku terlalu banyak dan belum termaafkan, baru saja aku bernafas lega karena dinyatakan bebas dari semua tuduhan atas terbunuhnya Michelle, kini harus menerima pukulan bertubi-tubi dari orang yang bahkan tidak kukenal sama sekali.Dia, pria peranakan atau mungkin bukan warga negara ini, tiba-tiba datang dengan kemarahan penuh dan langsung memukuliku tanpa ampun.Aku yang hampir dua hari dua malam tidak tidur ditambah kemelut yang membuat isi kepala serasa bergeser dari tempatnya, tentu tidak siap dengan serangan yang mendadak dan bertubi-tubi seperti itu. Walaupun akhirnya para petugas mengamankan pria yang belakangan kutahu bernama sama dengan yang yang tertera di buku KB Michelle, tetapi aku terlanjur babak-belur karena serangannya.Dan di sini aku sekarang, di rumah sakit dengan kondisi wajah dan beberapa bagian tubuh lebam dan terluka.Aku memejam meratapi diri yang tak kunjung ditinggalkan segala ketidakberuntungan. Bayangan pria bernama Antony yang mem
159Aku tersenyum mengejek saat melihat wajah Papi berseri-seri. Kami dalam perjalanan pulang saat ini. Dan selama di mobil, Papi terus saja tersenyum sendiri. Seolah remaja sedang jatuh cinta, senyum tak pernah lepas dari bibirnya.Menurut Papi, Bu Ayumi adalah cinta monyetnya. Mungkin sama seperti cintaku pada Ana dulu. Bedanya, rasa di dalam sini tidak pernah padam hingga sekarang. Masih utuh seperti dulu. Aku tidak pernah menggesernya dengan wanita mana pun. Walaupun pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita. Ana masih bertahta sempurna. Entah dengannya.Aku dan Ana tadi akhirnya hanya menyaksikan sejoli itu bertatapan penuh makna dengan bibir tak henti berceloteh membicarakan masa lalu. Pokoknya dunia seperti milik mereka berdua. Aku, Ana, dan perawat di sana hanya ngontrak.Ini bahaya untukku, bisa-bisa aku keduluan Papi. Ini tidak boleh dibiarkan. Aku dan Ana harus menikah lebih dulu. Jika Papi mau menikah lagi, aku tidak masalah. Toh mami sudah tenang di alam sana. Aku s
160Aku mengusap wajah berkali-kali paska mendengar semua kisah yang Papi ceritakan. Sungguh, tidak menyangka jika orang tuaku menyembunyikan banyak hal yang begitu penting. Yang pada akhirnya terkuak karena penangkapan Marini, asisten rumah tangga kami. Kenapa aku baru tahu semua ini? Ke mana saja aku selama ini? Atau kenapa Papi, Mami, atau Marini tidak ada yang memberitahu? “Percayalah, Tan. Semua Papi lakukan karena tak ingin menyakiti hati Mamimu.” Suara Papi terdengar lirih dan sendu. Aku menunduk dalam. Tidak tahu harus berkata apa. Semua bagiku seperti sebuah kejutan yang tak pernah disangka sama sekali. “Karena rahimnya diangkat dan tidak mungkin hamil lagi, mami meminta Papi menikahi Marini agar memiliki lagi keturunan. Mamimu takut Papi mencari wanita lain karena Papi ingin mempunyai banyak anak. Mamimu rela bila berbaginya dengan Marini. Gadis baik yang sudah lama ikut dengan kami. Papi sempat akan menikahi wanita itu karena mamimu yang memaksa, tapi di saat-saat terakh
161“Apa maksud Papi?” Aku tidak dapat mengendalikan diri. Aku berteriak saking terkejut mendengar ucapan pria yang hanya memasang wajah santai itu.“Dia anak Papi dari selingkuhan? Papi tidak mau menikahi Marini untuk menjaga perasaan Mami, lalu selingkuh di luar sana agar tak harus repot-repot menjaga perasaannya?” Emosiku benar-benar tak terkendali. Telunjuk ini bahkan menuding wajah Papi dan Hisam bergantian.Kepalaku panas. Dada berdebar karena jantung dipaksa bekerja lebih keras. Rahasia Marini masih dapat kumaklumi jika ditutup rapi demi menjaga nama baiknya, juga perasaan mami, tetapi bila ini memang benar, sungguh aku tak dapat memafkan Papi.“Sultan, tenanglah dulu! Dengarkan Papi!” Pria itu ikut berdiri, kemudian mengangkat tangan untuk menenangkanku.Aku menepisnya seraya memundurkan tubuh. Lalu bertolak pinggang dengan menatap sisnis dua orang yang masih saja memasang wajah santai. Terutama si Hisam, lihatlah betapa menyebalkannya dia. Seolah Papi berada di pihaknya.“Beg
162“Lihatlah, bahkan setelah kita bicara banyak kau masih saja berprasangka buruk, Sultan. Semua yang Papi nasihatkan tidak masuk sama sekali di kepalamu.”Keningku berkerut dalam. “Maksud Papi?”Papi terlihat menarik napas panjang. Kekecewaan tampak jelas di wajahnya.“Sejak tadi kau terus saja berprasangka buruk kepada Papi dan Hisam, bukan? Padahal sudah berapa banyak nasihat Papi berikan?”Aku tertegun. Kupandangi dua wajah yang sejak tadi tak berekspresi berlebihan di depan sana, hanya saja sekerang Papi terlihat kecewa denganku. Sementara Hisam sejak tadi hanya diam. Tak sepatah pun kata terucap dari bibirnya.Apa benar jika aku selalu berprasangka buruk dan terlalu cepat mengambil kesimpulan?Kupandangi lagi wajah Papi dan Hisam dalam keheningan yag tiba-tiba tercipta. Papi tak lagi bicara, sepertinya terlanjur kecewa denganku. Sementara Hisam tetap dengan kebisuannya.Aku terduduk lemas. Kemudian mengusap wajah berkali-kali. Papi kecewa denganku walaupun tak diucapkan, apa it
163PoV ViolaAku menatap diri sendiri yang tengah dipasangkan sanggul oleh seseorang. Sanggul yang semakin menambah sempurna riasan ini, hingga aku sendiri tidak mengenali siapa diriku. Beberapa orang lainnya di dalam ruangan ini sedang membantu memasangkan kancing kebaya indah berwarna putih tulang dengan ekor panjang di tubuhku.Sudah berjam-jam lamanya orang-orang ini mendandaniku hingga aku pangling dengan diri sendiri. Aku benar-benar seperti seorang ratu. Ya, tentu saja. Ini hari pernikahanku. Aku akan jadi ratu sehari, di hari ini.Ini hari pernikahanku, pernikahan yang diselenggakan dengan sangat mendadak dan terkesan dipaksakan. Persiapannya serba dadakan dan serba kilat. Untung semua sudah diserahkan kepada tenaga professional.Hari ini aku akan menikah dengan laki-laki yang tidak sabar ingin segera memperistriku karena takut keduluan ayah ibu kami.Aku tertawa kecil mengingat beberapa malam lalu, saat Pak Utama datang mengantar anaknya untuk melamarku. Aku pikir awalnya be
164Aku melangkah anggun memasuki area gedung yang sudah disulap menjadi ruang resepsi sekaligus akad. Semua mata tertuju padaku kini, aku bak ratu sejagat yang sedang menjadi sorotan mata semua orang. Bahu tegap, dada membusung dan berjalan dengan langkah diatur. Bahkan langkahku bisa dihitung saking teraturnya.Bukan karena sok anggun, tetapi pakaian yang melekat ditubuh memang mengharuskanku berjalan seperti ini. Kebaya pas badan, kemben yang membuat bernapas pun enggan, kain yang sangat sempit hingga menyulitkan untuk melangkah.Aku duduk di samping lelaki yang sangat tampan dengan kostum pengantin serba putih. Tadi ia melirikku sebelum matanya melebar tak berkedip. Namun, gegas menunduk dan pura-pura tidak melihatku hingga aku duduk berdampingan dengannya.Terlihat jari-jari tangannya saling bertaut satu sama lain. Mungkin ia gugup, takut salah mengucapkan kalimat iqab qabul. Karena konon ada jin yang sengaja menggoda calon mempelai laki-laki agar nervous dan tidak lancar menguca
165 Aku berlari di atas hamparan pasir putih dengan bertelanjang kaki. Tak peduli sisa ombak yang menjilati kaki ini. Seorang lelaki dengan celana pendek dan sama bertelanjang kaki juga, berlari kecil mengejarku. Sesekali ia menangkap pinggangku dan mengangkat tubuh ini menghindari ombak yang datang menerjang kaki kami. Tawa riang sejak tadi tak henti menghiasi bibir kami. Adakah yang lebih berbahagia dariku? Sungguh, tak ada yang dapat menggambarkan kebahagiaan hatiku saat ini yang akhirnya bisa mengecap manisnya surga dunia bersama lelaki terkasih. Lelaki dari masa lalu yang dengannya aku punya kenangan indah masa sekolah. Masa penuh perundungan karena kami remaja berbadan subur. Namun, dengannya kenangan indah itu tercipta, dan keindahan itu kami sempurnakan sekarang. Sesempurna yang kami bisa. Tiada kata yang dapat melukiskan kebahagiaan yang tengah kurasa saat ini. Aku akhirnya bisa bersatu dengan lelaki yang ketulusannya tak akan kudapatkan dari lelaki lain. Ia yang saat aku
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan