“Kayaknya aku salah, Nay.” Tiba tiba saja Shelly duduk di samping Dinaya dan berbisik mengatakan hal yang tak Dinaya mengerti.“Salah apa, Shel?” tanya Dinaya bingung.“Aku salah duga tentang Tante Kiara. Aku jadi nggak enak sama dia,” jawab Shelly dengan raut wajah menyesal. Tapi itu malah membuat Dinaya semakin bingung.Tumben Shelly menyebut nama Tante Kiara, bukan ‘perempuan itu’ atau ‘pelakor’ atau ‘ani ani’ seperti biasanya. Dinaya semakin tak mengerti dengan sikap Shelly ini.“Salah duga gimana Shel?” tanya Dinaya setengah hati. Sejujurnya, Dinaya sudah malas dan tak ingin lagi mendengar semua tentang Kiara. Semalam, Dinaya bicara panjang lebar tentang Kiara pada Dirga. Dinaya juga menceritakan ulang semua yang disampaikan Shelly. Bahwa Kiara adalah duri di keluarganya.Kiara lah yang membuat Papinya Shelly sampai pindah ke Semarang dan tinggal dengannya, sementara Maminya hanya membiarkan dan menutup mata, telinga, serta mulutnya tentang perselingkuhan itu. Maminya lebih memil
“A-apa? Skorsing seminggu Pa? Tapi tiga hari lagi ada presentasi! Nilaiku bisa turun!” tukas Dinaya panik. Dirga menjawab pertanyaan Dinaya dengan anggukan.“Iya. Skorsing seminggu, dan masa percobaan sebulan. Kalau dalam satu bulan kamu melakukan pelanggaran lagi, sanksinya kamu nggak bisa naik kelas karena nggak memenuhi syarat kelakuan baik.”“Dia juga dapat sanksi yang sama?”“Siapa? Shelly? Iya kalian berdua sama.”“Nggak bisa gitu dong Pa! Dia harus lebih berat! Dia yang mulai, dia memprovokasi aku, dia ngatain Papa duda nggak laku! Dia buang sampah ke kita Pa! Dia buang perempuan itu supaya jadi istri papa dan Papinya bisa bebas! Kan jahat banget Pa! Nggak bisa dong dia hukumannya sama!” Dinaya berteriak kesal.Untungnya saat ini mereka berdua sedang di dalam mobil menuju ke rumah dan tidak ada yang mendengar teriakan Dinaya.“Nay, kita ngobrol di rumah ya, sebentar lagi sampai. Tuh, gerbang kompleks udah kelihatan. Lebih enak ngobrol di rumah sambil papa obatin luka luka kamu.
“Dokter Dirga?”Dirga baru saja keluar dari laboratorium dan berjalan di koridor rumah sakit sambil mengecek ponsel saat terdengar suara seseorang memanggilnya. Dirga menoleh.“Eh, Pak Haris. Sedang jenguk atau berobat Pak?” tanya Dirga berbasa basi. Suasana hati Dirga sedang tidak baik baik saja, dan pria paruh baya di depannya ini adalah Papinya Shelly, salah satu orang yang secara tidak langsung membuat kekacauan dalam hidup Dirga.“Mau check up rutin aja seperti biasa Dok,” sahut Pak Haris. Dirga hanya tersenyum menanggapi dan berniat pamit karena pekerjaannya masih banyak, dan karena dia sendiri enggan berlama lama bicara dengan Pak Haris.Dirga sudah mengenal Pak Haris cukup lama, jauh sebelum Dinaya bersekolah di sekolah yang sama dengan Shelly, putri bungsu Pak Haris. Dirga mengenal Pak Haris saat ada kasus pembunuhan di restoran mewah miliknya dua tahun yang lalu. Saat itu seorang wanita dilaporkan tewas setelah menghadiri acara reuni di restoran mewah itu. Di dalam tubuh wan
“Kok nggak sekalian bareng sama Papimu tadi, Shel? Om ketemu Papi kamu di rumah sakit lagi medical check up. Kenapa nggak sekalian ikut berobat? Lukamu kelihatannya parah. Coba Om telepon Papi kamu dulu ya, biar sekalian jemput kamu ke sini ...”“Om! Om! Jangan Om!” Shelly buru buru menarik tangan Dirga yang sudah siap dengan ponselnya.“Loh kenapa? Tadi kamu bilang Papimu khawatir banget sampai mau berobat ke Singapore? Tadi Om ngobrol sama Papi kamu, kata Papimu kamu baik baik aja. Pengasuhmu yang bilang ke Papimu kalau kamu sehat dan nggak ada masalah. Papimu katanya cuma sempat tanya sama pengasuh karena dia sibuk. Mami kamu juga lagi seminar di Malaysia kan?” tanya Dirga tenang.Shelly pucat pasi. Dia tak menyangka omong kosongnya di telepon tadi disimak Dirga dari awal sampai akhir. Artinya Dirga juga mendengar kalimat kasarnya tentang almarhumah Ibu Dinaya. Lalu ejekan tentang duda tak laku juga pasti sampai ke telinga
“Nay, minggu depan ikut Papa pulang kampung ya. Cuma sehari aja. Sabtu pagi kita berangkat, minggu sore pulang.”“Loh? Kok tiba tiba ke kampung Pa? Kenapa? Ada apa? Akung nggak apa apa kan Pa? Baik baik aja kan?” tanya Dinaya dengan raut wajah panik. Saat pulang kampung beberapa hari yang lalu, kondisi kakeknya yang biasa disapa dengan panggilan Akung itu masih belum pulih. Tubuhnya masih lemah dan dipenuhi berbagai alat medis. Dan Dinaya masih belum sempat bicara bahkan memperkenalkan diripun tidak. Saat itu dikhawatirkan Akungnya terkejut melihat kehadiran Dinaya dan malah memperburuk kondisi kesehatannya. Itu sebabnya Dinaya belum diperkenalkan. Padahal Dinaya ingin sekali menyapa.“Nggak. Alhamdulillah akung nggak kenapa kenapa. Malah sekarang sudah membaik. Uti juga sudah cerita semua tentang kamu. Kita pulang kampung karena Uti nyuruh papa datang ke pernikahan anak tetangga.” Dirga menjawab dengan raut wajah datar.&ldqu
“Dokter Dirga?”“Miss Rei?”“Loh? Sudah saling kenal rupanya?” Bu Ratih terkejut saat melihat Dirga dan Reisha saling menyapa. Begitu juga dengan Ibu. Ibu terlihat terkejut sekaligus senang. Dalam hati ibu meyakini kalau Dirga dan Reisha pasti berjodoh. Di dunia ini tak ada yang kebetulan, semua pasti sudah diatur Tuhan.“Iya Bulek, saya guru anaknya Dokter Dirga.”“Oalaaah ternyata gurunya Dinaya,” sahut Ibu dengan wajah sumringah.“Wah kalau begitu kita nggak usah susah payah memperkenalkan mereka berdua lagi ya Mbak Tari, toh mereka berdua memang sudah saling kenal,” ujar Bu Ratih dengan wajah sama gembiranya dengan Ibu.“Ya sudah kalau begitu kami berdua ke dalam dulu, kalian berdua lanjutkan saja ngobrolnya ya,” Ibu buru buru menarik tangan Bu Ratih sambil memberi kode. Bu Ratih langsung paham dan berjalan menjajari langkah ibu. Keduanya meninggalkan sau
“Astaghfirullah ... Ibu, Mas Dirga! Apa apaan ini? Kenapa kok malah berantem sih? Apa nggak bisa bicara baik baik?” Tiba tiba saja Dista datang dan langsung melerai pertengkaran ibu dan anak itu.“Masalahnya apa sih? Kenapa Ibu dan Mas Dirga malah jadi panas begini? Istighfar! Nggak ada istilah mantan anak ataupun mantan ibu! Nggak ada yang menarik diri dari keluarga ataupun dibuang dari silsilah keluarga! Kita ini sedarah! Ibu yang melahirkan Mas Dirga. Mana mungkin tiba tiba putus hubungan begini hanya gara gara hal sepele?”“Ini bukan hal sepele, Ta! Ibu memikirkan masa depan Mas Dirga mu ini loh. Mau sampai kapan dia membujang terus?”“Loh? Aku juga nggak mau membujang terus, Bu. Tapi bukan berarti aku sembarangan nyari perempuan untuk dinikahi kan?”“Sudah sudah! Malah bertengkar lagi! Ayo Mas Dirga dan Ibu duduk dulu. Kita bicara baik baik. Rasulullah mengajarkan kalau sedang marah dalam keadaan
“Sebaiknya jangan Buna. Nanti Papa malah makin marah. Mendingan cooling down aja dulu sekarang. Nanti juga Papa bakalan buka hatinya sendiri.” Dinaya sedang berbicara di telepon dengan Nina. Suara Dinaya pelan sekali, khawatir nanti Dirga mendengarnya.Sejak pulang dari kampung kemarin sore, Dirga sensitif sekali, terutama masalah hati, cinta, jodoh, dan pernikahan. Jangan sampai salah satunya terlontar, Dirga bisa naik pitam.“Iya Papamu sih nggak masalah, tapi ceweknya gimana? Umur dia udah 27 Nay, aku aja yang masih 25 udah mau nikah tahun depan. Keburu dia dilamar beneran kalau kelamaan nunggu!” tukas Nina geram. Mereka berdua tengah membicarakan Reisha. Ternyata Nina, Gia, Dista dan Ibu sepakat setuju kalau Reisha lah yang jadi kandidat selanjutnya. Kali ini tidak akan terulang kejadian buruk kemarin. Sebab mereka kenal baik Reisha bahkan sampai ke kakek neneknya. Dan mereka semua tau Reisha adalah gadis cantik yang juga baik perilaku