Luna masih sibuk memilah-milah satu per satu botol itu, membaca setiap nama judul yang tertulis, namun tulisan itu hanya memakai
Luna kesal.Dari luar ada suara Dewi Patih yang lewat di depan, Luna mencari tempat persembunyiaan aman. Dia menyelinap ke dalam lemari kosong, nasib baik lemari itu cukup menutupi seluruh bagian tubuhnya."Kemaa Luna?" tanya Dewi Patih pada kedua asistennya."Tadi ada di ruangan ritual, tapi mungkin saja dia di kamarnya, Bu Dewi," sahut salag satu asisten itu."Jangan biarkan dia lolos dari rumah ini, malam jum'at kliwon kita tumbalkan dia untuk ayahku," kata Dewi Patih.Dari balik lemari, Luna mendengar itu terkesiap sembari menutup mulutnya sendiri. Dia begitu ketakutan atas rencana Dewi Patih terhadapnya.
"Yang di katakan Shera benar, aku hanya di manfaatlan oleh Bu Dewi, sial! Permepuan itu sangat jahat, di bantu malah menodongku dari belakang," gerutu LunaMobil yang di tumpangi mereka sudah tiba di jalan yang Arlesa tujukan, disana sudah ada Gala dan Gus Alam menunggu, saat itu kondiis Shera sangat parah, banyak mengeluarkan darah kuning."Shera, bangun," ucap Gala mengguncang-guncang tubuh Shera."Kita bawa ke rumah dulu, takut bila dia tak bisa tertolong lagi, sepertinya dia di racuni siluman ular itu saat di lumpur," jelas Arlesa.Mereka membawanya masuk ke dalam mobil, Luna ikut pula. Dia tak menyadari resiko saat Maysa tahu kelakuannya.Sepanjang perjalanan, Arlesa mencoba memulihkan dirinya pula, sisa air bawang putih dan lilitan sihir ular itu berekasi di tubuhnya. Dia menahan sakit yang peroh namun tak menimbulkan luka."Kau tidak apa, pangeran?" tanya Gus Alam."Seluruh tubuhku seperti terbakar, Pak Gus," sahut Arlesa."Di rumah ada baginda Raja dan Rexa, mereka pasti bisa mengobatimu," kata Gus Alam khawatir.Seme
Maysa turun ke bawah, dia di hampiri Bi Siti yang baru saja dari luar."Bu, di luar masih ada Luna yang tidak mau pergi," bisik Bi Siti.Maysa menghela nafas, dia sudah malas bila itu menyangkut Luna, kekecewaannya sudah tak tertawar lagi oleh rasa kasihan."Suruh dia pergi, Bi. Aku tidak mau lagi berurusan dengan dia," uajr Maysa berlalu ke dapur.Bi Siti bingung, puluhan kali dia mengusir Luna namun perempuan itu tetap kukuh menunggu Maysa."Kenapa, Nak?" tanya Ratu Risani."Kata Bi Siti di luar masih ada perempuan itu, aku bingung Bunda harus bagaimana, aku sudah tidak ingin dia lagi ada di dekatku," keluh Maysa."Kamu jangan gubris dia, bisa saja itu rencana dia lagi, Nak," timpal Bu Rohma."Iya, Nak. Beri uang saja, lalu suruh dia kembali ke tempat asalnya, nanti itu bisa bahayakan kalian lagi," tambah Ratu Risani.Maysa memahami itu, setelah di
Bi Siti membawakan Luna malanan dan beberapa perlengkapan lainnya, dia juga membawa buah segar untuk Luna."Ini, Bib bawakan kamu diam-diam makanan, jangan sampai Bu Maysa tahu," kelik Bi Siti seolah-olah. Luna melahap semua makanan itu, perutnya memang sangat keroncongan bahkan janinnya mingkin sudah dehidrasi karena kehausan."Sudah itu, kamu kembali ke kontrakkanmu, lebih baik kamu disana dulu, disini kamu bisa tambah sakit," usul Bi Siti."Bu Maysa sungguh sudah sangat membenciku, aku tahu ini salah Bi, tapi hanya sekali saja bertemu memnag sulit kah?" tanya Luna."Bu Maysa itu orangnya tegas, tidak akan mengulang kalimatnya berulang kali," sahut Bi Siti.Luna mengunyah dengan lesuh, lebih baik dia harus ke kontakkannya demi menjaga janinnya kembali, setelah merasa sehat dia akan menemui Maysa untuk terakhir kalinya sebelum kembali ke Kota Bandung.Dari jaih Dewi Patih datang lagi mengawasi
Bi Siti membawakan Luna malanan dan beberapa perlengkapan lainnya, dia juga membawa buah segar untuk Luna."Ini, Bib bawakan kamu diam-diam makanan, jangan sampai Bu Maysa tahu," kelik Bi Siti seolah-olah. Luna melahap semua makanan itu, perutnya memang sangat keroncongan bahkan janinnya mingkin sudah dehidrasi karena kehausan."Sudah itu, kamu kembali ke kontrakkanmu, lebih baik kamu disana dulu, disini kamu bisa tambah sakit," usul Bi Siti."Bu Maysa sungguh sudah sangat membenciku, aku tahu ini salah Bi, tapi hanya sekali saja bertemu memnag sulit kah?" tanya Luna."Bu Maysa itu orangnya tegas, tidak akan mengulang kalimatnya berulang kali," sahut Bi Siti.Luna mengunyah dengan lesuh, lebih baik dia harus ke kontakkannya demi menjaga janinnya kembali, setelah merasa sehat dia akan menemui Maysa untuk terakhir kalinya sebelum kembali ke Kota Bandung.Dari jaih Dewi Patih datang lagi mengawasi
Rajab masih diam, tak ada kalimat yang bisa ia bantu, mengatakan penyesalan pun sulit untuk meminta maaf. Gala kedua membiarkan orang tua Shera itu untuk menampilkan semua yang sudah terjadi pada mereka. Gala pergi meninggalkan Rajab dan istrinya, dia kembali ke atas melihat keadaan Shera.Cia menyorot tajam ke Rajab, dia ingin menghukum suaminya dengan cara meluapkan kebencian dari cintanyan"Kamu melihat buah dari ambisimu? ketika anak kita sakit, kita tidak bisa mendampinginya justru orang jahat yang merawat anakmu, Shera tidak akan hidup seperti orang tua yang baik," tutur Cia..Rajab
Luna yang berada di teras sakitnya makin parah, dia bahkan memuntahkan semua makanan yang ia makan tadi pagi. Obat yang di beri Bi Siti tidak ia minum karena pantang bagi orang hamil meminum obat tanpa anjuran dokter. Luna ingin anaknya baik-baik saja, meski ia tahu butuh perjuangan untuk menjadi baik. Bi Siti sore ini membawakan lagi cemilan penutup buat Luna. Itu pemberian dari Ratu Risani, istri ketiga Raja Garsan itu memang memiliki hati yang lembut. "Ini kolak buat kamu, makan yann banyak, o nanti kamu tidur di gudang sana, saya sidah bersihkan dari pada tidur di teras seperti ini, kasihan anak kamu di dalam perut," kata Bi Sito. Itu lagi anjuran dari Maysa karena dia tak ingin Luna sampai mati di depan rumahnya hanya karena memohon maaf. "Tapi Kak Maysa tidak keberatan 'kan?" "Mjngin saja tidak, dia sudah tak mau lagi urus itu. Jadi ini bantuan Bibi," sahut Bi Siti terpaksa berbohong demi menjaga kerahasiaan Maysa.
Di gudang rumah Maysa, Luna mengistirahatkan diri. Bi Siti menata gudang itu begitu rapi dan bersih, lumayan untuk tempat tinggal Luna sementara."Ini seperti kontrakkanku dulu sama Hadi, Bi. Luasnya seperti ini," kata Luna."Baiklah, kamu istirahat ya, Bi Siti ke rumah lagi, semua sudah lengkap disini," kata Bi Siti.Bi Siti keluar dari gudang itu, Luna membaringkan diri lagi di atas kasur. Dia memejamkan mata membayangkan wajah Hadi yang sempat ia lupa itu karena terpesona kharisma Arlesa."Maaf, aku melalaikan pengorbananmu," lirih Luna sembari mengingat wajah Hadi. Dia mengelus perutnya, meminta maaf pada janin yang sempat ia ingin bunuh itu."Anak ini kenangan terindah Hadi aku akan merawat anak ini dengan baik," gumam Luna.Dari luar gudang, terdengar suara kasak-kasuk. Luna beranjak mengintip di balik cela pintu, ternyata afmda seorang perempuan yang berjubah hitam sedang berdiri di depa
Gala duduk menepi di tembok, tabib dan dokter masih memeriksa kondisi Shera yang kian memburuk, ternyata tubuh Shera sudah infeksi karena luka bakar menyerap ke dalam daging yang terdalam di setiap bagian tubuhnya."Bagaimana ini?" tanya dokter kerajaan pada tabib."Kita harus diamkan dulu, jika sudah di beri obat namun lukanya masih tetap menyebar, kita pasrah saja, ini jalan terakhir untuknya," sahut tabib istana."Jangan bicara begitu, Pak. Shera pasti akan sembuh," protes Gala.Tabib dan dokter itu gamang, mereka seringkali mendapat pasien yang sama seperti Shera, tapi akhir dari cerita perjuangan sakit itu ialah kemusnahan.Gala memeluk Shera yang membiru, darah kuning di tubuh putri Rajab itu begitu menipis, dingin, dan kaku. Sebagai kekasih Gala berharap agar kesembuhan itu di berkahi pada Shera, tak ingin merima kenyataan atas penuturan tabib itu.Dari luar ada Bun Great yang mengantar Gus Al