Sepanjang malam Gavin tidak bisa fokus bekerja. Bayangan kejadian malam pertamanya selalu terngiang. Membuat lelaki itu selalu tersenyum dan nanti tertawa saat mengingat kejadian luar biasa dalam hidupnya. Melucuti semua pakaian yang ia beri untuk istrinya itu. Bahkan dia adalah lelaki yang menggagahi Raline untuk pertama kali.
Gavin adalah lelaki paling beruntung mendapatkan gadis sepolos dan seteguh Raline. Ia juga bisa membuat wanita itu kecanduan sampai berani meminta lagi untuk bercinta dalam bathup.
“Argh!” jerit Gavin tertahan. Ia menggigiti buku jarinya karena gemas mengingat kejadian panasnya bersama Raline.
Waktu menunjukan pukul tiga pagi, Gavin langsung menutup laptopnya dan kembali ke kamar. Mendapati Raline tidur, wajahnya kembali bersemu. “Tidur saja bisa cantik beg
“Kau menyukainya, hm?” tanya Gavin sambil mengecup titik berwarna merah muda itu berkali-kali. Mengeluarkan suara letupan karena Gavin seperti sedang mengecup permen lolipop. Bibirnya berhasil membuat titik gundukan Raline menegang keras.Raline mendongak karena suaminya sedang bermain-main di selangkangannya. Membuka kedua pahanya dengan lebar. Memainkan jari di sana, sampai ia menggelinjang gelisah. Seluruh tubuhnya meremang menerima sentuhan Gavin. Saraf di tubuhnya seakan merespon tiap sentuhan dari suaminya yang luar biasa menggairahkan. Memacu adrenalin nya sampai berani nekat berpikir liar.Gavin sudah telanjang di dapur. Sedangkan Raline masih mengenakan kemeja yang sudah terbuka semua kancingnya. Bahkan semua pakaian dalam wanita itu berhasil dilucuti si mesum Gavin dan berserakan di dapur. Keduanya terus melumat dan bertu
"Sudah selesai semuanya, Tuan." Jamal keluar sambil menyeret dua koper keluar kamar."Kalau begitu kita pergi sekarang," titah Gavin sambil merangkul pinggang Raline agar semakin dekat dengannya. Lalu mengarahkan wanita itu keluar villa menuju mobil.Siang ini Gavin membawa Raline pulang ke rumah lamanya. Rumah Yudistoro, Ayah mertua Raline untuk pertama kali sebagai seorang istri dari Gavin Maheswari."Gavin, malu tau! Lepas gak?!" bisik Raline sambil melirik ke arah para pengawal suaminya. Lalu masuk ke dalam mobil.Dengan entengnya Gavin masuk ke dalam mobil tanpa rasa malu. Wajahnya malam bersemu dan terlihat bahagia sekali. Senyum tipis selalu terumbar sejak ia pulang dari Bangkok. Terlihat jelas jika lelaki itu sangat bahagia saat ini. Sedan
Raline dan Gavin turun bersamaan menuju ruang makan yang sangat luas. Di meja makan sudah terhidang berbagai macam jenis makanan hingga memenuhi meja. Yudistoro sudah menanti anak dan menantunya itu untuk makan siang bersama.“Ayo, duduk. Kita makan bersama untuk kali pertama sebagai menantu, Nak.”Yudistoro sangat antusias ingin makan bersama. Sudah sangat lama sekali duda konglomerat pemilik Ocean Group itu menanti saat berharga seperti sekarang. Makan bersama keluarga. Gavin membukakan kursi untuk istrinya duduk.“Terima kasih,” ucap Raline sangat pelan.“Sama-sama istriku,” balas Gavin yang tersenyum karena mendengar ucapan malu-malu dari istrinya.“I
Berdiri di depan cermin, Raline mencoba mengamati penampilannya terlebih dahulu sebelum pergi. Mengenakan dress hitam selutut, ia menggeraikan saja rambutnya dan membawa tas kecil selempang pemberian Gavin. Wanita itu asal saja mengambil pakaian, karena masih belum tertata rapi semua di kamar barunya. Ia bergegas turun karena Jamal sudah menantinya untuk mengantar ke kantor sang suami.“Kita berangkat sekarang ya, Pak,” pinta Raline.“Baik, Nona. Silahkan,” sahut Jamal sambil membukakan pintu mobil untuk Nona muda itu.Mobil pun melaju pergi dari kediaman Yudistoro, ke kantor Ocean Group. Tanpa Raline sadari, ia diperhatikan oleh mertuanya dari balik tirai kamar. Lelaki paruh baya itu tersenyum melihat menantunya yang sangat mengkhawatirkan Gavin. Kelegaan terpancar di wajah
Fiuh! Wanita itu lagi-lagi membuang nafasnya kasar. Membuang rasa gugupnya bertemu dengan Gavin. Raline menyibak rambutnya sebelum membuka pintu ruangan kerja suaminya. Perlahan tapi pasti, Raline memegang gagang pintu dan membukanya. Gavin yang sedang berdiri menatap ke dinding kaca yang memperlihatkan hiruk pikuk kota langsung berbalik badan. Ia mendapati wanita cantik yang berdiri di balik pintu. Keningnya berkerut kaget karena Raline menemuinya di kantor untuk pertama kali. Lelaki itu ingin tersenyum, namun sebisa mungkin dia menahannya. “Emmph, kamu lagi kerja gak?” tanya Raline salah tingkah. Wajahnya memerah tanpa riasan dengan rambut yang tergerai sangat seksi dan cantik. Hanya eyeliner dan lipstik nude yang dipakai oleh istri Gavin saat ini.
Sesaat Raline melepas ciumannya. “Kalau ada yang masuk bagaimana?”“Cuma kamu yang berani masuk tanpa ketuk pintu. Ini kantorku dan ruang kerjaku. You're is mine.”Gavin kembali melumat bibir istrinya yang sangat manis dan lembut. Tangannya bermain ke paha mulus nan jenjang milik Raline hingga terangkat tanpa wanita itu sadari. Ruangan yang dingin seketika jadi hangat. Dress yang membentuk tubuhnya tersingkap perlahan dan tangan Gavin menyelip mulus ke dalam sana.Ciuman Gavin semakin lama makin menuntut. Raline kewalahan karenanya. Saling berpagutan dan makin menuntut satu sama lain. Bertukar saliva dan membelit lidah bergantian. Istri Gavin itu sudah mulai terbiasa dan tampak lihai dalam berciuman. Membangun suasana panas di antara keduanya.
“Jika kalian tidak setuju dengan semua yang saya sarankan, berarti kalian akan segera mengalami kerugian besar hanya untuk sebuah lahan baru yang tidak potensial sama sekali. Apa yang yang menolaknya disini?” Gavin menutup meetingnya dengan gaya tengil khasnya.Semua yang berada di ruang meeting saling bertukar pendapat dan bergumam halus. Memikirkan apa yang direktur utama itu ucapkan. Tidak ada yang berani menolak. Sekalipun ada yang tidak setuju, maka akan percuma berada di perusahaan Ocean Group sekarang. Investor akan mengalami kerugian besar setelahnya.“Kami setuju semua.” Salah satu investor terbesar mengangkat tangan dan percaya dengan saran direktur muda itu. Diiringi oleh anggukan para investor lainnya yang menyerahkan semua kepercayaan mereka pada Gavin.“O
Sesampainya di hotel Ocean. Gavin dan Raline masuk ke dalam hotel mewah bergaya Eropa, milik perusahaan grup Ocean yang sudah atas namanya. Dengan mesra, lelaki itu menggandeng tangan istrinya seakan tidak ingin sama sekali melepasnya. “Kamu jalan-jalan lihat fasilitas hotel ini?” ajak Gavin. “Mau, mau banget!” jawab Raline antusias. “Tapi, cuma mau sama kamu. Jangan diikuti sama pengawal-pengawal kamu.” Senyum Gavin menggaris lengkung dengan sempurna. “Iya, kan dari tadi kita cuma berdua. Aku yang akan kasih lihat semuanya sama kamu.” Disambut oleh pihak hotel, dan beberapa staf hotel, Raline dan Gavin masuk dengan penyambutan mewah. Diberikan minuman dan disambut dengan sambutan hangat.
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. “Ral, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?” ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. “Raline tunggu disini, ya, Tan.” Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah