"Kamu yakin mau bawa aku ke acara penting, Vin?" tanya Raline was-was.
"Tenang saja. Aku harus membiasakan kamu bertemu dengan orang-orang disekitarku. Apalagi kita akan segera menikah. Jadi jangan khawatir berlebihan," jawab Gavin sambil mengancing tuxedonya.
"Tapi, Vin? Apa yang harus aku lakukan nanti?" tekan Raline dengan tangannya yang diremasnya gelisah.
Gavin melirik ke arah tangan Raline yang jelas gugup. Ia memegangi tangan gadis itu sambil berucap, "tenang saja ada aku." Senyum tipis dari lelaki itu sedikit menenangkan kegugupan Raline.
Tidak lama mobil Gavin memasuki sebuah rumah super mewah yang dihiasi lampu berwarna warm. Rumah keluarga Hardian sama mewahnya dengan kediaman keluarga Maheswari, orang tua dari Gavin dan Devin sehin
Ayo , pertemuan apa nih antara Gavin dan Om Hardian? Yuk, kasih semangat Author dengan kasih komen dan gem š¤š± Happy weekend, semoga suka dengan PAID LOVE! Jaga kesehatan dan bahagia terus ya kalian readers tersayang š
Gavin tidak ingin pelayan melayani Raline. Malah lelaki itu dengan senang hati memberi makanan untuk calon istrinya. Melihat Raline lahap makan baginya sangat lucu dan menggemaskan. Tidak lama Hardian turun bersamaan dengan Istri dan Anak. Keluarga Hardian turun menemui tamu besar mereka. Melihat keberadaan keluarga Hardian, Gavin beranjak berdiri. "Halo, Nak Gavin. Sudah lama sekali tante tidak melihatmu." Sapa Jelita, istri dari Hardian. "Bagaimana, Ma? Tampan sekali bukan anak Yudistoro ini?" puji Hardian. "Lihat saja, Gitsa sampai tidak berkedip menatap Gavin begitu?" lanjut Hardian menggoda anak gadisnya. Wajah Gitsa memerah malu. "Papa!" sentak Gitsa kesal karena malu di depan tamu besar.
Tujuan Gavin yang pertama sudah tercapai. Jika ia akan turut serta dalam mega proyek besar Hardian Corp. Tinggal tujuan kedua Gavin, yaitu Gitsa. Ia akan memastikan jika Gitsa tidak akan menerima perjodohan yang dilakukan kedua orang tua mereka. Gavin akan membuat Gitsa menolak perjodohan dua keluar Hardian dan Maheswari apapun yang terjadi. Meski akan membuat dua keluarga itu kecewa, Gavin tidak akan mundur dengan pilihannya untuk menikahi gadis yang ia cintai. Semua kehebatan seorang Gavin datang berasal dari sosok Raline Ansara. *** "Hai!" sapa Gitsa menghampiri Gavin. "Hai, Git. Lama sekali ya kita gak ketemu ternyata?" sambut Gavin atas sapaan Gitsa. Terakhir kali Gitsa bertemu dengan
Tanpa Gavin dan Gitsa sadari, ada sepasang mata yang memandang dari kejauhan. Melihat jelas kedekatan antara Gavin dan Gitsa. Senyum tipis penuh arti tergaris di bibirnya. *** Gavin dan Raline berpamitan dengan keluarga Hardian. Meski hanya sebentar kedatangan tamu, Hardian dan Jelita merasa sangat senang atas kehadiran Gavin bersama Raline. Terutama Jelita yang sangat bahagia bisa berkenalan dengan Raline. Saking senangnya, Jelita malah sedih saat Raline pulang bersama Gavin. Sedangkan Gitsa turut senang bisa bertemu lagi dengan anak lelaki yang pernah ia sukai dulu. "Kalau begitu Gavin permisi dulu, Om, Tante. Terima kasih sudah mengundang Gavin untuk makan malam. Maaf nggak bisa lama," pamit Gavin.
"Ya, sudah kalau begitu!" Gavin mencekal tangan Raline dan membawanya masuk ke dalam kamar bersamaan. "A-apa yang mau kamu lakukan, huh?!" Gavin sama sekali tidak menjawab pertanyaan Raline. Calon suami Raline itu kekeh menariknya ke dalam kamar. Lalu Gavin mengunci kamar tanpa berkata apa-apa. "Aku capek. Kamu mandi aja duluan. Lalu tidur aja sama-sama. Sebelah kiri aku, kamu sebelah kanan. Kalau mau mandi di dalam sudah ada perlengkapan dan keperluan lain. Jangan dibuat rumit kalau soal tempat tidur. Aku tidak semesum pikiranmu," jelas Gavin. Terlihat sekali di wajah Gavin kalau ia kelelahan. Tanpa pikir panjang lelaki itu malah melepas tuxedo dan melemparkan begitu saja di lantai. Lalu tangannya dengan cepat melepas kancing kemeja satu pers
Perlahan Raline mendekat ke tempat tidur. Berjalan mengendap untuk memastikan jika lelaki itu sudah tidur. Tubuh Gavin tertutup selimut. Apa dia beneran sudah tidur? tanya Raline dalam hati. Ia mendekatkan telinga ke atas selimut yang menutupi tubuh Gavin. *** "Benar-benar sudah tidur rupanya," gumam Raline pelan. Jantung Raline yang berderu sekarang lebih tenang. "Tidur lepas baju tapi selimut menutupi semua badan sampai wajah. Dasar lelaki aneh," ledek Raline. Mata Raline memandangi keadaan sekitar kamar. Benar-benar kosong dari barang. Hanya ada satu tempat tidur. Tidak ada kursi atau sofa untuknya duduk mengeringkan rambut yang masih basah. "Baju ganti juga tertinggal. Apa aku harus tidur paka
"Tidak-tidak! Aku mungkin tadi masih berada dalam alam bawah sadar. Aku ngelindur sepertinya. Ya, aku yakin!" kelit Raline. Gadis itu menutupi wajahnya yang memerah malu.Raline bergegas mandi. Semangatnya pagi ini adalah menunggu furniture yang dipilihnya kemarin datang. Saat ia sudah selesai mandi, aroma nikmat makanan sudah memancing indera penciuman Raline. Gavin masih tidur, tapi pintu kamar sengaja dikunci oleh lelaki itu. Sehingga ia tidak bisa keluar untuk memeriksa keadaan di luar.Raline memutuskan mencari kunci di sekitar kamar. Ia tidak ingin membangunkan singa yang lagi tidur itu. Setiap sudut ia cari keberadaan kunci kamar, namun tetap tidak ditemukannya. Karena sudah kehabisan akal, Raline mengira kunci itu ada di saku celana yang dipakai Gavin.Perlahan Raline mendekati Gavin yang masih p
Saat kembali ke villa, Gavin mencoba membujuk Raline agar mau makan satu meja dengannya. Namun sepertinya mood Raline pagi itu lagi buruk, sampai seorang Gavin berani diabaikan. Anehnya, Gavin malah mengalah dengan gadis itu. Sampai-sampai Jamal yang melihat tingkah dua pasang anak muda terheran-heran. Jamal sampai bingung melihat sikap tuan mudanya itu kebingungan menghadapi seorang gadis. Akhirnya Gavin memutuskan sarapan sendiri. Sedangkan Raline mengunci diri di kamar baru, yang diklaimnya itu akan menjadi kamarnya nanti malam karena ia tidak ingin satu kamar lagi dengan Gavin. Jamal datang membawakan tiga orang asisten rumah tangga profesional untuk menyediakan keperluan tuan mudanya itu saat tinggal di villa. Selain membawa asisten rumah tangga, Jamal juga membawa banyak barang yang pribadi tuan mudanya itu untuk mengisi seluruh walk closet
Sedangkan dari dalam kamar ketiga asisten itu langsung ketakutan saat mendengar akan dipecat padahal baru beberapa jam bekerja.“Dasar manusia tidak berperasaan!”Gavin mengernyitkan keningnya mendengar Raline menyebutnya manusia tanpa perasaan."Enak aja main pecat orang sesuka hati. Kamu pikir mereka kerja buat apa? Dasar gak punya hati!" tuding Raline dengan keras.Jamal dan ketiga asisten itu merasa tidak nyaman dengan perdebatan antara Raline dan Gavin. Mereka sudah seperti anjing dan kucing yang sulit dipersatukan dalam satu rumah."Kalau kamu memecat mereka, berarti aku juga kamu pecat. Mana bisa aku kerja di villa seluas ini sendirian? Aku butuh bantuan mereka di
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. āRal, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?ā ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. āRaline tunggu disini, ya, Tan.ā Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah