Aku teringat kembali tujuh tahun lalu, saat Samuel datang ke perjodohan ini karena tekanan dari keluarganya. Saat pertama kali bertemu denganku, dia memberitahukanku dengan jujur bahwa dia sudah memiliki orang yang dicintainya.Aku mengerti maksudnya dan mengira pertemuan itu akan menjadi yang terakhir. Namun, dua bulan kemudian, dia justru datang menemuiku lagi."Kamu suka padaku, 'kan? Kalau begitu, kita menikah saja."Jujur saja, aku memang menyukainya sejak pandangan pertama. Saat itu, aku merasa seolah-olah mendapatkan keberuntungan yang luar biasa. Karena takut dia akan berubah pikiran, aku segera mengatur semua proses pernikahan dengan kedua keluarga.Dia tidak peduli pada detail pernikahan kami dengan alasan sibuk dengan pekerjaannya. Profesi sebagai dokter memang sibuk, jadi aku bisa memahaminya. Namun, belakangan ini aku mengetahui bahwa tepat seminggu sebelum dia mencariku, cinta pertamanya baru saja menikah.Tentu saja, aku punya perasaan tertentu saat mendengar hal itu, ta
Dia tidak bereaksi sedikit pun saat aku menyebutnya gila. Dia malah menarikku menuju ruang tamu."Kita sekeluarga harus selalu bersama. Ayo, kita temui Coco." Dia merapikan sofa untuk duduk dan mencoba menarikku agar duduk di sampingnya. Aku menatapnya dengan dingin saat dia terus bertingkah seperti orang gila.Dia merasa tidak puas, tetapi tidak berkata apa pun dan malah menyalakan televisi. Saat melihat layar, aku tercengang. Yang muncul adalah rekaman CCTV rumah kami. Samuel memegang remote, mengganti satu per satu rekaman video dan memperlihatkan berbagai momen."Saat dia pulang dari taman kanak-kanak," katanya sambil menunjuk."Saat dia belajar menari.""Saat dia ....""Cukup!" selaku dengan suara keras karena tak ingin melihatnya lagi.Setiap kali melihat wajah Coco yang hidup, pikiranku langsung kembali ke bayangan tubuh kecilnya yang dingin di kamar mayat. Ini adalah penyiksaan bagiku.Samuel selalu punya cara seperti ini. Selama tujuh tahun pernikahan kami, kami berdua tahu ca
Wajah Ruby langsung panik dan dia buru-buru menjelaskan, "Aku dan Samuel cuma teman biasa, jangan asal bicara!"Aku tersenyum sinis, lalu berkata, "Aku nggak bilang apa pun. Kenapa kamu yakin sekali itu alasanku nggak mau mendonorkan organ?""Lalu karena apa?" Ruby merespons dengan spontan, "Aku dan Samuel nggak punya hubungan apa pun. Menurutku, kamu yang terlalu banyak berhalusinasi dan menganggapnya menyelingkuhimu!"Aku menatap wartawan yang berdiri di barisan paling depan dan bertanya, "Waktu Ruby cari kalian, apa dia pernah bilang kalau dia ini cinta pertama Samuel?"Terdengar suara kritikan dari kerumunan. "Jadi alasan kamu menolak donasi organ adalah karena cemburu?"Orang-orang ini jelas telah menerima bayaran dari Ruby, sehingga berusaha memfitnahku sebagai orang yang berkecil hati dan tega membiarkan anak lain mati hanya karena cemburu. Aku mengambil ponsel dan memutar rekaman. Suara Samuel bergema di ruangan pemakaman."Kamu sudah tahu soal perceraiannya, bukan? Kamu mau me
Demi cinta, Samuel kehilangan putrinya. Kini, dia mendapati bahwa cintanya pun hanyalah sebuah kebohongan.Dengan amarah yang meluap, dia menerjang Ruby dan Max sambil memukul mereka. Ruby merangkul anaknya, berusaha menghindari serangan Samuel sambil menangis. Sementara itu, kerumunan yang telah mendengar kata-kata kasar Ruby tadi merasa tidak perlu melerai mereka. Semua orang hanya menonton saat ketiganya bertengkar habis-habisan.Aku menyaksikan semuanya dengan tatapan dingin, tanpa sedikit pun keinginan untuk membantu.Di altar pemakaman, senyum putriku tetap terpampang. Dalam hati, aku berbisik padanya.'Lihatlah, Coco, jangan bersedih untuk ayahmu yang seperti ini. Ibu akan membalaskan dendammu. Aku nggak akan melepaskan siapa pun yang menyakitimu.'Sejak terbangun di rumah sakit, aku telah mulai menyusun rencana untuk balas dendam. Berdasarkan apa yang kulihat ketika arwahku sempat melayang, aku menyimpan dua botol infus yang diganti Samuel. Aku juga memberikan sejumlah uang kep
Putriku dan aku dipisahkan setelah kecelakaan mobil dan dibawa ke rumah sakit yang berbeda. Karena dokter bedah utama belum tiba, operasinya terus tertunda. Entah bagaimana, jiwaku keluar dari tubuh setelah kecelakaan itu.Tubuhku terbaring di tempat tidur, sementara jiwaku melayang di dekat putriku dengan cemas dan tak berdaya. Aku sangat khawatir, begitu juga dengan perawat ruang gawat darurat yang terlihat panik."Kenapa Pak Samuel belum datang? Kondisi gadis kecil ini sangat kritis!"Seorang petugas di sampingnya menjawab dengan canggung, "Aku sudah hubungi dia, tapi Pak Samuel bilang akan datang nanti. Dia lagi di taman bersama seorang anak yang sedang menangis karena ingin memenangkan hadiah utama dari permainan pecah telur emas dan nggak mau pulang kalau belum mendapatkannya.""Samuel ini benar-benar nggak tahu membedakan mana yang lebih penting! Anak ini sudah hampir sekarat!"Samuel?Mendengar nama itu, aku tersentak menyadari bahwa putriku telah dibawa ke rumah sakit tempat s
Pagi itu setelah Samuel pergi, putri kami, Coco, terus-menerus merengek ingin bertemu ayahnya."Papa sudah janji mau rayain ulang tahunku hari ini. Papa ke mana? Apa Papa masih marah samaku?" tanya Coco sambil mengusap air matanya. "Coco janji bakal jadi anak baik dan nggak akan buat Kak Max marah lagi."Max adalah anak Ruby, cinta pertama Samuel, yang lahir dengan penyakit jantung bawaan. Setelah bercerai, Ruby membawa Max ke rumah sakit tempat Samuel bekerja. Sejak itu, Samuel mulai sering menyebut nama Max di rumah, mengkritik Coco sebagai anak yang manja dan keras kepala.Bahkan saat Max merusak boneka Coco atau menarik-narik rambutnya, Samuel selalu menyalahkan Coco. Coco sering menangis sampai matanya membengkak.Ketika Max datang berkunjung, Coco berlari ke kamarnya dan menolak keluar. Namun, Samuel menyeret Coco keluar dari kamar dengan kejam dan memaksanya meminta maaf pada Max.Aku harus membujuk dan berusaha keras untuk meredakan ketegangan di antara mereka. Mengingat semua
Saat tersadar, aku langsung melompat ke arah Ruby dan menjerit dengan penuh kemarahan, ingin mencabik-cabik dirinya.Kenapa dia tega? Bagaimana dia bisa berniat menyakiti Coco, putriku tercinta?Namun, setiap pukulan yang kuayunkan hanya menembus tubuhnya dengan sia-sia. Aku menatap Samuel, dalam hati memohon dengan segenap jiwa.'Jangan lakukan ini, kumohon. Aku tahu kamu mencintainya. Aku akan melepaskanmu, kita bisa cerai! Aku nggak butuh apa-apa lagi. Aku hanya ingin Coco tetap hidup!''Kamu pernah bilang bahwa dokter itu harus berkorban, harus berbakti, harus memiliki misi untuk menyelamatkan nyawa! Kamu nggak bisa mengkhianati sumpahmu!'Doaku tidak sampai padanya.Dalam pandangan putus asa, aku melihatnya mengangguk perlahan kepada Ruby dengan wajah pucat. "Aku akan membantumu."Di saat Samuel menyetujuinya, aku melihat Max yang berbaring dengan mata terpejam, membuka matanya dan bertukar pandang penuh kemenangan dengan Ruby. Tak peduli seberapa hancurnya hatiku, Samuel tetap be
Putriku mengulurkan tangan kecilnya, mencoba meraih ayahnya dan berharap bisa dipeluk. Dia merasa sangat dingin.Namun, saat jari-jari kecilnya yang beku baru saja menyentuh ujung jari Samuel, dia secara refleks menepisnya. Dengan wajah pucat, dia mundur beberapa langkah dan tidak berani menatap putriku.Dengan suara rendah dia berkata, "Kamu ... pergilah dengan tenang. Sampai sekarang nggak ada keluarga yang mencarimu, sepertinya mereka juga nggak peduli. Semoga kamu bisa segera reinkarnasi ke keluarga yang lebih baik ...."Aku melompat ingin mendorongnya, menggigitnya, apa pun yang bisa kulakukan. Bagaimana dia bisa sekejam itu? Bagaimana bisa dia mengucapkan kata-kata itu pada seorang anak kecil?Putriku yang kucintai, Coco, adalah harta terbaik di dunia. Aku peduli padanya, sangat peduli padanya!Air mata bercampur darah mengalir dari mataku. Dalam pandanganku yang kabur, aku melihat Coco berhenti bernapas perlahan-lahan. Ketika membuka mata lagi, aku sudah berada di sebuah kamar r
Demi cinta, Samuel kehilangan putrinya. Kini, dia mendapati bahwa cintanya pun hanyalah sebuah kebohongan.Dengan amarah yang meluap, dia menerjang Ruby dan Max sambil memukul mereka. Ruby merangkul anaknya, berusaha menghindari serangan Samuel sambil menangis. Sementara itu, kerumunan yang telah mendengar kata-kata kasar Ruby tadi merasa tidak perlu melerai mereka. Semua orang hanya menonton saat ketiganya bertengkar habis-habisan.Aku menyaksikan semuanya dengan tatapan dingin, tanpa sedikit pun keinginan untuk membantu.Di altar pemakaman, senyum putriku tetap terpampang. Dalam hati, aku berbisik padanya.'Lihatlah, Coco, jangan bersedih untuk ayahmu yang seperti ini. Ibu akan membalaskan dendammu. Aku nggak akan melepaskan siapa pun yang menyakitimu.'Sejak terbangun di rumah sakit, aku telah mulai menyusun rencana untuk balas dendam. Berdasarkan apa yang kulihat ketika arwahku sempat melayang, aku menyimpan dua botol infus yang diganti Samuel. Aku juga memberikan sejumlah uang kep
Wajah Ruby langsung panik dan dia buru-buru menjelaskan, "Aku dan Samuel cuma teman biasa, jangan asal bicara!"Aku tersenyum sinis, lalu berkata, "Aku nggak bilang apa pun. Kenapa kamu yakin sekali itu alasanku nggak mau mendonorkan organ?""Lalu karena apa?" Ruby merespons dengan spontan, "Aku dan Samuel nggak punya hubungan apa pun. Menurutku, kamu yang terlalu banyak berhalusinasi dan menganggapnya menyelingkuhimu!"Aku menatap wartawan yang berdiri di barisan paling depan dan bertanya, "Waktu Ruby cari kalian, apa dia pernah bilang kalau dia ini cinta pertama Samuel?"Terdengar suara kritikan dari kerumunan. "Jadi alasan kamu menolak donasi organ adalah karena cemburu?"Orang-orang ini jelas telah menerima bayaran dari Ruby, sehingga berusaha memfitnahku sebagai orang yang berkecil hati dan tega membiarkan anak lain mati hanya karena cemburu. Aku mengambil ponsel dan memutar rekaman. Suara Samuel bergema di ruangan pemakaman."Kamu sudah tahu soal perceraiannya, bukan? Kamu mau me
Dia tidak bereaksi sedikit pun saat aku menyebutnya gila. Dia malah menarikku menuju ruang tamu."Kita sekeluarga harus selalu bersama. Ayo, kita temui Coco." Dia merapikan sofa untuk duduk dan mencoba menarikku agar duduk di sampingnya. Aku menatapnya dengan dingin saat dia terus bertingkah seperti orang gila.Dia merasa tidak puas, tetapi tidak berkata apa pun dan malah menyalakan televisi. Saat melihat layar, aku tercengang. Yang muncul adalah rekaman CCTV rumah kami. Samuel memegang remote, mengganti satu per satu rekaman video dan memperlihatkan berbagai momen."Saat dia pulang dari taman kanak-kanak," katanya sambil menunjuk."Saat dia belajar menari.""Saat dia ....""Cukup!" selaku dengan suara keras karena tak ingin melihatnya lagi.Setiap kali melihat wajah Coco yang hidup, pikiranku langsung kembali ke bayangan tubuh kecilnya yang dingin di kamar mayat. Ini adalah penyiksaan bagiku.Samuel selalu punya cara seperti ini. Selama tujuh tahun pernikahan kami, kami berdua tahu ca
Aku teringat kembali tujuh tahun lalu, saat Samuel datang ke perjodohan ini karena tekanan dari keluarganya. Saat pertama kali bertemu denganku, dia memberitahukanku dengan jujur bahwa dia sudah memiliki orang yang dicintainya.Aku mengerti maksudnya dan mengira pertemuan itu akan menjadi yang terakhir. Namun, dua bulan kemudian, dia justru datang menemuiku lagi."Kamu suka padaku, 'kan? Kalau begitu, kita menikah saja."Jujur saja, aku memang menyukainya sejak pandangan pertama. Saat itu, aku merasa seolah-olah mendapatkan keberuntungan yang luar biasa. Karena takut dia akan berubah pikiran, aku segera mengatur semua proses pernikahan dengan kedua keluarga.Dia tidak peduli pada detail pernikahan kami dengan alasan sibuk dengan pekerjaannya. Profesi sebagai dokter memang sibuk, jadi aku bisa memahaminya. Namun, belakangan ini aku mengetahui bahwa tepat seminggu sebelum dia mencariku, cinta pertamanya baru saja menikah.Tentu saja, aku punya perasaan tertentu saat mendengar hal itu, ta
Aku menghapus air mata yang muncul di sudut mataku, lalu tertawa getir sambil memegangi sisi tempat tidur dan berdiri.Plak! Suara tamparan yang tajam menggema saat aku mengayunkan tanganku ke wajah Samuel. Dia menatapku tak percaya.Dengan jelas, kuucapkan setiap kata kepadanya, "Kamu nggak layak jadi ayah Coco."Ruby tiba-tiba masuk. Melihat bekas tamparan di wajah Samuel, dia terkejut sejenak, tetapi dia langsung mengabaikannya. Dia menoleh ke arahku dan memohon dengan suara penuh tangisan, "Anna, kumohon setujuilah donasi organ itu. Anakmu sudah meninggal, tapi Max nggak boleh mati!"Dia menangis tersedu-sedu, "Donorkan jantung Coco untuk Max, anggap saja itu sebagai cara agar Coco tetap hidup melalui dirinya!"Samuel menarik Ruby ke sisinya, tampak panik dan bingung. "Kamu ngomong apaan? Nggak mungkin yang meninggal itu Coco! Itu semua cuma omong kosong dari Anna! Dia melakukan ini dengan sengaja untuk balas dendam padaku!"Mendengar Samuel mempertanyakannya, Ruby tampak gugup dan
Putriku mengulurkan tangan kecilnya, mencoba meraih ayahnya dan berharap bisa dipeluk. Dia merasa sangat dingin.Namun, saat jari-jari kecilnya yang beku baru saja menyentuh ujung jari Samuel, dia secara refleks menepisnya. Dengan wajah pucat, dia mundur beberapa langkah dan tidak berani menatap putriku.Dengan suara rendah dia berkata, "Kamu ... pergilah dengan tenang. Sampai sekarang nggak ada keluarga yang mencarimu, sepertinya mereka juga nggak peduli. Semoga kamu bisa segera reinkarnasi ke keluarga yang lebih baik ...."Aku melompat ingin mendorongnya, menggigitnya, apa pun yang bisa kulakukan. Bagaimana dia bisa sekejam itu? Bagaimana bisa dia mengucapkan kata-kata itu pada seorang anak kecil?Putriku yang kucintai, Coco, adalah harta terbaik di dunia. Aku peduli padanya, sangat peduli padanya!Air mata bercampur darah mengalir dari mataku. Dalam pandanganku yang kabur, aku melihat Coco berhenti bernapas perlahan-lahan. Ketika membuka mata lagi, aku sudah berada di sebuah kamar r
Saat tersadar, aku langsung melompat ke arah Ruby dan menjerit dengan penuh kemarahan, ingin mencabik-cabik dirinya.Kenapa dia tega? Bagaimana dia bisa berniat menyakiti Coco, putriku tercinta?Namun, setiap pukulan yang kuayunkan hanya menembus tubuhnya dengan sia-sia. Aku menatap Samuel, dalam hati memohon dengan segenap jiwa.'Jangan lakukan ini, kumohon. Aku tahu kamu mencintainya. Aku akan melepaskanmu, kita bisa cerai! Aku nggak butuh apa-apa lagi. Aku hanya ingin Coco tetap hidup!''Kamu pernah bilang bahwa dokter itu harus berkorban, harus berbakti, harus memiliki misi untuk menyelamatkan nyawa! Kamu nggak bisa mengkhianati sumpahmu!'Doaku tidak sampai padanya.Dalam pandangan putus asa, aku melihatnya mengangguk perlahan kepada Ruby dengan wajah pucat. "Aku akan membantumu."Di saat Samuel menyetujuinya, aku melihat Max yang berbaring dengan mata terpejam, membuka matanya dan bertukar pandang penuh kemenangan dengan Ruby. Tak peduli seberapa hancurnya hatiku, Samuel tetap be
Pagi itu setelah Samuel pergi, putri kami, Coco, terus-menerus merengek ingin bertemu ayahnya."Papa sudah janji mau rayain ulang tahunku hari ini. Papa ke mana? Apa Papa masih marah samaku?" tanya Coco sambil mengusap air matanya. "Coco janji bakal jadi anak baik dan nggak akan buat Kak Max marah lagi."Max adalah anak Ruby, cinta pertama Samuel, yang lahir dengan penyakit jantung bawaan. Setelah bercerai, Ruby membawa Max ke rumah sakit tempat Samuel bekerja. Sejak itu, Samuel mulai sering menyebut nama Max di rumah, mengkritik Coco sebagai anak yang manja dan keras kepala.Bahkan saat Max merusak boneka Coco atau menarik-narik rambutnya, Samuel selalu menyalahkan Coco. Coco sering menangis sampai matanya membengkak.Ketika Max datang berkunjung, Coco berlari ke kamarnya dan menolak keluar. Namun, Samuel menyeret Coco keluar dari kamar dengan kejam dan memaksanya meminta maaf pada Max.Aku harus membujuk dan berusaha keras untuk meredakan ketegangan di antara mereka. Mengingat semua
Putriku dan aku dipisahkan setelah kecelakaan mobil dan dibawa ke rumah sakit yang berbeda. Karena dokter bedah utama belum tiba, operasinya terus tertunda. Entah bagaimana, jiwaku keluar dari tubuh setelah kecelakaan itu.Tubuhku terbaring di tempat tidur, sementara jiwaku melayang di dekat putriku dengan cemas dan tak berdaya. Aku sangat khawatir, begitu juga dengan perawat ruang gawat darurat yang terlihat panik."Kenapa Pak Samuel belum datang? Kondisi gadis kecil ini sangat kritis!"Seorang petugas di sampingnya menjawab dengan canggung, "Aku sudah hubungi dia, tapi Pak Samuel bilang akan datang nanti. Dia lagi di taman bersama seorang anak yang sedang menangis karena ingin memenangkan hadiah utama dari permainan pecah telur emas dan nggak mau pulang kalau belum mendapatkannya.""Samuel ini benar-benar nggak tahu membedakan mana yang lebih penting! Anak ini sudah hampir sekarat!"Samuel?Mendengar nama itu, aku tersentak menyadari bahwa putriku telah dibawa ke rumah sakit tempat s