Raffa terkejut mendengar suara cempreng Amel. Ia tiba-tiba tersenyum membayangkan gadis itu menjadi istrinya. Baru saja hendak menelepon lagi, sang sekertaris memberitahu jadwal mendadak.
Lelaki tersebut bergegas pergi karna akan bertemu klien."Kenapa kasih taunya mendadak sih!" geram Raffa melonggarkan dasi kala kendaraan roda empat tersebut tengah melaju."Maaf, Pak, saya lupa," balas sekertarisnya itu, membuat Raffa mendengkus."Lebih cepat bawanya, saya juga ada acara sesuatu nanti malam," perintah Raffa yang dibalas anggukan sang sekertaris."Lain kali jangan teledor, bisa!" geram Raffa masih menumpahkan kekesalannya."Maafkan, saya Pak. Anak saya lagi sakit soalnya, jadi saya kurang fokus," sahut sekertaris itu, membuat Raffa mengembuskan napas lalu memijat keningnya."Pokok bawa mobilnya, jangan banyak pikiran!" seru Raffa, lalu lelaki itu memejamkan mata karna kelelahan di perusahaan miliknya.Raffa benar-benar sibuk, lelaki itu bahkan tak sadar jika kini jam sudah menunjuk angka tujuh malam. Kala teringat dengan harusnya sekarang ia bersama Wulan untuk melamar Amel. Bergegas berpamitan dan meminta sang sekertaris agar melajukan mobil lebih cepat."Aduh, macet Pak," lapor sang sekertaris membuat ia frustasi, apalagi handphonenya mati."Sial! Segala macet lagi," pekik Raffa kesal, ia akhirnya melirik jam tangan dan membulatkan mata."Kamu bawa aja mobil saya ke rumahmu, nanti paginya harus jemput saya. Sekarang saya keluar cari ojek, udah telat banget soalnya," papar Raffa belum sang sekertaris menjawab lelaki itu telah keluar dan mulai mencari ojek."Eh, Pak! Tolong anterin saya aja, waktunya udah telat banget nih," ucap Raffa kala melihat seorang ojek hendak pergi mengantarkan pelanggannya."Mas, ini apaan sih! Gak lihat saya banyak banget bawa belanjaan. Mas, malah nyerobot aja minta Mas duluan yang dianterin, emang gak kasian sama saya," omel penumpang yang masih di atas motor itu."Aduh, Mbak, mendingan Mbak naik taksi aja nih. Tolong saya, saya udah telat, saya mau ngelamar cewek saya. Tolong Mbak, ngertiin saya," pinta Raffa lalu mengambil beberapa lembar uang lalu memberikan pada wanita itu."Mas bener nih, ikhlas ngasih uang segini sama saya. Mas malah mau naik ojek bukan taksi," lontar wanita itu yang membuat Raffa geram."Serius saya ikhlas, Mbak, saya punya mobil Mbak ngapain pake taksi segala! Karna macet mendingan pake ojek kan, sekalian si Bapak ini biar cari jalan pintas, kalau pake mobil kan susah," jelas Raffa lalu wanita itu mengangguk kepala, ia turun dari motor dan Raffa membantu menurunkan barang-barang perempuan tersebut. "Ya udah kalau gitu makasih ya, Mas uangnya," ucap perempuan itu lalu bergegas menenteng belanjaan dan mulai mencari taksi.Sedangkan Raffa langsung naik ke motor. Ia meminta tukang ojeknya agar mencari jalan pintas ke kediaman kala dia menyebutkan alamat rumah. Pria itu mengangguk paham, karna setiap hari selalu mengantarkan penumpang kebanyakan ke daerah tersebut."Pak, ini bener jalannya, kan?" tanya Raffa yang dibalas anggukan sang ojek, lelaki itu sesekali melirik jam.***"Udah ditelepon belum Kakakmu, itu!" ucap Wulan dengan nada khawatir membuat Shilla ikut kacau. "Udah, Mah. Kayanya handphone Kakak lowbet deh," sahut Shilla, gadis itu menjatuhkan bokongnya."Mama segala ngapaian, mau lamar kok dadakan gini, emang tahu bulat apa," gerutu Shilla yang kini memijat keningnya yang tiba-tiba pening kala mendengar sang Mama beneran mau melamar Amel."Beda lah, tahu bulat itu enak walau dadakan. Kalau lamaran ini kan gak enak kalau sampe telat, udah dadakan telat lagi," dumel Wulan, wanita itu pun ikut berusaha menelepon sang anak. "Mama ini kok malah ngelawak! Lagi genting juga," omel Shilla membuat Wulan mendengkus. "Siapa yang ngelawak sih, La! Kalau Mama mau ngelawak mendingan ke acara opera van java aja," balas Wulan."Ngapaian punya handphone kalau ditelepon aja gak diangkat sih," gerutu Wulan lagi membuat Shilla geleng-geleng kepala, ia sudah bilang seperti handphone sang kakak baterainya habis. "Mama ini apaan sih, itumah acara udah lama banget tau, lho. Lagian ngapain jadi bahas itu sih, ini kita lagi ketar-ketir lho," ucap Shilla akhirnya kedua wanita itu malah berdebat. Sedangkan di kediaman Amel, gadis itu sudah tersenyum sumringah karna yang mau melamar belum datang. Bahkan sang Ibu kini tengah cemas menunggu kedatangan keluarga Raffa, padahal rumah mereka cuma berjarak beberapa langkah. Sedangkan Bagas, Kakaknya
Akhirnya acara itu selesai, mereka mulai menentukan kapan pernikahan terjadi. Wulan meminta agar secepatnya. Dua minggu lagi akad dan repsesi akan dilaksanakan. Kala semua sudah pulang, kini rumah Amel telah sepi. "Allhamdulillah, semuanya akhirnya berjalan lancar." Sekar mengucapkan syukur, wanita itu kini duduk lesehan di karpet. "Kan, sudah Bagas bilang, pasti Raffa terlambat karna macet, Bu. Lihat dia aja abis pulang langsung ke sini, gak mandi atau ganti baju dulu," timpal Bagas yang dibalas anggukan Sekar."Amel mau ke kamar dulu ya, capek. Mau istirahat," pamit gadis itu pada Ibunya yang langsung dibalas anggukan Sekar. "Sana istirahat, biar Mas yang rapihin ini semua. Sekalian Ibu juga istirahat," lontar Bagas pada perempuan yang ia sayangi. Amel langsung berlalu dengan lesu ke kamar. Ia menghempaskan bokong ke kasur, lalu memukul-mukul bantal untuk melampiaskan kekesalannya. "Aku harus telepon Om Duda," kata Amel lalu mencari handphone, ia mengembuskan napas kasar karna
"Udah merasa dewasa ya, nasehatin Kakaknya," sinis Raffa dengan bertolak pinggang, membuat nyali Shilla menciut gadis itu langsung menundukan kepalanya. "Eummm ... bukan gitu, Kakak. Maksudku ...," ucapan Shilla terhenti karna ia terkejut kala tangan sang Kakak tiba-tiba memegang bahunya. "Udah, Kakak ngerti kok. Kamu khawatir kan sama sahabatmu itu, tenang aja! Kakak gak main-main kalau soal pernikahan, Sayang. Mungkin memang dia jodoh Kakak, doakan yang terbaik aja ya," tutur Raffa membuat Shilla mendongak lalu memeluk lelaki itu. "Ahhh ... aku doain memang kalian berjodoh, Ka. Aku sayang banget sama kalian," lontar Shilla yang dibalas anggukan Raffa, setelah itu ia melepaskan pelukkan pada Kakaknya. "Ya udah, sana pergi! Kakak banyak kerjaan tau. Biar nanti pas hari akad tiba, Kakak bisa istirahat, makanya Kakak sekarang bener-bener usahain agar tak mengabaikan sahabatmu itu, eh bukan deh. Calon Kakak iparmu," ujar Raffa membuat Shilla yang tadinya cemberut lalu terkekeh menden
"Pala lo kalau ditoyor di gosok gak?" tanya Amel menatap kesal Shilla. "Gak di gosok kok, cuma di usap aja," balas Shilla dengan sebuah seringai di bibirnya membuat Amel mendengkus. "Sama aja dodol!" geram Amel."Udah jangan berantem, mendingan saling tonjok-tonjokkan aja," lerai Sekar yang membuat kedua gadis itu menoleh ke arahnya. "Gak sekalian disuruh smakedown aja" ketus Amel yang membuat Sekar terkekeh lalu mencubit pipi anaknya itu. "Gak dong, Ibu bercanda. Udah mendingan kalian makan aja dulu, kan, katanya mau anter makanan buat Rafa, itu Ibu udah siapin. Lain kali kamu yang harus masakin buat calon suamimu, Mel," ujar Sekar memandang anaknya yang hanya mengangguk malas lalu gadis itu melahap makanannya lagi. "Lo demen banget numpang makan sih, di sini," ucap Amel yang membuat Sekar mengembuskan napas, sepertinya kalau sehari aja gak cek cok mereka gak bakal tenang. "Demen banget, Beb. Biar hemat juga," jawab Shilla membuat Amel melirik malas. "Itu bukan jawaban dodol!
"Tuh, Om Duda gak diganggu. Yuk! Mendingan kita pergi aja." Amel hendak pergi tetapi cepat dicegah Raffa. "Eh, kamu jangan pergi. Ayo sini ikut aku!" pinta Raffa.Lelaki itu menarik lengan Amel, membuat Shilla memberengut dan melepaskan pegangannya pada tangan sang teman. Memilih berdiri di pintu sambil bersidekap. Ia mengembuskan napas kasar kala Raffa seperti tidak menganggap dia ada. "Kamu ngapain ke sini?" tanya Raffa lembut terus memandang wajah Amel. "Aku mau anterin makan siang buat, Om Duda, kata Shilla, Om pasti belum makan." Amel menjawab dengan suara pelan, entah kenapa dadanyajadi berdebar. Ia sangat bingung, dulu sebelum kejadian itu terjadi dia sama sekali tak merasakan hal ini. "Ohh, kalau gitu ayo dong disiapin," pinta Raffa.Amel yang tadi melamun terkejut, ia mengangguk dengan wajah polos membuat Raffa gemas. "Wihhh ... terasa dunia milik berdua." Shilla memandang sinis ke arah Raffa dan Amel dengan tangan bersidekap di dada. "Apaan sih! Kamu lagian ngapain b
"Apa yang kamu dengar, aku tidak mengatakan apapun," elak Rafa.Lelaki itu menyelesaikan makannya lalu lekas merapikan rantang. Amel mengembuskan napas karena tak puas mendengar jawaban Raffa. Ia akhirnya ikut membantu menyusun benda tersebut."Apa yang mau kamu omongin, Mel?" tanya Raffa. Raffa meletakan sikut di meja dan menyangga dahu oleh telapak tangan sambil memandang Amel. Tatapan itu hanya berpusat ke Amel, membuat gadis tersebut merasa salah tingkah karena pandangan sang calon suami selalu ke arahnya."Om Duda kalau kita udah resmi nikah, Om Duda, jangan banyak ngelarang aku ya," pinta Amel, membuat Raffa mengerutkan keningnya."Tergantung," sahut Raffa, membuat Amel langsung mengercutkan bibirnya."Kok tergantung sih, harusnya tinggal jawab iya aja napa! Biar aku seneng gitu." Amel menatap marah ke arah Raffa, tatapan kesal ia layangkan."Ye... itumah maunya kamu aja." Raffa dengan perasaan gemas akhirnya memencet hidung Amel membuat perempuan itu mengaduh. Tatapan tak su
"Ada apa, Mel!" seru Raffa.Lelaki itu berada di depan pintu, matanya membulat kala melihat Amel. Sedangkan yang dipanggil langsung menjerit lalu lekas mengambil selimut. Ia langsung melemparkan bantal ke arah Raffa. "Pergi! Ngapain kamu ke kamar aku, dasar Om Duda mesum," teriak Amel, kala ia menyadari jika baju tidurnya jiplak dan transparan membuat bra yang ia pakai terlihat. Lelaki itu mengerjapkan matanya lalu lekas pergi kala melihat tatapan tajam Sekar. "Aku pergi dulu," seru Raffa. "Sudah, mendingan kamu mandi. Terus makan dan pergi fitting baju pengantin sama Raffa," perintah Sekar, lalu pergi keluar kamar putrinya. "Ihhh ... Ibu nyebelin," pekik Amel. Gadis itu mengembuskan napas kasar, ia memyibakkan selimut. Lalu turun dan melangkah meraih handuk dan bergegas masuk ke bilik mandi. Di dalam sana ia terus mengoceh, melampiaskan kekesalan di hati. Sedangkan Raffa telah berada di ruang tamu lagi, ia mengusap dadanya yang berdebar kencang. "Raffa," panggil Sekar, membua
"Udah-udah, mendingan kalian cepat makan. Katanya mau fitting baju pengantin," lerai Sekar. Akhirnya semua fokus melahap makanan. Sekar terlebih dahulu selesai, wanita itu pamit meninggalkan kedua sejoli tersebut. "Makannya cepetan bisa, gak!" seru Raffa. Amel melirik Raffa dengan tatapan judes, ia memilih melahap makanan tanpa mengubris perkataan calon suaminya. "Bisa sakit kepala kalau tiap hari berhadapan sama kamu ini." Raffa memijit keningnya kala selesai menggerutu. "Dari pada menggerutu gak jelas, mendingan Om Duda cuci deh piring bekas Om Duda," seru Amel. Raffa mendengkus, lelaki itu mengambil piring bekasnya. Lalu melangkah mendekati wastafel, ia langsung mencuci. Kala sedangkan melakukan hal tersebut, Sekar masuk dan membulatkan mata kala melihat sang calon menantu tengah melakukan hal yang harusnya dilakukan Amel."Kamu ngapain, Raf," tegur Sekar yang kini berada di samping Raffa. "Cuci piring," sahut Raffa. Lelaki itu mematikan keran, lalu memutarkan tubuh agar
Beberapa bulan kemudian ...Besok memasuki empat puluh minggu kehamilan Amel. Wanita itu kini mulai kesulitan berjalan, karena perutnya yang lumayan besar. Karena hamil anak kembar, semua belum mengetahui. Hanya Raffa, Amel dan dokter yang memeriksa perempuan tersebut."Kapan yang anak kita lauching, kok belum ada tanda-tanda ya," ucap Amel sendu.Raffa yang mendengar itu mendekati istrinya di sofa. Kini keduanya tengah di ruang kerja lelaki tersebut. Karena Amel memaksa ikut ke kantor."Sabar aja, kalau udah waktunya mereka bakal meluncur kok, mungkin sekarang belum waktunya. Sabar aja, hplnya juga kan besok. Lagian kalau pas hpl belum lahiran kan itu cuma pekiraan manusia aja, nanti kalau udah waktunya kita bakal ngeliat mereka kok. Sekarang kamu berdoa aja, agar lahiran lancar dan sehat buat kalian," tutur lelaki itu.Amel mengulas senyum mendengar hal itu. Ia mengangguk kepala lalu menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami."Mas, aku sekarang gendut. Jangan bosen pandangan aku y
Suasana malam kini sangat ramai, yang biasanya hanya suara Amel dan Raffa. Sekarang banyak orang yang berbicara. Shilla langsung menarik Raffa yang terus disamping istrinya."Gantian lah, Ka! Shilla juga pengen elus perut Amel. Pengen nyapa calon keponakan," seru perempuan itu. Raffa hanya menghela napas, lalu mengangguk. Ia pergi ke dapur untuk menyeduhkan susu Ibu hamil. Wulan yang lewat di sana langsung mendekat dan menepuk pundak anaknya. "Allhamdulilah, kamu jadi suami siaga. Mama bangga sama kamu," tutur Wulan. Lelaki itu menoleh dan mengusap senyum, ia berbalik dan memeluk wanita yang melahirkannya. "Makasih, Mah. Kamu udah melamarkan Amel menjadi istriku, Raffa sangat bahagia," ujar lelaki itu.Wulan mengangguk, wanita itu membalas dekapan anaknya. Lalu menepuk punggung lelaki tersebut, mereka langsung melepaskan pelukkan."Kamu harus kurangi porsi kerjamu, jangan terlalu sibuk. Amel sekarang sangat butuh perhatian dan bantuan kamu, apalagi nanti setelah lahiran," tegur Wu
Amel membulatkan mata, ia hendak menyerang perempuan itu tapi ditahan Raffa. "Udah, Sayang. Gak perlu urusin orang ginian, biar aku saja. Nanti calon anak kita kenapa-napa lagi," kata lelaki itu.Cewek itu terkekeh, ia bersidekap memandang mereka. Dengan lancarnya ia menghina Amel. "Haduh ... ternyata lo simpenan sugar dady ya, wah ... keliatannya aja polos ternyata," ucapannya terhenti kala karyawan lagi menarik lengannya."Diam! Udah lo gak perlu ngebacot lagi bisa gak."Wanita itu hanya memanyunkan bibirnya, ia memandang lawan jenis yang menatap berang. Sedangkan Raffa langsung merogoh saku, dan memperlihatkan pada perempuan tersebut. "Ini bukti kami udah menikah tahun lalu, jadi ucapan lo itu salah!" sinis Raffa.Suara dingin lelaki itu membuat perempuan tersebut bergidik ngeri. Ia bungkam saat disodorkan bukti oleh Raffa, sedangkan Amel tersenyum sinis. "Amit-amit jabang bayi, jangan sampe anak gue miring sama Tante nyebelin ini," kata Amel.Wanita itu melotot mendengar ucapa
Raffa sampai menjauhkan handphone dari kuping. Karena suara Sekar yang menggelegar, Amel melihat hal tersebut hanya meringis. Raffa menghela napas lalu menempelkan benda itu ke telinga kembali."Kami mau berbagi sedikit buat anak panti Bu. Raffa punya omongan soalnya," jelas Raffa.Sekar terdiam beberapa menit, karena ternyata Raffa yang memegang ponsel tersebut. Lelaki itu menegur dan bicara kalau ia tengah menyetir. "Apa ada pertanyaan lagi, Bu. Raffa lagi nyetir soalnya. Palingan kami menginap lusa ya," ucap lelaki itu.Wanita itu menggeleng lalu memukul keningnya sendiri. Karena sadar jika sang menantu tidak bisa melihat gelengannya. "Enggak, Raf. Boleh handphonenya kasih ke Amel. Ibu mau kasih wejangan buat dia," balas Sekar.Pria tersebut langsung memberikan pada istrinya, lalu Amel dan sang Ibu sangat lama berbincang. Bahkan dia mengerucutkan bibir karena banyak sekali pantangan yang diberikan oleh Sekar."Udah jangan cemberut gitu, Ibu ngebilangi gitu karena sayang sama kamu
Kala tersadar dengan ucapan, Amel langsung mendorong sang suami agar menjauh. Sedangkan Raffa terkekeh mendengar hal tersebut, kini lelaki itu menaik turunkan alis. "Apaan sih, Mas! Genit banget deh, aku tadi lagi ngimpi eh pas buka tidur ternyata ikut ngomong gitu. Gak usah geer deh," papar Amel. Raffa hanya mengangguk kepala tanda mengiyakan tetapi, wajahnya masih saja menggoda. Wanita itu jadi salah tinggal dengan tatapan sang suami, ia mengadahkan tangan. "Mana bubur kacang milikku, kan aku tadi nyuruh beliin terus baru bangunin. Berarti Mas udah beliin dong," pinta perempuan tersebut.Dia langsung memberikan bubur kacang tersebut, Amel menerima dengan senyum sumringah. Ia segera mengambil wadah plastik dan sendok, wanita itu menuangkan ke mangkuk. "Ah ... wanginya menggoda," pekiknya. Sang suami mengulas senyuman memandang Amel, ia terus menatap wanita itu. Membuat perempuan tersebut memalingkan wajah karena salah tingkah."Kamu ini kenapa sih! Lihatin aku terus. Mendingan
Lelaki itu menggeleng mendengar ucapan Amel, membuat wanita tersebut mengeryitkan alis bingung."Terus kamu kenapa natap aku sampe segitunya," sungut perempuan itu. Raffa memegang dagu lalu tangannya mengelus-elus jengot pendek."Katamu hamil kebo, kenapa kamu gak mirip kebo. Aku lagi nyari kemiripan itu dari kamu," jawab Raffa. Mata wanita itu melotot mendengar jawaban sang suami, ia langsung melemparkan tas. Beruntung lelaki tersebut tangkap, Amel bersidekap dan mendengkus kesal. "Punya laki gini amat, maksudnya ... ah sudahlah, kamu juga gak bakal ngerti! Aku udah gak mood buat makan," geram Amel. Perempuan tersebut bangkit lalu mendekati suaminya dan merebut tas yang tadi dilempar. Kala hendak pergi, tangan dicekal oleh Raffa."Kamu harus sarapan, ayo cepat duduk!" perintah lelaki itu. Amel menggeleng menolak perintah suaminya. Ia menarik tangan yang digenggam Raffa, dia langsung bersidekap. "Udah gak berselera lagi makan ini, aku mau bubur kacang ijo Mang Mamat," lontar san
Wulan dan Sekar dijemput Shilla, perempuan itu sangat senang saat ngetahui ia akan mempunyai keponakan. Kini hanya tinggal mereka, keduanya berbaring di kasur. Raffa mengusap lembut rambut Amel. "Sayang ... maaf ya, acaranya jadi berantakan gara-gara aku pingsan," tutur perempuan itu. Lelaki itu menggeleng lalu membenarkan posisi tiduran sang istri. Ia kini mendekap wanita tersebut, lalu mendaratkan kecupan di pipi Amel. "Gak papa, mereka nanti pasti paham kok. Udah gak usah pikirin apapun yang buat kamu stress, hayu ... mendingan sekarang tidur," ujar lelaki itu. Dia menuruti ucapan suaminya, ia membenarkan posisi tidur agar berhadapan lelaki itu. Lalu menyusupkan wajah ke dada bidang Raffa. Tak lama suara dengkuran terdengar, membuat Raffa mengulas senyum."Kayanya kamu capek banget ya, Sayang," bisik lelaki itu. "Makasih kamu udah mau jadi istri aku, aku sayang banget sama kamu."Setelah mengatakan demikian, lelaki itu ikut terlelap. Waktu pagi tiba, Amel dengan semangat memba
"Kenapa sekarang gak nyoba di cek, kali aja sesuatu harapan. Yang penting kalian sudah berusaha kan, kalau belum waktunya gak papa, kalian bisa terus berdua dan meminta pada sang maha kuasa," lontar dokter tersebut."Aku bawa nih, aku juga lagi mau nyecek, tapi di telepon Nyonya Wulan jadi ke sini dibawa-bawa deh," lanjutnya. Semua langsung memandang Amel, mereka mengangguk menyakinkan wanita itu. "Ya udah," kata Amel pelan. Mereka langsung tersenyum, dokter itu segera merogoh tespack dan memberikan pada Amel. "Ayo bantu Amel, ke kamar mandi, Raf. Kenapa malah diem aja," cecar Wulan. Mendengar perintah Mamanya, lelaki itu langsung mengangguk. Lalu membantu memapah sang istri menuju bilik mandi. Kala sampai dia disuruh keluar oleh Amel. Dia mengangguk paham dan memegang bahu wanita tersebut terlebih dulu. "Kalau hasilnya negatif gak papa, kok. Jangan sedih, kalau udah waktunya di kasih kok," tutur sang suami. Amel mengangguk kepala, Raffa langsung mengelus sayang puncuk kepala s
"Yang!" Raffa memekik, ia menepuk pipi sang istri. Semua orang sangat terkejut, mereka langsung mengerumi Amel. Wulan melihat menantu seperti ini, ia segera menyuruh Raffa membawa ke kamar dan dia menelepon dokter pribadi. "Makasih, Mah. Raffa bawa Amel ke kamar dulu," ucap lelaki itu gemetar.Lelaki itu sangat ketakutan, dia tergesa-gesa membawa istrinya. Sedangkan Sekar segera menyusul menantu dan anaknya. Kala sampai di pintu kamar, ibu mertua pria tersebut membantu untuk membuka benda tersebut. "Ayo cepat letakan hati-hati di kasur, Raf," perintah Sekar. Raffa mengangguk, ia dengan perlahan membaringkan sang istri ke kasur. Lalu Sekar segera menyelimuti perempuan itu, ia ikut naik ke ranjang dan membelai sayang kening anaknya. "Raf, ada minyak kayu putih gak?" tanya Sekar. Lelaki itu terdiam, lalu mengangguk dan segera mencari benda tersebut. Setelah ketemu, dia memberikan pada Sekar. "Ayo Nak, bangun! Jangan buat kami cemas," ujar wanita itu. Aroma minyak kayu putih, memb