Pov DAVIN
Akhir minggu aku dan Shaha akan pergi ke rumah Tante Rara. Satu acara yang tidak boleh terlewatkan adalah memasak. Shasha sangat suka belanja di apsar tradisional, karena bahannya memang amsih fresh. Aku setuju dengannya. Namun, ada beberapa bahan yang akan kubeli tidak ada di pasar tradisional. Lebih baik kubelokkan mobil ke swalayan saja. Biar keren, kubuka penutup mobil, seru kayaknya.
“Aku masuk angin kalau gini caranya,” keluhnya. Aku hanya tersenyum saja. Sepertinya, bukan itu alasannya. Dia takut kalau orang lain melihatnya. Tenanglah Sayang, aku akan membuatmu nyaman dengan status sebagai istri dari Davin. Dari pada ngambek, lebih baik aku mengalah untuk menutup atap.
“Ck, kamu nggak tahu kalau aku mau pamer?” Dia tidak sadar kalau aku belokkan? Kenapa tidak turun. Kubukakan pintu mobil, masih juga tidak bergerak. Ada apa dengan bidadariku ini? Pasti karena kelelahan. Sejujurnya,
“Lanjutkan, kami sibuk dulu. Masih banyak yang belum kami beli.” Kami meninggalkan para pegawai kantor untuk masuk ke tempat dalaman. Sesekali, Shasha menoleh ke arah para perempuan yang sedang termangu itu. Tenanglah, Sayang. Mereka tidak akan berani macam-macam. Stemple kepemilikanku telah ada di keningmu. Mereka akan memberikan informasi ke seluruh penjuru kantor, bahwa kamu hanya milikku. Besok, akan ada pertunjukan kamu menjadi tuan putri pasti. Tapi aku akan melindungimu dari wanita-wanita iri yang akan menggerusmu.***Meyyis***POV ShashaPagi menjelang dengan matahari yang sudah menguning. Itu terlihat dari jendelaku yang mulai menyemburkan cahaya. Ah, kepalaku terasa berat saat semalam kurang tidur. Davin dan Tante Eliana menggoda mama dan berbicara sampai larut. Tante Eliana langsung pulang dijemput oleh supir. Namun, Davin menginap di rumah mama. Aku harus cepat menemui mama. Pagi ini,
“Baik, kalau gini bagaimana?” Davin menciumku, yang membuat jantung semakin berjingkat-jingkat ria. Anehnya, bahkan mendorong dadanya saja tidak bisa kulakukan. Pasrah sudah menerima lumatan ringan selamat pagi. Ih, makhluk satu ini selalu mencari dan mencuri kesempatan untuk menciumku. Apakah aku terima saja? kenapa aku jatuh terlalu dalam ke lubuk cintanya, hingga tidak mampu keluar lagi. Oh, bos … tolong jangan membuatku klepek-klepek seperti ini. Akankah kamu milikku selamanya? ***Meyyis***POV DavinBangun pagi dan melakukan aktivitas kebugaran memang sudah menjadi gaya hidupku. Tanganku menekan handle pintu kamar Shasha. Wanita yang aku cintai itu masih meringkuk di dalam selumut. Kakiku maju untuk lebih dekat dengannya, memandang wajah yang terlihat damai tersebut.Tanganku menarikkan selimut hingga sebatas dada untuknya. Karena sebentar lagi matahari akan muncul, lebih baik kusibakkan gorde
“Baik, kalau gini bagaimana?” Aku sudah tidak tahan untuk menciumnya, terdenagr jantung Shasha sudah berdetak sangat kencang. Aku suka sekali mengganggunya seperti ini. Dia semakin menggoda dengan wajah malu seperti ini. Kakinya menjajak ingin pergi dari pangkuanku, hingga membuat tanganku memeluk lebih erat. Shasha tidak bisa mengelak lagi. Wajahku mendekat ke arahnya kembali hingga ciuman ini terjadi. Kali ini dia merespon, hingga membuatku lebih intim lagi untuk menyesap. Kami saling bertukar saliva pagi ini membuat hari ini dimulai dengan penuh gairah.***Meyyis***POV DAVIN“Bagiamana pertemuan dengan temanmu kemarin?” tanyaku. Aku pura-pura tidak tahu walau Dian sebagai dokter psikologis sebenarnya adalah suruhanku.“Asik, kita hanya mengobrol. Tapi dia orang yang menyenangkan,” tuturnya.“Aku ikut senang. Ayo masuk, kita akan mengajak Mama Rara
“Kita menyingkir, Ma. Sepertinya akan tidak sehat untuk berada di sini.” Aku ikutan bangkit. Siapa lelaki ini? Aku ingat pernah bertemu dengannya, tapi … masih belum jelas.“Kita harus pergi? Maaf, Om. Kami harus beranjak,” pamitku. Aku mengikuti mereka yang sudah lebih dulu pergi dari tempat kami duduk.***Meyyis***POV SHASHA“Bagiamana pertemuan dengan temanmu kemarin?” tanya Davin. Aku menoleh ke arahnya, setelah beberapa saat lalu fokusku sedikit berubah.“Asik, kita hanya mengobrol. Tapi dia orang yang menyenangkan,” ucapku. Memang benar kita hanya mengobrol hingga sore menjalang tidak kerasa seperti sebuah terapi. Tetapi dengan begitu, rasanya sedikit plong, juga berpikir untuk menerima Davin walau rasa takut masih sering muncul.“Aku ikut senang. Ayo masuk, kita akan mengajak Mama Rara jalan-jalan. Dia tidak pernah per
“Kita menyingkir, Ma. Sepertinya akan tidak sehat untuk berada di sini.” Aku harus pergi dari sini. Tidak, jangan sekarang. Orang yang aku sebut papa, yang sudah melukai mama dan aku begitu dalam.“Kita harus pergi? Maaf, Om. Kami harus beranjak,” pamit Davin. Aku terus pergi menyisih tidak mempedulikan lelaki itu. Dia adalah biang kemunafikan dan biangnya sakit hati.***Meyyis***POV DAVINAku belum tahu pasti siapa lelaki itu. Namun, dari lagak mereka, bahwa lelaki itu sepertinya seseorang yang telah melukai mereka. Mungkinkah dia adalah ayahnya Shasha.“Kalian mau makan ikan? Biar aku memesan,” ucapku. Shasha mengangguk. Aku segera beranjak. Seperti kataku, pergi untuk memesan ikan. Setelah pesanan aku katakana kepada sang penjual, langkah kakiku bergerak kembali.“Ma, sebisa mungkin memang harus menghindar. Dia membuat mama sakit hati. Belum lagi kalau nanti istr
“Pa, tidak perlu melindungiku. Walau mama sudah memberikan papa pada mereka, nyatanya mereka tetap menggangguku. Jangan tinggalkan kami lagi,” pinta Shasha sambil menangis.“Sayang, maafkan papa. Jangan menangis,” pinta Om Aji.***Meyyis***POV AUTHORPertemuan itu menjadi berkah untuk keluarga Shasha. Davin memfasilitasi agar mereka dapat berkumpul. Bagaimanapun, mereka belum kembali menjadi keluarga. Maka dari itu, Davin harus memberikan tempat pada Aji. Bukan lelaki itu tidak mampu dan tidak memiliki rumah, semua rumah milik Aji sudah diketahui oleh Elsa dan mamanya.“Om sebaiknya tinggal di rumahku. Untuk perusahaan, bisa mengendalikan jarak jauh. Saya akan membantu untuk menjalankannya. Akan ada dua orang yang akan saya pekerjakan untuk membantu,” tutur Davin setelah menempatkan Papa Shasha tersebut di salah satu rumahnya.“Te
“Kamu mau aku mengejar Shasha lagi?” Davin melotot.“Mau aku pukul sampai benyek?”“Hahaha … jadi, pulanglah.” Davin memutuskan sambungannya.***Meyyis***POV AuthorMalam ini, Devan akan mengadakan acara pertunangan. Sebagai putra dari pengusaha ternama yang kini menjelma menjadi pengusaha muda, momen ini menjadi berharga. Di depan rumah, para wartawan sudah siap untuk meliput. Mereka bahkan rela menunggu beberapa jam untuk dapat memperoleh berita eksklusif.“Kamu sudah siap?” Davin mengajak Shasha ke butik dan juga berdandan di salon untuk mempercantik penampilannya. Malam ini akan menjadi momen untuk Davin juga memperkenalkan sang pujaan hatinya tersebut ke public.Pertanyaan dari Davin itu hanya mendapat tatapan Shasha, karena kenyataannya wanita itu merasa sangat gugup. “Aku takut mengecewakan. Ini acara besar keluargamu. Aku &hel
“Kami akan membantu, Rara sangat membantu kami saat dirinya aktif bekerja. Katakan, Nak. Apa yang bisa kami lakukan?” Mama Eliana memeluk tangan Papa Bayu yang mulai emosi.“Pa, ingat jangan emosi.”Shasha menganga mendengar perkataan dari Eliana. Dia lupa jika Bayu tidak boleh mendapatkan tekanan.***Meyyis***POV SHASHA“Maaf, saya tidak bermaksud. Om, mama baik-baik saja,” bujukku. Sangat takut, jika gara-gara yang kukatakan Om Bayu akan masuk rumah sakit, pasti Davin akan membenciku. Padahal ruangan ini ber-AC, tapi keringatku bercucuran.“Tidak apa-apa, lebih baik papa tahu. Pa, aku akan merawatnya berikut putrinya ini, papa jangan khawatir.” Davin membelaku.“Iya, harus. Papa akan duduk dulu. Dada papa sedikit sesak.” Aku memperhatikan lelaki yang kini mengenakan jas hitam rapi, dipapah oleh istrinya yang mengenakan dres selutut
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata
“Aku bawa ke rumah Davin. Di rumahnya akan banyak kesedihan jika ia melihat kamar mama.” Aku tahu karena kekasihku itu sudah bicara sebelumnya. Aku tersenyum dengan interaksi kedua orang itu. Setelah mengetahui yang dibicarakan Arya, aku memilih hengkang dari tempatku mengintip.***Meyyis***POV ShashaIni adalah pernikahan yang diimpikan oleh Elsa setelah banyak rintangan dengan Arya. Hari ini saatnya kedua sejoli itu melangkah ke jenjang selanjutnya, mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Bunga-bunga bernuansa putih sudah menghiasi nuansa taman golf tersebut.Pernikahannya dilakukan di Singapura karena mama dan papa berada di sini. Wanita yang menjadi kakakku dari ibu yang berbeda itu, kini sudah mengenakan gaun putih dengan hiasan kepala yang menjuntai. Dia sangat cantik dan menawan. Lekuk tubuhnya yang indah, tinggi badannya yang menjulang dan semampai membuatnya bak model.“Kak, kamu sangat cantik.” Aku memandang lekat ke mata indah kakakku itu. “Benarkah? Aku masih tidak
Aku ke dapur untuk membuat yang kupikirkan itu. Setelah dua sendok sereal masuk ke gelas, dua sendok susu coklat masuk juga. Air panas segera meluncur untuk menyatukan keduanya. Aroma khas coklat semakin memperparah rasa laparku. Aku mulai meniup makanan itu, menyendoknya mengarahkan ke mulut. Hmmm … ini lebih nikmat. Sesuap demi suap makanan itu tandas meluncur ke perutku. Ini lebih dari cukup.***Meyyis***POV DAVINTeleponku berbunyi. Aku tersenyum saat di layar terlihat Sayangku memanggil. Langsung saja tombol terima aku usap.“Iya, Sayang.” Sapaan terakhir tidak akan pernah lupa agar wanitaku itu merasakan bahwa aku memang sangat menggilainya.“Bagaimana korbannya?” tanyanya. Aku tahu, hanya alasan saja bertanya tentang korban kecelakaan yang sedang kami urus. Akan tetapi aku paham bahwa sebenarnya ia sangat ingin bersamaku.“Kamu kangen sama aku?” Langsung saja aku tembak dengan perkataan begitu agar ia makin berbunga-bunga. Aku yakin saat ini perutnya penuh dengan taman bunga y
“Aku melihat korban penuh darah, Sha. Bagaimana keadaannya. Ia kasihan banget. Seandainya kita satu mobil saat itu, Arya akan lebih tenang memandangku. Aku yang salah.” Aku ingin tertawa rasanya. Bagaimana bisa Arya menyetir sambil memandang Elsa. Pantas saja kecelakaan.***Meyyis***POV Shasha“Kamu kok malah ketawa?” Elsa menghapus air matanya.“Maaf … aku tertawa karena itu lucu, Kak. Arya benar-benar mencintaimu. Aku akan cari tahu untukmu bagaimana keadaan dari korban.” Aku mengelus pundak Elsa. Setelahnya, menelepon Davin untuk mengetahui keadaan sang korban.“Iya, Sayang.” Suara Davin memang selalu bikin baper.“Bagaimana korbannya?” tanyaku.“Kamu kangen sama aku?” ‘Kan? Dia memang selalu begitu. Tapi … sebenarnya kangen juga, sih?“Jangan mengalihkan perhatian. Bagaimana keadaannya. Elsa masih ketakutan.” Davin terdengar tertawa sedikit.“Dia sudah ditangani. Bilang sama kakakmu tenang saja. Arya sedang diintrogasi. Tim legal dari kantornya juga sudah datang untuk membebaska