Irwan melongok untuk melihat rupa Nilam yang berada di belakang Eliana tereksan bersembunyi. Memang benar, wanita dua puluh satu tahun itu bersembunyi karena malu.
“Aku tidak bisa melihat kecantikannya, Eli. Dia bersembunyi di belakangku. Selain cantik, dia juga baik. Jika tidak ada dia yang menolongku mungkin aku sudah tidak selamat. Nona, jangan malu! Kau tidak mau kenala denganku?” Irwan mencoba mulai menggodanya. Nilam yang memang sudah ada rasa dengan irwan menjadi terlihat salah tingkah.
“Benarkah? Mungkin kalian memang jodoh. Sepertinya aku akan jadi obat nyamuk di sini. Wan, kau baik-baik saja ‘kan?” Eliana mulai serius menanyakan keadaan Irwan.
“Lebih baik dari sebelumnya. Apalagi, kau datang membawa bidadari cantik.” Irwan menggeser duduknya supaya Nilam duduk di sebelahnya.
“Wow, apa itu bentuk dari rasa suka? Kau menyukai adikku?” Eliana yang sudah mengenal Irwan lebih berani menanyakannya.
Wow, kayaknya akan ada benih-benih cinta nih. Apakah Irwan akan tetap pada rencananya? Atau benar-benar jatuh cinta dengan NIlam?
Eliana meninggalkan Nilam sendiri di rumah sakit bersama Irwan. Dia kembali ke rumah sakit tempat suaminya dirawat. Setelah memarkirkan mobilnya, wanita itu latas ke ruangan suaminya. Dia menenteng beberapa buah dan makanan yang dibelinya.“Sayang, sudah lapar belum?” Satu kecupan mendarat di bibir Bayu.“Yang lapar bawah sana. Pulang yuk!” Eliana mencubit lengan Bayu sebagai gantinya perut. Biasanya perut sixpack Bayu yang menjadi incaran cubitannya.“Ih, kebiasaan deh.” Bayu meneruskan ciumannya dengan memegang tengkuk sang istri dan melumat habis bibir seksi itu. Mereka melakukannya beberapa menit. Sampai petugas pembawa makanan melongo menyaksikan live konser ciuman begairah mereka.“Maaf.” Suara itu menghentikan aksi mereka.“Oh, taruh saja, Mbak.” Eliana menoleh dan mengatakan kepada wanita itu.“Ih, kamu si. Kita akan pulang setelah ketemu dokter. Tahan ya? Emang sudah
Bayu sudah siap-siap untuk ikut pulang dengan Eliana. Lelaki kekar yang kini ringkih karena luka itu. Elina membimbing sang suami yang sudah berdiri untuk jalan menuju ke tempat parkir. Dia menawarkan untuk duduk di kursi roda dan didorong. Namun Bayu menoleknya. Dia memilih jalan saja. Dia merasa lebih baik sekarang. Bahkan dalam sakitnya seperti ini, Bayu masih sempat bercanda dengan sang istri hingga Eliana mencubit lengannya berkali-kali. Bayu duduk di kursi penumpang. Sedangkan Eliana menyetir sekarang. Mereka menuju ke rumah.’Hanya butuh waktu setengah jam untuk sampai ke rumah besar itu. Di sana sudah ada Agung dan istrinya yaitu orang tua Eliana. Selain itu, ibunya Bayu juga sudah hadir. Mereka menyambut kepulangan Bayu. “Di mana adikmu, Yu?” Ibu Bayu menanyakan.“Tadi malam sampai pagi dia di rumah sakit. Mungkin sekarang kuliah.” Eliana sendiri malah tersenyum karena tebakan sang suami salah. Nilam bukan kuliah namun berad
Bayu dan Eliana keluar setelah mandi. Terlihat mama dan papa Eliana seta ibu Bayu. Mereka semua menunggu Eliana dan bayu untuk makan siang bersama. Bayu terlihat lebih segar. Dia menarikkan kursi untuk sang istri. Setelah itu, dengan anggun Eliana duduk di kursi yang sudah ditarikkan oleh Bayu. Sedangkan Bayu sendiri duduk di sampingnya. Mereka memulai acara makan siang itu.“Bayu sudah sehat?” kata itu yang pertama keluar dari mulut mama Eliana.“Sudah lebih baik, Ma. Besok mau ke kantor. Kasihan Eliana kerja sendiri.” Agung mengerutkan keningnya. Sepertinya menantunya ini lebih mencintai pekerjaannya dari pada dirinya. Selain itu, lelaki muda itu seperti foto kopi dirinya. Selalu total dalam melakukan pekerjaan. Sepersekian detik Agung tersenyum. Acara makan siang itu terasa sangat mesra dan bersahabat. Keluarga seperti hangat saling bercengkrama.
Tidak berapa lama setelah makan siang, terdengar bunyi telepon saat mereka sedang santai bercengkrama di ruang keluarga. Nilam wajahnya memerah melihat nama di layar ponselnya. Wanita itu menggigit bibir bawahnya. Seolah hatinya bimbang. Apakah mau mengangkatnya atau membiarkannya. Eliana yang menyadari perubahan tingkah laku adik iparnya angkat bicara.“Angkat saja tidak usah malu. Irwan ya?” Eliana menyenggol lengan Nilam.Dengan malu-malu Nilam mengangkat telepon itu. Suara bariton Irwan menyapa dengan ramah dan terasa lembut di telinga Nilam.“Kau sudah makan siang? Apakah sudah sampai di rumah?” Nilam menepuk keningnya. Dia lupa mengabari. Saat pamit pulang tadi, dia berjanji akan menghubungi lelaki itu saat sudah sampai di rumah.“Kenapa?” Suara Eliana sampai ke telinga Irwan.“Oh, apa kamu ada di rumah kakakmu? Boleh aku bicara sam
“Kenapa musti malu? Aku pulang hari ini. Kamu tidak mau mengantarku pulang?” Irwan memang tidak begitu parah lukanya. Jadi dia meminta rumah sakit hanya mengijinkannya istirahat saja.“Benarkah? Jam berapa, Mas?” Nilam antusias mendengarnya.“Iya, kamu mau ke mari lagi?” Irwan menawarkan.“Ih, kenapa tadi nggak bilang?” Nilam mulai manja dan merajuk. Seberapa kuat wanita memang memiliki sisi manja yang akan keluar di depan seseorang yang dicintainya.“Aku sengaja. Kalau aku bilang, kamu nggak akan pulang. Bau tau, dua hari nggak mandi.” Di seberang Irwan tertawa. Sedangkan Nilam sendiri tersipu malu. Sepertinya
Sore menjelang. Nilam sudah bersiap akan ke rumah sakit. Wanita itu tampil secantik mungkin. Sepertinya wanita tomboi akan bertransformasi menjadi wanita feminim demi sang kekasih. Dia ingin menggunakan make-up, tapi tidak percaya diri. Alhasil dia menghapus kembali seluruh make-up itu. Kembali pada gaya awalnya kaos oblong dengan celana bolong-bolong. Wanita itu keluar dari rumah kakaknya. Nilam tidak pamit sama sang kakak. Entah mengapa mereka tidak menyahut ketika Nilam mengetuk pintu kamar. Para orang tua juga entah pada kemana? Nilam langsung saja menyetarter motornya.Dengan seluruh kepercayaan dirinya wanita berkuncir kuda itu melaju ke rumah sakit. Senyumnya sumringah karena akan ketemu dengan pujaan hatinya. Wanita itu bersiul masuk ke area rumah sakit. Namun kemudian dia sadar telah berdendang tidak pada tempatnya. Dia menutup mulutnya. Nilam langsung ke lantai lima untuk menuju ke ruang rawat Irwan. Dia tampak sumringah. Nilam berjalan pasti dengan langkah-langkah
Akhirnya Irwan menyerah. Dia pulang dengan Jenny dan membawa sejuta kecewanya karena pujaan hatinya tidak datang. Ini sungguh tidak adil untuknya. Nilam tidak memberikan alasan apa pun. Irwan akan berjuang untuk hatinya. Semoga saja tidak terjadi sesuatu dengan Nilam. Irwan hanya diam sepanjang jalan. Jenny yang di sampingnya merasa bosan melihat tingkah adik sepupunya yang menjadi naif itu.“Sudahlah, Wan. Besok kuantar kau ke sana, menemuinya. Kenapa dia tidak datang. Kalau berani dirinya mempermainkanmu, biar kusate atau jadi kambing guling.” Irwan menoleh saja ke arah Jenny. Dia tidak bereaksi apa pun. Lelaki tiga puluh tahun itu hanya mencelos ke arah jendela saja. dia hanya melihat lalu-lalang kendaraan yang menyalip mobil yang ditumpanginya, atau berlawanan arus. Sopir Jenny mengendarai mobil dengan hati-hati.“Wan, sekarang saja ke sana, yuk? Biar malam ini bisa 
Bayu dan Eliana mempersilakan lelaki berparas tampan dan wanita seksi itu duduk. Irwan dan Jenny duduk di sofa warna maroon itu. Eliana tampil memperkenalkan Irwan sebagai penyelamat suaminya. Eliana menghatakan bahwa Irwanlah yang mendonorkan darahnya saat mencari darah AB sangat susah. Bayu berterima kasih karena hal itu. Lelaki berkulit sawo matang itu menanyakan hal ihwal kedatangan Irwan.“Begini, saya menunggu Nilam datang ke rumah sakit. Tapi sampai pukul enam tadi dia tidak juga datang dan tidak bisa dihubungi. Apa dia baik-baik saja?” Eliana dan Bayu saling melihat. Sore tadi Nilam antusias untuk menengok Bayu di rumah sakit. Apakah terjadi sesuatu?“Sebentar, aku tengok di kamarnya, ya?” Eliana bangkit melepaskan genggaman tangannya pada sang suami. Sementara Eliana pergi, Bayu mengobrol dengan Irwan. Tujuannya tentu saja untuk mengetahui sejauh mana lelaki itu serius dengan adiknya. Irwan maklum dengan tinmgkah Bayu. Semua kakak pasti
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata
“Aku bawa ke rumah Davin. Di rumahnya akan banyak kesedihan jika ia melihat kamar mama.” Aku tahu karena kekasihku itu sudah bicara sebelumnya. Aku tersenyum dengan interaksi kedua orang itu. Setelah mengetahui yang dibicarakan Arya, aku memilih hengkang dari tempatku mengintip.***Meyyis***POV ShashaIni adalah pernikahan yang diimpikan oleh Elsa setelah banyak rintangan dengan Arya. Hari ini saatnya kedua sejoli itu melangkah ke jenjang selanjutnya, mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Bunga-bunga bernuansa putih sudah menghiasi nuansa taman golf tersebut.Pernikahannya dilakukan di Singapura karena mama dan papa berada di sini. Wanita yang menjadi kakakku dari ibu yang berbeda itu, kini sudah mengenakan gaun putih dengan hiasan kepala yang menjuntai. Dia sangat cantik dan menawan. Lekuk tubuhnya yang indah, tinggi badannya yang menjulang dan semampai membuatnya bak model.“Kak, kamu sangat cantik.” Aku memandang lekat ke mata indah kakakku itu. “Benarkah? Aku masih tidak
Aku ke dapur untuk membuat yang kupikirkan itu. Setelah dua sendok sereal masuk ke gelas, dua sendok susu coklat masuk juga. Air panas segera meluncur untuk menyatukan keduanya. Aroma khas coklat semakin memperparah rasa laparku. Aku mulai meniup makanan itu, menyendoknya mengarahkan ke mulut. Hmmm … ini lebih nikmat. Sesuap demi suap makanan itu tandas meluncur ke perutku. Ini lebih dari cukup.***Meyyis***POV DAVINTeleponku berbunyi. Aku tersenyum saat di layar terlihat Sayangku memanggil. Langsung saja tombol terima aku usap.“Iya, Sayang.” Sapaan terakhir tidak akan pernah lupa agar wanitaku itu merasakan bahwa aku memang sangat menggilainya.“Bagaimana korbannya?” tanyanya. Aku tahu, hanya alasan saja bertanya tentang korban kecelakaan yang sedang kami urus. Akan tetapi aku paham bahwa sebenarnya ia sangat ingin bersamaku.“Kamu kangen sama aku?” Langsung saja aku tembak dengan perkataan begitu agar ia makin berbunga-bunga. Aku yakin saat ini perutnya penuh dengan taman bunga y
“Aku melihat korban penuh darah, Sha. Bagaimana keadaannya. Ia kasihan banget. Seandainya kita satu mobil saat itu, Arya akan lebih tenang memandangku. Aku yang salah.” Aku ingin tertawa rasanya. Bagaimana bisa Arya menyetir sambil memandang Elsa. Pantas saja kecelakaan.***Meyyis***POV Shasha“Kamu kok malah ketawa?” Elsa menghapus air matanya.“Maaf … aku tertawa karena itu lucu, Kak. Arya benar-benar mencintaimu. Aku akan cari tahu untukmu bagaimana keadaan dari korban.” Aku mengelus pundak Elsa. Setelahnya, menelepon Davin untuk mengetahui keadaan sang korban.“Iya, Sayang.” Suara Davin memang selalu bikin baper.“Bagaimana korbannya?” tanyaku.“Kamu kangen sama aku?” ‘Kan? Dia memang selalu begitu. Tapi … sebenarnya kangen juga, sih?“Jangan mengalihkan perhatian. Bagaimana keadaannya. Elsa masih ketakutan.” Davin terdengar tertawa sedikit.“Dia sudah ditangani. Bilang sama kakakmu tenang saja. Arya sedang diintrogasi. Tim legal dari kantornya juga sudah datang untuk membebaska