Share

Idiot.

Penulis: TT.nuya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
"Aku membenci kalian, aku membencimu, kau buruk kalian orang-orang yang buruk."

"Cluk." Suara sambungan telpon diakhiri.

Angel termenung seperti patung dengan tatapan mata tertuju pada layar ponsel yang kini telah bisu.

Baginya kata-kata itu seperti sebuah belati tajam yang mengoyak hati dengan kuat.

Sakit, bahkan mungkin terlalu sakit untuk di ungkapkan.

Angel menengadah keatas, dengan tangan lunglai memegang ponsel di pangkuan.

Air mata semakin deras mengucur meski kedua katup mata itu tertutup.

"Mengapa semuanya harus terjadi?, bukankah dia juga terluka?, apakah kepedihannya masih kurang?, kenapa dia harus di bebani dengan lebel buruk serta egois?, harus pasrah dan terus memaafkan agar di anggap sebagai orang baik?, sepadan kah untuk semuanya?." Angel memiliki banyak pertanyaan serta rasa tidak terima dalam benak.

Dari sekian yang terpikirkan, satu hal yang paling membuatnya takut untuk di terima.

Apakah selama ini keluarga itu tulus kepadanya?, jika mereka tulus mengapa berusaha m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Oh...Jandaku tersayang.   Tamu.

    Waktu bergulir tak pernah menunggu siapapun, malam yang pekat berganti pagi hingga menjemput senja kembali, melewati detik, menit, hari, Minggu, dan berganti bulan.Dengan rutinitas pekerjaan yang padat diakhir-akhir ini, di tambah 2kali bolak-balik memenuhi panggilan sidang perceraian perceraiannya, tubuh Angel seolah menerima beban kelelahan yang berat, sehingga wajah cantik itu terlihat sedikit tirus.Tentu saja bukan tanpa alasan, di tengah proses sidang yang sedikit berbelit akibat keengganan dari Bagas berserta keluarga, Angel juga harus memperkuat kesabaran menghadapi teguran serta beberapa kata buruk dari Anggara, ketika meminta ijin keluar kantor demi menghadiri panggilan sidang.Entahlah, mungkin di kehidupan lampau ia adalah penjahat dalam sejarah kehidupan sang bos, sehingga di kehidupan ini sosok itu menagihnya balik.Bagaimana tidak, meski telah memberikan alasan kuat serta menunjukkan surat panggilan sidang secara langsung tetap saja mas

  • Oh...Jandaku tersayang.   Yang terakhir.

    Oleh karena hal itulah, ketika tamu lain datang Angel memutuskan tidak membuka pintu, ia tak ingin lagi menjadi semakin rapuh.Bukan tidak menghargai empati mereka, namun lebih cenderung merasa takut tak bisa menjadi diri sendiri, dan kembali lemah serta berharap orang lain memahami, menghibur serta menguatkan dirinya.Angel tidak ingin lagi bergantung kepada orang lain, dan mencoba memahami, juga berjuang sendiri..........................Hari ini Angel berjalan lebih cepat setelah sidang ketiga usai.Mengingat bahwa prosesnya berjalan lancar dan sesuai harapan, entah mengapa ia tidak merasa senang seperti yang di bayangkan, ada rasa sedih serta sesak di hati yang tiba-tiba menyeruak hebat.Melihat wajah lesu dan kuyu Bagas di sana, dalam pikiran tergambar jelas bahwa seorang Angel sangat kejam untuk sosok yang pernah di cintai tersebut, bahkan mungkin bukan hanya pernah, melainkan masih mencintainya saat ini.Langkah kaki Angel setengah berlari menuju parkiran tanpa menoleh kebelaka

  • Oh...Jandaku tersayang.   W.W.

    "Ke bandara" "Sekarang""???" Angel mengernyitkan kening sejenak, melirik jam pada pojok ponsel dan sedetik kemudian segera melempar benda kecil itu, pada tempat duduk di samping."Aaaahhhh.....Dasaaaaaarr...." Makinya keras untuk sosok pemberi pesan, sembari menyalakan mobil segera melesat pergi.Angel tak menyadari, dengan masuknya pesan dari sosok yang tak lain adalah Anggara, pikiran "nano-nano"nya beberapa saat lalu telah menghilang dan di gantikan dengan rasa kesal yang kuat.Namun anehnya dengan gerutu kekesalan yang ada, seolah sebuah semangat dan pompaan tenaga baru hadir menyelimuti dirinya, meskipun terkaver dengan rasa jengkel bahkan mungkin keterpaksaan.Angel benar-benar lupa tentang masalahnya saat ini, bahkan dia juga tak mengetahui ada sesosok tubuh berdiri mematung, memandangnya lekat dari depan pintu utama gedung KUA.Ya...Bagas berdiri di sana hendak mendatangi wanita itu, namun ketika mendengar suar

  • Oh...Jandaku tersayang.   Akhirnya...

    Hari-hari Angel setelah perceraian, ternyata berlalu lebih tenang dari yang di bayangkan.Rutinitasnya hampir berkutat pada satu titik yang sama. Tiba di tempat kerja tepat waktu, sesekali berkomunikasi dengan karyawan lain, menjalankan setiap tugas dengan sebaik mungkin, memesan makan siang atau menemani sang parlente makan siang atau makan malam, dan tentu saja yang paling penting masih harus terus menambahkan tingkatan kesabaran di depan sang bos.Dengan kesibukan yang sebagian besar menyita pikiran serta waktu, tanpa di sadari justru membuatnya jauh lebih cepat bisa "move on" dari kesedihan hidupnya.Jika saja orang tidak mengenal atau mengerti tentang polemik yang tengah di hadapi, mereka akan berpikir bahwa kehidupan pribadi Angel baik-baik saja.Bagaimana mungkin Angel sempat untuk mengingat kegagalannya, sekedar untuk merasa lega saja hampir tidak memiliki waktu. Kesabaran menjalankan tugas satu belum sempat di cash, perintah tidak relevan yang membutuhkan kesabaran serta per

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bahagiamu, bahagiaku.

    "Haah...akhirnya aku bisa menikmati hidupku." Gumam Angel dalam hati dengan binar mata cerah, sembari berjalan mendekat kearah Anggara."Mohon di tentukan pak." Ucapnya ringan sembari menyodorkan ponsel, yang telah menampilkan beberapa foto wanita cantik."Ini Rania 19 tahun mahasiswi di kota ini, cantik, putih, tinggi 169cm. Kalau yang ini Daisy 20 tahun, putih, indo cina 168cn, mahasiswi juga, dan yang ini..." Angel terus menggeser layar ponsel serta memberikan penjelasan tentang profil foto yang di lihat, tanpa menyadari kelainan ekspresi wajah Anggara, yang kini sudah bisa di bilang hampir menempel kepadanya. "Evangeline." Jawab Anggara dengan suara sedikit dalam, ketika Angel selesai menyebut nama salah satu profil foto pada layar.Iya...Evangeline, janda cantik satu anak berpose jauh lebih berani dari yang lainnya, wajahnya cantik, dengan kulit kuning Langsat mampu membuat pria manapun bertekuk lutut."Hah?." Jawab Angel reflek seraya menoleh kearah Anggara. Tentu saja wanita i

  • Oh...Jandaku tersayang.   Ya...tentu saja.

    "Njel...Apa kau percaya jika ku katakan aku tertarik kepadamu?."Angel terdiam sejenak, menatap wajah di depannya dengan sedikit raut terkejut. "Apa yang kudengar barusan?." Kurang lebih demikian makna dari diamnya.Tetapi ketika mengingat siapa Anggara, dan bagaimana kebiasaannya berhubungan dengan wanita, Angel kembali tenang dan bersikap wajar. Wanita itu mengangguk serta kembali menampilkan senyum kecil, sebelum menjawab dengan ringan. "Ya pak." Sekarang, giliran Anggara yang terdiam dan menatap serius wajah Angel dengan sorot mata tak percaya, bahkan secara reflek pria itu mengulangi perkataannya kembali. "Kubilang aku tertarik kepadamu, apa kau percaya?."Ada rasa ragu dalam baris kalimat kali ini, seperti rasa enggan, heran, dan mungkin sedikit campuran rasa "aneh" yang tak di mengerti sebabnya. Namun kapan seorang Anggara akan menjaga perkataan dan tindakan.Pria tersebut justru menatap sosok cantik di depannya lebih cermat. Sedetik kemudian, gejolak rasa ingin tahu serta se

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bersihkan tubuhmu.

    Dan benar saja, kurang dari 2 menit dari waktu yang di janjikan, pintu kamar hotel di ketuk dari luar."Evangeline." Ucap sosok sang wanita, ketika pintu terbuka.Ia sengaja menyebut "Evangeline", untuk memperkenalkan diri seperti yang biasa ia lakukan.Anggara memperhatikan sosok di sana sejenak, sebelum berbalik masuk dan membiarkan wanita itu mengikuti.Ia sudah menebak bahwa sosok di sana adalah teman kencannya kali ini."Evangeline, Angeline." Nama itu berputar sejenak di pikiran, ketika melangkah masuk ruangan.Ada senyum sinis singkat tercetak pada bibir Anggara.Ia tak habis pikir mengapa harus memilih wanita itu dalam kencan singkatnya kali ini, padahal banyak pilihan lain yang jauh lebih baik. Anggara berjalan menuju lemari pendingin kecil, yang berada di sudut ruangan sejajar dengan tempat tidur, mengeluarkan sebuah botol minuman serta mengambil gelas kecil tak jauh dari lemari pendingin, seolah tidak memperdulikan

  • Oh...Jandaku tersayang.   Nikah di bawah tangan.

    "Sudah berapa lama kau berkerja seperti ini?." Anggara membuka pembicaraan. Namun, hanya baris kalimat." Sudah berapa lama?yang keluar dari bibir, baris yang lain di rasa tidak perlu. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Eva sudah bisa mengerti, memahami arah pembicaraan serta pertanyaan Anggara. "2 tahun." Jawabnya singkat. Eva kembali meneguk minuman dalam gelas, namun kali ini ia tidak langsung menghabiskannya. Wanita itu memutar-mutar gelas pelan seraya kembali melanjutkan perkataan. "Aku pernah beberapa kali kerja di tempat lain, tapi karena status sia*an ini semua tak bertahan lama." Anggara menatap mata jernih sosok di sampingnya, seakan mencoba menelisik lebih jauh dengan apa yang di dengar barusan. "Ada apa dengan itu?, bagaimana status janda bisa mempengaruhi pekerjaan?." Anggara berdiri dari duduk, membayangkan sosok janda lain dan berjalan menuju meja kecil untuk mengambil gelas satu lagi. Sejenak Anggara menatap gelas tersebut dengan tatapan lembut yang tak bisa di paha

Bab terbaru

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati.Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, pasalnya di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke arahnya. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir tersebut, wanita itu sadar bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya lagi dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah dirinya memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu sebelumnya, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan."Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dan sontak ruangan menjadi hening, bahkan Angel yang beberapa saat lalu hendak mencari lubang sembunyi, ikut terkejut serta merasa gugup. "Maaf tuan, saya sudah lancang." Jawab sang pelayan dengan rau

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

  • Oh...Jandaku tersayang.   Han..jangan harap!.

    "Jangan khawatir di jamin bapak akan kembali bugar, dan tenaga yang terkuras akan terisi kembali." Ucap Angel ringan. Tak ada maksud apapun dari perkataan yang meluncur, ia hanya ingin menyampaikan kepedulian secara transparan apa adanya, tentu saja tulus perduli sebagai seorang sekertaris pribadi. Namun dalam penerimaan Anggara jelas sangat berbeda, pria tersebut diam sejenak berusaha untuk mencari penjabaran baik dari inti perkataan barusan. Akan tetapi semakin di cermati kalimat tersebut, semakin jelas kekesalan hatinya. "Apa wanita ini sedang meragukan kemampuanku?", Kurang lebih demikian pemikiran Anggara. Ia menatap wanita di depannya dengan tajam sembari bertanya. "Apa maksudmu?". "Apa ini lelucon?." Sambungnya dalam hati. Seolah tidak mendengar, Angel tidak menjawab dan masih fokus pada dasi di lehernya. "Sudah pak." Ucap wanita itu setelah selesai membantu memakaikan dasi. "Apa menurutmu aku lemah?." Tanya Anggara lagi dengan nada dalam, serta wajah yang se

  • Oh...Jandaku tersayang.   Nikah di bawah tangan.

    "Sudah berapa lama kau berkerja seperti ini?." Anggara membuka pembicaraan. Namun, hanya baris kalimat." Sudah berapa lama?yang keluar dari bibir, baris yang lain di rasa tidak perlu. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Eva sudah bisa mengerti, memahami arah pembicaraan serta pertanyaan Anggara. "2 tahun." Jawabnya singkat. Eva kembali meneguk minuman dalam gelas, namun kali ini ia tidak langsung menghabiskannya. Wanita itu memutar-mutar gelas pelan seraya kembali melanjutkan perkataan. "Aku pernah beberapa kali kerja di tempat lain, tapi karena status sia*an ini semua tak bertahan lama." Anggara menatap mata jernih sosok di sampingnya, seakan mencoba menelisik lebih jauh dengan apa yang di dengar barusan. "Ada apa dengan itu?, bagaimana status janda bisa mempengaruhi pekerjaan?." Anggara berdiri dari duduk, membayangkan sosok janda lain dan berjalan menuju meja kecil untuk mengambil gelas satu lagi. Sejenak Anggara menatap gelas tersebut dengan tatapan lembut yang tak bisa di paha

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bersihkan tubuhmu.

    Dan benar saja, kurang dari 2 menit dari waktu yang di janjikan, pintu kamar hotel di ketuk dari luar."Evangeline." Ucap sosok sang wanita, ketika pintu terbuka.Ia sengaja menyebut "Evangeline", untuk memperkenalkan diri seperti yang biasa ia lakukan.Anggara memperhatikan sosok di sana sejenak, sebelum berbalik masuk dan membiarkan wanita itu mengikuti.Ia sudah menebak bahwa sosok di sana adalah teman kencannya kali ini."Evangeline, Angeline." Nama itu berputar sejenak di pikiran, ketika melangkah masuk ruangan.Ada senyum sinis singkat tercetak pada bibir Anggara.Ia tak habis pikir mengapa harus memilih wanita itu dalam kencan singkatnya kali ini, padahal banyak pilihan lain yang jauh lebih baik. Anggara berjalan menuju lemari pendingin kecil, yang berada di sudut ruangan sejajar dengan tempat tidur, mengeluarkan sebuah botol minuman serta mengambil gelas kecil tak jauh dari lemari pendingin, seolah tidak memperdulikan

DMCA.com Protection Status