.
.
Sophia yang merasakan belaian di kepalanya membuatnya semakin rapat menutup matanya, dia teramat nyaman seperti ini. Belaiannya turun kepipi dan tiba-tiba tangan itu menjauh darinya, tangan itu tidak lagi membelainya. Sophia ingin mendapatkan belaian itu lagi, perlahan mata dengan bulu mata lentik itu terbuka sepenuhnya. Matanya menjelajah mencari sosok yang ada dalam mimpinya. Namun, tidak ada siapa pun di ruangan itu selain dirinya sendiri.
Sophia memegang kepalanya yang terasa pusing, dia ingat tadi siang Marxel melontarkan kata-kata yang membuatnya ingin menghilang dari dunia ini. Sophia pergi berbekal uang beberapa dollar,
Semua orang yang ada di ruangan itu terpaku pada layar yang memperlihatkan rekaman Lexi yang memasukan sebuah cairan pada susu yang ada di dalam kulkas, hal itu terjadi lima menit sebelum kepulangan Sophia ke apartemen. Semua yang ada di sana memperlihatkan wajah marah pada Lexi, terutama Marxel, wajah pria itu itu memerah seakan penuh dengan kobaran api. Santiago segera mematikan layar setelah dua kali diputar.“Saatnya kau mengakui, Lexi,” ucap Santiago menatap Lexi yang duduk di atas brankar dengan selang infuse yang ada di tangannya. Edmund yang ada di sana menatap tajam Lexi dengan tangan menggenggam erat istrinya.Mendapatkan tatapan-tatapan menakutkan itu membuat Lexi bergetar ketakutan. “Aku menaruh vitamin di dalam susu itu, bukannya racun,” sangkalnya menatap tajam Sophia. “Pasti dia memasukan racun saat aku tidak melihatnya.” Tangan Lexi menunjuk Sophia yang tengah
Mata Aurin memanas, secara tidak sengaja dia melihat Jaden dan Lexi yang sedang berhubungan badan. Dia tahu siapa wanita itu, dia adalah wanita yang Sophia ceritakan padanya. Ah, mengingat sahabatnya itu membuat Aurin merasa bersalah. Dia ingat bagaiaman Lexi berkata kalau dirinya akan menusuk perut Sophia berulang kali, dia akan memotong rambutnya yang indah lalu menyiramnya dengan air panas. Aurin tidak bisa melakukan itu, dia tidak ingin menyakiti Sophia, perempuan itu adalah sahabatnya.Yang paling menyedihkan adalah Lexi dan Jaden yang selalu bermesraan di mana pun, mereka tidak menghiraukan kehadirannya. Hatinya sakit, dia terkurung di mansion mewah ini dan harus melihat adegan yang membuat hatinya sesak setiap saat. Aurin mencintai Jaden, dia tidak bisa menyangkalnya.“Aurin.”Untuk yang kesekian kalinya dia tersentak kaget, tubuhnya berputar melihat Jaden yang menutup pintu lalu melangkah mendekat. “Apa yang kau pikirkan?”
ADA PERUBAHAN, SILAHKAN BACA ULANG DARI BAB 30 YA KESAYANGAN SEMUANYA.Edmund mengerjapkan matanya saat sinar matahari menerobos masuk ke dalam celah gorden dan menyinari matanya yang terpejam, pria itu memggeliat dan meraba samping ranjang. Dia mengerutkan keningnya saat tidak mendapatkan Sophia ada di sana, Edmund menghela napas panjang mengira istrinya itu sedang memasak sarapan untuknya. Edmund melangkah ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya, ucapan Sophia terngiang-ngiang di telinganya sepanjang malam. Di mana perempuan yang berstatus sebagai istrinya itu menyatakan cintanya, dan dirinya pergi begitu saja dari sana. Membuatnya kini menyesalinya sekarang, dia belum berbicara lagi dengan Sophia setelah kejadian tadi malam.Bukannya Edmund menolak perasaan Sophia, dia hanya belum siap dengan ungkapan itu. Ungkapan cinta yang sering diucapkan Sara membuatnya terbuai hingga dirinya begitu jatuh ke dalam rasa cint
"Kemana kita akan pergi?"Edmund terkekeh. "Baiklah, Sayang. Ini saatnya kau berhenti marah." Tangannya meraih tangan istrinya, membantu perempuan itu masuk ke dalam kapal pesiar yang sudah disiapkannya. Sophia duduk di kursi yang ada di depan , disusul oleh Edmund yang membawakan segelas limun untuk diminumnya.Sophia mengerutkan keningnya. "Tubuhmu bisa terbakar," komentarnya saat melihat Edmund yang hanya memakai celana pendek dan kacamata hitam saja."Tenanglah, aku memakai tabir surya," ucap Edmund mulai menikmati sengatan matahari dan angin segar saat kapal pesiar itu mulai bergerak."Apa kau tidak kepanasan?"Sophia menggeleng sambil mengeratkan kain tipis yang membungkus tubuhnya. "Tidak," ucapnya memakai kacamata yang sebelumnya ada di atas rambutnya."Ayolah, Sophie, nikmati sengatan sinar matahari, kau membungkus dirimu sendiri seakan tidak menikmati liburan ini.""Ah, ini liburan? Bukan baby moon?"Edmund tersen
Suara tawa menggema di mansion besar itu, Sophia yang duduk di samping Edmund menyembunyikan wajahnya di dada pria itu saat Rose terus menggodanya dengan perkataan vulgar. Sergío tertawa, membiarkan telinganya menangkap ucapan yang dilontarkan istrinya. Mereka tidak tahan melihat pipi Sophia yang memerah, dia merasa malu mengingat Edmund menceritakan apa yang terjadi di Anguilla selama sebulan itu. Saat Sophia mengunci Edmund di kamar mandi karena perempuan itu kesal suaminya tidak memberi kecupan, jalan-jalan seorang diri di Scrub Island dan berakhir lupa jalan pulang, Edmund menceritakan semuanya."Hentikan, kau membuatku malu," ucapnya mencubit perut suaminya. Namun, Sophia tidak menjauhkan tubuhnya sedikit pun dari suaminya, kedua kakinya yang berada di atas sofa meringkuk mempermudah Edmund memeluk tubuh istrinya yang mungil itu."Baiklah, hentikan. Lihat wajah putri kita, dia memerah," ucap Sergío menarik Rose agar lebih dekat dengannya supaya berhe
Seorang pria mengepalkan tangannya hingga buku buku jarinya memutih, pandangannya terkunci pada layar yang menunjukan video Sophia di bawa oleh beberapa orang pria masuk ke dalam mobil asing. Video diputar berulang-ulang dan hanya menampilkan itu. Yang paling membuat Edmund marah adalah pelaku penculikan itu adalah teman Sophia sendiri, Aurin.Helaan nafas lagi-lagi keluar dari mulut seseorang yang memperhatikan Edmund. Tangan Sergío mengusap pundak anaknya supaya berhenti hanya menatap layar itu dan segera istirahat. Edmund tidak tidur sejak kemarin malam, sejak hari di mana dia menyadari istrinya tidak ada di apartemen. Sore kemarin saat Edmund pulang ke apartemen lebih awal karena Sophia tidak bisa dihubungi. Awalnya Edmund berpikir kalau ponsel Sophia kembali remuk mengingat perempuan itu sangat ceroboh, tapi saat Edmund kembali ke apartemen, dia tidak menemukan Sophia di mana pun. Sesuatu yang salah terjadi. lampu apartemen tidak menyala dan saat Edmund pergi ke d
Seorang pria menyesap rokonya sambil memainkan beberapa uang lalu kembali melemparnya ke dalam koper, di mana banyak sekali uang lainnya di dalam sana. Dia tersenyum puas sambil mengadahkan kepalanya ke atas menatap langit-langit.Pria tua itu melonggarkan dasi dan menyandarkan tubuhnya di kursi, dia kembali menyesap rokoknya dengan penuh kemenangan. Tanpa pria itu sadari, pintu ruangannya terbuka. Seorang pria yang lebih muda darinya masuk dengan mata menatap tajam pria yang sedang terpejam menikmati hidupnya.Suara langkah kaki Edmund yang semakin mendekat menyadarkan pria itu dari dunianya, pria itu tersentak kaget saat melihat Edmund masuk keruangannya. Tubuhnya kaku. Tangannya membuang asal rokok yang sedang dia pegang, dadanya naik turun melihat sorot mata Edmund. Matanya mengingatkan Marxel pada seseorang yang telah dia singkirkan dahulu.Marxel tidak tahu bagaimana Edmund tahu dirinya masih berada disini, di Los Angeles. Mata Edmund penuh amarah, rahangn
Sudah seminggu sejak kepulangan Sophia dari rumah sakit, kini Sophia lebih banyak melamun dari sebelumnya. Pikirannya terus menyeret alam sadarnya untuk mengingat kembali masa masa dimana dia berdarah. Sophia tidak bisa ditinggalkan sendiri, dia sering kali tiba-tiba berteriak dan memeluk perutnya erat.Beberapa orang kepercayaan Rose selalu menemani Sophia di apartemen, tentu saja mereka adalah seorang terapis. Sophia selalu saja menolak jika dia mengajaknya tinggal di mansion Rose, tidak ada pilihan lain kecuali menyuruh orang-orang terbaik menemani Sophia.Pekerjaan Edmund sedang berada di puncaknya, dia tidak bisa meninggalkannya meskipun dia menginginkannya. Perusahaan Edmund bahkan kini bekerja sama dengan militer, yang memaksanya harus berunding dengan salah satu jendral untuk membangun rumah sakit umum khusu tentara yang sedang bertugas menjaga keamanan Negara. Rumah sakit yang tersembunyi yang hanya bisa diketahui oleh anggota tentara saja, tentu saja satu har