Sudah beberapa hari ini Nirmala berusaha untuk tidak menghubungi Bhaskara. Meski begitu ia masih menanti di roomchat dan melihat puluhan kali pesan terakhir yang ia kirim belum juga mendapat balasan.“Harus sampai kapan?” gumam Nirmala menggigit bibir bawahnya. Rasa khawatir terus menghantui pikirannya beberapa hari ini.Ingatan tentang percakapan dengan Vani beberapa hari lalu kembali menggema di kepalanya.'Untuk sementara waktu, tolong jangan menghubungi Bhaskara dahulu. Tante takut ayahnya akan berbuat macam-macam kepadanya.'Hatinya terasa berat, seperti dihimpit batu besar. Ia tak ingin egois membuat kekasihnya terjebak dalam masalah, tapi hatinya juga tersiksa.Ketika pikirannya masih berkecambuk, ponselnya tiba-tiba bergetar. Ia meraihnya cepat, berharap itu dari Bhaskara, tetapi ternyata bukan."Nirmala, kita perlu bicara. Bisa temui aku besok di kantor pusat? Aditama."Pesan singkat yang mengatas namakan Aditama itu pikiran Nirmala kembali terpecah. “Ada apa ini? Apa yang in
Malam itu tak seperti biasanya langit begitu kelam, seolah menyimpan rahasia gelap yang tak ingin diungkap. Tak ada bintang, apalagi bulan. Hanya ada angin dingin yang menusuk tulang, berembus lembut dari jendela kamar yang terbuka. Nirmala termenung di sana, menopangkan kepalanya pada kusen jendela. Rambut sebahunya bergoyang lembut ditiup angin, wajahnya terlihat berat penuh beban. Pandangannya menerawang jauh menembus pekarangan rumah yang sunyi tetapi pikirannya melayang entah kemana."Huh .... "Helaan napas kembali lolos dari bibirnya. Pundak yang beberapa waktu lalu mulai ringan, kini kembali memberat oleh segala tekanan yang menghimpit."Apa yang harus aku lakukan? Kenapa tidak berjalan seperti yang aku inginkan," gumamnya dengan suara yang dipenuhi kegelisahan yang sulit diungkapkan.Ponsel di meja bergetar, menyental lamun wanita itu. Layar ponselnya menyala dan terpampang satu nama yang membuat hatinya bergetar. 'Bhaskara's Calling'.Panggilan itu sudah muncul lebih dari
Malam itu, kamar Nirmala terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena angin yang bertiup dari jendela, melainkan karena rasa hampa yang memenuhi dadanya. Keputusan yang ia buat semalem untuk membuat Bhaskara kecewa yang berujung menghancurkam hatinya terus menggerogoti pikiran Nirmala. Ia duduk di tepi ranjang, memeluk kedua lututnya dengan erat mencoba meredam kehampaan yang tak kunjung reda."Aku melakukannya untuk dia," gumam wanita itu dengan suara serak. "Aku ingin melindunginya."Sayangnya hatinya tak sejalan dengan ucapannya. Rasa bersalah terus menghantuinya, bahkan membuatnya merasa seperti menghianati cinta yang selama ini mereka perjuangkan.Memori beberapa hari lalu kembali berputar dalam benak Nirmala.~~~"Coba kau pilih kau rela melihatnua kecewa atau melihatnya merasakan kembali trauma masa lalunya?"Kata-kata itu menggema di kepalanya seperti palu yang memukul hati kecilnya. Surya memang tak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud trauma masa lalunya, sampai V
Siang itu, ruang rapat di Rajya Corp dipenuhi ketegangan. Para pemegang saham, investor, dan dewan direksi hadir dalam pertemuan yang disebut-sebut pertemuan penting untuk menentukan langkah perusahaan ke depannyaSelain tokoh penting itu, rupanya Nirmala juga hadir. Ia duduk di tengah perkumpulan itu dengan punggung tegak, mencoba terlihat tenang meskipun pikirannya kalut. Ia tahu bahwa kehadirannya di rapat kali ini akan menjadi sorotan utama. Lebih dari itu, apa yang ia ucapkan nanti akan membawa dampak besar untuk perusahaan inu.Aditama, yang kali ini memimpin rapat, membuka pertemuan dengan pembahasan tentang kebijakan perusahaan untuk menangani krisis. Ia memaparkan situasi finansial terkini dan langkah strategis yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas. Namun, semua itu hanyalah pembuka, nyatanya pembahasannya lebih luas dari itu.Ketika pembahasan mulai mengarah pada pengangkatan CEO baru, suasana berubah lebih tegang.“Baik,” ucap Aditama sambil menatap sekeliling mej
Malam semakin larut, tapi Nirmala masih saja kesulitan menutup mata. Kata-kata Aditama terus bergema di kepalanya membuatnya terus terjaga dalam kegelisahan.'Ayahmu pernah membuat Surya bangkrut dan jatuh miskin.'Apa yang sebetulnya terjadi? Mengapa tak ada seorang pun yang menceritakan hal ini kepadanya? Bahkan Surya, yang selama ini membantunya dan memberi arahan kepadanya, tak sama sekali menunjukka adanya hubungan buruk kepada ayahnya.Di kamarnya yany cukup sunyi, ia mencoba kembali memutar ulang semua percakapan yang pernah dilakukan dengan Surya, Vani, bahkan Gergio. Dan ia tak menemukan ada yang pernah menyebut masa lalu Rajendra dengan Surya. Semua terasa seperti rahasia besar yang sengaja disembunyikan darinya.“Aku harus mencari tahu,” gumamnya sambil memandang pantulan dirinya di kaca. Tetapi pertanyaannya adalah, di mana ia harus mencari tahu? Dan bagaimana ia harus mulai?***Keesokan harinya, Nirmala memutuskan untuk menemui Vani. Ia berpikir, jika ada orang yang mung
Nirmala memandangi pesan di ponselnya dengan perasaan bercampur aduk. Pesan itu singkat memberikan sebuah informasi, tetapi cukup pikiran Nirmala semakin berkecambuk.—'Kau tidak tau apa yang sedang terjadi. Jika ingin tahu kebenarannya, temui aku besok di tempat ini.'Ia berulang kali membaca pesan yang disertai titik lokasi. Titik lokasi itu terasa asing baginya dan terasa sedikit mencurigakan. Alamat yang dikirim berada di pinggiran kota. Yang membuat mencurigakan tempat itu jauh dari pusat bisnis dan gedung-gedung megah yang biasa para pembisnis kunjungi.“Aishh! Siapa sih yang mengirimkan pesan anonim ini? Apa aku harus pergi? Tapi bagaimana kalau ini hanyalah orang iseng atau orang yang hanya akan memperkeruh keadaan?” gumamnya dengan ragu.Namun, rasa ingin tahu tentang masa lalu ayahnua itu jauh lebih besar dari kecurigaan yang singgah dibenaknya. Akhirnya, setelah mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan buruk, Nirmala memutuskan untuk memenuhi undangan tersebut karena ia te
Nirmala terus saja berpikir keras. Ia tak tahu anakan pihak yang benar Kata-kata Arya seperti duri yang menusuk pikirannya, menciptakan rasa ragu yang semakin dalam terhadap sosok Surya yang selama ini ia percayai dan ia segani. Namun, semakin ia memikirkan hal itu, semakin ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Meskipun Surya dikenal tegas dan kadang keras, Nirmala sulit mempercayai bahwa pria itu akan sekejam itu.“Apa Pak Arya itu mengatakan yang sebenarnya? Bagaimana kalau justru sebaliknya” gumam Nirmala berpikir keras. Ia menatap ponselnya yang menyala dengan nomor Arya yang terpampang di sana. Ada dorongan untuk menghubunginya lagi untuk meminta penjelasan lebih lanjut karena ia pasti info banyak mengenai ayahnya, tetapi ada juga rasa ragu dan takut jika sebenarnya ini semua hanyalah kebohongan belaka. Nirmala tak ingin terus tercuci otaknya dan terseret lebih jauh dalam jaring kebohongan.Saat Nirmala menggulir Log panggilan, matanya memicing. "Pak Gergio..." gumamnya memba
Dalam perjalanan pulang, Nirmala merasa pikirannya semakin kacau. Kata-kata Arya terus membayangi, tetapi ia juga teringat peringatan Gergio tentang sifat manipulatif Arya.“Mungkin Arya hanya ingin menanamkan keraguan,” pikirnya. Tetapi bagaimana jika apa yang Arya katakan benar?Nirmala belum bisa mempercayai peringatan Gergio, tapi ia juga belum mempercayai ucapan Arya. Tapi hari ini ia menemukan satu fakta pahit yang memang jelas kebenarannya, yaitu ayahnya memiliki sangkut paut dengan kebangkrutan keluarga Bhaskara.Setelah terlarut dalam pikirannya beberapa saat, tanpa sadar langkahnya telah menginjak pekarangan rumah. Ia segera kembali ke dunia nyata, memasuki rumah dengan pikiran penuh dan campur aduk.Nirmala disambut oleh Ganesha, yang langsung menyadari perubahan di wajah kakaknya.“Kak, kenapa? Kenapa wajahmu seperti habis bertemu hantu,” kata Ganesha sambil menyodorkan secangkir teh hangat.Nirmala tersenyum lemah. Ia menerima secangkir teh hangat itu. “Mana ada hantu. Ka
Sesampainya di rumah, Nirmala merasa seperti dihantam badai. Cerita Surya sejalan dengan apa yang Arya katakan, tetapi dengan sudut pandang yang berbeda. Hal ini membuat keraguannya terhadap Arya perlahan memudar. Melihat respon Surya tadi, Nirmala melihat ada luka dan amarah yang tercipta ketika menceritakannya. “Apakah aku harus mempercayainya?” pikir Nirmala mulai goyah. Satu hal yang sayangnya baru ia sadari ialah bahwa ia berada di tengah permainan besar yang melibatkan dendam, ambisi, dan kebohongan. Dan sekarang, ia harus memutuskan langkah apa yang harus ia ambil untuk melindungi dirinya sendiri dan masa depan perusahaan.Nirmala membuang napas berat ketika sekelebat kejadian bersama Bhaskara menghinggapi kepalanya. Kejadian bersama Bhaskara siang tadi membuatnya merasa seperti kehilangan separuh dirinya. 'Jika kau ingin melibatkan aku dalam hidupmu lagi, aku ada di sini.' Kata-kata pria itu terus terngiang di kepalanya, membuatnya semakin bingung tentang apa yang sebenar
Usai berbincang dengan adiknya, Nirmala kembali terfokus pada dokumen-dokumen yang berserakan di sekitarnya. Kata-kata Gergio terus terngiang di kepalanya, menambah lapisan kebingungan yang sudah menghimpitnya.“Kalau benar ayahku melakukan sesuatu yang tidak adil kepada Om Surya, apa yang harus aku lakukan?” pikir Nirmala.Di satu sisi, ia merasa harus membela kehormatan keluarganya. Tetapi di sisi lain, ia tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa ayahnya pernah membuat keputusan yang merugikan orang lain."Sepertinya aku memang harus berbicara langsung dengan Om Surya untuk meluruskan segala kabar simpang siur ini," gumam Nirmala akhirnya menyerah. Sesuai dengan keputusannya malam itu, Nirmala menemui Surya di kantornya. Tapi sayangnya ketika wanita itu tiba dikantor notaris, orang yang ingin ia temui justru sedang cuti. Nirmala berpikir berulang kali untuk menemui pria itu di rumahnya, entah mengapa feelingnya terasa buruk jika harus menemui di rumah Surya sekaligus rumah mantan
Dalam perjalanan pulang, Nirmala merasa pikirannya semakin kacau. Kata-kata Arya terus membayangi, tetapi ia juga teringat peringatan Gergio tentang sifat manipulatif Arya.“Mungkin Arya hanya ingin menanamkan keraguan,” pikirnya. Tetapi bagaimana jika apa yang Arya katakan benar?Nirmala belum bisa mempercayai peringatan Gergio, tapi ia juga belum mempercayai ucapan Arya. Tapi hari ini ia menemukan satu fakta pahit yang memang jelas kebenarannya, yaitu ayahnya memiliki sangkut paut dengan kebangkrutan keluarga Bhaskara.Setelah terlarut dalam pikirannya beberapa saat, tanpa sadar langkahnya telah menginjak pekarangan rumah. Ia segera kembali ke dunia nyata, memasuki rumah dengan pikiran penuh dan campur aduk.Nirmala disambut oleh Ganesha, yang langsung menyadari perubahan di wajah kakaknya.“Kak, kenapa? Kenapa wajahmu seperti habis bertemu hantu,” kata Ganesha sambil menyodorkan secangkir teh hangat.Nirmala tersenyum lemah. Ia menerima secangkir teh hangat itu. “Mana ada hantu. Ka
Nirmala terus saja berpikir keras. Ia tak tahu anakan pihak yang benar Kata-kata Arya seperti duri yang menusuk pikirannya, menciptakan rasa ragu yang semakin dalam terhadap sosok Surya yang selama ini ia percayai dan ia segani. Namun, semakin ia memikirkan hal itu, semakin ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Meskipun Surya dikenal tegas dan kadang keras, Nirmala sulit mempercayai bahwa pria itu akan sekejam itu.“Apa Pak Arya itu mengatakan yang sebenarnya? Bagaimana kalau justru sebaliknya” gumam Nirmala berpikir keras. Ia menatap ponselnya yang menyala dengan nomor Arya yang terpampang di sana. Ada dorongan untuk menghubunginya lagi untuk meminta penjelasan lebih lanjut karena ia pasti info banyak mengenai ayahnya, tetapi ada juga rasa ragu dan takut jika sebenarnya ini semua hanyalah kebohongan belaka. Nirmala tak ingin terus tercuci otaknya dan terseret lebih jauh dalam jaring kebohongan.Saat Nirmala menggulir Log panggilan, matanya memicing. "Pak Gergio..." gumamnya memba
Nirmala memandangi pesan di ponselnya dengan perasaan bercampur aduk. Pesan itu singkat memberikan sebuah informasi, tetapi cukup pikiran Nirmala semakin berkecambuk.—'Kau tidak tau apa yang sedang terjadi. Jika ingin tahu kebenarannya, temui aku besok di tempat ini.'Ia berulang kali membaca pesan yang disertai titik lokasi. Titik lokasi itu terasa asing baginya dan terasa sedikit mencurigakan. Alamat yang dikirim berada di pinggiran kota. Yang membuat mencurigakan tempat itu jauh dari pusat bisnis dan gedung-gedung megah yang biasa para pembisnis kunjungi.“Aishh! Siapa sih yang mengirimkan pesan anonim ini? Apa aku harus pergi? Tapi bagaimana kalau ini hanyalah orang iseng atau orang yang hanya akan memperkeruh keadaan?” gumamnya dengan ragu.Namun, rasa ingin tahu tentang masa lalu ayahnua itu jauh lebih besar dari kecurigaan yang singgah dibenaknya. Akhirnya, setelah mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan buruk, Nirmala memutuskan untuk memenuhi undangan tersebut karena ia te
Malam semakin larut, tapi Nirmala masih saja kesulitan menutup mata. Kata-kata Aditama terus bergema di kepalanya membuatnya terus terjaga dalam kegelisahan.'Ayahmu pernah membuat Surya bangkrut dan jatuh miskin.'Apa yang sebetulnya terjadi? Mengapa tak ada seorang pun yang menceritakan hal ini kepadanya? Bahkan Surya, yang selama ini membantunya dan memberi arahan kepadanya, tak sama sekali menunjukka adanya hubungan buruk kepada ayahnya.Di kamarnya yany cukup sunyi, ia mencoba kembali memutar ulang semua percakapan yang pernah dilakukan dengan Surya, Vani, bahkan Gergio. Dan ia tak menemukan ada yang pernah menyebut masa lalu Rajendra dengan Surya. Semua terasa seperti rahasia besar yang sengaja disembunyikan darinya.“Aku harus mencari tahu,” gumamnya sambil memandang pantulan dirinya di kaca. Tetapi pertanyaannya adalah, di mana ia harus mencari tahu? Dan bagaimana ia harus mulai?***Keesokan harinya, Nirmala memutuskan untuk menemui Vani. Ia berpikir, jika ada orang yang mung
Siang itu, ruang rapat di Rajya Corp dipenuhi ketegangan. Para pemegang saham, investor, dan dewan direksi hadir dalam pertemuan yang disebut-sebut pertemuan penting untuk menentukan langkah perusahaan ke depannyaSelain tokoh penting itu, rupanya Nirmala juga hadir. Ia duduk di tengah perkumpulan itu dengan punggung tegak, mencoba terlihat tenang meskipun pikirannya kalut. Ia tahu bahwa kehadirannya di rapat kali ini akan menjadi sorotan utama. Lebih dari itu, apa yang ia ucapkan nanti akan membawa dampak besar untuk perusahaan inu.Aditama, yang kali ini memimpin rapat, membuka pertemuan dengan pembahasan tentang kebijakan perusahaan untuk menangani krisis. Ia memaparkan situasi finansial terkini dan langkah strategis yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas. Namun, semua itu hanyalah pembuka, nyatanya pembahasannya lebih luas dari itu.Ketika pembahasan mulai mengarah pada pengangkatan CEO baru, suasana berubah lebih tegang.“Baik,” ucap Aditama sambil menatap sekeliling mej
Malam itu, kamar Nirmala terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena angin yang bertiup dari jendela, melainkan karena rasa hampa yang memenuhi dadanya. Keputusan yang ia buat semalem untuk membuat Bhaskara kecewa yang berujung menghancurkam hatinya terus menggerogoti pikiran Nirmala. Ia duduk di tepi ranjang, memeluk kedua lututnya dengan erat mencoba meredam kehampaan yang tak kunjung reda."Aku melakukannya untuk dia," gumam wanita itu dengan suara serak. "Aku ingin melindunginya."Sayangnya hatinya tak sejalan dengan ucapannya. Rasa bersalah terus menghantuinya, bahkan membuatnya merasa seperti menghianati cinta yang selama ini mereka perjuangkan.Memori beberapa hari lalu kembali berputar dalam benak Nirmala.~~~"Coba kau pilih kau rela melihatnua kecewa atau melihatnya merasakan kembali trauma masa lalunya?"Kata-kata itu menggema di kepalanya seperti palu yang memukul hati kecilnya. Surya memang tak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud trauma masa lalunya, sampai V
Malam itu tak seperti biasanya langit begitu kelam, seolah menyimpan rahasia gelap yang tak ingin diungkap. Tak ada bintang, apalagi bulan. Hanya ada angin dingin yang menusuk tulang, berembus lembut dari jendela kamar yang terbuka. Nirmala termenung di sana, menopangkan kepalanya pada kusen jendela. Rambut sebahunya bergoyang lembut ditiup angin, wajahnya terlihat berat penuh beban. Pandangannya menerawang jauh menembus pekarangan rumah yang sunyi tetapi pikirannya melayang entah kemana."Huh .... "Helaan napas kembali lolos dari bibirnya. Pundak yang beberapa waktu lalu mulai ringan, kini kembali memberat oleh segala tekanan yang menghimpit."Apa yang harus aku lakukan? Kenapa tidak berjalan seperti yang aku inginkan," gumamnya dengan suara yang dipenuhi kegelisahan yang sulit diungkapkan.Ponsel di meja bergetar, menyental lamun wanita itu. Layar ponselnya menyala dan terpampang satu nama yang membuat hatinya bergetar. 'Bhaskara's Calling'.Panggilan itu sudah muncul lebih dari