Benar. Mereka kini kembali diikuti. Bahkan ketika mereka sudah berpindah tempat lagi dari Milan hingga sampai di destinasi terbaru mereka, Lake Como. Di Milan kemarin, saat pulang Diraja pun akhirnya menyadari jika mobil yang mereka pakai dari hotel kembali diikuti oleh sebuah sedan sejak keluar dari Mal Vittoria dan kembali ke hotel. Kali ini Diraja bisa menangkap plat nomor dan mengingatnya sebelum dia mengirimkannya kepada Nero dan Darius untuk diselidiki. Diraja awalnya tak mengucapkan apa pun kepada Ambar, mencegah sang istri menjadi khawatir berlebihan. Apalagi ini adalah bulan madu mereka. They are supposed to have fun! Bukan berkutat dengan bentuk intimidasi implisit seperti ini. Sore itu selepas dia berbincang dengan Tito dan Darius–Diraja membujuk Ambar untuk menghabiskan malam dan bersantai di dalam suite saja, beralasan jika dia masih memiliki pekerjaan penting yang harus dikerjakan sore ini. Memang benar ada kerjaan menumpuk, namun sejujurnya itu masih bisa ditunda
AMBARSetelah drama dia pura-pura ngambek tadi pagi lantaran sikap ganas Diraja semalam selesai, mereka akhirnya berhasil check out dari hotel ini dan dijemput untuk tiba ke destinasi selanjutnya. Perjalanan memakan waktu sekitar satu jam lebih sebelum mereka tiba di hotel selanjutnya di Lake Como. Nina memilih hotel Mandarin Oriental Lago di Como sebagai akomodasi mereka di tempat cantik pinggir danau indah yang sudah terkenal seantero dunia ini. “Selamat datang, dan jangan segan-segan untuk menghubungi kami jika ada sesuatu yang Anda butuhkan selama durasi menginap Anda di sini,” sapa sang resepsionis dan juga concierge saat mengantar menuju suite mereka untuk dua malam ke depan. Vista Lago Suite. Itu adalah kamar yang dipilihkan oleh sekretaris Diraja selama mereka tinggal di Lake Como. Pemandangan yang disajikan dari suite ini begitu spektakuler. Ambar bisa keluar kamar menuju teras dan di hadapannya sudah terhampar Lake Como yang indah dengan deretan bangunan khas Lombardy di
Pagi ini Ambar terbangun dengan suasana hati yang jauh lebih baik dibandingkan semalam. Diraja pun selalu menghiburnya dan memastikan jika dirinya baik-baik saja. “Sudah siap untuk berpetualang hari ini?” tanya Diraja dengan nada ringan. Mereka telah selesai sarapan dan menunggu private boat mereka standby. Hari ini dia memakai kacamata hitam seperti Diraja. Dia memakai celana pendek linen berwarna beige dan juga blus katun berwarna putih. Ditambah dengan aksesori straw hat yang senada dengan celana pendeknya. Dia memakai sepatu sneakers agar mudah melakukan perjalanan kelak setelah kapal mereka merapat di daerah Bellagio. Diraja mengatakan ketika sampai di Bellagio dan Varenna kelak, mereka akan sering berjalan kaki menyusuri kota tua nan charming dengan kontur jalanan yang menanjak. "Maaf ya kemarin aku bersikap seperti itu. Seharusnya kita bersenang-senang, aku malah bikin suasana nggak nyaman seperti kemarin," ujarnya sambil merangkul pinggang Diraja. Mereka berjalan menuju do
DIRAJAMereka berdua tiba di tanah air dini hari. Untung saja dia sudah mengabari Darius dan pria itu meminjamkan helikopter pribadinya agar Diraja dan Ambar bisa segera sampai di helipad apartemennya dalam beberapa menit. Dengan membawa koper di tangan kirinya dan tangan kanannya menggamit jemari Ambar, mereka akhirnya tiba juga di dalam apartemennya. “Kamu istirahat dulu saja, lanjutkan tidurnya, sayang. Pagi ini aku harus langsung menemui Tito dan Darius,” ujarnya sambil mengecup kening Ambar. “Tapi sekarang masih jam tiga pagi, Mas. Ayo tidur dulu, nanti aku bangunin pagi-pagi,” jawab Ambar dengan penuh perhatian. Dia pun kini tak ragu untuk mengekspresikan perasaannya dengan cara mengusap lengan dan dada bidangnya. Sebenarnya tubuhnya lelah, namun efek jet lag dia tak bisa menutup matanya. Tapi, apa yang diucapkan Ambar memang benar. Masih ada waktu beberapa jam sebelum dia bisa bertemu Tito. Ambar dan Diraja berganti pakaian secepatnya, tidak ada pikiran untuk mandi dan mem
“How is your honeymoon?” Darius bertanya kepadanya bahkan sebelum Diraja duduk di kursinya. Diraja menaikkan sebelah alisnya, gesturnya menantang disertai dengan senyum jail yang dilempar kepada pria yang kini menjadi kakak iparnya. “Lo beneran mau tau? Are you sure?” tanya Diraja yang membuat Darius langsung mengerang kesal. “Mending nggak usah cerita, deh! Nyesel gue nanya begini!” Darius mengomel. Tak lama setelah Diraja masuk ke dalam ruangannya, Mas Aksa dan Tito pun mengekor di belakangnya. “Nero masih di bawah, dia masih ngobrol sama tim IT, sebentar lagi seharusnya dia selesai dan bisa naik ke atas,” Raka berkata di samping Darius. “Okay,” balas Diraja sejurus kemudian. Rasanya ruangan ini begitu sempit, mengingat saat ini ada lima pria yang berjubel di dalam ruang kantornya. “Tito, coba cari ruang meeting yang secure. Di sini terlalu sempit dan akan sulit untuk berbicara nanti,” perintahnya kepada sang aspri. “Oh, iya Pak. Sudah standby sebenarnya. Saya ke sini untuk
AMBAR Dirinya dan Diraja pulang dari honeymoon lebih cepat daripada jadwal. Saat tiba di rumah barunya, yaitu apartemen milik Diraja–semua terasa asing dan begitu baru. Ketika dia membuka matanya pertama kali, dia sempat merasa disorientasi, namun aroma tubuh Diraja dan hangat tubuhnya membuatnya kembali tenang dan merasa lebih familiar. Mungkin karena setelah menikah dan menghabiskan waktu bulan madu sepanjang hari bersama Diraja, makanya kini segala hal yang berbau Diraja membuatnya tenang seketika. Suara dering alarm langsung membangunkannya dan dia melihat bagaimana Diraja tidur begitu pulas sesampainya di apartemen. Ambar bangun dan langsung mandi untuk membersihkan sisa debu dan keringat yang masih terbawa selepas mereka keluar bandara dini hari tadi. Ambar bahkan belum sempat menata barang-barang miliknya untuk ditaruh di apartemen yang kini menjadi tempat tinggalnya bersama Diraja. Makanya dia terpaksa memakai shower gel dari Versace yang cukup maskulin namun menyegarka
Perjalanan untuk sampai ke rumah kakaknya tak ada hambatan sama sekali. Jarak dari apartemen di Jalan Thamrin untuk sampai ke daerah Senopati tempat tinggal kakaknya hanya memerlukan waktu sekitar tiga puluh menit, itupun sudah diselingi dengan kemacetan di daerah Bundaran HI atau ketika memasuki area SCBD. Jika tak ada ajudan yang menemaninya, Ambar sudah pasti akan memakai jasa ojek online yang sudah pasti bisa menerjang kemacetan dan bahkan tak dipungkiri bisa sampai lebih cepat lagi. “Duh, warna kulit sunkissed sehabis dari Italia memang terlihat begitu cantik di tubuhmu, Ambar sayang!” Sang kakak berkata riang dengan mata berbinar-binar sesaat setelah mereka berpelukan melepas rindu. “Gimana bulan madunya
“Jujur ya, aku tuh merasa kebingungan dalam menavigasi kehidupanku setelah berstatus sebagai istri ini,” ungkapnya menambahkan.“Aku juga begitu pada awalnya,” balas sang kakak.Senyum tercetak dari bibir manis Amira dan dia tertawa simpul ketika mengenang bagaimana dia beradaptasi dengan keras saat berubah menjadi istri salah seorang konglomerat muda bernama Darius. Banyak prasangka, ditambah tekanan dari orang-orang yang bersinggungan dengan Darius terhadap dirinya. Ekspektasi yang begitu tinggi yang waktu itu sempat membuatnya begitu stress dan frustrasi seorang diri.“Apalagi duniaku sama dunia Darius tuh jauh berbeda. Kita harus sering-sering kompromi supaya bisa selaras dalam menjalankan rumah tangga. Dan aku nggak nyangka ternyata setelah menikah gini aku jadi b
“Selamat ulang tahun!” Suara yang mengagetkan Ambar ketika membuka pintu apartemennya membuatnya terhenti sejenak. Tangan kanannya masih memegang gagang pintu, sedangkan tangan kirinya sontak mengurutkan dadanya karena terperanjat kaget. Confetti dan suara terompet bersahutan menyambutnya masuk ke dalam apartemen malam ini. Wajah-wajah familiar menyapanya dengan senyuman dan tawa lebar. “Ya ampun, kok ada surprise segala?” ujarnya penuh haru. Dia menatap Diraja yang berjalan dengan langkah pelan dan pasti ke arahnya. Di tangan sang suami ada kue ulang tahun lengkap dengan lilin angka 20 yang sudah terbakar di atasnya, menunggu untuk ditiup olehnya. “Yang penting surprise-nya berhasil, ‘kan!” jawab Diraja penuh dengan kebanggaan. Ini memang sebuah pencapaian tersendiri untuk suaminya. Sebelumnya dia tak pernah melakukan ini. Ini merupakan surprise event perayaan ulang tahun pertama sejak mereka menikah. “Repot-repot banget, makasih banyak loh, sayang!” Ambar menjawab deng
AMBAR Dua bulan kemudian, Apakah mungkin keinginan menjadi ibu itu menular, apalagi jika sudah memegang bayi kecil, imut dan lucu di pelukannya sendiri? Ini sebenarnya yang dirasakan Ambar ketika dia melihat anaknya Mbak Amira dan Mas Darius yang akhirnya tiba juga menyapa mereka di dunia ini. Kakaknya baru saja selesai melahirkan putra pertama mereka yang diberi nama Maximilian Naradipta Danudihardjo. Nama keponakan pertama Ambar ini berdasarkan kompromi ayah dan ibu Maxi. Mbak Amira ingin tetap membawa nama lokal yang membumi sedangkan sang ayah ingin sesuatu yang memiliki sentuhan modern namun tetap terdengar regal. Ambar ingat sekali bagaimana mereka berdebat sedemikian rupa ketika satu waktu Ambar mengunjungi mereka. “Maxi… Maxi baby… ya ampun kamu lucu bangeeet! Mbak! Aku bawa pulang ya!” Ambar berceletuk asal tatkala melihat baby Maxi terlelap di tangan Mas Darius. Rasanya baru sekejap saja dia menggendong Maxi, tapi ayahnya sudah melebarkan tangannya agar Ambar men
Makan siangnya dengan Ambar di sebuah restaurant Chinese Food yang terletak di sebuah gedung perkantoran lantai teratas di kawasan dekat kampus Ambar berjalan begitu cepat di mata Diraja.Dua jam yang dihabiskan bersama sang istri terasa seperti sekedipan mata saja. Ketika hidangan selesai disantap dan dia melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 13.45 siang.“Aku habis ini masih ada kelas, Mas.” Ambar pun terlihat bolak-balik mengecek jamnya, berharap dia tak telat untuk kelas selanjutnya.“Jam berapa? Perjalanan dari restoran ini ke kampus kan nggak terlalu lama,” balas Diraja seraya memberikan sinyal kepada waitress untuk mengirimkan bill ke meja mereka.Sang waitress mengangguk dan mempersiapkan bill sambil membaw
DIRAJABreaking news, Sebuah penggerebekan terjadi di kawasan pedalaman Myanmar dan Kamboja oleh aparat setempat dibantu dengan koordinasi interpol dan kepolisian Republik Indonesia. Disinyalir gudang tersebut merupakan headquarter, atau markas besar tindakan kriminal judi online dan penipuan online dengan target masyarakat Indonesia. Menurut perkembangan terbaru, ada fakta yang lebih mengejutkan dibaliknya. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata terungkap banyak tindakan kejahatan transnasional yang bernaung dibalik operasi tersebut. Ada indikasi human trafficking atau penjualan manusia yang dipekerjakan secara ilegal dengan kondisi memprihatinkan tanpa adanya kesejahteraan dan hak asasi manusia yang dipenuhi. Pihak kepolisian masih mendalami dugaan kejahatan organ harvesting dan sex trafficking lintas negara dan benua dalam pemeriksaan lebih lanjut. Yang cukup mengejutkan, terendusnya jaringan kejahatan transnasional ini bermuara pada seorang konglomerat asal Singapura berinisia
RAKA Selama beberapa hari belakangan ini, dia selalu kembali ke apartemennya di atas jam dua malam. Begitu banyak yang harus dia kerjakan setelah mereka berhasil membawa Joseph Ong untuk diinterogasi di markas kepolisian. Tentu saja tarik ulur begitu hebat terjadi di balik layar. Pihak Joseph Ong lewat kedutaannya secara formal meminta pria itu diekstradisi segera kembali ke Singapura untuk menjalani pemeriksaan di sana. Yang turun tangan membereskan masalah berkaitan dengan hukum, legalitas, melihat loophole dari aturan tentu saja dirinya. Raka bertugas di belakang layar membersihkan dan menguraikan kusutnya benang birokrasi, ditambah dengan berbagai channel dan networking yang luas dari Darius, mereka akhirnya berhasil memberikan waktu lebih banyak untuk kepolisian Indonesia serta interpol mengulik sampai dalam dan menarik bukti sebelum tim kuasa hukum beserta backingnya Joseph Ong menutup akses penyelidikan, atau yang paling parah–menghilangkan alat bukti. Dan orang yang cuku
Ibu bersikeras jika mereka kembali ke kediaman beliau di daerah Dharmawangsa. Bersama Mbak Rengganis dan ayah, mereka bertiga menolak keinginan Diraja untuk kembali ke apartemen dan memulihkan diri di sana. Ambar pun setuju dengan keputusan tersebut. Ini sudah hari ketiga sejak Diraja diputuskan bisa kembali ke rumah dan memulihkan diri di kediamannya. Kemarin tim dokter selesai melakukan kontrol pertama dan memastikan proses penyembuhan Diraja berjalan seperti yang semestinya. “Sayang, aku bosan makan bubur terus,” ujar Diraja saat Ambar membantunya mengeringkan rambut suaminya setelah dia bersikeras untuk mandi karena sudah lebih dari dua hari dia tidak melakukannya. “Tapi–takutnya kamu sulit mengunyah, makanya ibu dari kemarin menyiapkan bubur untukmu, Mas!” balas Ambar dengan sabar. Sebenarnya bahkan sejak kembali dari rumah sakit, sikap Diraja jauh lebih manja dan terkadang dia tak ingin ditinggal oleh Ambar. Setiap saat jika Ambar keluar kamar untuk melakukan sesuatu, d
AMBARDerap langkahnya menggema sepanjang koridor rumah sakit. Ibu mertuanya pun bergandengan tangan dengannya berjalan dengan langkah cepat, membawa kekhawatiran yang tak dapat diungkapkan tatkala Mas Darius menghubunginya malam tadi. Pikirannya kalut, bahkan selepas Diraja berpamitan dan meminta Ambar untuk menyampaikan pesan singkatnya kepada Pak Rama. Ambar sempat membaca secarik kertas tersebut, isinya meminta agar Pak Rama menghubungi kakak iparnya–Mas Darius dan meminta mereka untuk tracking lokasinya. Dari pesan itu saja Ambar bisa menakar jika Diraja melakukan hal yang berbahaya. Makanya dari tadi dia harus menyembunyikan kegelisahannya di hadapan ibu mertuanya dan menganggap semuanya baik-baik saja. Pak Rama dan Mas Darius pun tak bisa dihubungi sehingga tak ada kepastian akan apa yang sebenarnya terjadi. Pertahanannya runtuh tatkala kakak iparnya mengabari jika Mas Diraja berada di rumah sakit. Saat ini Pak Rama sudah on the way untuk menjemput Ambar untuk ke rumah saki
DARIUSRaka akhirnya memberikan lokasi tujuan Diraja pergi tepat sebelum mereka keluar pintu tol. Setelah mendapatkan lokasi, dengan cepat dirinya mengatur alamat tersebut pada sistem GPS mobil Nero sehingga mereka bisa langsung melaju menuju tempat Michelle disekap oleh Joseph Ong. “Tim terbaik kita ada di belakang, estimasi sekitar lima menit akan bisa menyusul kita,” ujar Nero memberikan update kepadanya. “Bagaimana dengan tim kepolisian dan medis?” Darius bertanya. Kali ini Raka yang menjawab pertanyaannya. “Sudah diinfokan ke pusat, mereka sekarang sedang koordinasi dengan pihak kepolisian setempat. Kontak kita juga sudah berangkat dari Mabes agar bisa berkomunikasi dengan jaringan interpol,” jawab Raka dengan mendetail. “Keep us updated,” ucapnya sebelum memutus sambungan dan kembali fokus untuk menyelamatkan Michelle dan Diraja. Entah apa yang harus Darius katakan kepada Diraja atas tindakan impulsifnya itu. Pergi begitu saja tanpa menyusun langkah dan rencana matang denga
DIRAJA Diraja memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Joseph Ong. Dia yakin jika Ambar mengerti instruksinya dengan baik dan dia menunggu mobilisasi tim Darius dan Nero untuk membantunya kelak dalam menghadapi Joseph Ong nanti. Dia tiba di tempat yang diminta, sebuah rumah yang masih setengah jadi. Kanan kiri masih berupa kavling kosong. Namun dia yakin ini tempat yang benar karena ada beberapa orang preman berbadan tegap sudah berjaga di sekitar tempat tersebut. Ini berbahaya. Semoga saja pesannya tersampaikan dan tim Darius memberikan bantuan untuknya, agar dia tak mati konyol di sini menyelamatkan Michelle. Diraja turun dari mobilnya dan secepat kilat tiga orang mengelilinginya, dengan satu orang langsung mengikat tangannya dengan borgol dan menempelkan plester agar dia tak dapat berbicara. Ah, sial! Diraja benar-benar berada dalam keadaan terpojok datang ke tempat ini seorang diri. “Masuk! Bos sudah nunggu dari tadi!” ujar salah