Perjalanan untuk sampai ke rumah kakaknya tak ada hambatan sama sekali. Jarak dari apartemen di Jalan Thamrin untuk sampai ke daerah Senopati tempat tinggal kakaknya hanya memerlukan waktu sekitar tiga puluh menit, itupun sudah diselingi dengan kemacetan di daerah Bundaran HI atau ketika memasuki area SCBD.
Jika tak ada ajudan yang menemaninya, Ambar sudah pasti akan memakai jasa ojek online yang sudah pasti bisa menerjang kemacetan dan bahkan tak dipungkiri bisa sampai lebih cepat lagi.
“Duh, warna kulit sunkissed sehabis dari Italia memang terlihat begitu cantik di tubuhmu, Ambar sayang!” Sang kakak berkata riang dengan mata berbinar-binar sesaat setelah mereka berpelukan melepas rindu.
“Gimana bulan madunya
“Jujur ya, aku tuh merasa kebingungan dalam menavigasi kehidupanku setelah berstatus sebagai istri ini,” ungkapnya menambahkan.“Aku juga begitu pada awalnya,” balas sang kakak.Senyum tercetak dari bibir manis Amira dan dia tertawa simpul ketika mengenang bagaimana dia beradaptasi dengan keras saat berubah menjadi istri salah seorang konglomerat muda bernama Darius. Banyak prasangka, ditambah tekanan dari orang-orang yang bersinggungan dengan Darius terhadap dirinya. Ekspektasi yang begitu tinggi yang waktu itu sempat membuatnya begitu stress dan frustrasi seorang diri.“Apalagi duniaku sama dunia Darius tuh jauh berbeda. Kita harus sering-sering kompromi supaya bisa selaras dalam menjalankan rumah tangga. Dan aku nggak nyangka ternyata setelah menikah gini aku jadi b
DIRAJATiga minggu berlalu sejak meeting bersama Darius dan timnya di kantor tempo hari. Hari ini merupakan peresmian atas bergabungnya Sudibyo Corporation dengan Danudihardjo Enterprise dalam skema merger dan akuisisi. Di mata hukum Danudihardjo Enterprise kini berhak atas tiga puluh persen saham milik Sudibyo Corporation. Dengan demikian, segala sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan perusahaan milik keluarga Diraja kini juga berada di tangan salah satu pemegang saham terbesar kedua yang Darius pegang lewat korporasinya. Ayahnya–Amir Sudibyo masih tetap memegang saham mayoritas sebesar empat puluh persen, lima belas persen milik ibunya, tiga persen untuk kakaknya Rengganis, dan sisanya delapan persen dipegang oleh Diraja serta lima persen sisanya oleh pamannya Chandra Sudibyo. Adik ayahnya yang turut membantu memegang anak usaha Sudibyo Corporation di bidang agrikultur dan petrokimia. Dana segar yang kini mengendap dalam rekening bank perusahaan hasil dari merger dan akuisisi
Rangkaian pembukaan acara berjalan dengan lancar sejak MC memandu acara dan memberitahu rundown acara serta tata cara untuk acara lelang untuk charity. Sebenarnya, acara ini hanyalah sebuah bentuk ‘marketing communication’ dan press release versi upgrade untuk mengabarkan stakeholders, para klien, kolega pebisnis, dan media massa jika penggabungan perusahaan Sudibyo Corporation dan Danudihardjo Enterprise telah berjalan dengan lancar dan kini entitas tersebut menjadi semakin kuat dalam kancah bisnis Indonesia. Darius, ayahnya serta dirinya kemudian dipanggil ke atas panggung untuk memulai acara simbolis tanda tangan bersama dan dilanjutkan dengan acara pemotongan pita yang menandai bersatunya kedua entitas tersebut. Riuh rendah tepuk tangan terdengar menggema dalam aula hotel mewah ini. “Dengan ini, mari kita sambut era baru bisnis Danudihardjo Enterprise dan Sudibyo Corporation. Bersama kita semakin kuat!” Sang MC memberikan orasi penuh semangat untuk meningkatkan euforia bersama
AMBAR Suasana kampus begitu berbeda ketika dia memulai semester baru. Entahlah, mungkin karena orang yang melakukan perundungan kepadanya sudah tak bernapas di belakang tengkuknya–yang artinya mereka tak akan mengganggu Ambar. Oleh karena itu beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang berpapasan dengannya kini melemparkan senyum kepadanya dan tak segan-segan untuk menyapanya. Awalnya sepanjang perjalanan singkatnya dari lobi hingga sampai kelas, banyak yang menyapa dirinya dan bersikap ramah. Sebuah hal baru namun Ambar terima dengan senang hati. Dan ya, sekarang Ambar tidak naik mobilnya sendiri, namun full ada supir yang setia standby sepanjang hari menemaninya bermobilitas dari satu tempat ke tempat lain. Sampai di kelas akhirnya Ambar menyadari alasan perubahan sikap yang signifikan pada dirinya. Ketika dia duduk di kursi belakang karena tubuhnya yang tinggi dan takut menghalangi pandangan mahasiswa lain jika dia tetap bersikeras duduk di depan–datanglah segerombolan mahasiswi ya
“Kita di ruang privat ya,” ujar Rachel dengan percaya diri kepada sang pramusaji yang tentu saja langsung diantarkan ke dalam ruangan khusus dengan interior Jepang yang menambah suasana menjadi lebih tranquil. “Ada minimum charge-nya, Bu. Sebesar minimal dua juta rupiah exclude tax,” sang pramusaji mengabarkan dengan ramah. Rachel mengangguk dan mengatakan nggak masalah. Tapi ragu mendera Ambar. Mereka harus pesan sebanyak apa untuk menghabiskan minimum charge dua juta hanya dengan tiga orang seperti ini?“Kenapa nggak di seat biasa aja? Gue nggak yakin kita bisa spend dua juta hanya bertiga,” ujarnya jujur. Rachel mengibaskan tangannya. “Bisalah, lo biasa spend banyak juga kan kalau lunch, masa dua juta aja nggak bisa?” ujar Rachel yang sontak membuat Ambar terkejut. Bukan masalah uangnya! Ambar tak ingin memperpanjang masalah karena sang pramusaji menatap mereka bolak-balik memastikan di mana mereka akhirnya akan duduk. “Oke, di VIP room saja, Kak, terima kasih ya.” Ambar akhi
AKITO Hari ini dia perlu ke kampus untuk mengikuti bimbingan dengan dosen pembimbing skripsinya. Semester baru ini dia habiskan untuk menyelesaikan skripsi agar dia bisa cepat-cepat lulus dan fokus untuk kembali bekerja. Setelah internship-nya semester kemarin, rupanya leader yang sekaligus mentornya di kantor menyukai bagaimana dirinya bekerja dan sudah meminta Akito agar kembali bekerja full time setelah dia lulus. Makanya semester baru ini dia pergunakan secara sungguh-sungguh agar hasil skripsinya memuaskan, Akito bisa lulus tepat waktu dan bisa bekerja di firma arsitektur impiannya. Setelah selesai bimbingan yang cukup intens tadi pagi, dia pergi ke perpustakaan untuk menyelesaikan draft skripsinya sebelum kembali ke rumah. Malam ini dia ada jadwal mengajar di dojo, makanya tak ada waktu untuk mengulik skripsi malam ini. Akito menggendong drafting tube yang memberikan vibes khas anak arsitek di bahu kirinya, dengan bahu kanannya tersampir backpack yang berisi laptop. Tangan
DIRAJA Satu panggilan telepon yang dia terima sore ini membuyarkan konsentrasinya saat meeting untuk mengecek progess marketing, plan hiring, ekspansi dan budgeting tahun depan. Misscall dari Rama, anak buah Nero yang bertugas menjaga Ambar langsung membuat Diraja waspada dan menghubungi Rama detik itu juga. “Ya, Rama?” tanyanya sigap. ““Pak Diraja, maaf mengganggu. Tapi ada kabar urgent, Bu Ambar tadi hampir diculik–” “Come again?” tanyanya dengan nada rendah tak percaya. “Maafkan saya, Pak. Saya lalai.” “Bagaimana penjagaan kalian sampai bisa lolos, hah?! Bagaimana Ambar?” Diraja tiba-tiba bangkit dari kursinya dan membuat beberapa staf ikut terlonjak kaget. “Bu Ambar baik-baik saja. Ada di klinik kampus. Saya sudah mengabari Pak Nero dan beliau akan datang bersama Pak Darius segera,” ujar Rama dengan cepat. “Tunggu saya di sana, dan kabari perkembangannya segera. Hubungi Darius sekalian.” Tanpa menunggu jawaban Rama, Diraja menutup sambungan telepon dan setengah berlari u
Setelah berhasil menenangkan Ambar dan meyakinkan sang istri bahwa Rama dan Guntur tak akan dipecat, barulah Ambar tenang dan kembali tersenyum. Nero memerintahkan Rama untuk membereskan urusan dengan pihak kampus. “Kami akan pergi ke safe house,” ujar Nero saat berjalan kembali ke pelataran parkir bersama. Tadi Rama mengabarkan kalau mereka berhasil meringkus pelaku dan saat ini pelaku sudah dibawa ke safe house bersama Guntur. Diraja sebenarnya ingin sekali ikut untuk melihat siapa yang melakukan hal bodoh tersebut. Satu kali dia pernah melihat bagaimana Nero ‘menginterogasi’ pelaku penembakan yang meneror dirinya dan Mas Aksa tahun lalu. Bukan pemandangan yang menyenangkan. Tapi memang itu dirasa perlu agar mereka tahu motif sebenarnya dan mendapatkan mastermind dibalik semua ini. “Gue akan menyusul setelah membawa Ambar pulang,” jawabnya. “Gue perlu bawa Ambar ke rumah orang tua gue, di sana penjagaan juga lebih baik dibanding apartemen,” tambah Diraja seraya membimbing Ambar
“Selamat ulang tahun!” Suara yang mengagetkan Ambar ketika membuka pintu apartemennya membuatnya terhenti sejenak. Tangan kanannya masih memegang gagang pintu, sedangkan tangan kirinya sontak mengurutkan dadanya karena terperanjat kaget. Confetti dan suara terompet bersahutan menyambutnya masuk ke dalam apartemen malam ini. Wajah-wajah familiar menyapanya dengan senyuman dan tawa lebar. “Ya ampun, kok ada surprise segala?” ujarnya penuh haru. Dia menatap Diraja yang berjalan dengan langkah pelan dan pasti ke arahnya. Di tangan sang suami ada kue ulang tahun lengkap dengan lilin angka 20 yang sudah terbakar di atasnya, menunggu untuk ditiup olehnya. “Yang penting surprise-nya berhasil, ‘kan!” jawab Diraja penuh dengan kebanggaan. Ini memang sebuah pencapaian tersendiri untuk suaminya. Sebelumnya dia tak pernah melakukan ini. Ini merupakan surprise event perayaan ulang tahun pertama sejak mereka menikah. “Repot-repot banget, makasih banyak loh, sayang!” Ambar menjawab deng
AMBAR Dua bulan kemudian, Apakah mungkin keinginan menjadi ibu itu menular, apalagi jika sudah memegang bayi kecil, imut dan lucu di pelukannya sendiri? Ini sebenarnya yang dirasakan Ambar ketika dia melihat anaknya Mbak Amira dan Mas Darius yang akhirnya tiba juga menyapa mereka di dunia ini. Kakaknya baru saja selesai melahirkan putra pertama mereka yang diberi nama Maximilian Naradipta Danudihardjo. Nama keponakan pertama Ambar ini berdasarkan kompromi ayah dan ibu Maxi. Mbak Amira ingin tetap membawa nama lokal yang membumi sedangkan sang ayah ingin sesuatu yang memiliki sentuhan modern namun tetap terdengar regal. Ambar ingat sekali bagaimana mereka berdebat sedemikian rupa ketika satu waktu Ambar mengunjungi mereka. “Maxi… Maxi baby… ya ampun kamu lucu bangeeet! Mbak! Aku bawa pulang ya!” Ambar berceletuk asal tatkala melihat baby Maxi terlelap di tangan Mas Darius. Rasanya baru sekejap saja dia menggendong Maxi, tapi ayahnya sudah melebarkan tangannya agar Ambar men
Makan siangnya dengan Ambar di sebuah restaurant Chinese Food yang terletak di sebuah gedung perkantoran lantai teratas di kawasan dekat kampus Ambar berjalan begitu cepat di mata Diraja.Dua jam yang dihabiskan bersama sang istri terasa seperti sekedipan mata saja. Ketika hidangan selesai disantap dan dia melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 13.45 siang.“Aku habis ini masih ada kelas, Mas.” Ambar pun terlihat bolak-balik mengecek jamnya, berharap dia tak telat untuk kelas selanjutnya.“Jam berapa? Perjalanan dari restoran ini ke kampus kan nggak terlalu lama,” balas Diraja seraya memberikan sinyal kepada waitress untuk mengirimkan bill ke meja mereka.Sang waitress mengangguk dan mempersiapkan bill sambil membaw
DIRAJABreaking news, Sebuah penggerebekan terjadi di kawasan pedalaman Myanmar dan Kamboja oleh aparat setempat dibantu dengan koordinasi interpol dan kepolisian Republik Indonesia. Disinyalir gudang tersebut merupakan headquarter, atau markas besar tindakan kriminal judi online dan penipuan online dengan target masyarakat Indonesia. Menurut perkembangan terbaru, ada fakta yang lebih mengejutkan dibaliknya. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata terungkap banyak tindakan kejahatan transnasional yang bernaung dibalik operasi tersebut. Ada indikasi human trafficking atau penjualan manusia yang dipekerjakan secara ilegal dengan kondisi memprihatinkan tanpa adanya kesejahteraan dan hak asasi manusia yang dipenuhi. Pihak kepolisian masih mendalami dugaan kejahatan organ harvesting dan sex trafficking lintas negara dan benua dalam pemeriksaan lebih lanjut. Yang cukup mengejutkan, terendusnya jaringan kejahatan transnasional ini bermuara pada seorang konglomerat asal Singapura berinisia
RAKA Selama beberapa hari belakangan ini, dia selalu kembali ke apartemennya di atas jam dua malam. Begitu banyak yang harus dia kerjakan setelah mereka berhasil membawa Joseph Ong untuk diinterogasi di markas kepolisian. Tentu saja tarik ulur begitu hebat terjadi di balik layar. Pihak Joseph Ong lewat kedutaannya secara formal meminta pria itu diekstradisi segera kembali ke Singapura untuk menjalani pemeriksaan di sana. Yang turun tangan membereskan masalah berkaitan dengan hukum, legalitas, melihat loophole dari aturan tentu saja dirinya. Raka bertugas di belakang layar membersihkan dan menguraikan kusutnya benang birokrasi, ditambah dengan berbagai channel dan networking yang luas dari Darius, mereka akhirnya berhasil memberikan waktu lebih banyak untuk kepolisian Indonesia serta interpol mengulik sampai dalam dan menarik bukti sebelum tim kuasa hukum beserta backingnya Joseph Ong menutup akses penyelidikan, atau yang paling parah–menghilangkan alat bukti. Dan orang yang cuku
Ibu bersikeras jika mereka kembali ke kediaman beliau di daerah Dharmawangsa. Bersama Mbak Rengganis dan ayah, mereka bertiga menolak keinginan Diraja untuk kembali ke apartemen dan memulihkan diri di sana. Ambar pun setuju dengan keputusan tersebut. Ini sudah hari ketiga sejak Diraja diputuskan bisa kembali ke rumah dan memulihkan diri di kediamannya. Kemarin tim dokter selesai melakukan kontrol pertama dan memastikan proses penyembuhan Diraja berjalan seperti yang semestinya. “Sayang, aku bosan makan bubur terus,” ujar Diraja saat Ambar membantunya mengeringkan rambut suaminya setelah dia bersikeras untuk mandi karena sudah lebih dari dua hari dia tidak melakukannya. “Tapi–takutnya kamu sulit mengunyah, makanya ibu dari kemarin menyiapkan bubur untukmu, Mas!” balas Ambar dengan sabar. Sebenarnya bahkan sejak kembali dari rumah sakit, sikap Diraja jauh lebih manja dan terkadang dia tak ingin ditinggal oleh Ambar. Setiap saat jika Ambar keluar kamar untuk melakukan sesuatu, d
AMBARDerap langkahnya menggema sepanjang koridor rumah sakit. Ibu mertuanya pun bergandengan tangan dengannya berjalan dengan langkah cepat, membawa kekhawatiran yang tak dapat diungkapkan tatkala Mas Darius menghubunginya malam tadi. Pikirannya kalut, bahkan selepas Diraja berpamitan dan meminta Ambar untuk menyampaikan pesan singkatnya kepada Pak Rama. Ambar sempat membaca secarik kertas tersebut, isinya meminta agar Pak Rama menghubungi kakak iparnya–Mas Darius dan meminta mereka untuk tracking lokasinya. Dari pesan itu saja Ambar bisa menakar jika Diraja melakukan hal yang berbahaya. Makanya dari tadi dia harus menyembunyikan kegelisahannya di hadapan ibu mertuanya dan menganggap semuanya baik-baik saja. Pak Rama dan Mas Darius pun tak bisa dihubungi sehingga tak ada kepastian akan apa yang sebenarnya terjadi. Pertahanannya runtuh tatkala kakak iparnya mengabari jika Mas Diraja berada di rumah sakit. Saat ini Pak Rama sudah on the way untuk menjemput Ambar untuk ke rumah saki
DARIUSRaka akhirnya memberikan lokasi tujuan Diraja pergi tepat sebelum mereka keluar pintu tol. Setelah mendapatkan lokasi, dengan cepat dirinya mengatur alamat tersebut pada sistem GPS mobil Nero sehingga mereka bisa langsung melaju menuju tempat Michelle disekap oleh Joseph Ong. “Tim terbaik kita ada di belakang, estimasi sekitar lima menit akan bisa menyusul kita,” ujar Nero memberikan update kepadanya. “Bagaimana dengan tim kepolisian dan medis?” Darius bertanya. Kali ini Raka yang menjawab pertanyaannya. “Sudah diinfokan ke pusat, mereka sekarang sedang koordinasi dengan pihak kepolisian setempat. Kontak kita juga sudah berangkat dari Mabes agar bisa berkomunikasi dengan jaringan interpol,” jawab Raka dengan mendetail. “Keep us updated,” ucapnya sebelum memutus sambungan dan kembali fokus untuk menyelamatkan Michelle dan Diraja. Entah apa yang harus Darius katakan kepada Diraja atas tindakan impulsifnya itu. Pergi begitu saja tanpa menyusun langkah dan rencana matang denga
DIRAJA Diraja memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Joseph Ong. Dia yakin jika Ambar mengerti instruksinya dengan baik dan dia menunggu mobilisasi tim Darius dan Nero untuk membantunya kelak dalam menghadapi Joseph Ong nanti. Dia tiba di tempat yang diminta, sebuah rumah yang masih setengah jadi. Kanan kiri masih berupa kavling kosong. Namun dia yakin ini tempat yang benar karena ada beberapa orang preman berbadan tegap sudah berjaga di sekitar tempat tersebut. Ini berbahaya. Semoga saja pesannya tersampaikan dan tim Darius memberikan bantuan untuknya, agar dia tak mati konyol di sini menyelamatkan Michelle. Diraja turun dari mobilnya dan secepat kilat tiga orang mengelilinginya, dengan satu orang langsung mengikat tangannya dengan borgol dan menempelkan plester agar dia tak dapat berbicara. Ah, sial! Diraja benar-benar berada dalam keadaan terpojok datang ke tempat ini seorang diri. “Masuk! Bos sudah nunggu dari tadi!” ujar salah