AMBAR Di tengah perjalanan, Ambar memutar arah dan mengurungkan niatnya untuk pergi ke Plaza Indonesia. Dia baru sadar kalau apartemen Diraja menyambung dengan pusat perbelanjaan mewah itu. Bisa gawat kalau dia bertandang ke kandang musuh. Makanya Ambar putar arah mencari sebuah coffee shop searah perjalanan pulangnya. Ketika tiba, dia mengirimkan lokasinya ke ponsel Diraja dan mengatakan kalau dia telah tiba di coffee shop kecil bernama Morning Mist dan menunggunya di sini. Jika ingin bertemu, bisa datang ke sini, jika tidak mau lupakan saja. Begitu isi pesannya kepada Diraja yang tentu saja hanya dibaca tanpa ada balasan. Ambar yakin Diraja misuh-misuh di dalam mobil, tapi dia tak peduli. Ambar paling tak suka diberikan ultimatum seperti itu. Makanya dia bertindak sedikit menjengkelkan. Anyway… dalam pemikirannya pun, salah Diraja sendiri yang tiba-tiba ingin menemuinya tanpa ada janji sebelumnya. Setelah memarkir mobilnya, Ambar membawa tote bag yang berisi laptop dan buku
“Apa akun medsosmu?” Pertanyaan Diraja adalah satu hal yang tak bisa Ambar prediksi.“Hah?” Ambar mengerjapkan matanya. Mencoba meresapi dan mengerti apa maksud ucapan pria yang duduk di hadapannya.“Buat apa?” tanya Ambar kebingungan.“Aplikasi apa yang harus aku download untuk melihatnya? Instagram, ya?” Diraja kembali bertanya. Pria itu kemudian menarik ponselnya dari saku celana dan mengotak-atik aplikasi sosial media populer untuk diunduh.“Tu–tunggu dulu! Kok tiba-tiba nanyain itu sih?” Ambar menggelengkan kepalanya, tangan kanannya terangkat sebagai isyarat agar Diraja memberikan waktu untuknya mengerti arah pembicaraan absurd
DIRAJAUcapan yang baru saja dia katakan merupakan kejujuran yang langsung terucap dari lubuk hatinya secara spontan. Tak hanya Ambar yang kaget mendengar penuturan, jujur–Diraja pun demikian. “Kamu kenapa sih hari ini?” tanya Ambar dengan suara berbisik. Ya, Diraja juga menanyakan hal yang sama kepada dirinya sendiri. Dia merasa sisi lain dalam dirinya tiba-tiba muncul jika dia berinteraksi dan berhadapan dengan Ambar. Suasana temaram di bagian luar kedai kopi ini rasanya mendorong Diraja untuk bersikap semakin intim dengan Ambar. Entah apa yang terjadi namun dorongan tersebut semakin kuat hingga dia tak bisa menahannya, dan akhirnya merutuk frustasi. “Ah, sial!” ucapnya sebelum menangkup wajah Ambar dan mengincar bibirnya. Ambar terkesiap dan Diraja mengambil kesempatan tersebut untuk memperdalam ciuman mereka. Tangannya menyusuri tubuh Ambar yang terasa pas berada di dalam pelukannya, dia terhanyut dalam kegilaan sesaat ini dan tak menyadari waktu yang bergulir. Diraja memund
Berani dan… menggoda. Dua kata yang tiba-tiba terlintas dalam benak Diraja saat mendengar bantahan santai yang diungkapkan oleh Ambar. Ambar berani menantangnya dengan cara yang menggoda. Jiwanya semakin tertantang dan Diraja semakin bersemangat mematahkan ucapan Ambar, lalu membuktikan kalau dia tak akan terpengaruh oleh pesona calon istrinya. Diraja tertawa mendengar bantahan Ambar. “Apa itu tantangan untukku?” tanya Diraja dengan suara lepas tanpa beban. Ambar menggelengkan kepalanya seraya menjawab, “Bukan, tapi itu peringatan.” Dan jawaban penuh percaya diri Ambar sontak membuatnya bergairah. Diraja tak tahu apakah harus mencium gadis itu atau memeluknya karena di matanya sikap dan ucapannya begitu menggemaskan. Perubahan perasaan drastis ini membuat Diraja turut bingung atas dirinya sendiri. Namun, untuk kali ini dia akan ikuti keinginan impulsifnya dan menyingkirkan jauh-jauh rasionalitasnya. “Aku suka tantangan,” ujarnya sambil menyeringai lebar. Ambar awalnya
AMBAR“Ukuran dan siluetnya sudah pas ya, terlihat cantik sekali di tubuh Kak Ambar,” ujar Devinta, designer kebaya modern yang akan Ambar gunakan untuk prosesi pertunangannya minggu depan.Matanya berbinar melihat hasil karyanya melekat indah di tubuh Ambar. Dirinya pun tersipu ketika melihat pantulan seluruh tubuhnya di depan cermin besar di ruang fitting yang dipenuhi cahaya terang benderang. Kebayanya berwarna merah muda mendekati warna peach yang terlihat begitu elegan namun terpancar aura mahalnya. Kebaya tersebut berhasil mengkomplimenter warna kulitnya dan membuatnya terlihat begitu eksotis dan bercahaya.&n
Kini Ambar yang tak bisa berkata-kata. “Mas Diraja jadi bersikap aneh dari kemarin,” ucapnya dengan pelan. Ungkapan hatinya yang terucap begitu saja. “Iya, aku tahu,” balasnya seraya merapikan anak rambut Ambar yang tak tersanggul rapi. “Kamu bikin aku takut,” bisik Ambar, dia mencoba berkelit dan memundurkan wajahnya. Dia tak kuat ditatap sedemikian rupa oleh Diraja. “Kenapa takut?” balasnya tak kalah lembut. Ambar pun tak bisa menjelaskan mengapa dia takut dengan perubahan mendadak Diraja seperti ini. Pria ini berubah menjadi lebih perhatian, lembut, dan…touchy. Ambar sadar dari tadi Diraja mepet dirinya, dan tidak segan-segan melakukan kontak fisik dan public display affection di hadapan keluarganya. Apa ini bentuk flirting Diraja karena ucapan mereka tempo hari di cafe? Saat Diraja dengan percaya dirinya mengatakan kalau dia bisa membuat Ambar jatuh cinta kepadanya kalau dia bersikap baik. Ah! Akhirnya Ambar menyadari apa tujuan perubahan sikap yang drastis dari Diraj
DIRAJA Selepas percumbuannya di mobil dengan Ambar, Diraja kembali melanjutkan perjalanan menuju hotel The Royal Ruby tempat keluarganya sudah menunggu. Seorang Diraja Sakala Sudibyo menyatakan perasaannya tanpa persiapan apa pun kepada Ambar. Sebuah spontanitas yang dirinya sendiri tak mengerti. “Kenapa diam saja?” tanya Diraja seraya melirik ke arah Ambar. Gadis itu memegang bibir seksinya secara refleks dan menatap Diraja sebentar sebelum membuang muka dan memilih untuk melihat ke luar jendela. Dari ujung matanya, Diraja lihat wajah Ambar memerah dan sepertinya masih mengingat apa yang baru saja terjadi dengan dirinya. Diraja membiarkan gadis itu hanyut dalam pikirannya sendiri. Sepertinya perdebatan mereka yang berakhir dengan ciuman tadi membuat Ambar berpikir begitu keras dan dalam. Perjalanan yang sunyi itu akhirnya sampai juga, mereka tiba di hotel dan Diraja langsung keluar dari pintu kemudi. Menyerahkan kunci mobilnya kepada petugas valet dan membuka pintu penumpang un
“Anggap saja rumahmu sendiri,” ucap Diraja saat mereka berdua memasuki unit apartemennya sore ini. Ini kali kedua Ambar menginjakkan kaki di tempat personalnya. Pertama kali tentu saja dalam keadaan asing dan sikap yang penuh kewaspadaan satu sama lain. Tapi kali ini suasana berbeda. Mungkin karena Diraja telah memiliki perspektif berbeda dalam memandang hubungannya dengan Ambar. “Ah, dalam beberapa bulan tempat ini memang akan menjadi rumahmu, kan.” Diraja menambahkan. “Kita akan tinggal di sini setelah menikah?” tanya Ambar ragu-ragu. Diraja berhenti sejenak, dan memutar kembali tubuhnya untuk menghadap Ambar yang berjalan di belakangnya sambil memperhatikan interior unit apartemennya. “Kamu keberatan? Atau kamu lebih memilih untuk tinggal di rumah saja?” tanya Diraja, mencoba menebak isi hati Ambar mengenai masalah tempat tinggal mereka kelak. “Ah bukan begitu.” Ambar menyanggah ucapannya. Diraja menyandarkan bahunya di pintu kamarnya seraya bersedekap. Kakinya bersila
“Selamat ulang tahun!” Suara yang mengagetkan Ambar ketika membuka pintu apartemennya membuatnya terhenti sejenak. Tangan kanannya masih memegang gagang pintu, sedangkan tangan kirinya sontak mengurutkan dadanya karena terperanjat kaget. Confetti dan suara terompet bersahutan menyambutnya masuk ke dalam apartemen malam ini. Wajah-wajah familiar menyapanya dengan senyuman dan tawa lebar. “Ya ampun, kok ada surprise segala?” ujarnya penuh haru. Dia menatap Diraja yang berjalan dengan langkah pelan dan pasti ke arahnya. Di tangan sang suami ada kue ulang tahun lengkap dengan lilin angka 20 yang sudah terbakar di atasnya, menunggu untuk ditiup olehnya. “Yang penting surprise-nya berhasil, ‘kan!” jawab Diraja penuh dengan kebanggaan. Ini memang sebuah pencapaian tersendiri untuk suaminya. Sebelumnya dia tak pernah melakukan ini. Ini merupakan surprise event perayaan ulang tahun pertama sejak mereka menikah. “Repot-repot banget, makasih banyak loh, sayang!” Ambar menjawab deng
AMBAR Dua bulan kemudian, Apakah mungkin keinginan menjadi ibu itu menular, apalagi jika sudah memegang bayi kecil, imut dan lucu di pelukannya sendiri? Ini sebenarnya yang dirasakan Ambar ketika dia melihat anaknya Mbak Amira dan Mas Darius yang akhirnya tiba juga menyapa mereka di dunia ini. Kakaknya baru saja selesai melahirkan putra pertama mereka yang diberi nama Maximilian Naradipta Danudihardjo. Nama keponakan pertama Ambar ini berdasarkan kompromi ayah dan ibu Maxi. Mbak Amira ingin tetap membawa nama lokal yang membumi sedangkan sang ayah ingin sesuatu yang memiliki sentuhan modern namun tetap terdengar regal. Ambar ingat sekali bagaimana mereka berdebat sedemikian rupa ketika satu waktu Ambar mengunjungi mereka. “Maxi… Maxi baby… ya ampun kamu lucu bangeeet! Mbak! Aku bawa pulang ya!” Ambar berceletuk asal tatkala melihat baby Maxi terlelap di tangan Mas Darius. Rasanya baru sekejap saja dia menggendong Maxi, tapi ayahnya sudah melebarkan tangannya agar Ambar men
Makan siangnya dengan Ambar di sebuah restaurant Chinese Food yang terletak di sebuah gedung perkantoran lantai teratas di kawasan dekat kampus Ambar berjalan begitu cepat di mata Diraja.Dua jam yang dihabiskan bersama sang istri terasa seperti sekedipan mata saja. Ketika hidangan selesai disantap dan dia melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 13.45 siang.“Aku habis ini masih ada kelas, Mas.” Ambar pun terlihat bolak-balik mengecek jamnya, berharap dia tak telat untuk kelas selanjutnya.“Jam berapa? Perjalanan dari restoran ini ke kampus kan nggak terlalu lama,” balas Diraja seraya memberikan sinyal kepada waitress untuk mengirimkan bill ke meja mereka.Sang waitress mengangguk dan mempersiapkan bill sambil membaw
DIRAJABreaking news, Sebuah penggerebekan terjadi di kawasan pedalaman Myanmar dan Kamboja oleh aparat setempat dibantu dengan koordinasi interpol dan kepolisian Republik Indonesia. Disinyalir gudang tersebut merupakan headquarter, atau markas besar tindakan kriminal judi online dan penipuan online dengan target masyarakat Indonesia. Menurut perkembangan terbaru, ada fakta yang lebih mengejutkan dibaliknya. Jika ditelusuri lebih dalam, ternyata terungkap banyak tindakan kejahatan transnasional yang bernaung dibalik operasi tersebut. Ada indikasi human trafficking atau penjualan manusia yang dipekerjakan secara ilegal dengan kondisi memprihatinkan tanpa adanya kesejahteraan dan hak asasi manusia yang dipenuhi. Pihak kepolisian masih mendalami dugaan kejahatan organ harvesting dan sex trafficking lintas negara dan benua dalam pemeriksaan lebih lanjut. Yang cukup mengejutkan, terendusnya jaringan kejahatan transnasional ini bermuara pada seorang konglomerat asal Singapura berinisia
RAKA Selama beberapa hari belakangan ini, dia selalu kembali ke apartemennya di atas jam dua malam. Begitu banyak yang harus dia kerjakan setelah mereka berhasil membawa Joseph Ong untuk diinterogasi di markas kepolisian. Tentu saja tarik ulur begitu hebat terjadi di balik layar. Pihak Joseph Ong lewat kedutaannya secara formal meminta pria itu diekstradisi segera kembali ke Singapura untuk menjalani pemeriksaan di sana. Yang turun tangan membereskan masalah berkaitan dengan hukum, legalitas, melihat loophole dari aturan tentu saja dirinya. Raka bertugas di belakang layar membersihkan dan menguraikan kusutnya benang birokrasi, ditambah dengan berbagai channel dan networking yang luas dari Darius, mereka akhirnya berhasil memberikan waktu lebih banyak untuk kepolisian Indonesia serta interpol mengulik sampai dalam dan menarik bukti sebelum tim kuasa hukum beserta backingnya Joseph Ong menutup akses penyelidikan, atau yang paling parah–menghilangkan alat bukti. Dan orang yang cuku
Ibu bersikeras jika mereka kembali ke kediaman beliau di daerah Dharmawangsa. Bersama Mbak Rengganis dan ayah, mereka bertiga menolak keinginan Diraja untuk kembali ke apartemen dan memulihkan diri di sana. Ambar pun setuju dengan keputusan tersebut. Ini sudah hari ketiga sejak Diraja diputuskan bisa kembali ke rumah dan memulihkan diri di kediamannya. Kemarin tim dokter selesai melakukan kontrol pertama dan memastikan proses penyembuhan Diraja berjalan seperti yang semestinya. “Sayang, aku bosan makan bubur terus,” ujar Diraja saat Ambar membantunya mengeringkan rambut suaminya setelah dia bersikeras untuk mandi karena sudah lebih dari dua hari dia tidak melakukannya. “Tapi–takutnya kamu sulit mengunyah, makanya ibu dari kemarin menyiapkan bubur untukmu, Mas!” balas Ambar dengan sabar. Sebenarnya bahkan sejak kembali dari rumah sakit, sikap Diraja jauh lebih manja dan terkadang dia tak ingin ditinggal oleh Ambar. Setiap saat jika Ambar keluar kamar untuk melakukan sesuatu, d
AMBARDerap langkahnya menggema sepanjang koridor rumah sakit. Ibu mertuanya pun bergandengan tangan dengannya berjalan dengan langkah cepat, membawa kekhawatiran yang tak dapat diungkapkan tatkala Mas Darius menghubunginya malam tadi. Pikirannya kalut, bahkan selepas Diraja berpamitan dan meminta Ambar untuk menyampaikan pesan singkatnya kepada Pak Rama. Ambar sempat membaca secarik kertas tersebut, isinya meminta agar Pak Rama menghubungi kakak iparnya–Mas Darius dan meminta mereka untuk tracking lokasinya. Dari pesan itu saja Ambar bisa menakar jika Diraja melakukan hal yang berbahaya. Makanya dari tadi dia harus menyembunyikan kegelisahannya di hadapan ibu mertuanya dan menganggap semuanya baik-baik saja. Pak Rama dan Mas Darius pun tak bisa dihubungi sehingga tak ada kepastian akan apa yang sebenarnya terjadi. Pertahanannya runtuh tatkala kakak iparnya mengabari jika Mas Diraja berada di rumah sakit. Saat ini Pak Rama sudah on the way untuk menjemput Ambar untuk ke rumah saki
DARIUSRaka akhirnya memberikan lokasi tujuan Diraja pergi tepat sebelum mereka keluar pintu tol. Setelah mendapatkan lokasi, dengan cepat dirinya mengatur alamat tersebut pada sistem GPS mobil Nero sehingga mereka bisa langsung melaju menuju tempat Michelle disekap oleh Joseph Ong. “Tim terbaik kita ada di belakang, estimasi sekitar lima menit akan bisa menyusul kita,” ujar Nero memberikan update kepadanya. “Bagaimana dengan tim kepolisian dan medis?” Darius bertanya. Kali ini Raka yang menjawab pertanyaannya. “Sudah diinfokan ke pusat, mereka sekarang sedang koordinasi dengan pihak kepolisian setempat. Kontak kita juga sudah berangkat dari Mabes agar bisa berkomunikasi dengan jaringan interpol,” jawab Raka dengan mendetail. “Keep us updated,” ucapnya sebelum memutus sambungan dan kembali fokus untuk menyelamatkan Michelle dan Diraja. Entah apa yang harus Darius katakan kepada Diraja atas tindakan impulsifnya itu. Pergi begitu saja tanpa menyusun langkah dan rencana matang denga
DIRAJA Diraja memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Joseph Ong. Dia yakin jika Ambar mengerti instruksinya dengan baik dan dia menunggu mobilisasi tim Darius dan Nero untuk membantunya kelak dalam menghadapi Joseph Ong nanti. Dia tiba di tempat yang diminta, sebuah rumah yang masih setengah jadi. Kanan kiri masih berupa kavling kosong. Namun dia yakin ini tempat yang benar karena ada beberapa orang preman berbadan tegap sudah berjaga di sekitar tempat tersebut. Ini berbahaya. Semoga saja pesannya tersampaikan dan tim Darius memberikan bantuan untuknya, agar dia tak mati konyol di sini menyelamatkan Michelle. Diraja turun dari mobilnya dan secepat kilat tiga orang mengelilinginya, dengan satu orang langsung mengikat tangannya dengan borgol dan menempelkan plester agar dia tak dapat berbicara. Ah, sial! Diraja benar-benar berada dalam keadaan terpojok datang ke tempat ini seorang diri. “Masuk! Bos sudah nunggu dari tadi!” ujar salah