“Apa kamu mengingat semuanya?” desah Sebastian dengan sebagian napas tersengal dan masih menindih Cindy. Ia belum bergerak lagi padahal Cindy sudah nyaris meledak sekali lagi. Cindy meneteskan air matanya perlahan. Kedua tangannya masih bermain dengan rambut coklat Sebastian, memilinnya dengan lembut.“Maafkan aku, Mas.” Cindy berujar sekali lagi. Sebastian seperti kehilangan pegangannya. Ia tidak lagi marah melainkan posesif pada Cindy. Bibirnya mengulum kembali dengan penuh keagresivitasan. Dan Cindy membalas sebisanya meski akhirnya ia hanya bisa mendesah di dalam bibir Sebastian. Pinggul Sebastian terus bergerak ke depan menguar seluruh nafsunya yang besar pada sang kekasih. Sedangkan Cindy menerima dan menikmati buah hasrat cinta Sebastian yang tak bertepi. Sekalipun langut runtuh dan keduanya dipisahkan oleh takdir, itu hanyalah masalah waktu sampai keduanya menemukan satu sama lain.“Kamu harus membayar semuanya. Aku gak akan pernah
“Aku gak ingat, Mas. Aku gak bisa mengingatnya. Aku gak bisa,” ujar Cindy meneteskan air matanya. Sebastian diam sejenak lalu menyeka air mata itu dengan jarinya. Matanya tidak lekang pindah dari mata Cindy lalu kembali mencumbunya.“Kamu akan mengingat semuanya lagi, Cinta. Tapi aku tahu ... kalau kamu hanya mencintaiku.” Sebastian kembali bicara dengan ujung hidungnya terkait pada Cindy yang memejamkan mata. Sebelah tangan Cindy ikut membelai pipi Sebastian. Tanpa jarak, keduanya saling menempelkan kening dan memejamkan mata, membaui satu sama lain lalu mencumbu pelan dan lembut.“Tapi kita sesungguhnya tidak menikah, Mas. Aku ....”“Ssstt.” Sebastian menempelkan jari telunjuknya pada bibir Cindy sehingga ia berhenti bicara.“Kita akan menikah. Besok, kita ke catatan sipil atau kalau kamu mau, kita bisa menikah di gereja. Terserah sama kamu, Cinta. Tapi kita bisa menikah besok.” Cindy tercengan
Arion Konstantine tetap membajak akses kamera di hotel Paradise demi bisa memata-matai keberadaan Cindy. Praktis hanya pengawal Sebastian yang terlihat mondar-mandir di depan kamar presidential suite termasuk satu pria berkaca mata. Arion sudah mencari tahu pria tersebut bernama Lefrant Emir, seorang pengacara.Ia duduk di sebuah kamar yang juga disewanya untuk memata-matai Cindy dan Sebastian. Beberapa komputer di pasang untuk kebutuhan tersebut. Arion harus mengerahkan tenaganya sendiri karena kasus Cindy bukanlah kasus yang diperintahkan oleh organisasi tempatnya bekerja. Meskipun demikian, Arion tidak keberatan. Ia memang harus memantau pergerakan Sebastian yang kini sedang memiliki Cindy. Ponselnya kemudian berdering dan Arion mengangkat panggilan dari Dion.“Apa ada perkembangan?” tanya Dion pada Arion yang tidak berhenti memandang salah satu layar. Dua anak buahnya tetap bekerja di belakang untuk memperoleh informasi.“Mereka belum kelua
Beberapa Jam Sebelumnya ....Lefrant keluar dari kamarnya berjalan menuju kamar Sebastian Arson. Ada dua orang yang sedang mengawal kamar itu lalu menunduk sekali padanya. Lefrant ikut membalas. Kamera di sudut depan koridor tetap merekam gerak-geriknya yang kemudian mengetuk pintu. Dari tangkapan kamera, Arion terus memperhatikan Lefrant yang sempat melirik ke arah kamera sebelum pintu kamar terbuka.“Masuk,” ujar Sebastian memerintahkan. Lefrant masuk dan Sebastian memberikan sedikit perintah pada pengawalnya.“Periksa makanan yang sampai nanti, terus cek juga mobilnya.” Pengawal itu mengangguk pada Sebastian.“Baik, Tuan.”Sebastian lantas masuk dan menutup pintu kembali. Ia berjalan melewati Lefrant membawanya ke salah satu sofa di sudut ruang tamu di kamar mewah tersebut.“Lef, siapkan surat-surat dan dokumenku untuk dibawa ke catatan sipil. Aku mau menikah sama Cindy!” ujar Sebastian tanp
Lefrant menarik napas panjang saat menutup pintu mobil Sebastian. Ia didekati oleh salah satu anak buahnya dan berbisik, “Mobil di seberang sudah berdiri cukup lama di sana. Sepertinya kita diikuti.” Lefrant menarik wajahnya lalu melirik pada anak buahnya tersebut. Ia mengangguk paham.“Putar tujuan kita. Buat mereka tersesat,” ujar Lefrant menanggapi. Pengawal itu mengangguk paham. Lefrant yang seharusnya tidak satu kendaraan dengan Sebastian memilih masuk ke mobil yang sama.“Ada apa, Lef?” tegur Sebastian saat Lefrant masuk dan duduk di kursi depan.“Hanya sedikit masalah di depan.” Lefrant menjawab dengan kode. Sebastian yang sedang merangkul Cindy lantas mengernyit. Cindy pun ikut menoleh pada Sebastian. Sebastian lalu menoleh ke arah samping luar dan melihat sebuah mobil tengah mengekori mereka. Mobil itu ikut keluar dari sisi jalan dan berbalik ke arah rombongan mobil Sebastian hendak melintas.“Ada apa, Mas?” tanya Cindy separuh berbisik. Sebastian menoleh pada Cindy lalu meme
Dion bergerak bersama Arion Konstantine untuk masuk ke hotel Paradise memeriksa kamar yang didiami oleh Cindy dan Sebastian. Hotel itu memang di bawah kendali Sebastian tetapi CEO nya adalah orang lain. Dion langsung menemui CEO setelah tidak berhasil pada manajer.“Silakan, tuan-tuan,” ujar CEO Paradise hotel, Patrick Swenmen. Ia tersenyum ramah pada Dion dan Arion yang datang menemuinya.“Maaf, jika kami mengganggu. Kami ingin bertemu dengan Sebastian Arson. Aku dengar dia menginap di sini,” ujar Dion tanpa basa-basi setelah ia duduk di kursi. Patrick tersenyum dan mengangguk.“Untuk apa kalian mencari Tuan Arson? Boleh kutahu atas kepentingan apa?”Dion lantas menunjukkan lencana khusus sebagai penyidik di bawah kepolisian New York. Patrick sedikit maju ke depan lalu mengangguk paham.“Jadi Anda berdua datang kemari untuk bertemu dengan Tuan Arson? Dari mana Anda memperoleh informasi tentang hal itu?” Patrick kembali bertanya.“Itu tidak penting. Tuan Arson adalah salah satu terpid
Sebastian terus mengulum bibir manis Cindy meski pesawat masih berada di udara. Ia sudah tidak malu-malu lagi melakukannya. Bahkan keduanya masih duduk di kursi masing-masing. Hanya saja Sebastian tidak ragu mencumbu Cindy yag malu-malu.“Mas,” desah Cindy pelan melepaskan pagutan bibir Sebastian darinya. Sebastian tersenyum lembut lalu mengecup kecil ujung bibir Cindy. Cindy merona dan ikut mengulum senyuman. Sebelah tangan Sebastian terus membelai pipi Cindy dan sebelah lagi memegang punggungnya.“Kamu cantik banget, Cinta.” Sebastian ikut mendesah pelan memuji Cindy. Cindy menaikkan lengkungan senyumannya pada Sebastian. Telapak tangan Cindy perlahan mengusap sisi dada Sebastian sembari terus memandanginya.“Kenapa kita harus ke Las Vegas, Mas?” tanya Cindy mengalihkan perhatian Sebastian dengan pertanyaan lain. Kedua alis Sebastian naik bersamaan. Ia masih tersenyum lalu menoleh sejenak ke arah Lefrant yang sedang membaca buku. Sebastian dan Lefrant belum berbicara soal orang yang
Sebastian masih mengurus beberapa pekerjaan bersama Lefrant di kamarnya malam ini. ia sengaja meminta Cindy untuk tidur lebih awal agar dirinya bisa berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Sedang sibuk mengerjakan beberapa hal di laptopnya, ponsel Lefrant bergetar. Lefrant segera memeriksa lalu mengernyit.“Halo?”“Mana Sebastian?” terdengar suara wanita yang membuat Lefrant makin mengernyit.“Siapa ini?”“Aku istrinya.” Lefrant seketika menjauhkan ponsel itu dari telinganya dan menyerahkan pada Sebastian. Sebastian sempat mengernyit meski ia tetap mengambil ponsel Lefrant.“Halo?”“Hai, Seb. Di mana kamu?” kening Sebastian masih mengernyit mendengar suara yang asing baginya. Jessica adalah orang asing meski ia adalah istri sah.“Siapa kau bertanya padaku? Apa urusanmu,” tukas Sebastian dengan sinis. Jessica terkekeh kecil sedikit mengolok Sebastian. Sebastian masih bersikap dingin lalu melirik pada Lefrant. Lefrant hanya diam saja menunggu.“Aku istrimu, apa kamu lupa?”“Jangan ganggu ak
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a