Warga yang mendapat tontonan menarik pun, tentu saja berbondong-bondong memadati. Seolah tidak mau ketinggalan berita yang sedang panas yang terjadi di kampung mereka. Karena berita tentang rumah tangga sangat menarik untuk diketahui.
“Jadi, apa yang membuat kalian bertengkar begini?” tanya Pak Selamet yang mencoba menahan gejolak amarah yang mungkin bisa timbul lagi.
Mak Jumi memberanikan diri mengangkat kepala.
“Bu Lela dan Bu Sri ingin mengusir Siti dari kampung ini, Pak. Mereka menilai jika Siti terus dipertahankan akan mengundang sial di kampung ini.”
Suasana rumah pak RT semakin tegang, sorot mata pak Slamet menyiratkan kekesalan yang teramat dalam.
Raut wajahnya merah padam, pak Slamet menatap sosok wanita yang terkenal biang gosip di kampung, bu Lela. Lelaki itu tahu betul apa yang ada dalam benak bu Lela kali ini, terlebih wani
Ya! Ibu mana yang rela melihat anaknya dituduh seperti itu? Bahkan oleh seseorang yang tidak mengetahui sama sekali keadaan sebenarnya seperti apa.Siti memang bersalah atas tindakkannya terhadap Rama, tetapi Siti tidak segampang itu melakukan hal yang tidak seharusnya terjadi.Bahkan mak Jumi sendirilah saksi atas sikap Siti sehari-hari selama di rumah.Wanita paruh baya itu rupa-rupanya tak terima dengan ucaoan bu Lela yang menuduh anaknya sembarangan. Mak Jumi sampai pasang badan untuk membela Siti."Yah ... Meskipun begitu, saya tidak ingin kalau Siti masih berada di kampung ini. Bukankah benar itu, Pak Rt? Bagaimanapun tindakkan Siti yang telah membawa orang asing ke dalam rumahnya sendiri telah menyalahi aturan," cecar bu Lela."Ah, mari kita dengar sendiri klarifikasi dari yang bersangkutan saja, Bu Lela," jawab pak Rt dengan tersenyum simpul.Benar, a
Pria paruh baya itu pun terus berusaha untuk menjelaskan secara rinci permasalahan yang sebenarnya terjadi. Tetapi bagaimanapun penjelasan yang diutarakan oleh Pak Slamet sama sekali tidak mengubah pemikiran Bu Lela dan juga Bu Sri. Kedua wanita itu terus saja berusaha keras menepis penjelasan yang Pak Slamet berikan. Bahkan Pak RT pun dibuat kewalahan dengan ulah kedua wanita itu. Terlebih ucapan Bu Lela dan Bu Sri yang terkadang tidak bisa untuk di sela."Apa pun alasannya tetap saja yang dilakukan oleh Siti itu tidak benar, Pak Slamet. Walaupun tidak berbuat zina di sini, tetapi aku yakin Siti dan pria kota itu pasti sudah pernah berbuat zina saat berada di kota. Ulah mereka justru hanya akan membuat malapetaka untuk desa kita. Siti sangat pantas untuk diusir dari Desa ini dan jangan biarkan dia kembali lagi," seru Bu Sri dengan begitu lantang."Benar apa yang dikatakan oleh Bu Sri, Pak RT. Sebagai rukun tetang
Pak Slamet masih dengan tatapannya menghina itu langsung berceloteh, "Mau apa lagi, Bu? Tidak bisa membalas, ya, karena ketahuan? Begini sajalah, Bu, selama ini saya tidak mau mengikuti langkah Ibu. Ibarat kata gajah dipelupuk mata tidak kelihatan, kuman di seberang lautan kelihatan yaitu Bu Lela sendiri. Kesalahannya sendiri saja sebesar gunung tidak ditampakkan ke publik, tapi kalau tahu ada kesalahan orang lain saja paling cepat mengompori yang lainnya. Memangnya semua orang di sini sempurna apa? Tidak pernah membuat dosa begitu? Lagi pula, Siti ini anak saya! Buat apa turut campur? Orang, saya saja tidak pernah ikut campur masalah Ibu. Saya sendiri sudah tahu dari dulu kelakuan Ibu, tapi saya pendam sendiri saja. Tidak ada untungnya juga. Buat apa saya suka lihat ibu dikeroyok massa?"Bu Lela menelan ludah menutupi rasa gugupnya yang sudah merebak di dada. Ia tidak mau terlihat kalah, karena kalau seandainya ia sampai gemetar di hadapan Pak Slamet, maka otom
"Ya itu bukan urusan saya! Kan memang Bu Lela yang maunya menunjukkan ke orang-orang kalau anak saya itu berbuat zina! Ya kalau tidak ada buktinya, mau dibawa ke pengadilan pun tidak bisa dibuktikan! Selama ini saya yang jadi saksi kuncinya bersama Mak Jumi. Kalau saya sudah bilang anak saya tidak tinggal sekamar, tanyakan saja kepada Rama, kasarannya dia sebagai korban pun juga akan berkata jujur kalau dia tidak pernah sekamar dengan anak saya. Mau apa kalau sudah begitu? Dia bisa saja mengatakan kalau dia tidak ingin dibawa Siti ke sini, tetapi saya yakin dia pasti dengan jujur mengatakan kalau tidak melakukan hal zina itu. Dia ini pria yang bertanggung jawab, Bu. Dia sendiri juga tidak tahu selama ini kenapa walaupun anak saya mengaku istrinya, tapi tidak pernah bersentuhan dengannya. Kalau memang dia pria seperti kebanyakan, sejak awal juga pasti menagih-nagih, Bu, untuk diberikan haknya dia sebagai suami oleh anak saya dan anak saya pun kalau memang tidak bermoral
Maka dari itu, pak RT kini sudah mengizinkan semua pelaku keributan itu untuk pulang ke rumah masing-masing."Yasudah, kalau begitu kalian pulanglah!" ucap pak RT."Terimakasih, Pak," ucap pak Selamet dengan senyuman yang samar."Terimakasih untuk semuanya, Pak." Pun juga dengan bu Lela yang juga mengucapkan terimakasih untuk pak RT.Tak berselang lama, kini pak Selamet pun menangkup bahu sang istri. Di mana ia menuntun mak Jumi untuk segera pulang dari rumah pak RT. Sedangkan bu Lela ... dia berjalan di depan kedua pasangan suami istri itu.Tetapi setelah berjalan cukup jauh dari rumah pak RT, pak Selamet yang sedari tadi menatap punggung bu Lela dengan tajam dan penuh amarah itu, pun pada akhirnya membuka suaranya."Bu Lela, tunggu sebentar!" ucapnya dengan cukup penuh ketaj
“Kamu itu Siti, Bapakmu baru datang, sudah kamu cerca pertanyaan, buatkan minum sana dulu,” cerca Mak Jumi.Mak Jumi tak habis pikir dengan perubahan sikap Siti yang sangat drastic antara sebelum berangkat ke kota dan sesudahnya, hingga Mak Jumi berpikir apakah kehidupan kota begitu cepat merubah sikap seseorang?“Iya Mak, aku kan cuman nanya saja, kok Mak marah,” gumam Siti sembari masuk ke dapur, tidak lupa dia menghentak-hentakkan kakinya tanda kesal karena omelan Mak Jumi.“Apakah kita salah mendidik anak kita Mak?” tanya Pak Slamet sedih. Dia kecewa dengan perubahan sikap Siti yang semakin menjadi-jadi, minim sopan santun dan sangat suka menggerutu, sama sekali tidak menunjukkan kasih sayang kepadanya.“Entahlah Pak, selama ini kita juga menyayangi dia dengan tulus ikhlas, Mak ini juga selalu mendoakan Siti agar menjadi anak sholehah, tapi kok jadinya be
“Tidak seperti itu Mak, Mas Rama itu belum sepenuhnya ingat apa yang terjadi, jadi kita harus cepat, tolong nikahkan aku dengan Mas Rama,” Siti tetap bersikukuh untuk menikah dengan Rama.Tapi Pak Slamet masih bertindak waras, sebagai orang yang sudah makan asam garam kehidupan, dia tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Lebih baik tidak jadi menikah jika kedepannya pernikahan itu tidak bisa di jamin kelanggengannya.Dan dia yakin Rama akan sadar dengan sepenuhnya, jika waktu itu tiba, dia yakin Rama akan membuang anak gadisnya.Dengan latar belakang yang di miliki Rama, dia yakin Rama akan melakukan itu. Masih untung jika hanya di ceraikan, bagaimana kalau putrinya di laporkan ke polisi dengan pasal penipuan.Pak Slamet sendiri sudah berkonsultasi dengan orang-orang pintar seperti Pak RT, Pak Kepala desa bahwa tindakan penipuan bisa berakhir di penjara, bukan hanya anaknya tapi j
Siti yang merasa frustasi karena keinginannya tidak tercapai dan mendapat penolakan dari Bapaknya langsung emosi. Tanpa pikir panjang, dia meraih pisau yang berada di rak dapur.Siti mengacungkan pisau itu ke arah Mak Jumi dan Pak Slamet yang bergidik ngeri.“Apa yang kamu lakukan Siti?” teriak Pak Slamet.“Kalau Bapak tidak mau menikahkan aku, maka aku akan bunuh diri.”“Siti..”"Astagfirullah, Siti! Apa-apaan kau ini, Nak!?" teriak mak Jumi yang mulai terlibat histeris.Betapa terkejutnya mak Jumi tat kala anak gadis satu-satunya tengah memegangi sebilah pisau, bahkan tanpa rasa takut sekalipun.Mak Jumi tidak menyangka jika Siti akan bertindak sejauh ini, setan apa yang tengah merasuki gadis itu? Sungguh tak dapat dipercaya.Siti yang sudah terobsesi oleh ambisinya sendiri, oleh rasa cintanya
Bugh. Anin memukulkan sepotong bambu sepanjang tangan orang dewasa ke arah Siti secara cepat sehingga membuat Siti tersungkur ke arah samping dan pisau itu terlepas dan mendarat di bawa kaki Anin. Jadi, Anin sudah melihat bambu itu sejak tadi dan Anin sudah memikirkan ke arah sana karena ia hanya menunggu saat yang tepat saja. Kini pisau itu sudah aman berada di tangannya. Reno dan pak Slamet segera memegangi Siti yang berniat ingin menyerang kembali Anin meski dengan tangan kosong. Tidak lama kemudian tiga orang polisi pun masuk ke dalam rumah pak Slamet dan membantu Reno juga pak Slamet mengamankan Siti. Siti meronta dan berteriak minta untuk dilepaskan. Ternyata para polisi itu juga diminta Anin untuk datang ke rumah Siti. Namun, di tengah perjalanan ban mobil mereka pecah sehingga mengharuskan mereka menggantinya terlebih dahulu dengan ban serep. "Lepaskan aku dasar bangsat kalian semua. Lepaskan!" Siti terus saja berteriak dan meronta membuat para tetangga yang sejak tadi k
"Tolong buka pikiranmu, Siti. Lepaskan Rama, biarkan dia hidup tenang bersama keluarganya sendiri," ucap pak Slamet, "Kalau kau sayang pada lelaki itu ... Kau pasti tidak akan tega melihatnya menderita dan jauh dari keluarganya seperti sekarang ini bukan?"Suaranya kini terdengar melemah dan tulus. Ia menatap Siti dengan tatapan dalam, sampai-sampai membuat gadis itu tampak terdiam dan menundukkan kepalanya.Sepertinya ucapan pak Slamet sedikit berpengaruh, membuat senyuman pak Slamet mulai terlihat.Sedangkan mak Jumi, wanita itu masih terisak dan terus berharap sebuah keajaiban datang dan merubah jalan pikiran Siti.Beberapa detik berlalu, Siti mulai mengangkat wajahnya, dengan sedikit melemahkan bahkan meSitiunkan pisau yang menempel pada pergelangan tangannya.Hal itu sontak membuat mak Jumi dan pak Slamet sedikit tersenyum simpul."Tidak!" ucap Siti dengan lantang. Membuat sepasang suami istri tersebut kembali tercengang.Kening pak Slamet kembali mengerut karenanya, senyuman yan
Siti yang merasa frustasi karena keinginannya tidak tercapai dan mendapat penolakan dari Bapaknya langsung emosi. Tanpa pikir panjang, dia meraih pisau yang berada di rak dapur.Siti mengacungkan pisau itu ke arah Mak Jumi dan Pak Slamet yang bergidik ngeri.“Apa yang kamu lakukan Siti?” teriak Pak Slamet.“Kalau Bapak tidak mau menikahkan aku, maka aku akan bunuh diri.”“Siti..”"Astagfirullah, Siti! Apa-apaan kau ini, Nak!?" teriak mak Jumi yang mulai terlibat histeris.Betapa terkejutnya mak Jumi tat kala anak gadis satu-satunya tengah memegangi sebilah pisau, bahkan tanpa rasa takut sekalipun.Mak Jumi tidak menyangka jika Siti akan bertindak sejauh ini, setan apa yang tengah merasuki gadis itu? Sungguh tak dapat dipercaya.Siti yang sudah terobsesi oleh ambisinya sendiri, oleh rasa cintanya
“Tidak seperti itu Mak, Mas Rama itu belum sepenuhnya ingat apa yang terjadi, jadi kita harus cepat, tolong nikahkan aku dengan Mas Rama,” Siti tetap bersikukuh untuk menikah dengan Rama.Tapi Pak Slamet masih bertindak waras, sebagai orang yang sudah makan asam garam kehidupan, dia tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Lebih baik tidak jadi menikah jika kedepannya pernikahan itu tidak bisa di jamin kelanggengannya.Dan dia yakin Rama akan sadar dengan sepenuhnya, jika waktu itu tiba, dia yakin Rama akan membuang anak gadisnya.Dengan latar belakang yang di miliki Rama, dia yakin Rama akan melakukan itu. Masih untung jika hanya di ceraikan, bagaimana kalau putrinya di laporkan ke polisi dengan pasal penipuan.Pak Slamet sendiri sudah berkonsultasi dengan orang-orang pintar seperti Pak RT, Pak Kepala desa bahwa tindakan penipuan bisa berakhir di penjara, bukan hanya anaknya tapi j
“Kamu itu Siti, Bapakmu baru datang, sudah kamu cerca pertanyaan, buatkan minum sana dulu,” cerca Mak Jumi.Mak Jumi tak habis pikir dengan perubahan sikap Siti yang sangat drastic antara sebelum berangkat ke kota dan sesudahnya, hingga Mak Jumi berpikir apakah kehidupan kota begitu cepat merubah sikap seseorang?“Iya Mak, aku kan cuman nanya saja, kok Mak marah,” gumam Siti sembari masuk ke dapur, tidak lupa dia menghentak-hentakkan kakinya tanda kesal karena omelan Mak Jumi.“Apakah kita salah mendidik anak kita Mak?” tanya Pak Slamet sedih. Dia kecewa dengan perubahan sikap Siti yang semakin menjadi-jadi, minim sopan santun dan sangat suka menggerutu, sama sekali tidak menunjukkan kasih sayang kepadanya.“Entahlah Pak, selama ini kita juga menyayangi dia dengan tulus ikhlas, Mak ini juga selalu mendoakan Siti agar menjadi anak sholehah, tapi kok jadinya be
Maka dari itu, pak RT kini sudah mengizinkan semua pelaku keributan itu untuk pulang ke rumah masing-masing."Yasudah, kalau begitu kalian pulanglah!" ucap pak RT."Terimakasih, Pak," ucap pak Selamet dengan senyuman yang samar."Terimakasih untuk semuanya, Pak." Pun juga dengan bu Lela yang juga mengucapkan terimakasih untuk pak RT.Tak berselang lama, kini pak Selamet pun menangkup bahu sang istri. Di mana ia menuntun mak Jumi untuk segera pulang dari rumah pak RT. Sedangkan bu Lela ... dia berjalan di depan kedua pasangan suami istri itu.Tetapi setelah berjalan cukup jauh dari rumah pak RT, pak Selamet yang sedari tadi menatap punggung bu Lela dengan tajam dan penuh amarah itu, pun pada akhirnya membuka suaranya."Bu Lela, tunggu sebentar!" ucapnya dengan cukup penuh ketaj
"Ya itu bukan urusan saya! Kan memang Bu Lela yang maunya menunjukkan ke orang-orang kalau anak saya itu berbuat zina! Ya kalau tidak ada buktinya, mau dibawa ke pengadilan pun tidak bisa dibuktikan! Selama ini saya yang jadi saksi kuncinya bersama Mak Jumi. Kalau saya sudah bilang anak saya tidak tinggal sekamar, tanyakan saja kepada Rama, kasarannya dia sebagai korban pun juga akan berkata jujur kalau dia tidak pernah sekamar dengan anak saya. Mau apa kalau sudah begitu? Dia bisa saja mengatakan kalau dia tidak ingin dibawa Siti ke sini, tetapi saya yakin dia pasti dengan jujur mengatakan kalau tidak melakukan hal zina itu. Dia ini pria yang bertanggung jawab, Bu. Dia sendiri juga tidak tahu selama ini kenapa walaupun anak saya mengaku istrinya, tapi tidak pernah bersentuhan dengannya. Kalau memang dia pria seperti kebanyakan, sejak awal juga pasti menagih-nagih, Bu, untuk diberikan haknya dia sebagai suami oleh anak saya dan anak saya pun kalau memang tidak bermoral
Pak Slamet masih dengan tatapannya menghina itu langsung berceloteh, "Mau apa lagi, Bu? Tidak bisa membalas, ya, karena ketahuan? Begini sajalah, Bu, selama ini saya tidak mau mengikuti langkah Ibu. Ibarat kata gajah dipelupuk mata tidak kelihatan, kuman di seberang lautan kelihatan yaitu Bu Lela sendiri. Kesalahannya sendiri saja sebesar gunung tidak ditampakkan ke publik, tapi kalau tahu ada kesalahan orang lain saja paling cepat mengompori yang lainnya. Memangnya semua orang di sini sempurna apa? Tidak pernah membuat dosa begitu? Lagi pula, Siti ini anak saya! Buat apa turut campur? Orang, saya saja tidak pernah ikut campur masalah Ibu. Saya sendiri sudah tahu dari dulu kelakuan Ibu, tapi saya pendam sendiri saja. Tidak ada untungnya juga. Buat apa saya suka lihat ibu dikeroyok massa?"Bu Lela menelan ludah menutupi rasa gugupnya yang sudah merebak di dada. Ia tidak mau terlihat kalah, karena kalau seandainya ia sampai gemetar di hadapan Pak Slamet, maka otom
Pria paruh baya itu pun terus berusaha untuk menjelaskan secara rinci permasalahan yang sebenarnya terjadi. Tetapi bagaimanapun penjelasan yang diutarakan oleh Pak Slamet sama sekali tidak mengubah pemikiran Bu Lela dan juga Bu Sri. Kedua wanita itu terus saja berusaha keras menepis penjelasan yang Pak Slamet berikan. Bahkan Pak RT pun dibuat kewalahan dengan ulah kedua wanita itu. Terlebih ucapan Bu Lela dan Bu Sri yang terkadang tidak bisa untuk di sela."Apa pun alasannya tetap saja yang dilakukan oleh Siti itu tidak benar, Pak Slamet. Walaupun tidak berbuat zina di sini, tetapi aku yakin Siti dan pria kota itu pasti sudah pernah berbuat zina saat berada di kota. Ulah mereka justru hanya akan membuat malapetaka untuk desa kita. Siti sangat pantas untuk diusir dari Desa ini dan jangan biarkan dia kembali lagi," seru Bu Sri dengan begitu lantang."Benar apa yang dikatakan oleh Bu Sri, Pak RT. Sebagai rukun tetang