Hari sudah beranjak malam saat Grace kembali membuka mata lelahnya. Yang juga sedikit sembab karena banyaknya air mata yang dia keluarkan. Sisa-sisa dari percintaan panas yang dilaluinya bersama Marvel kemarin dan pagi tadi. Wajahnya memanas kala potongan demi potongan akan percintaan membara yang dilalui mereka, kembali terlintas dalam benaknya. Membuat pusat dirinya berdenyut tanpa sadar. Ah tidak, ini berlebihan. Grace menghela napas panjang seraya merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Dia merasa lebih segar setelah tidur berjam-jam, yang dia sadari terlalu lama karena jarum jam berdentang sepuluh kali tak lama setelahnya. Padahal dia ingat, matahari masih berada di puncak tertingginya saat ia tertidur tadi. Lalu bagaimana dia bisa tertidur selama ini? Apa karena dia terlalu kelelahan?
Dan di mana Marvel sekarang? Grace mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan tidak mendapati seorangpun di sini. Hanya kesunyian yang didapatnya, juga suara pendingin ruangan yang menderu lDrt ... drt ...Marvel yang sedang termenung seraya memandangi pemandangan di luar jendela mobilnya, segera meraih ponselnya saat mendengar nada dering itu. Menekan sebuah notifikasi yang muncul dan langsung menyeringai senang di dalam hatinya saat kepalanya berhasil mencerna apa arti dari pesan panjang yang dikirimkan oleh Azlan.***Grace berdecak pelan. Sudah hampir dua hari hidupnya luntang-lantung tanpa arah dan tujuan seperti ini. Untung saja selama dua hari ini, ada seorang wanita paruh baya yang mau membayarnya saat dia menawarkan jasa membersihkan toko. Setidaknya, dia bisa membeli roti dan beberapa barang yang dia perlukan dengan uang itu, termasuk sebuah benda tajam yang kini digenggamnya sementara tangannya bersedekap erat-erat karena kedinginan."Dingin," keluhnya pelan dan kembali menggosok-gosokkan telapak tangannya pada kedua lengannya bergantian.Hari sudah malam dan sejujurnya dia tidak tahu ada berada di mana dirinya sekarang. Sepertinya cukup jauh
Grace terpekik nyaring. Matanya tertutup rapat, sedangkan kedua tangannya menutup rapat telinganya. Napas Grace tersendat. Grace tidak menyangka bahwa Marvel akan melepaskan pelurunya ke arah kaki bawahannya sendiri. Dan demi Tuhan! Grace baru saja bangun dan dibuat syok seperti ini."Peluru itu mungkin gak mengenai kakinya, sekarang," kata Marvel yang membuat Grace membuka matanya, dan mendapati bahwa Marvel menembak lantai di antara kaki pengawal itu."Tapi nanti, satu per satu anggota tubuh mereka akan kutembak kalau kamu membantah ucapanku."Tubuh Grace gemetar di tempatnya. Matanya menatap wajah Marvel yang masih menatap Grace dengan pandangan tegasnya. Pandangan Grace beralih, menatap pengawal yang ditugaskan menjaganya. Dan mendapati pengawal tersebut tidak memberikan ekspresi marah atau ketakutan. Hanya datar tanpa ekspresi. Seolah dia memang ditugaskan untuk siap dibunuh. Mata Grace kembali berkaca-kaca saat pandangannya beralih pada Marvel yang masih diam di
"Dia gak bisa bersama wanita, bukan karena dia jijik, tapi dia merasa bahwa wanita adalah orang yang lemah. Dia memang gak bilang, tapi aku tahu dari caranya memperlakukanku," kata Grace sambil tersenyum saat mengingat pengalamannya bersama orang tersebut."Aku menunjukannya pada banyak hal. Bahwa wanita gak selemah itu. Banyak wanita yang kuat dan bahkan lebih kuat daripada lelaki. Aku menyuruhnya agar menerima dirinya sendiri. Dirinya yang pintar. Dirinya yang tahu bahwa perbedaan pasti selalu ada, tapi bukan berarti dia harus tetap berbeda. Aku berkata bahwa dia terlalu istimewa, dan orang-orang tidak terbiasa dengan sesuatu yang lebih istimewa daripada mereka."Marvel terdiam mendengar ucapan Grace. Matanya menatap lurus pada wajah ceria itu. Marvel tahu, Grace adalah orang yang memiliki pendiriannya sendiri. Termasuk pendirian tentang sifat-sifat manusia yang menurutnya baik dan buruk. Tentu saja, walaupun Grace menjelaskannya panjang lebar pada Marvel, tetap saja Mar
Marvel sudah menggenggam erat gagang pisau itu, mengacungkan ujungnya pada sasaran di hadapannya."Dad, apa sedang di luar?" teriakan itu sukses menghentikan Marvel yang akan menusuk pria itu."Kiel, kenapa kamu mencari pisau?"Deg!Semua orang di sana diam. Sama-sama tidak bersuara dan sama-sama terkejut di tempatnya. Marvel sendiri jadi panik seketika. Dia belum memasukkan kembali kepala pisaunya saat pisau itu dilempar pada Zander. Untung saja Zander dengan sigap langsung menangkapnya tanpa terluka."Kenapa dia bisa bangun?!" bisik Marvel panik sambil melotot pada teman-temannya."Kamu yang sedari tadi berteriak-teriak, bodoh!" bisik Alarick dengan ikut panik.Darren malah dengan santainya berjalan ke arah ruang rawat Grace, dan membuka pintunya lebar-lebar, membuat Grace bisa melihat kondisi di luar."Grace, Marvel tadi baru saja—""DARREN BRENGSEK! SIALAN!"Marvel segera melompat dari tempatnya, menjambak kepala Darren dan
Grace hanya bisa diam, dia pun tidak menjawab ucapan Marvel. Hingga pada akhirnya, di waktu Grade boleh dipulangkan. Marvel tetap membawa Grace ke villanya. Untuk masa pemulihan yang total.***Pada bulan September, Grace akan memasuki kampus setelah dia diterima oleh pihak kampus tersebut. Apalagi Xella, dirinya dan Anggi mengambil prodi yang sama. Mereka juga mendapatkan 1 kelas yang sama pula. Grace langsung menelepon sahabatnya itu dari panggilan WhatsApp. Dirinya duduk di bibir ranjang yang berada di kamarnya itu. Tak beberapa lama, terdengarlah teriakan Xella dari seberang."Astaga, Xell. Lo jangan teriak-teriak gitu dong. Kuping gue sakit.""Hehehe, maaf Sayangku. Gue tahu maksud lo nelepon gue apaan. Pasti lo udah tahu 'kan kalo kita bertiga sekelas?!""Iya! Gue seneng banget tahu. Ternyata, kita memang gak bisa dipisahkan ya.""Iya, oh iya. Lo sedang di mana nih?""Masih di rumah. Gue pengen ngajak lo jalan-jalan. Kita bertiga, tapi Marvel
Beruntung CEO itu harus menghadapi marathon meeting dari pagi hingga sore, baik secara fisik maupun teleconference, memastikan perkembangan dari seluruh proyek yang ditangani. Grace hanya perlu berhadapan dengan si sekretaris yang kali ini makin menunjukkan sikap antagonisnya, membuang muka ketika sedang berbicara dengan dirinya yang terhitung jajaran elit di CLD. Setelah menutup pintu kantor, perempuan itu langsung melempar diri ke sofa empuk sambil meluruskan kakinya yang pegal karena belum terbiasa memakai heels. Grace memijat dahi, berusaha mengurangi rasa sakit kepala yang diderita. Berusaha untuk menghindari atasan sambil tetap mempertahankan performanya bukan pekerjaan mudah. Untung saja, masalahnya dengan Marvel berakhir baik, pria ramah itu tidak mempermasalahkan kejadian kemarin. Dering telepon berbunyi memecah lamunan perempuan berusia sembilan belas tahun tersebut. Grace langsung berdiri tegak dan berjalan ke arah telepon internal kantor. Pasti urusan pekerjaan dan penti
Begitu menutup pintu apartemen, Grace merebahkan diri ke atas kasur empuk miliknya. Perlahan jarinya menyusuri lagi jejak bibir Marvel di keningnya. Semburat hangat menjalar di pipinya, membuat pipi tirus itu merona. Demi Tuhan! Grace sudah bukan perempuan dewasa, tetapi sikapnya seperti remaja yang sedang kasmaran saja. Marvel hanya mengecup keningnya. Kecupan sekilas layaknya kecupan selamat malam, tak seharusnya Grace bersikap berlebihan. Ide itu kembali menari-nari di kepala Grace. Marvel memang manis, hangat, perhatian, mapan, dan juga tampan. Benar-benar calon menantu idaman, dia yakin ibunya pasti akan langsung menyukai pria itu. Marvel tipe pria yang bergerak perlahan, setahap demi setahap hingga Grace merasa nyaman berada di sisinya. Grace biasanya tak pernah membanding-bandingkan seseorang, tapi mengingat kejadian di ruang Mr. Davis tadi tak ayal dia merasa sedang diperebutkan oleh dua pria paling keren di dunianya. Vilain punya daya tarik maskulin yang mampu membuat wanit
Namun, saat Marvel dan Rinrada yang tinggal berdua di ruang tamu itu. Dia meminta izin kepada Rinrada untuk membawa Grace ke villanya. Bahkan, Grace memintanya untuk dirinya tinggal di rumahnya itu."Saya gak bisa tidur kalo gak ada dia Tante," alibi Marvel."Tak apa, Nak. Asalkan Grace di sana gak mengganggu aktivitas kamu.""Sama sekali enggak kok, Bunda."Saat Grace telah meletakkan kopernya dengan rapi, dia pun kembali ke luar kamarnya. Marvel dan Rinrada sama-sama melemparkan senyuman hangat mereka satu sama lain."Oh iya, katanya kamu mau pulang. Aku di sini dulu lah beberapa hari menjelang masuk."Grace yang duduk di samping Rinrada itu, seolah-olah menyuruh Marvel pulang. Dia mengatakan hal tersebut agar Marvel bisa beristirahat di rumahnya."Kamu juga ikut dong.""Loh ...""Udah, kamu pergi aja sama Marvel sana," kata Rinrada kemudian."Tapi, 'kan ...""Bawa barang-barang yang kamu perlukan."Grace mengembuskan nap
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg