"Rasanya ada yang berbeda saja ketika Tuan Gabriel bilang filmnya akan ditayangkan secara global."Helen bercerita dengan semangat sekaligus merasa deg-degan. Dia tidak tahu apakah dia bisa melewati semua ini dengan baik. Dia hanya merasa kalau semua ini adalah tantangan besar, jauh lebih besar daripada yang dia bayangkan sebelumnya. Dia sendiri tidak berpikir kalau filmnya akan dipromosikan secara internasional. Gavin menata makan malam yang baru selesai dia masak di meja. Helen masih saja tersenyum sambil melamun. Gavin yang melihat hal itu pun hanya bisa menahan tawa. Wajah Helen terlihat lucu kalau sudah seperti ini. Namun Gavin tidak berani untuk menertawakannya, takut kalau nanti Helen malah tersinggung."Aku baru saja mencari tahu banyak hal tentang dia." Gavin duduk tepat di hadapan Helen. Dia membiarkan Helen mengambil makanan lebih dulu daripada dia sendiri, meskipun dia yang memasak semuanya. "Dia siapa?" tanya Helen. Dia menikmati ayam goreng korea buatan Gavin. Sangat e
"Kuharap aku tidak mengganggumu. Kau sedang sibuk?"Helen tersenyum ketika menerima telepon dari Gavin. Dia sedang menghafal dialog sekarang. Gavin juga ada di tempat kerjanya. Mereka tetap berkabar. Gavin juga hanya ingin memastikan tidak ada sesuatu yang buruk pada Helen. Helen duduk di salah satu rumah pohon. Dia selalu suka dengan lantai rumah pohon itu. Terasa sangat hangat. Suhu di lokasi syuting mereka juga terasa sangat pas. Di luar sana, salju sudah tidak turun. Bukit salju di pinggir-pinggir jalan itu juga mulai mencair. Jalanan tidak lagi menjadi penghalang bagi mereka karena sudah tidak terlalu licin."Yah, lumayan." Helen menggigit bibirnya. Dialog itu cukup panjang. Dia juga masih punya waktu karena masih ada banyak adegan lain yang sedang diambil. Aktor lainnya juga ada di sana. Belum tiba gilirannya."Oh, apa aku cukup mengganggu? Kalau begitu, aku akan telepon nanti saja.""Eh, tidak. Kau tidak mengganggu sama sekali." Helen buru-buru menjawab agar Gavin tidak menutu
"Siapa lelaki itu?" Helen mengangkat alis ketika Gavin bertanya dengan nada dingin. Dia memang baru saja pulang dari lokasi syuting. Kali ini dia pulang bukan dijemput oleh Gavin atau juga menaiki kendaraan umum, dia diantar oleh salah satu lawan mainnya. Helen menoleh ke belakang ketika orang yang mengantarnya tadi sudah berbalik dan siap untuk meninggalkan beranda apartemen mereka. Helen hanya tersenyum sambil mengangkat bahu ke arah Gavin. "Dia hanya temanku. Dia salah satu lawan mainku. Namanya Albert," jawab Helen dengan tenang sambil melemparkan ranselnya begitu saja ke atas sofa ruang tamu. Dia juga melepas ikat rambutnya, bersiap untuk mandi. Walau cuaca kali ini memang masih dingin, namun dia merasa kalau tubuhnya sangat lengket. Dia harus mandi dengan air hangat sekarang. "Oh, ternyata begitu." Gavin termenung. Dia melipat tangan di depan dada. Masih memandangi beranda apartemen mereka yang sudah sepi. Dia tidak sempat untuk mengajak lelaki itu untuk mengobrol tadi. Lelak
Helen sudah pasti salah sangka, namun dia tidak menyadarinya sama sekali. Selama proses syuting hari ini, Gavin sama sekali tidak menelepon walau hanya satu kali. Padahal biasanya Gavin selalu menyempatkan diri menelepon Helen minimal sekali untuk memastikan keadaannya.Dan karena hal ini juga Helen merasa gelisah karena takut terjadi sesuatu yang salah. Dia tidak mau kalau hubungannya dengan Gavin jadi renggang karena sesuatu yang dia sendiri tidak sadari."Ayolah, Gavin. Kenapa kau tidak mengangkat teleponnya?" Helen menempelkan smartphone itu ke telinganya. Dia merasa gelisah karena Gavin sejak tadi tidak mengangkat telepon darinya.Suara berisik di sekitar lokasi syuting semakin membuatnya merasa frustasi. Helen menutup kedua telinga. Panggilan itu masih berdering dan tidak digubris sama sekali oleh Gavin."Kau terlihat kesal sekali. Apa ada sesuatu yang terjadi hari ini? Atau mungkin kau sedang menstruasi?"Helen tersentak ketika seseorang mendadak duduk di sampingnya dan mengelap
Helen hanya bisa menahan nafas ketika Gavin menggagahinya. Gavin tidak mungkin mabuk. Helen cukup tau bahwa seorang pria tidak akan bisa ereksi ketika sedang mabuk. Jangankan ereksi, untuk bangun dari tempat tidur saja rasanya sulit. Helen sudah tidak mengenakan pakaian apa pun. Gavin melemparnya ke tempat tidur begitu saja. Entah harus disebut apa, namun Helen sama sekali tidak merasa kalau Gavin memperkosanya, meskipun memang caranya cukup kasar, namun Helen cukup menikmatinya. Bahkan dia juga mendesah. "Gavin, aku lelah. Tolong, cepatlah keluar." Helen mengeluh karena merasa kalau sebentar lagi dia akan pingsan jika seandainya Gavin tetap melanjutkan permainan ini. Dia merasakan gairah dan juga kemarahanGavin dalam permainan ini. Helen tahu kalau Gavin sudah marah padanya, dia belum menyadari penyebab dari kemarahan lelaki itu. Helen tetap saja bergerak cepat di atasnya. Sedikit perih namun juga geli di bagian kemaluannya. Setelah beberapa menit akhirnya Gavin mengerang, tidak
"Aku akan membicarakannya dengan Albert," ucap Helen sebelum berangkat ke lokasi syuting. Dia tersenyum ke arah Gavin, membiarkan lelaki itu yang mengantarnya hari ini. Albert sebenarnya sudah mengirim pesan pada Helen agar mereka berangkat bersama pagi ini seperti biasa. Namun karena kejadian tadi malam, Helen tentu saja menolak tawaran dari Albert.Helen keluar dari mobil setelah mereka sampai. Dia melambaikan tangan ke arah Gavin sebelum kemudian lelaki itu pergi ke tempat kerjanya sendiri.Dia langsung menemui Albert di lokasi syuting itu. Melihat Albert duduk sendirian di salah satu kursi, tepat di samping para pemain lainnya. Dengan gugup Helen menghampiri lelaki itu. Berbisik sejenak pada Albert agar bisa sedikit menjauh dari para aktor lainnya dan mereka bisa berbicara berdua. Albert yang walaupun merasa heran, tetap mengusahakan untuk menuruti apa yang dikatakan Helen. Mereka duduk berdua, jauh dari orang-orang.Helen mengambil napas dalam-dalam, menatap ke arah Albert, mera
"Apa yang terjadi pada Helen?" suara panik Gavin memecah keheningan lokasi syuting. Dia dengan cepat melangkah ke arah tubuh Helen yang tergeletak di tanah. Orang-orang di sekitarnya hanya bisa menatap tanpa melakukan apa pun, bahkan malah banyak orang yang merekamnya.Tanpa ragu, Gavin dengan cepat mengangkat tubuh Helen yang tidak sadarkan diri, mengangkatnya dengan hati-hati. Albert tentu saja juga khawatir, dia mengikuti Gavin yang membawa Helen ke mobil yang terparkir tidak jauh dari lokasi syuting. Gavin segera berlari ke sisi pengemudi dan menyalakan mesin mobil. Dengan cepat dan hati-hati, dia memacu mobil menuju rumah sakit terdekat. Gavin tidak tahu kalau Albert mengikutinya dari belakang.Sambil berkendara, Gavin terus mencoba membangunkan Helen. "Helen, bangunlah," bisiknya dengan suara lembut, namun tidak membuahkan hasil sama sekali. Di belakang mereka, Albert menjaga jarak, menngikuti setiap pergerakan mobil Gavin. Hatinya berdebar, terus berharap agar Helen baik-baik s
"Mohon maaf, dia keguguran." Gavin langsung terpaku di tempat ketika mendengar apa yang dikatakan oleh dokter itu. Butuh waktu beberapa lama baginya untuk mencerna makna dari kalimat singkat itu. Ada sesuatu yang ingin dia katakan, sesuatu yang menyampaikan segala kebingungannya, namun kalimat itu seakan berhenti di ujung lidah, tidak bisa keluar begitu saja. Di belakang Gavin, Albert juga berdiri kaku. Ada banyak hal yang menjejali kepala dua lelaki itu. Gavin merasa sangat terkejut setelah mengetahui bahwa ternyata selama ini Helen sedang hamil. Sedangkan Albert juga ingin menanyakan banyak hal kepada Gavin tentang kehamilan Helen. Koridor rumah sakit itu terasa lebih sepi daripada biasanya, padahal masih ada banyak dokter dan para perawat yang lalu lalang. Gavin merasakan seolah tak ada nyawa lagi di rumah sakit ini. Terasa hampa dan sangat hambar. Semua menguap karena rasa terkejut dari dalam hati kecilnya. "Maksud, Dokter? Maaf, saya tidak mengerti sama sekali," ucap Gavin ag
"Kau sudah baik-baik saja?" tanya Albert setelah kembali melihat Helen hari ini. Dari wajah Albert saja sudah bisa ditebak bahwa dia memikirkan banyak hal, terutama ketika mengingat bahwa Helen baru saja mengalami keguguran. Alisnya sedikit berkerut. Wajahnya yang biasanya tegar dan kuat sekarang terlihat was-was.Perasaan campur aduk terlihat jelas di dalam mata Albert. Dia mungkin merasa bersalah karena insiden tersebut, dan perasaannya terhadap Helen, yang juga merupakan teman dekatnya, terasa sangat salah. Helen tersenyum manis dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, merasa lebih lega sekarang. Dia seperti merasakan sesuatu yang jauh lebih bebas daripada hari sebelumnya. Dia tidak tahu perasaan semacam apa ini. Dia hanya merasa jauh lebih bahagia. Mungkin karena memang faktor hormon yang selalu berubah-ubah. "Yah, kau tidak perlu terlalu khawatir. Aku sudah baik-baik saja." Albert menghela napas lega. Dia menatap mata Helen yang sama sekali tidak balas menatapnya. "Aku me
"Kenapa kau terlihat sangat marah? Kau marah karena kehilangan bayinya atau kau marah padaku?" Gavin menatap wajah Helen yang sejak tadi seakan tidak mau menatapnya balik.Kamar rumah sakit itu hening, suasana tegang menggantung seperti awan. Cahaya pucat dari lampu langit-langit menyinari ruangan, memantulkan kebisuan. Suara detak jam dinding terdengar seperti dentingan waktu, semakin menegaskan keheningan yang melingkupi mereka berdua. Di tengah ruangan, Helen dan Gavin saling diam setelah apa yang baru saja terjadi. Meskipun suara mereka rendah dan terkontrol, kemarahan itu terasa begitu kentara, seperti medan magnetik yang bertabrakan, menciptakan gelombang kemarahan yang tak terucapkan. Helen juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ada suatu gejolak besar dari dalam hatinya yang sama sekali tidak bisa dia jelaskan di saat seperti ini. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan kepada Gavin. Helen beranjak dari kasur itu dan menatap mata Gavin. Kesunyian itu seakan membun
"Mohon maaf, dia keguguran." Gavin langsung terpaku di tempat ketika mendengar apa yang dikatakan oleh dokter itu. Butuh waktu beberapa lama baginya untuk mencerna makna dari kalimat singkat itu. Ada sesuatu yang ingin dia katakan, sesuatu yang menyampaikan segala kebingungannya, namun kalimat itu seakan berhenti di ujung lidah, tidak bisa keluar begitu saja. Di belakang Gavin, Albert juga berdiri kaku. Ada banyak hal yang menjejali kepala dua lelaki itu. Gavin merasa sangat terkejut setelah mengetahui bahwa ternyata selama ini Helen sedang hamil. Sedangkan Albert juga ingin menanyakan banyak hal kepada Gavin tentang kehamilan Helen. Koridor rumah sakit itu terasa lebih sepi daripada biasanya, padahal masih ada banyak dokter dan para perawat yang lalu lalang. Gavin merasakan seolah tak ada nyawa lagi di rumah sakit ini. Terasa hampa dan sangat hambar. Semua menguap karena rasa terkejut dari dalam hati kecilnya. "Maksud, Dokter? Maaf, saya tidak mengerti sama sekali," ucap Gavin ag
"Apa yang terjadi pada Helen?" suara panik Gavin memecah keheningan lokasi syuting. Dia dengan cepat melangkah ke arah tubuh Helen yang tergeletak di tanah. Orang-orang di sekitarnya hanya bisa menatap tanpa melakukan apa pun, bahkan malah banyak orang yang merekamnya.Tanpa ragu, Gavin dengan cepat mengangkat tubuh Helen yang tidak sadarkan diri, mengangkatnya dengan hati-hati. Albert tentu saja juga khawatir, dia mengikuti Gavin yang membawa Helen ke mobil yang terparkir tidak jauh dari lokasi syuting. Gavin segera berlari ke sisi pengemudi dan menyalakan mesin mobil. Dengan cepat dan hati-hati, dia memacu mobil menuju rumah sakit terdekat. Gavin tidak tahu kalau Albert mengikutinya dari belakang.Sambil berkendara, Gavin terus mencoba membangunkan Helen. "Helen, bangunlah," bisiknya dengan suara lembut, namun tidak membuahkan hasil sama sekali. Di belakang mereka, Albert menjaga jarak, menngikuti setiap pergerakan mobil Gavin. Hatinya berdebar, terus berharap agar Helen baik-baik s
"Aku akan membicarakannya dengan Albert," ucap Helen sebelum berangkat ke lokasi syuting. Dia tersenyum ke arah Gavin, membiarkan lelaki itu yang mengantarnya hari ini. Albert sebenarnya sudah mengirim pesan pada Helen agar mereka berangkat bersama pagi ini seperti biasa. Namun karena kejadian tadi malam, Helen tentu saja menolak tawaran dari Albert.Helen keluar dari mobil setelah mereka sampai. Dia melambaikan tangan ke arah Gavin sebelum kemudian lelaki itu pergi ke tempat kerjanya sendiri.Dia langsung menemui Albert di lokasi syuting itu. Melihat Albert duduk sendirian di salah satu kursi, tepat di samping para pemain lainnya. Dengan gugup Helen menghampiri lelaki itu. Berbisik sejenak pada Albert agar bisa sedikit menjauh dari para aktor lainnya dan mereka bisa berbicara berdua. Albert yang walaupun merasa heran, tetap mengusahakan untuk menuruti apa yang dikatakan Helen. Mereka duduk berdua, jauh dari orang-orang.Helen mengambil napas dalam-dalam, menatap ke arah Albert, mera
Helen hanya bisa menahan nafas ketika Gavin menggagahinya. Gavin tidak mungkin mabuk. Helen cukup tau bahwa seorang pria tidak akan bisa ereksi ketika sedang mabuk. Jangankan ereksi, untuk bangun dari tempat tidur saja rasanya sulit. Helen sudah tidak mengenakan pakaian apa pun. Gavin melemparnya ke tempat tidur begitu saja. Entah harus disebut apa, namun Helen sama sekali tidak merasa kalau Gavin memperkosanya, meskipun memang caranya cukup kasar, namun Helen cukup menikmatinya. Bahkan dia juga mendesah. "Gavin, aku lelah. Tolong, cepatlah keluar." Helen mengeluh karena merasa kalau sebentar lagi dia akan pingsan jika seandainya Gavin tetap melanjutkan permainan ini. Dia merasakan gairah dan juga kemarahanGavin dalam permainan ini. Helen tahu kalau Gavin sudah marah padanya, dia belum menyadari penyebab dari kemarahan lelaki itu. Helen tetap saja bergerak cepat di atasnya. Sedikit perih namun juga geli di bagian kemaluannya. Setelah beberapa menit akhirnya Gavin mengerang, tidak
Helen sudah pasti salah sangka, namun dia tidak menyadarinya sama sekali. Selama proses syuting hari ini, Gavin sama sekali tidak menelepon walau hanya satu kali. Padahal biasanya Gavin selalu menyempatkan diri menelepon Helen minimal sekali untuk memastikan keadaannya.Dan karena hal ini juga Helen merasa gelisah karena takut terjadi sesuatu yang salah. Dia tidak mau kalau hubungannya dengan Gavin jadi renggang karena sesuatu yang dia sendiri tidak sadari."Ayolah, Gavin. Kenapa kau tidak mengangkat teleponnya?" Helen menempelkan smartphone itu ke telinganya. Dia merasa gelisah karena Gavin sejak tadi tidak mengangkat telepon darinya.Suara berisik di sekitar lokasi syuting semakin membuatnya merasa frustasi. Helen menutup kedua telinga. Panggilan itu masih berdering dan tidak digubris sama sekali oleh Gavin."Kau terlihat kesal sekali. Apa ada sesuatu yang terjadi hari ini? Atau mungkin kau sedang menstruasi?"Helen tersentak ketika seseorang mendadak duduk di sampingnya dan mengelap
"Siapa lelaki itu?" Helen mengangkat alis ketika Gavin bertanya dengan nada dingin. Dia memang baru saja pulang dari lokasi syuting. Kali ini dia pulang bukan dijemput oleh Gavin atau juga menaiki kendaraan umum, dia diantar oleh salah satu lawan mainnya. Helen menoleh ke belakang ketika orang yang mengantarnya tadi sudah berbalik dan siap untuk meninggalkan beranda apartemen mereka. Helen hanya tersenyum sambil mengangkat bahu ke arah Gavin. "Dia hanya temanku. Dia salah satu lawan mainku. Namanya Albert," jawab Helen dengan tenang sambil melemparkan ranselnya begitu saja ke atas sofa ruang tamu. Dia juga melepas ikat rambutnya, bersiap untuk mandi. Walau cuaca kali ini memang masih dingin, namun dia merasa kalau tubuhnya sangat lengket. Dia harus mandi dengan air hangat sekarang. "Oh, ternyata begitu." Gavin termenung. Dia melipat tangan di depan dada. Masih memandangi beranda apartemen mereka yang sudah sepi. Dia tidak sempat untuk mengajak lelaki itu untuk mengobrol tadi. Lelak
"Kuharap aku tidak mengganggumu. Kau sedang sibuk?"Helen tersenyum ketika menerima telepon dari Gavin. Dia sedang menghafal dialog sekarang. Gavin juga ada di tempat kerjanya. Mereka tetap berkabar. Gavin juga hanya ingin memastikan tidak ada sesuatu yang buruk pada Helen. Helen duduk di salah satu rumah pohon. Dia selalu suka dengan lantai rumah pohon itu. Terasa sangat hangat. Suhu di lokasi syuting mereka juga terasa sangat pas. Di luar sana, salju sudah tidak turun. Bukit salju di pinggir-pinggir jalan itu juga mulai mencair. Jalanan tidak lagi menjadi penghalang bagi mereka karena sudah tidak terlalu licin."Yah, lumayan." Helen menggigit bibirnya. Dialog itu cukup panjang. Dia juga masih punya waktu karena masih ada banyak adegan lain yang sedang diambil. Aktor lainnya juga ada di sana. Belum tiba gilirannya."Oh, apa aku cukup mengganggu? Kalau begitu, aku akan telepon nanti saja.""Eh, tidak. Kau tidak mengganggu sama sekali." Helen buru-buru menjawab agar Gavin tidak menutu