Pagi ini, niat Xander untuk menjenguk Dirga di rumah sakit jiwa terpaksa batal akibat penyakit jantung yang diderita sang Omah kambuh hingga mengharuskan dirinya pergi ke rumah sakit untuk mengantar sang Omah.
Di rumah sakit, Xander berpapasan dengan orang tua Mendy saat dirinya menemani Arsen membeli makanan dan minuman di minimarket.
Dari kedua orang tua itulah Xander mengetahui bahwa Mendy kini tengah dirawat di rumah sakit itu.
"Jika kamu memiliki waktu senggang, mampirlah ke ruang rawat Mendy. Siapa tahu dengan kehadiranmu, kesehatan Mendy lekas membaik," ucap salah satu orang tua Mendy sebelum mereka hendak pergi meninggalkan minimarket.
Meski enggan, Xander terpaksa menyanggupi permintaan itu dengan maksud sebatas menunjukkan rasa hormatnya saja.
Setelah memastikan keadaan Sarah sudah membaik pasca penanganan medis di rumah sakit, Xander pun berniat menyambangi Mendy ke ruangan
Hai-hai, aku update lagi nih... Adakah yang menunggu? Jangan lupa vote dan komentarnya di kolom ulasan ya...
Setelah berhasil menghubungi Jarvis dan memastikan bahwa Aliana tidak bertemu dengan Mischa, Xander langsung membalas pesan Mischa detik itu juga. Perasaannya yang kian berkecamuk perlahan menjadi lebih tenang. Xander Kamu di mana sekarang? Masih di luar? Xander selesai membalas pesan Mischa dan terdiam beberapa saat untuk menunggu. Satu menit... Dua menit... Dan sepuluh menit Xander menunggu, namun pesan balasan dari Mischa tak kunjung dia terima hingga akhirnya Xander pun memutuskan untuk keluar area rumah sakit. Setelah mencari ke sana kemari namun tak ditemukannya Mischa, Xander memilih untuk kembali ke ruang rawat sang Omah. Lelaki berkemeja hitam itu tersenyum lega saat mendapati Mischa dan Arsen di ruangan itu. Mischa tampak asik mengobrol bersama Sang Omah, sementara Arsen asik bermain robot dan mobil-mobilan di sofa. "Xander? Kamu darimana saja?" tanya sang Omah. "Tadi, habis men
Keesokan harinya, setelah melalui perdebatan panjang antara Mischa dan Xander akhirnya keputusan pun diambil.Hari itu, Arsen, Mischa dan Xander berangkat menuju Surabaya menggunakan kendaraan pribadi. Kepergian mereka diantar oleh Aldrian dan Diana sampai di teras rumah.Usai berpamitan kendaraan roda empat yang dikemudikan Raga pun melaju perlahan.Semoga apa yang kalian rencanakan bisa lekas terwujud...Bisik Diana dalam hati dengan satu titik air matanya yang mengalir, dia menatap nanar mobil Xander yang perlahan menghilang dari pandangan.Hampir lima jam di perjalanan Mischa tak kunjung buka suara. Hanya terdengar celotehan Arsen yang berteriak girang dari belakang saat kendaraan Xander melalui jalan tol di mana di sana terlihat begitu banyak gedung-gedung pencakar langit yang menghiasi sisi kiri dan kanan jalan.Arsen tampak begitu bersemangat. Hingga setela
"HINDUN!" teriak sebuah suara dari jalan setapak di ujung halaman rumah Mischa.Teriakan itu sangat kencang dan terdengar menggelegar bak petir yang menyambar di tengah malam yang sunyi."Bapak," pekik Mischa dan sang Ibu berbarengan. Wajah mereka tampak panik.Tak jauh beda dengan apa yang dirasakan Xander saat pertama kalinya dia melihat sosok calon Ayah mertuanya sendiri.Tubuh tinggi tegap dengan kulit sawo matang, tatapan tajam dengan sisi ke dua rahang yang mengeras. Wajahnya begitu bengis dan menakutkan. Terlebih lagi dengan sebilah golok dalam genggaman tangan kanan lelaki berumur 58 tahun itu.Xander menelan salivanya satu kali dengan susah payah tatkala laki-laki yang di panggil Bapak oleh Mischa itu kini sudah berdiri di depan halaman rumahnya.Tepat dihadapannya.Dan bukan Xander namanya jika dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi gugup dan pan
"Ini pakaianmu," ucap Mischa pada Xander seraya memberikan sepasang pakaian tidur untuk Xander. Saat itu, Xander baru saja keluar dari kamar mandi sehabis membersihkan diri."Terima kasih," ucap Xander dengan senyuman lebar. Dia menerima pakaian gantinya lalu mengikuti langkah Mischa menuju kamar yang sudah dirapikan Mischa untuk Xander tempati."Ini kamarmu, sudah aku bereskan. Ibu sudah memasak, makanlah dulu sebelum beranjak tidur, aku mau melihat Arsen dulu, tadi dia sedang bermain bersama Bapak,"Mischa hendak melangkah keluar dari kamar tapi Xander justru menahannya. Lelaki itu menggenggam jemari Mischa. "Percaya padaku, apapun yang terjadi, aku tidak akan menyerah," bisik Xander setelah dia berhasil merapatkan tubuhnya dengan Mischa. Di kecupnya pipi Mischa satu kali. Membuat pipi itu merona.Mischa mengangguk dengan senyuman malu-malu hingga setelahnya dia pun benar-benar keluar dari kamar itu.Hatinya terus berdebar tak karuan.Mala
Sepanjang hari Mischa terus di rundung gelisah. Petang sudah membentang di ufuk. Hari sudah beranjak semakin sore dan langit mulai menggelap, tapi Xander dan Suroto belum juga pulang. Mischa benar-benar khawatir, terlebih saat dia tahu bahwa Xander tak membawa ponselnya. Padahal Mischa sudah bulak-balik menghubungi lelaki itu sejak pagi tadi. Sambil menimang ponsel milik Xander yang diambilnya di dalam kamar, Mischa terus berjalan mondar-mandir di teras rumahnya dengan tatapan yang terus tertuju ke arah jalanan. Bahkan kakinya sampai terasa pegal karena terus menerus berdiri sejak satu jam yang lalu dirinya selesai mandi sore. Rambut yang biasanya selalu Mischa keringkan dengan hair dryer, kini dibiarkannya basah begitu saja. Pikiran Mischa terus tertuju pada satu hal, apa yang sebenarnya dilakukan Sang Ayah seharian ini terhadap Xander? Sampai-sampai Mischa kehabisan alasan untuk menjawab pertanyaan Arsen yang sejak ta
"APA? LUSA?" ucap Jarvis dengan wajah kaget luar biasa. "Secepat itu? Bagaimana mungkin aku bisa mengurus semuanya secepat itu, Bos?" teriak Jarvis lagi dengan wajah super kusut.Pasalnya, sang Bos baru saja memberinya tugas baru untuk mengurus segala keperluan surat-surat penting yang dibutuhkan Xander dan Mischa agar bisa melangsungkan pernikahan di Surabaya lusa nanti. Padahal, di kantor saja, Jarvis sudah sangat sibuk mengurus segala urusan kantor, lantas bagaimana caranya kini dia harus menyelesaikan perintah baru sang Bos.Xander memang kelewatan.Jarvis benar-benar dibuatnya kewalahan di Jakarta, lagi-lagi dengan ancaman jika Jarvis tak menyanggupinya, Xander akan memberinya sanksi berupa pemutusan hak cuti beberapa tahun ke depan. Meski itu hanya sekedar gertakan halus, namun Xander sangat tahu bagaimana kinerja Jarvis selama ini. Tak ada satu pun urusan yang tak mampu di selesaikan oleh Jarvis selama laki-laki itu
Usai menemani Arsen hingga tertidur, Mischa keluar dari kamar hanya untuk sekedar memastikan bahwa Xander sudah beristirahat.Dibukanya pintu kamar Xander pelan-pelan dan betapa terkejutnya Mischa saat lagi-lagi dirinya tak menemukan keberadaan Xander di dalam kamar itu.Mischa melongok ke kamar sebelah, yaitu kamar ke dua orang tuanya yang sedikit terbuka, saat itu dia hanya melihat keberadaan Hindun di sana. Sementara sang Ayah tak tahu dimana rimbanya. Mendadak, perasaan cemas kembali menggelayuti hati Mischa.Dan kecemasan itu kian sirna saat dia mendengar suara dua orang laki-laki yang sepertinya sedang bercakap di teras.Saat Mischa mengintipnya melalui jendela ruang tamu, dilihatnya Xander dan Suroto sedang asik bercengkrama sembari bermain catur.Melihat tawa yang menghiasi wajah Suroto saat dirinya berhasil mengalahkan Xander, Mischa benar-benar terharu. Pemandangan langka itu membuatnya tak bisa menahan titik-titik air matanya. Saking bah
Dua hari kemudian...Percayalah apa yang sudah kamu lewatkan akan membawa hikmah dan pelajaran berharga bagi kehidupanmu di masa depan.Dalam satu hari kita diberi waktu selama 24 jam untuk melakukan segala aktifitas kehidupan. Hitungan waktu itu akan terus berputar setiap detik dan menit. Bagi sebagian orang, perputaran waktu itu sangatlah berharga. Karena waktu itu tidak akan mau menunggu, tidak bisa berhenti, dan tak akan terulang. Terkadang waktu digambarkan sebagai pedang. Barang siapa yang menyia-nyiakan waktu, maka ia akan rugi.Dulu, Xander adalah salah satu manusia yang hanya mementingkan waktunya untuk mengejar karir dan kesuksesan. Meski dia tahu semua yang dikrjarnya itu tak membuat hidupnya bahagia. Tapi kini, dia tahu betul apa yang harus dia kejar untuk membuat hidupnya bahagia. Yaitu, kebersamaannya bersama Mischa dan Arsen. Sebuah cikal bakal keluarga kecil yang akan dia pimpin di
Satu Bulan sebelum prolog... Malam kian larut tapi suasana di Club malam elit The Dragon's Club justru semakin meriah. Lima orang lelaki berpakaian casual tampak asik bercengkrama di pojokan ruangan. Yakni sebuah tempat yang sudah menjadi lokasi base camp mereka jika sedang bebas tugas. Ya, mereka adalah Alvin, Roni, Tio, Bagas dan Arsen. Lima orang tentara berpangkat mayor yang sedang menikmati waktu luang mereka dengan berpesta pora. Sekedar merelaksasi otot-otot tubuh yang tegang setelah bertugas di medan perang. "Udah lama kita nggak main Truth Or Dare," celetuk Alvin setelah menenggak habis botol vodkanya. Alvin memposisikan botol kosong itu di tengah-tengah meja yang melingkar. "Ah, nggak usah mulai deh Vin!" sahut Tio tidak setuju. "
Acara pernikahan mewah itu baru saja berlangsung. Kedua mempelai sudah berada di dalam kamar pengantin mereka. Handaru menghampiri Mitha yang tampak kesulitan membuka gaun pengantinnya. "Sini, aku bantu," ucap Handaru dengan senyuman ramahnya. Lelaki itu membantu sang istri melepas satu persatu pakaian yang melekat di tubuh Mitha hingga menyisakan pakaian dalam saja yang membalut tubuh mungil itu. Merasa malu karena ini pertama kalinya dia berada satu kamar dengan Handaru, Mitha buru-buru mengambil jubah mandi dan mengenakannya. "Kamu mau mandi?" tanya Handaru pada Mitha, wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya. Menjadi seorang Nyonya Handaru Pratama. Sang Milyuner yang kekayaannya tak akan habis tujuh turunan. Mitha mengangguk, pipi wanita itu merona. "Boleh aku ikut?" ucap Handaru dengan kerlingan nakal. Mitha memukul bahu
Enam bulan kemudian...Di sebuah tanah lapang berumput hijau dengan pemandangan alam yang indah di sekitarnya, sebuah keluarga tampak berkumpul menikmati indahnya hari.Sudah menjadi rutinitas wajib bagi keluarga Malik untuk mengadakan piknik keluarga di akhir pekan."Arsen, ayo makan dulu," teriak Diana yang ikutan berlari mengejar sang cucu yang asik bermain bola bersama Dirga.Sarah yang tampak asik mengobrol dengan Berta. Mereka duduk di atas tikar piknik dengan berbagai macam makanan lezat yang mereka bawa.Sementara itu, di sisi lain lokasi tersebut Xander, Jarvis dan Aldrian tampak asik menikmati indahnya pemandangan."Kamu sudah pantas menggendong anak, Al. Mau sampai kapan menjomblo terus?" ucap Xander menggoda Aldrian yang saat itu sedang menggendong salah satu bayi kembar sang Kakak.
Seorang wanita tampak menarik napas dalam-dalam. Peluh menetes membanjiri wajahnya yang pucat. Sesekali terdengar rintihan dan teriakan dari arah brankar ruangan bersalin itu tatkala si wanita merasa dirinya tak mampu lagi menahan nyerinya kontraksi.Sejak kepulangan keluarga Malik usai menghadiri acara pernikahan Jarvis dan Aliana, lalu mereka melangsungkan acara pesta barbeque di halaman rumah kediaman Malik yang luas, seharian itu Mischa memang kurang istirahat. Terlebih efek gembira ketika dirinya mampu berjalan kembali seperti sedia kala.Mischa terus beraktifitas, berjalan mondar-mandir ke sana kemari dengan keadaan perutnya yang buncit.Hingga pesta usai, Mischa justru harus kembali melakukan aktifitas ranjang bersama sang suami hingga waktu mendekati pagi.Itulah sebabnya, menjelang fajar di pagi hari, Mischa merasakan perutnya mulas dan kram."Xander..." gumam Mischa lirih.
Acara sakral itu berlangsung begitu khidmad dan lancar.Jarvis sangat tenang saat melafalkan kalimat ijab dan kabulnya.Setelah ijab dan kabul usai, lalu kedua mempelai menyambut tamu undangan yang hendak bersalaman di atas pelaminan, sore harinya acara pun selesai.Jarvis dan Aliana sudah berganti pakaian. Kini mereka sedang berkumpul di lapangan parkir gedung hendak pulang. Saat itu keluarga Malik terlihat berkumpul di sekitar area parkir, mereka menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Malam ini, keluarga Xander berencana mengundang Jarvis dan Aliana untuk makan malam bersama di kediaman utama keluarga Malik.Baik Jarvis dan Aliana, yang memang sama-sama tak memiliki keluarga, jelas sangat senang atas undangan itu. Bahkan jika hari weekend tiba, mereka seringkali ikut nimbrung dalam acara piknik keluarga Malik. Dan bagi keluarga Malik, mereka sudah layaknya keluarga sendiri.Saat it
Mentari pagi terlihat bersinar cerah di angkasa. Cahayanya menerobos jendela kaca bening sebuah kamar besar nan mewah yang terletak di salah satu perumahan elit Jakarta.Mischa menggeliat tatkala wajahnya terkena pantulan cahaya matahari langsung. Dia mengernyitkan kening, menguap satu kali seraya mengucek ke dua bola matanya secara bersamaan.Ketika kedua bola matanya berhasil terbuka, Mischa tak mendapati sosok Xander di sisinya.Mungkin, suaminya itu sedang di kamar mandi, pikirnya.Tubuh Mischa kembali menggeliat. Dia merentangkan ke dua tangannya ke atas. Entah kenapa, pagi ini dia bangun dengan keadaan tubuh yang lebih segar dari kemarin-kemarin.Apa mungkin karena...?Kedua pipi Mischa mendadak merona, saat otaknya kembali memutar kejadian tadi malam di dalam kamar ini.Bahkan setelah hampir dua bulan berlalu tanpa adanya aktifitas ranjang dalam bid
Selang satu bulan sejak penolakan yang dilakukan Mischa pada Xander, silih berganti pihak keluarga datang mengunjungi Mischa. Baik itu Dirga maupun Diana. Sayangnya, usaha mereka sia-sia. Mischa tetap pada pendiriannya semula. Bahkan dengan teganya Mischa justru meminta Xander menceraikannya. Hindun dan Suroto sudah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Mischa pada pihak keluarga Xander yang semakin membuat pihak keluarga merasa miris akan keadaan Mischa saat ini. Terlebih dengan Diana. Dirinya tidak menyangka jika apa yang dia alami dahulu di masa muda kini harus berlanjut menimpa Mischa, sang menantu kesayangannya. Dengan segala daya dan upaya mereka terus berusaha meyakinkan Mischa agar Mischa tidak terus menerus larut dalam rasa traumanya. Namun sayang, semua usaha merega gagal dan tak membuahkan hasil.
Suara Adzan Isya baru saja berkumandang.Seorang wanita dengan perutnya yang membuncit sudah siap dengan mukenanya, dia hendak melaksanakan shalat Isya berjamaah dengan Hindun dan Suroto, kedua orang tuanya. Wanita itu duduk di atas kursi roda, sementara Hindun berdiri di sampingnya."Allahu Akbar," Suroto memulai takbir pertama tanda shalat telah dimulai.Para makmum mengikuti di belakang.Dalam suasana seperti inilah, hal yang selalu Mischa tunggu-tunggu.Hatinya terasa jauh lebih tenang.Sampai detik ini, Mischa masih terus menerus dihantui bayang-bayang mengerikan sekaligus menjijikan yang pernah dia alami sewaktu di Florida.Semua kejadian buruk yang menimpanya sebelum akhirnya Tuhan menyelamatkannya melalui Mendy.Satu alasan besar yang menjadikan Mischa tidak ingin bertemu Xander dalam keadaannya sekarang, saat dirinya tahu bahwa dia telah mengandung, setelah apa yang sudah dilaluinya di Florida setengah tahun yang lalu.
Selang satu jam kemudian.Xander baru saja mengirim pesan singkat pada Diana bahwa dia akan pulang terlambat.Lelaki itu sudah berada di Club sejak sepuluh menit yang lalu. Xander hanya memesan cocktail dengan kadar alkohol yang sangat sedikit. Dia sudah berjanji pada Mischa untuk tidak mabuk-mabukkan lagi. Dan Xander akan berusaha untuk tetap menepati Janjinya walau tak ada Mischa sekali pun.Xander masih bergelut dengan ponsel pribadinya.Satu hal yang menjadi kebiasaannya saat sedang sendirian, yakni menatap lama wajah Mischa di balik layar ponselnya.Senyuman Mischa seolah menjadikan penyemangat hidupnya kali ini. Meski hanya sebatas gambar saja. Tapi Xander tak pernah bosan menatapnya.Dengan ujung jari telunjuknya, Xander mengusap wajah Mischa yang sedang tersenyum, sangat manis.Di mana kamu berada saat ini, Mischa?