Nur pulang ikut dengan Lisna, teman kerjanya yang naik motor. Tapi hujam yang mendadak turun membuat mereka harus berteduh di emperan sebuah ruko. Dan seperti beberapa hari yang lalu, Nur kembali bertemu dengan Raffi di situ. Raffi tidak sendirian, ia bersama Arif temannya. Merekapun terlibat pembicaraan yang mengasyikan, sambil menunggu hujan mulai reda. Tapi, hari mulai gelap, hujan tak kunjung reda juga, justru seperti bertambah derasnya. Nur jadi khwatir kalau Wahyu lebih dulu tiba di rumah sebelum dirinya.
Tiba-tiba sebuah mobil berbelok ke halaman ruko tempat Nur berteduh. Nur tahu betul siapa pemilik mobil itu. Nur melangkah untuk mendekati mobil. Dan benar dugaannya, kalau Wahyulah yang berada di dalam mobil itu.
"Kak Wahyu!"
"Masuk"
"Sebentar Kak, aku pamit dulu sama temanku" sahut Nur, Nur berpamitan pada Lisna, Raffi, dan Arif. Setelah itu baru ia masuk ke dalam mobil Wahyu. Nur melirik Wahyu ya
Makan malam mereka berjalan dalam kesunyian, sesekali Wahyu melirik Nur. Ia gemas sekali melihat pipi Nur saat Nur mengunyah makanannya. Pipi itu benar-benar seperti bakpao berwarna coklat saja. Jemari Nur yang pendek dan terlihat gemuk tidak luput dari rasa gemasnya. Rasanya Wahyu ingin menggigitnya.'Argghh, ini semua karena mimpi tadi, kenapa semua yang ada pada Nur jadi terasa menggemaskan. Padahal selama ini aku sukses mengabaikannya, tapi...argghhhh'Tanpa sadar Wahyu menggerutukan giginya, karena kesal pada dirinya sendiri. Niatnya mendekati Nur agar rencananya untuk membuat Nur hamil sebelum 6 bulan terlaksana, tanpa harus ada embel-embel cinta. Tapi sekarang justru hatinya yang mulai liar, tak bisa untuk diperintah otaknya.Nur menjilat bibirnya, lalu meneguk air minumnya. Wahyu menundukan kepalanya, menutup matanya, mengutuki dirinya.'Ya Allah, apa ini hukumanmu atas sikapku
Sesaat hanya kesunyian yang ada di antara mereka, meski Wahyu cukup berpengalaman dalam hal wanita, tapi baginya tetaplah ini menjadi hal yang berbeda. Ia belum sampai pada tahap 'bercinta' dengan teman wanitanya.Nur merapikan rambutnya yang tergerai, digelungnya asal, rambut panjangnya yang hitam bergelombang. Wahyu menolehkan kepalanya. Ditatap dari samping, lekukan bibir Nur terlihat sangat seksi. "Aku kembali ke kamarku ya Kak" pamit Nur pada Wahyu. Ia merasa jengah duduk berduaan tanpa ada yang dibicarakan."Nur" Wahyu menahan lengan Nur yang ingin berdiri. Wahyu menggeser duduknya lebih dekat. Nur menolehkan kepalanya, tangan Wahyu terangkat, dibukanya gelungan rambut Nur, sehingga rambut Nur tergerai kembali. Mata Nur mengerjap gelisah, ia merasa berdebar-debar karena paha Wahyu yang masih terbungkus celana pendek menempel di pahanya yang tertutup daster panjangnya.Jemari Wahyu meraih dagu Nur. Mata Wahyu menatap
Begitu melihat nama orang yang menelponnya, Wahyu memutuskan untuk mengabaikannya. Ia hanya mematikan suara ponselnya. Wahyu kembali naik ke atas ranjang. Sebelumnya ia melepas celananya, mata Nur melotot saat melihat Wahyu yang tanpa busana. Cepat Nur membuang pandangannya, jantungnya berdegup lebih cepat lagi, ia merasa tubuhnya panas dingin jadinya.Wahyu langsung menindih Nur yang masih memakai penutup segi tiganya."Siapa Kak?" Tanya Nur saat tatapan mereka bertemu."Tata" jawab Wahyu singkat."Tata?" Nur mengernyitkan keningnya, karena merasa asing dengan nama itu."Orang yang ingin beli rumah""Kenapa tidak dijawab, Kak""Saat ini, ini lebih penting dari segalanya" Wahyu mengecup bibir Nur, membuat Nur tersipu ka
Nur ke luar dari kamar setelah selesai mandi. Nur mengernyitkan keningnya saat tak melihat siapa-siapa di ruang tengah."Kak!" Nur memanggil Wahyu yang tidak terlihat, ia menuju ruang tamu. Dilihatnya Wahyu menutup pintu pagar dengan payung di tangannya. Nur menunggu Wahyu di teras rumah, Wahyu berjalan mendekatinya."Sudah pulang ya, Kak""Iya""Aku jadi malu, pasti ibu pikir aku ....""Aku sudah jelaskan ke ibu dan nenek, kalau kamu kelelahan karena harus kerja rodi semalam" Wahyu masuk ke dalam rumah diikuti oleh Nur."Kerja rodi?""Hmmm, yang tadi malam""Yang tadi malam?" Nur mendongakan wajahnya dengan kening berkerut menatap Wahyu, ia sungguh tidak mengerti apa yang dimaksud Wahyu dengan kerja rodi.
"Nur" Wahyu melingkarkan tangannya di tubuh Nur, beruntung Wahyu tinggi, dan lengannya panjang, jadi masih bisa melingkari tubuh besar Nur. Didekap Nur dengan penuh kelembutan."Kakak mau apa?" Nur mendongakan wajah, rasa jengah menyergap perasaannya. Sikap Wahyu terasa begitu manis baginya. Membuat bunga terasa bermekaran di dalam hatinya. Membuat senyum, merekah indah di bibir Nur"Mau seperti yang aku bisikin tadi." Wahyu menundukan wajah, digigit puncak hidung Nur dengan gemas."Masih siang, Kak," wajah Nur cemberut, nada suaranya merajuk manja."Memang dosa ya kalau siang-siang begituan, yang pentingkan bukan bulan Ramadhan, Nur," bujuk Wahyu. Ia tak mau menyerah, sebelum keinginannya bisa ia dapatkan."Nanti mandi lagi dong, Kak," Nur masih berusaha menolak."Jangankan harus mandi sekali lagi, seratus kali juga aku tidak keberatan. Asal
"Haah, jadi tadi Kakak mengigau!?""Mengigau? Aku bicara apa, Nur?""Enghh, ehmmm, tidak jelas, Kak, Kakak bicara apa, Kakak mandi dulu, setelah itu kita makan," sahut Nur, wajahnya memerah, ia malu kalau harus mengatakan apa yang diucapkan Wahyu tadi. Nur bangkit dari duduknya."Ayo, Kak, mandi""Ehmm, iya." Wahyu tersenyum, dan senyumnya semakin lebar sambil menatap punggung Nur yang meninggalkan kamar.'Hhh, imageku tetap terjaga sebagai pria cool. Kenapa juga harus kelepasan bicara seperti tadi, memalukan! Untung dapat akal, pura-pura mengigau. Pintarkan aku, hmmm'Setelah mandi, Wahyu menemui Nur yang sudah siap di meja makan, dengan lauk haruan bebanam, cacacapan asam (mangga).Mereka makan dalam diam, hanya Wahyu sesekali melirik istrinya.'Bagaimana tidak gendut, Nur. Makanmu lumayan banyak, tapi tak apalah, bebini lamak nyaman kawa guring kada betilam (beristri gendut, enak bisa tidur tidak pakai kasur)'
Nur sudah masuk kembali ke dalam kamar mandi. Wahyu memijit kepalanya yang terasa sakit.'Ya Tuhan, inikah balasan dariMu, balasan atas kesalahanku, yang sudah mengabaikan istriku selama satu tahun. Baiklah, aku terima semua ini dengan lapang dada, meskipun aku harus menahan rasa sakit di kepala'"Hhhh, rugi deh, sudah minum jamu pakai telur ayam kampung dua biji, eeh lapangannya tidak bisa dipakai main bola, karena becek. Nasiiiib!" Gerutu Wahyu sambil mengelus-elus adiknya.Tiba-tiba ia menyadari, kalau ia sudah polos di bawah selimut, ia langsung menyingkap selimut, dan bermaksud kembali mengenakan pakaiannya. Tapi baru saja Wahyu beringsut ingin turun dari ranjang, Nur ke luar dari kamar mandi, dengan tatapan tertuju langsung ke arah Wahyu."Kak!" Mata Nur melebar menatap Wahyu.'Ya Tuhan, habislah terhempaskan ke cool an ku, aaah sudah terlanjur basah, mandi aja sekalian. Lapangan becek, main aja dipinggir lapangan, bisakan? Tidak dosakan?'
Beneran ini istrinya, Bang Wahyu?" Tanya Tata, masih tak percaya."Ya benarlah, kenapa? Apa perlu aku perlihatkan surat nikah kami. Nur kamu bawa surat nikah kita tidak? Perlihatkan sama dia, biar dia percaya!""Kakak, masa ke undangan bawa surat nikah sih.""Surat nikahnya di rumah, terserah kamu mau percaya atau tidak, tapi wanita cantik yang bersamaku ini, dia adalah istriku tercinta. Oke, Bu Tata, kami mau ke sana dulu." Wahyu menunjuk ke arah beberapa orang, yang berdiri tidak jauh di depannya. Digenggam jemari Nur dengan erat. Nur menganggukkan kepala, sebagai tanda pamit pada Tata. Tata mengikuti kemana Wahyu, dan Nur melangkah."Nggak ada perempuan lain apa, Bang? Istri lo, segemuk gajah! Mana cocok sama lo, Bang Wahyu, lo cocoknya sama gue," gumam Tata sendirian dengan suara pelan."Nur, wajahmu jangan murung begitu dong, nanti orang mengira jatah bulanan yang aku beri kurang," bisik Wahyu."Kakak!" Nur mencubit pinggang Wahyu gemas."Sak
Wahyu menggendong salah satu putranya, sementara Nur memberikan asi pada yang satu lagi."Masih sanggup kasih asi mereka tanpa ditambah susu formula, Nur?""Asiku banyak, Kak. Cukup untuk mereka berdua. Lagi pula kalau asi ekslusif, Insya Allah, berat badanku bisa cepat turun, tanpa diet""Tidak usah pakai diet, Nur. Aku tidak mau kamu sakit karena diet""Tapi badanku sebesar gentong begini, Kak""Tidak apa-apa, buatku tidak masalah bentuk tubuhmu seperti apa, yang penting hatimu, cintamu cuma milikku""Ehmn, Kakak gombal, ini mereka dengar""Ya sudah, gombalanku aku bisikin aja ya""Gombalnya nanti saja, Kakak. Kalau mereka sudah tidur""Hhh, mau gombalpun sekarang tidak bebas lagi, apa lagi mau main bola""Jangan mengeluh begitu dong, Kakak. Mereka harus jadi prioritas kita sekarang. Apapun yang kita lakukan, mereka berada pada urutan pertama yang harus kita pertimbangkan""Iya, aku tahu, sayang. Dzaka sudah se
Wahyu melepaskan ciumannya."Kakak" Nur menatap Wahyu dengan mata sayu."Apa?" Wahyu menaikan alisnya. Nur meraih telapak tangan Wahyu, lalu menempelkan di atas miliknya."Mau?" Wahyu menatap Nur dengan sorot mata tidak percaya. Dengan wajah merah padam, Nur menganggukan kepalanya pelan."Kata Ibu.. ""Ya sudah tidak usah!" Nur mendorong dada Wahyu agar menjauhinya."Jangan marah dong, aku cuma takut kamu sakit, Nurku sayang. Dalam hal ini aku pasti lebih menginginkannya dari kamu. Memangnya tidak apa-apa kalau kita main bola?""Pelan-pelan saja Kakak""Beneran tidak apa?""Iya, tapi pelan-pelan!" Sahut Nur mulai kesal."Kalau begitu siapa takut, ayo ke kamar, masih ada waktu sebelum maghrib!" Wahyu sekarang justru lebih bersemangat dari pada Nur. Dibantunya Nur berdiri, lalu dituntun istrinya untuk masuk ke kamar. Hatinya luar biasa bahagia, karena adiknya bisa dapat jatah juga sebelum waktunya puasa yang cukup lama.
Wahyu dan Bayu tercengang melihat undangan yang diserahkan Henny pada mereka. Keduanya saling pandang, lalu pecahlah tawa kakak beradik itu."Iih, kenapa tertawa!?" Seru Henny dengan mimik marah."Ini karma Henny!" Seru Bayu diantara tawanya. Wajah Henny semakin cemberut jadinya."Sekarang kamu kemakan omonganmu sendirikan, menghina Nur gajah, tidak tahunya sekarang kamu dapat calon suami gendut juga" ujar Wahyu."Tapi aku penasaran, bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Seorang Henny yang sangat mengagungkan kesempurnaan, bisa terjebak cinta seorang pria yang berat badannya berkelebihan.""Kalian ini ceriwis seperti perempuan!" Henny menghentakan kakinya gusar. Bayu masih tertawa, tapi Wahyu hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan senyum di bibirnya."Ceritakan dong Hen, bagaimana bisa kamu dekat dengan si Willy" bujuk Bayu."Malas, nanti kalian tertawakan, datang tuh ke acara nikahan aku""Resepsinya kapan, ini baru nikahnyakan?""Rese
18+Nur duduk bersandar di kepala ranjang, Wahyu duduk di sampingnya sambil mengelus perut besar istrinya yang sudah jalan 7 bulan."Kamu akan jadi yang tercantik di rumah, Nur" ujar Wahyu sambil mengecup bakpao coklatnya yang kini sudah berubah warna lebih terang. Nur menolehkan kepalanya, Wahyu meraih kepala Nur. Bibir Wahyu mendarat di atas bibir Nur. Satu ciuman panjang yang harus berakhir saat Nur kehabisan napasnya."Kamu semakin hari semakin seksi" bisik Wahyu tepat di depan wajah Nur. Dihapusnya bekas ciuman mereka di bibir Nur dengan jempolnya."Kakak gombal!" Nur mencubit perut Wahyu dengan wajah merona."Gombalku halal dan bersertifikat, Sayang. Aku senang sekali melihat lekuk tubuhmu. Dua bukit kecil, satu gunung besar, dan satu bukit kecil yang penuh semak belukar" jemari Wahyu meluncur dari kedua dada Nur, lantas ke perut Nur, dan meluncur turun ke bawah perut Nur."Kakak, enghhh..akhkhhh" Nur mendesah pelan, saat jemari Wahyu menyib
Surat perjanjian bermateraipun dibuat di kantor Polisi. Henny berjanji untuk tidak akan mengganggu rumah tangga Wahyu dan Nur lagi. Jika dia mengingkari janjinya, maka Wahyu tidak akan lagi memaafkannya.Wahyu, Bayu, Ayahnya, Pengacara mereka, Ayah Henny, ibu Henny, dan Henny juga pengacara kekuarga Henny ke luar dari kantor Polisi. Di depan teras kantor Polisi mereka bertemu dengan Lindsy dan Tata yang digiring memasuki kantor Polisi."Mas Wahyu!" Seru keduanya terkejut saat melihat Wahyu."Mereka kenapa, Pak?" Tanya Wahyu pada Polisi yang menggiring Tata dan Lindsy yang penampilannya tanpak acak-acakan."Mereka membuat keributan di sebuah rumah makan, katanya memperebutkan seorang pria yang bernama Wahyu" jawab Polisi."Haah, kalian belum berhenti juga mencoba mendapatkan aku. Aku sudah punya istri. Sadar...sadar.. argghhh apa hebatnya aku sih sampai diperebutkan begini!" Wahyu mengusap rambutnya."Kalau begitu, silahkan anda mengikuti kami ke dal
Wahyu sudah melaporkan Henny ke Polisi, dengan membawa bukti rekamanan percakapan Henny dengan Bayu, juga rekaman saat Henny mengorek-ngorek sampah.Tuduhan untuk Henny adalah perbuatan tidak menyenangkan dan fitnah terhadap Nur.Polisi berjanji akan segera menindak lanjuti laporan mereka. Henny akan segera mendapatkan surat panggilan untuk di periksa.Siangnya Nur sudah diijinkan pulang, Wahyu membawa Nur pulang ke rumah orang tuanya, sementara barang-barang mereka belum selesai dipindahkan dari rumah lama.Nur ke luar dari mobil dengan dituntun oleh Wahyu dan ibunya. Ia melangkah dengan hati-hati, karena masih dilarang terlalu banyak bergerak, sampai kondisinya benar-benar stabil."Langsung ke kamar saja, Nur harus istirahat di atas ranjang. Tidak boleh ke mana-mana, sampai benar-benar aman kandungannya" ujar ibu Wahyu.Wahyu mendudukan Nur di atas ranjang, lalu diangkatnya kedua kaki Nur ke atas ranjang. Dibantunya Nur berbaring tel
"Ada apa ke sini?" Tanya Wahyu pada Bayu."Aku ingin memperlihatkan sesuatu pada Kakak" Bayu mengambil ponsel dari saku kemejanya."Apa?""Lihat!" Bayu memperlihatkan apa yang ada di layar ponselnya pada Wahyu.Tawa Kakak dan adik itu pecah seketika, membuat Nur mengerutkan keningnya."Dapat video dan foto ini dari mana?""Iyan yang mengirimkannya""Dapat barang buktinya?""Kakak lihat saja terus videonya""Aduuh, dapat ternyata barang buktinya, si kunti bakat juga jadi pemulung rupanya" ujar Wahyu dengan mata membola menatap ke layar ponsel milik Bayu. Di sana terlihat Henny sedang mengubek-ubek tempat sampah, entah di mana. Tampaknya ia sedang mencari sim card yang nomernya ia pakai untuk mengirimkan foto Nur dan Willy kepada Wahyu."Lihat apa, Kakak?" Akhirnya Nur tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya."Kamu tidak usah lihat, nanti muntah Nur" jawab Wahyu."Apa sih, Kakak?""Si kunti lagi jadi pemu
Wahyu masuk ke dalam ruang perawatan Nur. Tapi ia tidak menemukan Nur di atas ranjang."Nur" Wahyu mendorong pintu kamar mandi, tapi pintu kamar mandi terkunci."Nur""Ya Kak""Kamu sedang apa?""Sebentar"Pintu kamar mandi terbuka, Nur muncul di ambang pintu dengan botol infus di tangannya."Aku habis buang air, Kak"Wahyu mengambil alih botol infus dan menuntun Nur kembali ke atas ranjang."Ada yang ingin aku bicarakan, Nur""Apa Kak"Nur sudah duduk di atas ranjang, Wahyu duduk di tepi ranjang dengan posisi menghadap Nur."Begini Nur, aku penasaran siapa orang yang mengirimkan fotomu dengan si Willy itu, hoeekkk. Aduuh menyebut nama si gendut itu aku jadi mual, Nur" Wahyu mengelus perutnya, berlagak kalau ia benar-benar mual karena nama Willy."Kakak, aku juga gendut!" Protes Nur dengan wajah cemberut."Maaf, maaf, karena aku menatapmu dengan mata hatiku, jadi hanya kata cantik untukmu yang ada di dal
"Nur""Ya Kak""Boleh aku minta sesuatu?""Main bola?""Bukan Sayang, aku juga tahu kalau lapangannya lagi banjir. Dinding tanggulnya retak sedikit, jadi belum bisa main bola" Wahyu mencubit kedua bakpao coklat muda Nur dengan gemas."Sakit, Kakak" rengek Nur manja, sambil mengusap pipinya."Maaf ya, sini aku obati" Wahyu mendekatkan wajahnya. Hidung dan bibirnya menempel di pipi Nur, bergantian kanan dan kiri."Tidak sakit lagikan?""Heum" Nur mengangguk dengan rona merah menghiasi pipinya."Bakpao coklat toping selai strowberry" Wahyu mengusap lenbut pipi Nur dengan ujung jari telunjuknya."Kakak tadi mau minta apa?" Tanya Nur mengingatkan apa yang ingin dikatakan Wahyu tadi."Aku ingin memintamu berhenti bekerja, demi kebaikanmu, dan demi kebaikan anak kita. Mau ya Sayang?" Ujar Wahyu dengan nada memohon. Nur menatap mata Wahyu, perlahan kepalanya mengangguk. Wahyu menarik napas lega. Digenggamnya jemari Nur lalu dikecupnya